You are on page 1of 13

1

KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala bimbingan dan
petunjukNya, serta berkat rahmat, nikmat, dan karuniaNya sehingga kami masih diberi
kesempatan untuk menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul Malpraktek Dan Resiko
Medik. Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Drg. Masniari Novita, M.kes yang telah memberi kami kesempatan untuk lebih
mendalami materi dengan pembuatan laporan tutorial ini.
2. Teman-teman Kelompok Tutorial IV yang telah berperan aktif dalam pembuatan
laporan tutorial ini.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini mengandung banyak kekurangan, baik dari
segi isi maupun sistematika. Oleh karena itu, kami mohon maaf jika ada kesalahan karena
kami masih dalam proses pembelajaran. Kami juga berharap laporan tutorial yang telah kami
buat ini dapat bermanfaat untuk pendalaman pada blok Etika dan Hukum Pelayanan
Kesehatan Masyarakat.










Jember, Juni 2014



Penulis




2

Bab 1
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
Istilah malpraktek tidak dijumpai dalam KUHP, karena memang bukan istilah yuridis.
Istilah malpraktek hanya digunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam
rangka pelaksanaan suatu profesi, baik dibidang kedokteran maupun bidang hukum.
Tindakan yang salah secara yuridis diartikan melalui putusan pengadilan. Tindakan salah
yang dimaksud sebagai tindakan yang dapat menumbuhkan kerugian baik nyawa, maupun
harta benda. Malpraktek menyangkut pelaksanaa profesi yang memiliki ciri sebagai berikut :
1. Ilmu pengetahuan yang diperoleh secara sistematika dan dalam waktu relatif
lama
2. Orientasi utama lebih kepada kepentingan umum
3. Ada mekanisme kontrol terhadap perilaku pemegang profesi, melalui kode etik
oleh organisasi profesi
4. Ada reward sistem yang tidak didasarkan pada tujuan komersial
Transaksi teraupeutik dapat dijelaskan sebagai bentuk perjanjian antara pasien dan
penyedia pelayanan jasa dimana dasar dari perjanjian itu adalah usaha maksimal untuk
penyembuhan pasien yang dilakukan dengan cermat dan hati hati sehingga hubungan
hukumnya disebut sebagai perikatan usaha/ikhtiar. Agar dapat berlaku dengan sah, transaksi
teraupeutik tersebut harus memenuhi 4 syarat, pertama ada kata sepakat dari para pihak yang
mengikatkan diri, kedua kecakapan untuk membuat sesuatu, ketiga mengenai suatu hal atau
objek, dan yang keempat karena suatu kausa yang sah. Transaksi atau perjanjian menurut
hukum dengan transaksi yang berkaitan dengan terapeutik tidaklah sama. Pada hakekatnya
transaksi terapeutik terkait dengan norma atau etika yang mengatur perilaku dokter dan oleh
karena itu bersifat menjelaskan, merinci, ataupun menegaskan berlakunya suatu kode etik
yang bertujuan agar dapat memberikan perlindungan bagi dokter atau pasien. Hubungan
antatara transaksi terapeutik dengan perlindungan hak pasien dapat dilihat pada undang
undang 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran diantaranya adalah hak mendapatkan
penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang akan dilakukan, hak meminta
penjelasan pendapat dokter, hak mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis, hak
menolak tindakan medis dan hak untuk mendapatkan rekam medis. Kewajiban pasien dalam
menerima pelayanan kedokteran antara lain memberikan informasi yang lengkap dan jujur
tentang masalah kesehatannya, mematuhi nasehat atau petunjuk dokter, mematuhi ketentuan
yang berlaku disarana pelayanan kesehatan dan memberikan imbalan jasa atas pelayanan
yang diterimanya.
Dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran harus memberikan
pelayanan medik secara profesional, serta memiliki etik dan moral yang tinggi. Hal ini
dilakukan untuk menjamin kepastian hukum bagi dokter dan dokter gigi dalam menjalankan
3

tugasnya. Dalam beberapa dekade terakhir ini istilah malpraktek banyak dibicacarakan
masyarakat umum khususnya malpraktek bidang kedokteran dalam transaksi terapeutik
antara dokter dan pasien. Jika kita flashback beberapa dekade ke belakang khusunya di
indonesia anggapan banyak orang, dokter adalah profesi yang dia lakukan. Hal ini berbeda
seratus delapan puluh derajat saat sekarang banyak tuntutan hukum baik perdata, pidana
maupun administrasi yang diajukan pasien atau keluarga pasien kepada dokter karena kurang
puas atau hasil perawatan atau pengobatan.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis malpraktek pada umumnya?
2. Apa saja landasan hukum pada malpraktek?
3. Apa itu resiko medik dan hubungannya dengan malpraktek?

