Prinsip penanganan hipertensi adalah mengusahakan agar tekanan darah penderita tetap di dalam batas normal dan jika terjadi kenaikan seiring dengan bertambahnya usia, maka kenaikannya tersebut tidak terlalu tinggi. Hal ini dilakukan agar risiko morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular dan penyakit ginjal dapat dikurangi. Target tekanan darah yang harus dicapai adalah <140/90 mmHg. Pada penderita diabetes dan penyakit ginjal, targetnya lebih rendah, yaitu <130/80 mmHg.5 Penelitian-penelitian menunjukkan, bahwa penanganan hipertensi mempunyai keuntungan seperti :5 (1) Mengurangi insidensi kasus stroke rata-rata sebesar 35-40%. (2) Mengurangi insidensi infark miokard rata-rata sebesar 20-25%. (3) Mengurangi insidensi gagal jantung rata-rata >50%. Penanganan hipertensi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan memperbaiki pola hidup dan dengan terapi farmakologis. Perbaikan pola hidup perlu dilakukan, terutama jika penderita sudah termasuk dalam kategori prehipertensi. Sedangkan pada penderita yang sudah mencoba perubahan pola hidup tetapi tetap gagal mencapai target (<140/90 mmHg) , maka terapi farmakologi perlu dimulai.5 Pada kebanyakan penderita hipertensi, terutama yang berusia di atas 50 tahun, mengurangi tekanan darah sistol lebih sulit daripada mengurangi tekanan darah diastol. Oleh karena itu, tekanan darah sistol harus menjadi perhatian utama dalam menangani hipertensi.5 5.2 Perbaikan Pola Hidup Terapi nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup terdiri dari : 1. Menghentikan merokok 2. Menurunkan berat badan berlebih 3. Menurunkan konsumsi lkohol berlebih 4. Latihan fisik 5. Menurunkan asupan garam 6. Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak. Penerapan pola hidup sehat oleh semua orang merupakan hal yang penting untuk pencegahan hipertensi dan merupakan bagian yang tidak boleh dilupakan dalam penanganan penderita hipertensi. Penurunan berat badan sebesar 4,5 kg saja sudah dapat mengurangi tekanan darah, walaupun yang diutamakan adalah pencapaian berat badan yang ideal. Tekanan darah juga dapat dikendalikan dengan penerapan pola makan yang dibuat oleh DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension). Pola makan yang baik menurut DASH adalah diet kaya akan buah-buahan, sayur-sayuran dan produk susu yang rendah lemak(lowfat). Asupan natrium juga harus dibatasi agar tidak lebih dari 100 mmol per hari (2,4 gr natrium). Semua orang yang mampu sebaiknya melakukan aktivitas fisik aerobik yang teratur seperti jalan cepat sekurang-kurangnya 30 menit setiap hari. Asupan alkohol harus dibatasi agar tidak lebih dari 1 ons (30mL) etanol per hari untuk pria. Sedangkan untuk wanita dan orang yang berat badannya ringan, dibatasi agar tidak lebih dari 0,5 ons (15ml) etanol per hari.5 5.3 Terapi Farmakologis Ada berbagai macam obat antihipertensi yang tersedia. Tabel 2 memuat daftar obat-obat yang biasanya digunakan sebagai obat antihipertensi. Dosis dan frekuensi pemberiannya juga tertera.5 Lebih dari 2/3 penderita hipertensi tidak dapat dikendalikan dengan hanya satu obat saja dan membutuhkan dua atau lebih kombinasi obat antihipertensi dari kelas yang berbeda. Diuretik merupakan obat yang direkomendasikan sebagai obat yang pertama kali diberikan, jika penderita hipertensi memerlukan terapi farmakologis, kecuali jika terdapat efek samping.5 Semua obat antihipertensi bekerja pada salah satu atau lebih tempat pengaturan tekanan darah berikut:10 1. Resistensi arteriol 2. Kapasitansi venule 3. Pompa jantung 4. Volume darah Obat-obat antihipertensi tersebut juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat kerja utamanya, antara lain:10 1. Diuretik yang menurunkan tekanan darah dengan mengurangi kandungan natrium tubuh dan volume darah a. Thiazide diuretic b. Loop diuretic c. Potassium sparing diuretic 2. Agen-agen simpatoplegia yang menurunkan tekanan darah dengan mengurangi resistensi pembuluh darah perifer, menghambat kerja jantung dan meningkatkan kapasitansi darah dengan memvasodilatasi vena a. Beta-blocker b. Alpha-1 blocker c. Central alpha-2 agonist 3. Vasodilator direk yang menurunkan tekanan darah dengan merelaksasi otot polos pembuluh darah, sehingga menurunkan resistensi dan meningkatkan kapasitansi pembuluh darah. a. Calcium channel blocker b. Hydralazine c. Minoxidil 4. Agen yang menghambat produksi atau kerja dari angiotensin sehingga menurunkan resistensi pembuluh darah perifer dan juga volume darah. a. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor b. Angiotensin II antagonist c. Aldosterone receptor blocker Kenyataan bahwa obat-obat dari golongan yang berbeda ini bekerja dengan mekanisme yang berbeda pula, membuat kombinasi obat-obat yang berbeda golongan tersebut dapat meningkatkan efektifitas dan juga dalam beberapa kasus menurunkan toksisitas dari terapi farmakologis.10 5.4 Algoritma Penanganan Hipertensi5
