You are on page 1of 14

LAPORAN KASUS

CEDERA OTAK BERAT














Oleh:
Nisa Ladyasari
H1A 009 019



Pembimbing:
dr. Bambang Priyanto, Sp.BS



DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN / SMF BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2014
1

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H
Usia : 55 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Batu Kliang, Lombok Tengah
Status : Menikah
RM : 53 40 59
Tanggal MRS : 04 Maret 2014
Tanggal pemeriksaan : 04 Maret 2014

B. PRIMARY SURVEY
Airway dengan kontrol servikal (C-spine control) :
Look : Patensi jalan napas baik, jejas pada daerah servikal (-)
Listen : Suara ngorok (+)
Feel : Hembusan udara napas dari hidung dan mulut (+)
Tindakan yang dilakukan : Bebaskan jalan napas menggunakan tehnik Jaw thrust,
pemasangan orofaringeal tube, suction mulut, imobilisasi kepala dan leher
dengan memasang Hard Collar Brace.
Breathing : Pergerakan dinding dada simetris, RR: 34 x/menit, teratur, retraksi
(-), tipe pernapasan torako-abdominal.
Tindakan yang dilakukan : Pemberian O2 sungkup 6 lpm
Circulation : Nadi radialis teraba, kuat angkat, teratur, N: 121 x/menit, TD:
130/70 mmHg.
Tindakan yang dilakukan: resusitasi cairan intravena dengan menggunakan
larutan elektrolit isotonik hangat misalnya Ringer laktat atau normal saline 1,5
ml/KgBB/jam yaitu 1,5 ml x 80 Kg = 120 ml/jam.




2

C. SECONDARY SURVEY
1. Anamnesis (Heteroanamnesis)
a. Keluhan utama
Pasien datang dengan penurunan kesadaran
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUP NTB dalam kondisi kesadaran menurun sejak 2
jam sebelum masuk rumah sakit. Kepala pasien tertimpa kayu besar kira-kira 3
jam sebelum masuk rumah sakit, dan langsung tidak sadarkan diri. Pasien di
bawa ke klinik swasta terdekat dalam kondisi tidak sadar dan kemudian
dirujuk ke RSUP NTB. Ada riwayat muntah sejak 1 jam sebelum masuk
rumah sakit. Muntah terjadi sebanyak 2 kali, muntahan yang keluar berisi
makanan dan bercampur darah berwarna kehitaman. Tidak ada riwayat kejang,
ada riwayat keluar darah melalui hidung, tidak ada riwayat keluar darah
melalui telinga.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat cedera kepala sebelumnya, tidak ada riwayat operasi otak
sebelumnya, tidak ada riwayat epilepsi, tidak ada riwayat penyakit tekanan
darah tinggi, tidak ada riwayat kencing manis, tidak ada riwayat sakit jantung,
tidak ada riwayat penyakit asma.
d. Riwayat Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit tekanan darah tinggi, tidak ada riwayat kencing
manis, tidak ada riwayat sakit jantung, tidak ada riwayat perdarahan yang sulit
sembuh, tidak ada riwayat epilepsi.
3

2. Pemeriksaan Fisik
I. Status Generalis
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Koma
GCS : E
1
V
x
M
4

Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 121 x/menit, tidak teratur, kuat angkat
Frekuensi napas : 34 x/menit, teratur, tipe pernapasan torako-abdominal
Temperatur axila : 38,1
o
C
Berat badan : 80 Kg