1.3 Tujuan
1. Mampu mengetahui dan menjelaskan tentang jenis jenis malpraktek
2. Mampu mengetahui dan menjelaskan tentang landasan hukum pada malpraktek
3. Mampu mengetahui dan menjelaskan tentang resiko medik dan hubungannya
dengan malpraktek
















4

1.4 Mapping



























Sengketa Medis
Landasan Hukum
Resiko Medis
Malpraktek
Pidana Perdata
Malpraktek
Etik
Malpraktek
Yuridis
Rekam Medik
Inform Concern
Administrasi
5

Bab 2
Pembahasan

2.1 J enis-jenis malpraktek
Jenis jenis malpraktek dapat dibedakan menjadi 2 yaitu malpraktek etik (ethical
malpractice) dan malpraktik yuridis (yuridical malpractice), ditinjau dari segi etika
profesi dan segi hukum
a. Malpraktek Etik
Malpraktek etik adalah tindakan dokter yang bertentangan dengan etika
kedokteran, sebagaimana yang diatur dalam kode etik kedokteran indonesia yang
merupakan seperangkat standar etika, prinsip, aturan, norma yang berlaku untuk
dokter.
Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah kesalahan profesi karena kelalaian
dalam melaksanakan etika profesi, maka sanksinya adalah sanksi etika yang
berupa sanksi administrasi sesuai dengan tingkat kesalahannya.
Contoh konkrit yang merupakan malpraktek etik ini adalah :
Dibidang terapi
Berbagai perusahaan yang menawarkan antibiotika kepada dokter
dengan janji kemudahan yang akan diperoleh dokter bila mau
menggunakan obat tersebut, kadang kadang juga bisa mempengaruhi
pertimbangan dokter dalam memberikan terapi kepada pasien. Orientasi
terapi berdasarkan janji janji pabrik obat yang sesungguhnya tidak sesuai
dengan indikasi yang diperlukan pasien juga merupakan malpraktek etik.

b. Malpraktek yuridik
Malpraktek yuridik dapat dibedakan menjadi 3 bentuk, yaitu malpraktek
perdata (civil malpractice), malpraktek pidana (criminal practice), dan malpraktek
administrasi (administrative malpractice)

1. Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)
Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal hal yang menyebabkan tidak
terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh tenaga
kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad)
sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien.
Adapun isi daripada tidak terpenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa:
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi terlambat
pelaksanaannya
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi tidak
sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya.
6

d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum haruslah
memenuhi beberapa syarat seperti:
a. Harus ada perbuatan (baik berbuat maupun tidak berbuat)
b. Perbuatan tersebut melanggar hukum (tertulis ataupun tidak tertulis)
c. Ada kerugian
d. Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan melanggar hukum
dengan kerugian yang diderita
e. Adanya kesalahan (schuld)
Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karena
kelalaian tenaga kesehatan, maka pasien harus dapat membuktikan adanya 4 unsur
berikut:
- Adanya suatu kewajiban tenaga kesehatan terhadap pasien
- Tenaga kesehatan telah melanggar standar pelayanan medik yang dipergunakan
- Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti
ruginya
- Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar
Namun adakalanya seorang pasien (penggugat) tidak perlu membuktikan
adanya kelalaian tenaga kesehatan (tergugat). Dalam hukum ada kaidah yang
berbunyi res ipsa loquitor yang artinya fakta telah berbicara. Dalam hal demikian
tenaga kesehatan itulah yang harus membuktikan tidak adanya kelalaian pada dirinya.
Dalam malpraktek perdata yang dijadikan ukuran dalam malpraktek yang
disebabkan oleh kelalaian adalah kelalaian yang bersifat ringan (culpa levis). Karena
apabila yang terjadi adalah kelalaian berat (culpa lata) maka seharusnya perbuatan
tersebut termasuk dalam malpraktek pidana.
Contoh dari malpraktek perdata, misalnya seorang dokter yang melakukan
operasi ternyata meninggalkan sisa perban didalam tubuh si pasien. Setelah diketahui
bahwa ada sisa perban yang tertinggal kemudian dilakukan operasi kedua untuk
mengambil perban yang tertinggal tersebut.
Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan oleh dokter dapat diperbaiki dan tidak
menimbulkan efek negatif yang berkepanjangan tterhadap pasien.

