You are on page 1of 40

LAPORAN HASIL

PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN


KELAPA MENDUKUNG AGROINDUSTRI


TAHUN ANGGARAN 2006



Oleh:

Caya Khairani
Yogi Purna Rahardjo
A. Dalapati
Sumarni















BPTP SULAWESI TENGAH
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
2006


1
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR


1. J udul Kegiatan : Pengkajian Teknologi Pengolahan Kelapa Mendukung
Agroindustri
2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah
3. Alamat : J l. Lasoso No. 62 Biromaru
4. Penanggungjawab Kegiatan :
a. Nama : Ir. Caya Khairani
b. J enis Kelamin : Perempuan
c. Pangkat/Golongan : Pembina/IVa
c.1 Struktural : -
c.2 Fungsional : Penyuluh Pertanian Madya
5. Lokasi Kegiatan : Kabupaten Donggala, Propinsi Sulawesi Tengah
6. Status Kegiatan : Lanjutan (L)
7. Tahun Dimulai :
8. Tahun Ke I 2005 : Rp. 40.000.000
II 2006 : Rp. 59.139.000
9. Biaya Kegiatan TA 2006 : Rp. 59.139.000,- (lima puluh sembilan juta seratus tiga puluh
sembilan ribu rupiah)
10. Sumber Dana : Loan ADB No. 1909 INO (SF) melalui Satker Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah Balai Besar Pengkajian
dan Pengembangan Teknologi Pertanian T.A. 2006



Mengetahui :
Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Penanggung J awab Kegiatan,
Sulawesi Tengah,




Dr. Ir. Amran Muis, MS Ir. Caya Khairani
NIP. 080 079 474 NIP. 080 072 315




2
PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KELAPA
MENDUKUNG AGROINDUSTRI


ABSTRAK

Propinsi Sulawesi Tengah salah satu daerah penghasil kelapa. Pada tahun 2003, luas
areal kelapa mencapai 181.633 ha dengan produksi 207.730 ton. Areal perkebunan rakyat
mencapai 98 persen dari pertanaman usaha tani kelapa yang umumnya dikelola secara
tradisional. Luas pertanaman kelapa di Kabupaten Donggala sebesar 32.715 Ha atau 20%
dari total luas tanaman kelapa di Sulawesi Tengah. Hasil PRA di desa poor farmers di
Kabupaten Donggala menunjukkan bahwa diperlukan inovasi teknologi pasca panen
komoditas kelapa untuk meningkatkan pendapatan petani.
Berdasarkan hasil survei inventarisasi potensi dan teknologi agroindustri kelapa di
Sulawesi Tengah diketahui pada sub pengolahan khususnya minyak kelapa mengalami
persaingan tidak sehat, inefisiensi pabrik dan keterbatasan modal. Penetrasi pasar minyak
kelapa olahan petani jumlahnya terbatas dan tidak kontinyu dengan tingkat keuntungan
petani hanya Rp. 13.300/hari atau Rp. 300/botol. Untuk meningkatkan tingkat pendapatan
petani dapat dilakukan dengan mendiversifikasi olahan kelapa dan teknologi yang
disarankan untuk dilaksanakan adalah teknologi pengolahan VCO dan perbaikan minyak
kelapa melalui penggunaan kemasan dan peningkatan daya simpan. Disamping itu setelah
unit usaha berjalan dengan baik maka hasil samping limbah kelapa diolah menjadi produk
lainnya seperti Nata de coco, arang tempurung dan briket. Kegiatan unit usaha
memerlukan dukungan kelembagaan yang berfungsi sebagai fasilitator, adanya jejaring
kerjasama antar petani yang baik serta pemberdayaan petani sebagai pelaku kegiatan usaha.
Berdasarkan hasil pengkajian ini teknologi yang sesuai dengan kondisi sosial, budaya dan
kemampuan ekonomi adalah paket teknologi pengolahan minyak kelapa bermutu dan
minyak kelapa murni. Metode cuka, sentrifus dan pemanasan bertahap meningkatkan
kualitas minyak yang dihasilkan dibandingkan minyak kelapa petani walaupun
rendemennya lebih kecil dari metode petani yaitu untuk setiap 10 butir menghasilkan
minyak 570 -706 ml (metode cuka), 726,67 ml (metode sentrifus) dan 563,33 ml (metode
pemanasan bertahap) dan metode petani sebesar 1355 ml. Sisa minyak masih terdapat pada
setiap metode introduksi dengan rataan 200ml. Hasil analisa kelayakan pola introduksi
dengan mengolah kelapa menjadi VCO mempunyai R/C 1,46 (metode sentrifus) dan R/C
1,44 (metode cuka) dibandingkan metode petani dengan R/C 1,17. Telah terbentuk
kelembagaan di tingkat petani yaitu unit usaha yang merupakan cikal bakal lembaga usaha
bersama.