Pemeriksaan Fisik Umum
a. Kepala
Kepala : teraba cephal hematom ukuran 3 x 4 cm pada regio parietal
sinistra, tidak tampak vulnus appertum, tidak tampak vulnus
excoriatum.
Mata : hematom pada palpebra tidak ada, konjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik -/-, refleks cahaya langsung -/-, pupil anisokor dengan
diameter 4 mm/3mm, bentuk bulat.
Hidung : deformitas (-), rhinorrhea +/+
Telinga : otorrhea -/-, battle sign (-)
b. Leher
Jejas (-), deformitas tulang belakang leher (-), depresi tulang spinosum (-).
c. Thoraks
Inspeksi : bentuk dan ukuran thorax normal, pergerakan dinding dada
kanan dan kiri simetris, iktus kordis tidak tampak, jejas (-)
Palpasi : pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, nyeri tekan (-
), krepitasi (-), iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula
sinistra
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : cor S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
pulmo suara napas vesikuler +/+, rhonki +/+, wheezing -/-


4

d. Abdomen
Inspeksi : distensi (-), jejas (-), pergerakan aktif (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : Supel (+), massa (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen
e. Ekstremitas atas
Kanan : jejas (-), hematome (-), deformitas (-),pergerakan kurang aktif (+),
edema (-), akral hangat (+)
Kiri : jejas (-), hematome (-), deformitas (-), pergerakan kurang aktif (+),
edema (-), akral hangat (+)
f. Ekstremitas bawah :
Kanan : jejas (-), hematome (-), deformitas (-), pergerakan kurang aktif (-),
edema (-), akral hangat (+).
Kiri : jejas (-), hematome (-), deformitas (-), pergerakan kurang aktif (+),
edema (-), akral hangat (+).

II. Pemeriksaan Neurologis
GCS : E
1
V
x
(mayo)M
4

Kesadaran : Koma
a. Pemeriksaan Saraf kranialis
Nervus kranialis I : Sulit dievaluasi
Nervus kranialis II : Sulit dievaluasi
Nervus kranialis III, IV, VI : Posisi bola mata tepat ditengah, refleks
cahaya langsung -/-, pupil anisokor dengan
diameter 4mm/3mm, bentuk bulat.
Nervus kranialis V : Tidak dapat dievaluasi
Nervus kranialis VII : Tidak dapat dievaluasi
Nervus kranialis VIII : Sulit dievaluasi
Nervus kranialis IX : Sulit dievaluasi
Nervus kranialis X : Sulit dievaluasi
Nervus kranialis XI : Tidak dapat dievaluasi
Nervus kranialis XII : Tidak dapat dievaluasi
b. Rangsangan meningeal
Kaku Kuduk : Tidak dapat dievaluasi
5

Kernig sign : Tidak dapat dievaluasi
Brudzinski I : Tidak dapat dievaluasi

c. Motorik
Motorik Superior Inferior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Pergerakan Kurang
aktif
Kurang
aktif
Kurang
aktif
Kurang
aktif
Kekuatan sde sde sde Sde
Tonus Otot dbn dbn dbn dbn
Bentuk otot dbn dbn dbn dbn

d. Pemeriksaan refleks fisiologis
Refleks patella : +/+
Refleks biseps : +/+
Refleks triseps : +/+
Refleks tendon achilles : +/+
e. Pemeriksaan Refleks patologis
Refleks hoffman : -/-
Refleks trommer : -/-
Refleks wartenberg : -/-
Refleks mayer : -/-
Refleks babinski : -/-
Refleks chaddock : -/-
Refleks gordon : -/-
Refleks oppenheim : -/-
Refleks gonda : -/-
Refleks schaefer : -/-
f. Pemeriksaan Sensibilitas
Eksteroseptif : - Nyeri : sulit dievaluasi
- Suhu : sulit dievaluasi
- Rasa raba halus : sulit dievaluasi

6

Propioseptif : - Rasa sikap: tidak dapat dievaluasi
- Rasa nyeri dalam: tidak dapat dievaluasi

Fungsi kortikal : - Rasa diskriminasi: tidak dapat dievaluasi
- Stereognosis : tidak dapat dievaluasi
g. Pemeriksaan Fungsi Serebelum
Gangguan koordinasi : - Tes jari hidung : tidak dapat dievaluasi
- Tes pronasi-supinasi : tidak dapat dievaluasi
- Tes tumit : tidak dapat dievaluasi
Gangguan Keseimbangan: - Tes Romberg : tidak dapat dievaluasi