2. Malpraktek Pidana (Criminal Malpractice)
Malpraktek pidana bisa terjadi karena apabila pasien meninggal dunia atau
mengalami cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati hati. Atau kurang cermat
dalam melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meinggal dunia atau
cacat tersebut.
7

Malpraktek pidana ada tiga bentuk yaitu:
a. Malpraktek pidana karena kesengajaan (intensional), misalnya pada kasus aborsi
tanpa indikasi medis, tidak melakukan pertolongan pertama pada kasus gawat
darurat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta
memberikan surat keterangan yang tidak benar
b. Malpraktek pidana karena kecerobohan (reckleness), misalnya melakukan
tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta
melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis
c. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat atau
kematian pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang kurang hati
hati.

3. Malpraktek Administratif
Malpraktek administatif terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan
pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya
menjalankan praktek bidan tanpa lisensi natau izin praktek, melakukan tindakan
yqang tidak sesuai dengan lisensi atau izinya, menjalankan praktek dengan izin
yang sudah kadaluarsa, dan menjalankan praktek tanpa membuat cacatan medik.
Dua macam pelanggaran administasi tersebut adalah:
a. Pelanggaran hukum administrasi tentang kewenangan praktek kedokteran
b. Pelanggaran administrasi mengenai pelayanan medis

2.2 Landasan Hukum Malpraktek
1. Pasal pasal 359-360 KUHP Pidana

Pasal 359 KUHP
Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
meninggal, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
kurungan paling lama satu tahun.

Pasal 360 KUHP
(1) Barang siapa karena kealpaanya menyebabkan orang lain mendapatkan luka luka
berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan
paling lama satu tahun.
(2) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka luka sedemikian
rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjadikan pekerjaan jabatan atau
pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana paling lama sembilan
bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.

2. Undang Undang Republik I ndonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran

8

Paragraf 1
Standar Pelayanan
Pasal 44
(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib
mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi
(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksudkan pada ayat 1 dibedakan menurut
jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan
(3) Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat
1 dan 2 diatur dengan peraturan mentri

Paragraf 2
Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi
Pasal 45
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter
atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan
(2) Persetujuan sebagimana dimaksud pada ayat 1 diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan secara lengkap
(3) Penjelasan sebagaiman dimaksud pada ayat 2 sekurang kurangnya mencakup:
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan
c. Alternatif tindakan lain dan resikonya
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
(4) Persetujuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 dapat diberikan baik tertulis
maupun lisan
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung resiko tinggi
harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak
memberikan persetujuan
(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran
gigi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 2 3 4 5 diatur dengan peraturan mentri

Paragraf 3
Rekam Medis
Pasal 46
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib
membuat rekam medis
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus segera dilengkapi setelah
pasien selesai meneriman pelayanan kesehatan
(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas
yang memberikan pelayanan dan tindakan
Pasal 47
(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 merupakan milik
dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis
merupakan milik pasien
9

(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus disimpan dan dijaga
kerahasiaanya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan
kesehatan
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 diatur
dengan peraturan mentri

Ketentuan Pidana
Pasal 75
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran
tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat 1
dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak
seratus juta rupiah.
(2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan
praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara sebagaimana
dimaksud dalam pasal 31 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga
tahun atau denda paling banyak seratus juta rupiah
(3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan
praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 32 ayat 1 dipidana penjara paling lama tiga tahun atau
denda paling banyak seratus juta rupiah

Pasal 76
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran
tanpa memiliki surat izin praktek sebagaimana diatur dalam pasa 36 dipidana
dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak seratus
juta rupiah
Pasal 77
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau
bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surata tanda
registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau izin praktik
sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau denda paling banyak seratus lima puluh juta rupiah.
Pasal 78
Setiap orang dengan sengaja menggunakan alat, metode, atau cara lain dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah olah
yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda
registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktek
sebagaimana dimaksud pada pasal 73 ayat 1 dipidana penjara paling lama lima
tahun atau denda paling banyak seratus lima puluh juta rupiah.
Pasal 79
Dipidan dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak
lima puluh juta rupiah, setiap dokter atau dokter gigi yang:
10

a. Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam
pasal 41 ayat 1
b. Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam
pasal 46 ayat 1
c. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e
Pasal 29
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran diindonesia
wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi

Pasal 36
Setiap dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran diindonesia
wajib memiliki surat izin praktik

Pasal 45
Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter
dan dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan

Pasal 46
Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran kedokteran
wajib membuat rekam medis

Pasal 48
Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksankan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran

Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional
c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya
d. Menerima imbalan atau jasa

Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban:
a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
operasional serta kebutuhan medis pasien
b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan
c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien tersebut meninggal dunia.
d. Melakukan pertolongan darurat atau dasar perikemanusiaan kecuali bila ia
yakin ada orang yang bertugas dan mampu melakukannya
11

e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
atau kedokteran gigi

Pasal 52
Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran mempunyai hak:
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam pasal 45 ayat 3
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis
d. Menolak tindakan medis
e. Mendapatkan isi dari rekam medis

Pasal 53
Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran mempunyai
kewajiban:
a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan
d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.