Kata Kunci: Pengolahan Kelapa, minyak kelapa bermutu , VCO, Unit Usaha
3
I. PENDAHULUAN

Penerapan teknologi baru dan perbaikan proses produksi industri kecil merupakan
salah satu program pembangunan pertanian yang terus mendapat perhatian. Pada sub-sektor
perkebunan seperti komoditas kelapa yang dikelola petani, pengembangan usaha
diversifikasi baik secara vertikal maupun horizontal masih relatif rendah. Pada kondisi
usaha tani yang demikian maka nilai pendapatan yang diraih per satuan areal unit usaha tani
juga rendah.
Pengembangan industri pengolahan kelapa, sebagian besar menerapkan teknologi
tingkat sedang, penanganan kurang efisien, fasilitas terbatas, kurang tenaga terampil dan
biaya produksi tinggi. Sebagai akibatnya sistem tersebut produk yang dihasilkan tidak
kompetitif (Ibrahim, 1989). Pengembangan usaha pengolahan kelapa di tingkat petani
dapat dilakukan, dengan mempertimbangkan bahwa teknologi yang diaplikasikan adalah
teknologi inovatif yang praktis dioperasikan, peralatan pengolahan tersedia secara lokal
dengan harga terjangkau, produk yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi
dengan pasaran luas. Berdasarkan hasil survei inventarisasi potensi dan teknologi
agroindustri kelapa di Sulawesi Tengah diketahui bahwa Pengolahan minyak kelapa
dilakukan dalam skala rumah tangga dengan teknologi sederhana. Keuntungan petani
sebesar Rp 13.117,-/hari atau hanya Rp. 300/botol, dengan waktu produksi cukup lama
yaitu 23,5-35,9 jam. Serta belum semua bagian kelapa digunakan dan diolah dengan baik.
Penggunaan dan pengolahan kelapa baru sebatas membuat minyak kelapa secara
tradisional, kopra, arang tempurung, batang sebagai bahan bangunan serta lidi yang dibuat
menjadi sapu.
Fase produk minyak kelapa telah memasuki fase kematangan dan menuju jenuh.
Hal ini dikarenakan terlalu banyak perusahaan yang bersaing untuk konsumen dan
teknologi pengolahan minyak sudah homogen. Oleh karena itu diperlukan perbaikan
teknologi pengolahan minyak kelapa yang tepat guna. Menurut Saragih (2002) teknologi
tepat guna adalah inovasi teknologi yang memenuhi kriteria: (a) secara teknis teknologi
dapat diterapkan oleh pengguna, (b) secara ekonomi memberi nilai tambah dan insentif
yang memadai, (c) secara sosial budaya dapat diterima oleh pengguna, dan (d) teknologi
ramah lingkungan. Teknologi tersebut hendaknya mudah diterapkan, meningkatkan nilai
4
dan pendapatan petani serta diterima pasar. Paket teknologi pengolahan kelapa terpadu
merupakan salah satu cara peningkatan pendapatan petani melalui perbaikan teknologi
pengolahan kelapa yang ada sehingga meningkatkan produksi dan mutu hasil produk
olahan khususnya minyak kelapa. Pengolahan terpadu adalah cara pengolahan yang
mendayagunakan seluruh komponen hasil kelapa pada beberapa unit proses dalam satu
sistem pengolahan (Grimwood, 1975). Pengolahan kelapa terpadu akan meningkatkan nilai