D. RESUME
Pasien, laki-laki, usia 55 tahun datang ke UGD RSUP-NTB dengan keluhan
penurunan kesadaran sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit setelah kepala pasien
tertimpa oleh kayu besar. Ada riwayat muntah sebanyak 2 kali berisi makanan dan
bercampur darah berwarna kehitaman. Ada riwayat keluar darah dari hidung.
Pemeriksaan fisik: keadaan umum lemah, kesadaran koma, GCS E
1
V
x
M
4
, tekanan
darah 130/80 mmHg, Nadi 121 x/menit, teratur, kuat angkat, frekuensi napas 34
x/menit, teratur, tipe pernapasan torako-abdominal, suhu 38,1
o
C. Didapatkan adanya
chepal hematom pada regio berukuran, refleks cahaya langsung -/-, pupil anisokor,
dengan diameter 4 mm/3 mm, bentuk bulat, rhinorrhea (+), otorrhea (-). Pemeriksaan
saraf kranialis lain sulit dievaluasi. Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-.
Problem list:
Trauma
Penurunan kesadaran
Muntah
Frekuensi napas 34x/menit
Takikardi (nadi: 121 x/menit)
Febris (T: 38,1
o
C)
Refleks cahaya langsung pada mata -/-
Pupil anisokor

7

E. DIAGNOSIS KERJA
1. Cedera Otak Berat
2. Dehidrasi
3. Cephal hematom regio parietal sinistra
4. Perdarahan intrakranial hemisfer sinistra

F. PLANNING
1. Diagnostik
- Rontgen: skull AP/lateral, thoraks, servikal
- CT-scan kepala
2. Terapi
- O
2
mask 8 lpm
- Resusitasi cairan intravena dengan menggunakan larutan elektrolit isotonik
hangat misalnya Ringer laktat atau normal salin. Dehidrasi berat yang ditandai
dengan adanya gangguan hemodinamik (berupa takikardi, oligouri) sehingga
perkiraan defisit cairan adalah 10% BB (10% x 80 Kg = 8 L = 8000 ml)
Cara pemberian:
a. 50% dari 8 L (4000 ml) diberikan dalam 8 jam pertama dan 50% sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya, atau
b. Agar gangguan hemodinamik cepat teratasi, maka 1 jam pertama
diberikan RL 20cc/KgBB (20cc x 80 Kg = 1600 cc) dan dimonitoring.
- Menurunkan tekanan intrakranial: inf. Manitol 20%: dosis awal 0,5 1
gr/KgBB; dosis pemeliharaan 0,25-0,5 gr/KgBB setiap 4-6 jam. Dosis awal
yang diberikan 40 80 gr
- Antibiotik: Diberikan seftriakson, karena merupakan golongan sefalosporin
generasi ke tiga karena dapat mencapai kadar yang tinggi di cairan
serebrospinal (CSS). Obat ini umumnya aktif terhadap kuman Gram-positif,
tetapi kurang aktif disbandingkan dengan sefalosporin generasi pertama.
Waktu paruhnya mencapai 8 jam. Jumlah seftriakson yang terikat pada protein
plasma umumnya sekitar 83-96%. Seftriakson yang dapat diberikan dengan
dosis 50 mg 100 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 1-2 dosis, sediaan 1 gr/vial.
Pada pasien ini, berat badan 80 kg, maka diberikan seftriakson dengan dosis
4000-8000 mg dibagi 1-2 dosis, maka dapat diberikan 2 g/12 jam.
8