2.3 Resiko medik dan Hubungannya Dengan Malpraktek
Resiko medik adalah suatu peristiwa yang tak terduga yang timbul akibat
tindakan seorang tenaga kesehatan yang diberikan sesuai dengan standar prosedur
medis, kompetensi dan etika yang berlaku. Semua tindakan medis mengandung
resiko, sekecil apapun tindakan medis itu selalu mengandung apa yang dinamakan
resiko. Resiko medis tidak dapat dipersalahkan dan tidak dapat dimintai pertanggung
jawabannya, asalkan resiko ini merupakan resiko murni di mana tidak ada unsur
kelalaliannya.
Manajemen resiko medik merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian sumber daya, sistim, fasilitas dan sebagainya untuk mecapai
pelayanan medis yang baik dan diberikan secara efektif dan efisien dengan
memperhatikan kemungkinan timbulnya resiko dan melakukan tindakan segera
apabila resiko itu terjadi.
Dikatakan malpraktek apabila memenuhi 4 unsur berikut yaitu:
a. Adanya suatu kewajiban bagi dokter kepada pasien
b. Dokter telah melanggar standar pelayanan medis yang lazim dipergunakan
c. Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya
d. Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar

Disamping itu perbedaan dari resiko medis dan malpraktek adalah jika resiko
medik merupakan suatu konsekuensi dari perawatan yang sudah diketahui dan terjadi
apabila perawatan tersebut dilakukan. Jika malpraktek sesuatu yang dengan sengaja
dilakukan tenaga medis tersebut. Biasanya resiko medis ditanggung sendiri oleh
pasien yang bersangkutan dan malpraktek biasanya ditanggung oleh tenaga medis
yang melakukannya.
Biasanya untuk melindungi dokter ataupun dokter gigi dari tuduhan
malpraktik dokter ataupun dokter gigi diwajibkan untuk membuat inform concern dan
rekam medis. Hal ini dicantumkan dalam pasal 2 ayat 3 dan pasal 3 ayat 1 didalam
permenkes/335/Menkes/IX
12

Bab 3
Kesimpulan

1. Macam macam malpraktek dapat dibedakan menjadi 2 yaitu malpraktek etik dan
malpraktek yuridis. Malpraktek yuridis dapat dibedakan menjadi 3 yaitu
malpraktek perdata, malpraktek pidana dan malpraktek administrasi
2. Landasan hukum dari malpraktek adalah
a. Non hukum ada kode etik kedokteran gigi
b. Permenkes pasal 1 ayat 1
c. UU no.23 tahun 1992
d. Dan pasal pasal yang telah tersebut diatas
3. Hubungan antara malpratik dan resiko medis adalah resiko medis merupakan
suatu peristiwa yang tak terduga yang timbul akibat tindakan seorang tenaga
kesehatan yang diberikan sesuai dengan standar prosedur medis, kompetensi dan
etika yang berlaku. Sedangkan malpraktik adalah suatu peristiwa yang disengaja
atau kealpaan yang dilakukan oleh tenaga medis yang menyebabkan pasien
mengalami kerugian secara materi maupun non materi


















13

Bab 4
Daftar pustaka

1. Adami Chazawi. 2007. Malpraktik Kedokteran. Malang: Bayumedia
2. Agus Irianto. 2006. Ananlisis Yuridis Kebijakan Pertanggungjawaban Dokter
Dalam Malpraktik. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
3. Bahder Johan Nasution. 2005. Hukum Kesehatan Dan Pertanggung Jawaban
Dokter. Jakarta: PT Rineka Cipta.
4. Danny Wiradharma. 1996. Hukum Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara
5. Hari Wujoso. 2008. Analisis Hukum Tindakan Medik. Surakarta: UNS Press
6. J. Guwandi. 2006. Dugaan Malpraktik Medis Dan Draft RPP Perjanjian
Terapeutik Antara Dokter dan Pasien. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
7. Anny Isfandyarie, Malpraktik dan Resiko Medis, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2005

You might also like