tambah komoditas kelapa dan peningkatan harga kelapa butiran yang akan diterima petani
(Nambiar, 1984).
Pada prinsipnya ada dua cara untuk menghasilkan minyak kelapa, yaitu cara basah
dengan bahan baku kelapa segar dan cara kering dengan bahan baku kopra (Rindengan dan
Karouw, 2001). Pengolahan minyak cara basah melalui tahap pembuatan santan, proses
pemecahan emulsi santan dapat berlangsung secara spontan maupun metode penggunaan
enzim. Untuk memperbaiki mutu minyak dapat dilakukan dengan metode pemanasan
bertahap yang direkomendasikan oleh Rindengan dan Novarianto (2004), sehingga dapat
dihasilkan minyak murni berkadar air minimal. Cara ini hampir sama dengan cara yang
dilakukan petani, kecuali dalam pemberian panas selama pemasakan santan atau dadih
untuk memperoleh minyak kelapa. Minyak kelapa yang diperoleh dengan pengolahan yang
terkontrol yang menghasilkan mutu yang lebih baik berkadar air 0.02 0.03 %, kadar
asam lemak bebas 0.02 %, tidak berwarna (bening), bau harum dan daya simpannya lebih
dari 1 tahun adalah dikenal sebagai minyak murni atau sebutan lainnya yaitu virgin oil,
clear oil, natural oil, white oil (Hagenmaier, 1977). Pengenalan diversifikasi teknologi
pengolahan minyak dengan cara sentrifugasi dan penambahan asam asetat (cuka) juga
dapat diperoleh minyak yang murni dan sehat. Minyak kelapa bermutu selain digunakan
sebagai minyak goreng juga merupakan salah satu bahan baku penting industri seperti
minyak telon, sabun, kosmetik dan susu formula (Rindengan dan Novarianto, 2004).
Melalui pengembangan agroindustri kelapa terpadu di Kabupaten Donggala
diharapkan dapat meningkatkan peluang berusaha dan bekerja serta pendapatan petani yang
pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan dan dapat mengatasi masalah kemiskinan
di daerah tersebut. Untuk mendukung berjalannya sistem agroindustri kelapa terpadu yang
produktif, efisien, dan berkelanjutan maka komponen teknologi inovatif dan komponen
5
kelembagaan yang dapat menjamin penerapan teknologi tersebut harus ditumbuhkan secara
bersamaan.
Pemberdayaan petani secara melembaga dengan orientasi usaha bisnis komersial
dan untuk percepatan pengembangan, dibutuhkan investasi, bantuan peralatan pengolahan,
pembinaan, penciptaan jaringan pemasaran hasil yang pada langkah awal dilakukan oleh
pemerintah/ instansi teknis dan usaha swasta, yang dilakukan secara kontinue dan
berkelanjutan. Penanganan usaha selanjutnya dilakukan oleh petani bekerja sama dengan
swasta, sedangkan pemerintah sebagai fasilitator. Oleh karena itu untuk menunjang
pengembangan agroindustri pedesaan skala rumah tangga berbasis kelapa diperlukan paket
teknologi perbaikan penglolahan minyak kelapa yang dapat meningkatkan pendapatan
petani dengan lembaga yang memfasilitasi petani terhadap aspek produksi, modal, dan
pasar.