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah : 1. CCB dan ACEI atau ARB 2. CCB dan BB 3. CCB dan diuretika 4. AB dan BB 5. Kadang diperlukan tiga atu empat kombinasi obat 5.5 Penanganan Hipertensi pada Kasus-kasus Tertentu Hipertensi dapat terjadi bersamaan dengan kondisi-kondisi lain sehingga terdapat beberapa indikasi tertentu dalam pemilihan obat-obatan antihipertensi. JNC VII memberikan rekomendasi terhadap kasus-kasus tersebut yang dapat dilihat pada tabel berikut :5 Tabel 2. Pedoman untuk kasus-kasus hipertensi tertentu.5
5.6 Penanganan Krisis Hipertensi Krisis hipertensi terdiri dari hipertensi emergensi (emergency hypertension) dan hipertensi urgensi (urgency hypertension). Hipertensi emergensi dikarakterisasi oleh peningkatan tekanan darah yang hebat (>180/120mmHg) yang disertai dengan keadaan-keadaan disfungsi organ target atau keadaan-keadaan yang mengarah pada disfungsi organ target. Hipertensi ini memerlukan penurunan tekanan darah yang segera (tidak perlu menjadi normal) untuk mencegah atau mengurangi kerusakan organ target. Contohnya adalah ensefalopati hipertensi, perdarahan intraserebral, infark miokard akut, gagal jantung kiri akut dengan edema pulmonal, unstable angina pectoris, diseksi aneurisma aorta, dan eklamsi.5 Hipertensi urgensi adalah keadaan-keadaan dengan peningkatan tekanan darah yang hebat (>180/120mmHg) tanpa disertai keadaan-keadaan disfungsi organ target atau keadaan-keadaan yang mengarah pada disfungsi organ target. Hipertensi urgensi biasanya ditandai dengan sakit kepala yang hebat, nafas pendek, epitaksis, atau kecemasan yang berlebih.5 Pasien-pasien dengan hipertensi emergensi harus dirawat di ICU (intensive care unit) untuk pemantauan dan pemberian obat-obatan antihipertensi parenteral. Target terapi awal adalah menurunkan tekanan darah arteri rata-rata, tetapi tidak lebih dari 25% dalam 1 menit sampai 1 jam. Kemudian, jika tekanan darahnya stabil, target terapi adalah menurunkan tekanan darahnya sampai 160/100-110 mmHg dalam 2-6 jam berikutnya. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba harus dihindarkan untuk mencegah terjadinya iskemia renal, serebral dan koronaria. Untuk alasan ini, nifedipin kerja singkat tidak lagi digunakan pada terapi hipertensi emergensi.5 Jika target tersebut telah tercapai dan keadaan pasien telah stabil, penurunan tekanan darah berikutnya dapat dilakukan dalam 24-48 jam kemudian. Terdapat beberapa pengecualian dari penanganan di atas, yaitu:5 pasien dengan stroke iskemik yang mana pemberian terapi antihipertensi secara segera masih menimbulkan perdebatan. pasien dengan diseksi aorta yang harus menurunkan tekanan darah sistolnya di bawah 100 mmHg jika memungkinkan. pasien yang menerima agen-agen trombolitik. Tabel 3. Obat-obatan parenteral yang digunakan dalam penanganan hipertensi emergensi.5
5.7 Evaluasi dan Pemantauan Setelah terapi farmakologis untuk hipertensi dimulai, penderita hipertensi harus kontrol secara teratur untuk memantau perkembangannya setidaknya sebulan sekali sampai tekanan darahnya normal. Kunjungan yang lebih sering diperlukan pada penderita hipertensi derajat 2 (stage II) atau jika mempunyai komplikasi. Kadar kalium dan kreatinin serum harus dimonitor setidaknya satu atau dua kali setahun.5 Setelah tekanan darah mencapai target dan stabil, kunjungan dapat dilakukan dengan interval tiga bulan sekali atau enam bulan sekali. Jika ada penyakit lain seperti gagal jantung dan diabetes, kunjungan harus lebih sering dilakukan.5 Tabel 4. Rekomendasi pemantauan ulang berdasarkan pemeriksaan tekanan darah awal untuk pasien tanpa kerusakan organ target.5