- Analgetik: ketorolac 3% (1 mg/KgBB/6 jam, sediaan 30 mg/ml). Ketorolac
merupakan analgesic poten dengan efek anti-inflamasi sedang. Ketorolac
merupakan satu dari sedikit AINS yang tersedia untuk pemberian parenteral.
Absorpsi oral dan intramuskular berlangsung cepat mencapai puncak dalam
30-50 menit. Bioavailabilitas oral 80% dan hampir seluruhnya terikat protein
plasma. Efek sampingnya berupa nyeri di tempat suntikan, gangguan saluran
cerna, kantuk, pusing, dan sakit kepala.
- Neuroprotektor: piracetam 3 gr (dosis 1,2 4,8 g/hari terbagi dalam 2 atau 3
dosis, sediaan 200 mg/ml)
- Antikejang diberikan karena insidens kejang pasca trauma relatif tinggi
sehingga pemberian anti kejang akan memberikan manfaat karena kejang yang
timbul akan meninggikan tekanan intrakranial, perubahan tekanan darah,
perubahan pengangkutan oksigen, dan meningkatkan pelepasan
neurotransmiter. Antikejang yang dapat diberikan fenitoin loading dose 10-15
mg/kgBB perlahan-lahan (BB 80 kg = 15 x 80 = 1200 mg). Dosis
pemeliharaan : 5 -10 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis (BB 80 kg = 400 800
mg/hari)
3. Monitoring
- Keluhan
- Vital sign
- Status neurologis
4. Edukasi
- Diagnosis
Pasien tersebut mengalami trauma pada kepala setelah tertimpa kayu yang
besar, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau patahnya tulang
tengkorak. Kerusakan atau patahnya tulang tengkorak dan benturan akibat
trauma tersebut dapat menyebabkan robek atau pecahnya pembuluh darah
pada bagian kepala yang terkena trauma, hal tersebut dapat menyebabkan
terkumpulnya darah diantara tulang tengkorak dan lapisan luar pembungkus
otak.
- Terapi:
Setelah dipastikan benar terjadi perdarahan pada otak dengan pemeriksaan
radiologi, maka akan dilakukan terapi. Tindakan yang akan dilakukan yaitu
tindakan berupa pemberian obat-obatan atau tindakan operasi, tergantung dari
9

luasnya perdarahan yang terjadi. Tindakan terapi medikamentosa dengan
pemberian obat-obatan akan dilakukan bila perdarahan yang terjadi berukuran
kecil ( 1 cm) yaitu pasien akan diberikan terapi obat-obatan dan diobservasi.
Namun jika perdarahan yang kecil tersebut berkembang menjadi lebih besar,
maka harus dilakukan tindakan operasi. Tindakan operasi juga harus
dilakukan jika terjadi perdarahan yang luas (> 1 cm) dan terdapat kelainan
neurologis. Tujuan dari operasi yaitu untuk menghilangkan bekuan darah
sehingga dapat menurunkan tekanan didalam kepala dan mencegah
terkumpulnya darah kembali.
- Setiap operasi memiliki resiko baik dari resiko ringan seperti infeksi,
perdarahan bahkan kematian sehingga keluarga harus bersiap untuk semua
kemungkinan yang bisa terjadi
G. PROGNOSIS
Dubia ad malam

H. Hasil Pemeriksaan laboratorium tanggal 4 Maret 2014 (UGD RSUP NTB)
Hb : 13,6 g/dl
HCT : 39,3 %
RBC : 4,68 x 10
6
/l
WBC : 29,56 x 10
3
/ l
PLT : 233 x 10
3/
l







10


I. Hasil CT-scan kepala

Gambar 1. CT- Scan Kepala

Gambar 2. CT- Scan Kepala
Gambar 1 dan 2. CT Scan kepala yang di tunjuk dengan anak panah warna merah
menunjukan gambaran perdarahan subarakhnoid berupa gambaran
hiperdens/perdarahan akut yang ada di ruang subarakhnoid.
11