A. Tujuan
Mendapatkan paket teknologi perbaikan pengolahan minyak kelapa yang dapat
meningkatkan pendapatan petani.
Pembentukan lembaga usaha bersama sebagai sarana yang memfasilitasi
petani/pelaku agribisnis dalam penguasaan aset produksi, modal, dan pasar.

B. Luaran
Satu paket teknologi perbaikan pengolahan minyak kelapa yang dapat
meningkatkan pendapatan petani.
Terbentuk lembaga usaha bersama sebagai sarana yang memfasilitasi petani/pelaku
agribisnis dalam penguasaan aset produksi, modal, dan pasar.


II. METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan pengkajian di TA. 2006 dilakukan pengembangan sistem agroindustri
kelapa terpadu melalui penerapan teknologi perbaikan pada pengolahan minyak kelapa
bermutu yang didukung penguatan kelembagaan. Dengan demikian usaha yang dijalankan
para petani dapat meningkatkan produktivitas, menghasilkan minyak kelapa yang bermutu
6
sehingga memperoleh harga yang lebih baik serta meningkatkan kesempatan memperoleh
tambahan pendapatan dari hasil diversifikasi usaha yang dijalankan. Usaha ini akan
didukung dengan penguatan kelembagaan petani melalui pembentukan lembaga usaha
bersama khususnya dalam pemasaran produk yang mereka hasilkan.
Sejalan dengan Panduan Litkaji Pengembangan Inovasi Pertanian di Lahan
Marginal P
4
MI, paket teknologi yang akan dikembangkan bersifat spesifik lokasi, unggul,
sudah teruji sehingga layak secara sosial ekonomi, prospektif, low cost atau low input
sehingga perbedaan antara persyaratan teknis dengan kemampuan petani relatif kecil,
rendah resiko dan tetap menjaga stabilitas pendapatan petani serta berbasis sumber daya
alam dan sumber daya masyarakat lokal yang terintegrasi dengan teknologi lokal yang
unggul, yang secara bertahap dapat bermanfaat bagi petani dan mendorong kemandirian
petani.

B. Waktu dan Tempat Kegiatan
Pengkajian dilakukan di Kabupaten Donggala, Kecamatan Sindue yang merupakan
salah satu sentra industri pengolahan kelapa dan dinilai layak sebagai dasar pengembangan
di masa mendatang. Agar kegiatan selaras dengan kebijakan Kabupaten Donggala maka
desa yang akan dijadikan lokasi pengkajian adalah salah satu desa binaan P
4
MI yaitu Desa
Lero dan Desa Lero Tatari. Lokasi penelitian mudah dijangkau, mudah diakses oleh para
kelompok tani, serta para stakeholder lainnya. Pelaksanaan pengkajian ini dilakukan pada
bulan J anuari hingga Desember 2006.

C. Tahapan dan prosedur kegiatan pengkajian :
Persiapan : pembuatan proposal, ROPP, seminar dan pembuatan kuisioner survei
pendasaran.
Penetapan lokasi : melakukan pemilihan lokasi yang representatif dan penetapan
kooperator.
Sosialisasi : melakukan sosialisasi kegiatan dan perjanjian kesepakatan dengan
petani kooperator.
Pelaksanaan survei pendasaran.
Pengujian teknologi minyak kelapa bermutu serta beberapa uji analisis fisikokimia
di Laboratorium.
7
Uji paket teknologi minyak kelapa bermutu ditingkat petani.
Pembinaan perkelompok dan pendampingan : Melakukan pembinaan dan
pendampingan terhadap keberlangsungan proses produksi, pemasaran,
kelembagaan dan kerjasama dengan pihak lain.
Pemantauan dan Evaluasi : Melakukan pemantauan dan mengevaluasi respon
kegiatan dengan wawancara ke petani.