PEMBAHASAN

Pasien Tn.H, usia 55 tahun mengalami cedera kepala setelah kepala pasien tertimpa
oleh kayu besar. Hal tersebut didasari oleh definisi cedera kepala yaitu trauma mekanik pada
kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat
pada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, yang dapat bersifat
temporer ataupun permanen.
Pada pasien ini mengalami cedera kepala berat dengan GCS E
1
V
x
M
4
, yakni sesuai
dengan teori bahwa cedera kepala berat apabila GCS 3 8 dimana kondisi penderita tidak
mampu melakukan perintah sederhana walaupun status kardiopulmonernya telah distabilkan.
Cedera kepala mempunyai resiko morbiditas sangat tinggi. Diagnosa dan terapi sangat
penting dan perlu dengan segara penanganan. Tindakan stabilisasi kardiopulmoner pada
penderita cedera kepala berat harus dilakukan secepatnya.
Pada kasus ini, didapatkan gejala berupa penurunan kesadaran dan muntah. Hasil
pemeriksaan fisik, dimana didapatkan GCS E
1
V
x
M
4
, refleks cahaya langsung -/-, pupil
anisokor, dengan diameter 4 mm/3 mm, bentuk bulat. Pada pasien kemungkinan terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.
Pasien juga mengalami peningkatan suhu (38,1
o
C). Hipertermia dapat timbul pada hari
pertama setelah trauma karena gangguan pada hipotalamus, batang otak atau dehidrasi.
Pasien ini juga mengalami takikardi (nadi 121 kali/menit). Penyebab umum dari takikardia
adalah kenaikan suhu tubuh, rangsangan jantung oleh saraf simpatis, dan keadaan toksik pada
jantung. Frekuensi denyut jantung meningkat kira-kira 10 kali permenit, menaikkan suhu
tubuh satu derajat Fahrenheit (18 kali per derajat Celsius) sampai suhu tubuh mencapai kira-
kira 105
o
F (40,5
o
C); diatas suhu ini frekuensi jantung dapat menurun karena melemahnya
otot jantung secara progresif sebagai akibat dari demam. Demam menyebabkan takikardia,
karena kenaikan suhu akan meningkatkan derajat metabolisme nodus sinus, yang selanjutnya
langsung meningkatkan eksitabilitas dan kecepatan irama.
Penilaian keadaan pasien dan prioritas terapi didasarkan pada jenis perlukaan, tanda
vital dan mekanisme trauma. Pengelolaan pasien berupa primary survey yang cepat kemudian
resusitasi, Secondary survey dan akhirnya terapi definitif. Selama primary survey keadaan
yang mengancam nyawa harus dikenali dan resusitasinya dilakukan pada saat itu juga. Hal ini
berpatokan pada A, B, C, D, E. Airway dan kontrol servikal dengan jaw thrust atau head tilt
chin lift. Bila pasien tidak sadar dan ditemukan adanya suara mengorok dapat dilakukan
pemasangan oro-pharingeal tube. Pasien dengan gangguan keasadaran atau GCS sama atau
12

kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan airway definitif yang dapat berupa
pemasangan pipa orotrakeal, pipa nasotrakeal, atau dengan airway surgical (krikotiroidotomi
atau trakeostomi) dan memberikan oksigenasi untuk mencegah terjadinya secondary brain
damage. Hal ini sesuai dengan teori pada penatalaksanaan airway dan breathing yaitu sering
terjadinya gangguan henti nafas sementara, penyebab kematian karena terjadi apnue yang
berlangsung lama. Intubasi endotrakeal tindakan penting pada penatalaksanaan penderita
cedera kepala berat dengan memberikan oksigen 100 %. Tindakan hiperventilasi dilakukan
secara hati-hati untuk mengoreksi sementara asidosis dan menurunkan TIK pada penderita
dengan pupil telah dilatasi dan penurunan kesadaran. PCO2 harus dipertahankan antara 25
35 mm Hg.
Pada Airway didapatkan didapatkan suara mengorok dan tindakan yang dapat
dilakukan yaitu dengan bebaskan jalan napas menggunakan tehnik Jaw thrust, pemasangan
orofaringeal tube, suction mulut, imobilisasi kepala dan leher dengan memasang Hard Collar
Brace. Pada breathing didapatkan hasil pergerakan dinding dada simetris, RR: 34 x/menit,
teratur, retraksi (-), tipe pernapasan torako-abdominal. Hal ini menunjukkan terdapat masalah
pada komponen ventilasi (breathing), dan tindakan yang dilakukan dengan pemberian O2
sungkup 8 lpm. Pada circulation nadi radialis teraba, kuat angkat, teratur, N: 121 x/menit,
TD: 130/80 mmHg. Kemungkinan takikardi yang terjadi disebabkan karena terjadi pula
peningkatan suhu. Hipertermia dapat timbul pada hari pertama pasca trauma karena gangguan
pada hipotalamus, batang otak atau dehidrasi. Maka, tindakan yang dilakukan adalah dengan
pemberian cairan intravena dengan menggunakan larutan elektrolit isotonik hangat misalnya
Ringer laktat atau normal saline. Cairan jenis ini mengisi volume intravaskular dalam waktu
singkat dan juga menstabilkan volume vaskular dengan cara menggantikan kehilangan cairan
penyerta yang hilang ke ruang interstisial atau intravaskular.
Rencana diagnostik yang dilakukan adalah dengan melakukan pemeriksaan Rontgen:
skull AP/lateral, thoraks, servikal, CT-scan kepala, pemeriksaan darah lengkap, GDS, ureum,
kreatinin, SGOT, SGPT, HbsAg. Setelah dipastikan benar terjadi perdarahan pada otak
dengan pemeriksaan radiologi, maka akan dilakukan terapi. Tindakan yang akan dilakukan
yaitu tindakan berupa pemberian obat-obatan atau tindakan operasi, tergantung dari luasnya
perdarahan yang terjadi. Tindakan terapi medikamentosa yaitu pasien akan diberikan terapi
obat-obatan dan diobservasi. Pada pasien ini diberikan terapi medikamentosa berupa
pemberian infus manitol, antibiotik, analgetik, anti kejang, dan neuroprotektor. Terapi
operatif dapat dilakukan pada pasien karena terjadi perdarahan yang luas (> 1 cm) dan
terdapat kelainan neurologis.
13

Terapi untuk menurunkan tekanan intrakranial yang terjadi pada pasien, perlu diberikan
manitol, sediaan yang tersedia yaitu cairan manitol dengan konsentrasi 20%. Dosis yang
diberikan 0,25-1 g/KgBB diberikan secara bolus intravena. Manitol dosis tinggi jangan
diberikan pada pasien yang hipotensi, karena manitol merupakan diuretik osmotik yang
potensial. Adanya perburukan neurologis yang akut, seperti terjadinya dilatasi pupil, pupil
anisokor, riwayat muntah maupun kehilangan kesadaran saat pasien dalam observasi
merupakan indikasi kuat untuk diberikan manitol. Pada keadaan tersebut pemberian bolus
manitol (1 g/KgBB) harus diberikan secara cepat (dalam waktu 5 menit) dan pasien segera
dibawa ke CT scan ataupun langsung ke kamar operasi bila lesi penyebabnya sudah
diketahui. Dilakukan pemberian antibiotik profilaksis, analgetik dan neuroprotektor. Apabila
timbul kejang, dapat diberikan fenitoin 10-15 mg/kgBB (yang diberikan secara intravena
dengan pemberian tidak lebih cepat dari 50 mg/menit), maintenance 5-10 mg/kgBB/hari.
Pasien tetap dilakukan monitoring keluhan, vital sign dan status neurologis.
Namun, jika perdarahan yang kecil tersebut berkembang menjadi lebih besar, maka
harus dilakukan operasi. Tindakan operasi juga harus dilakukan jika terjadi perdarahan yang
luas (> 1 cm) dan terdapat kelainan neurologis. Tujuan dari operasi yaitu untuk
menghilangkan bekuan darah sehingga dapat menurunkan tekanan didalam kepala dan
mencegah terkumpulnya darah kembali.

You might also like