D. Perlakukan dan teknologi yang dikaji
a. J umlah petani kooperator
Petani yang dilibatkan dalam pengkajian adalah pengrajin minyak kelapa.
Pengkajian dilaksanakan dengan pendekatan rumah tangga petani sebagai
kooperator sebanyak 15 kepala rumah tangga. Tiap desa yang terpilih dibentuk
masing-masing 1 unit usaha kooperator yang terdiri atas dua kelompok kerja yang
masing-masing berjumlah sebanyak empat lima orang petani. Kegiatan produksi
akan diulang selama 3 kali setiap metode pembuatan minyak kelapa bermutu dan
VCO. Pendampingan petani difokuskan pada kinerja kelembagaan, perintisan pasar
dan kerjasama dengan pedagang.

b. Perbaikan Teknologi Pengolahan Minyak Kelapa
Paket teknologi yang akan dikaji di petani berasal dari BALITKA Manado meliputi
teknologi pengolahan minyak kelapa menggunakan dengan metode pemanasan
bertahap serta pembuatan minyak kelapa murni tanpa pemanasan melalui
penambahan cuka. Minyak yang dihasilkan dikemas menggunakan beberapa
alternatif kemasan yang disesuaikan dengan konsumen yang dituju. Teknologi
pembuatan minyak kelapa bermutu, adalah :

Metode pemanasan bertahap
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan minyak kelapa bermutu berupa
buah kelapa segar yang sudah tua atau matang dengan umur buah yang dikehendaki
di atas 11 bulan. Dari hasil percobaan, untuk menghasilkan 3,75 liter dibutuhkan
kelapa sebanyak 50 butir kelapa dalam.
8
Tahapan proses pembuatan minyak kelapa bermutu dengan metode dua kali
pemanasan merupakan salah satu metode penyempurnaan proses pembuatan minyak
kelapa secara tradisional yang dilakukan oleh petani. Ada beberapa tahapan yang
perlu dilakukan, yaitu pembuatan santan, pemisahan krim, pemanasan krim santan,
pemanasan minyak dan penyaringan minyak.

Metode Sentrifuse
Prinsip teknologi ini adalah memisahkan air dengan minyak melalu
pembentukan emulsi. Emulsi minyak terjadi karena proses gravitasi dan putaran
santan. Alur proses pengolahan kelapa diawali dengan pemarutan daging kelapa
segar. Daging kelapa segar kemudiaan diparut dan ditambahkan air sehingga
diperoleh santan. Santan kemudian dimasukan ke dalam alat sentrifuse sehingga
terbentuk emulsi minyak dan diperoleh minyak mentah. Minyak mentah tersebut
kemudian diproses lebih lanjut untuk menghilangkan air di minyak melalui
pemanasan atau penyaringan.

Metode Pengasaman
Prinsip teknologi ini adalah memisahkan air dengan minyak melalu
pembentukan emulsi. Emulsi minyak terjadi karena proses pengasaman. Proses
pengasaman secara alami juga terjadi pada santan yang diolah dengan
mendiamkannya semalam. Alur proses pengolahan kelapa diawali dengan
pemarutan daging kelapa segar. Daging kelapa segar kemudiaan diparut dan
ditambahkan air sehingga diperoleh santan. Santan didiamkan diatas sinar matahari
selama tiga jam kemudiaan santan kental yang diperoleh lalu dipindahkan ke wadah
lain. Asam cuka lalu ditambahkan ke dalam santan kental sesuai dengan dosisnya
untuk 50 butir kelapa dan santan tersbut diletakan diatas sinar matahari. Minyak
kelapa murni dapat diperoleh setelah 3-4 jam. Apabila kondisi hujan minyak dapat
disimpan semalam dengan hasil berupa minyak kelapa bermutu. Pada Gambar 1
disajikan pembuatan minyak kelapa bermutu dengan metode pemanasan bertahap
dan Gambar 2 disajikan skema pembuatan minyak kelapa bermutu metode cuka

9


Sabut
Air kelapa
Tempurung
Ampas
Blondo
Butiran kelapa
Belahan kelapa
Daging kelapa
Kelapa parut
Santan
Krim
Minyak mentah
Dibelah
Daging dipisahkan
Diparut
Ditambah air 1:2 dan diperas
Didiamkan 3-5 jam, krim dipisah
Dipanaskan
Dipanaskan dan disaring
Minyak kelapa bermutu
Buah kelapa


Dikupas





















Gambar 1. Perbaikan minyak kelapa menjadi minyak kelapa bermutu dengan metode
pemanasan bertahap
10
























Gambar 2. Perbaikan minyak kelapa menjadi minyak kelapa bermutu dan minyak kelapa
murni dengan Metode Cuka

Sabut
Air kelapa
Tempurung
Ampas
Blondo
Buah kelapa Buah kelapa
Dikupas
Butiran kelapa
Belahan kelapa
Daging kelapa
Kelapa parut
Santan
Krim
Minyak mentah
Minyak kelapa Murni
Dibelah
Daging dipisahkan
Diparut
Ditambah air 1:3 dan diperas
Didiamkan 3 jam diatas sinar
matahri, krim dipisah
Tambahkan Cuka makan,
diamkan 2 jam diatas sinar
matahari
Minyak Mentah disaring
Butiran kelapa
Belahan kelapa
Daging kelapa
Kelapa parut
Santan
Krim
Minyak mentah
Minyak kelapa mentah dan blondo
yang diatas
Dikupas
Dibelah
Daging dipisahkan
Diparut
Ditambah air 1:3 dan diperas
Didiamkan 3 jam diatas sinar
matahri, krim dipisah
Tambahkan Cuka makan,
diamkan selama semalam
Dimasak dengan 2 kali
pemanasan
Minyak Kelapa Bermutu
11
c. Pengembangan kelembagaan petani
Berlangsungnya kegiatan produktif tidak akan terlepas dari berbagai hubungan
pengrajin dengan pihak lain, terutama yang berkaitan dengan kepentingan mereka
dalam menguasai sarana produksi, modal, tenaga kerja, serta informasi, dan jaringan
pasar. Oleh sebab itu, keberhasilan aktivitas usaha yang mereka lakukan tidak akan
terlepas dari kinerja dan kuantitas kelembagaan yang ditumbuhkembangkan untuk
mendukungnya. Dalam kegiatan ini lembaga yang ditumbuhkembangkan adalah
lembaga usaha bersama.
Penumbuhkembangan lembaga usaha bersama dilakukan secara bertahap sesuai
dengan tahapan kemampuan sumberdaya manusia petani. Untuk itu, paling tidak
diperlukan waktu tiga tahun. Selama kurun waktu tersebut tahapan
penumbuhkembangan lembaga usaha bersama akan dilakukan sebagai berikut:
Tahun pertama, tahun 2006 : penumbuhan unit usaha
Tahun kedua, tahun 2007 : penguatan unit usaha menjadi lembaga usaha
bersama
Tahun ketiga, tahun 2008 : pemanfaatan lembaga usaha bersama dan
menumbuhkan kemitraan usaha
Lembaga usaha bersama merupakan wadah petani untuk bersamasama
memperluas kesempatan usaha yang disertai peningkatan kemampuan mereka
dalam penguasaan aset, teknologi, modal dan pasar. Oleh sebab itu wilayah
partisipasi diperluas tidak hanya pada kegiatan produksi tetapi secara bertahap
bergerak ke subsistem agribisnis lain, yakni (1) penyediaan aset produksi, (2)
pemasaran produk, (3) penyediaan bahan baku dan (4) pengembangan industri
prospektif lainnya. Karakteristik pasar produk yang mensyaratkan permintaan
kuantitas produk dan perizinan usaha secara bertahap akan diselesaikan bersama.
Apabila kemampuannya tidak memungkinkan dapat dilakukan secara kemitraan
dengan perusahaan mitra. Tahun anggaran 2006, akan dibentuk dan
ditumbuhkembangkan unit usaha yang nantinya dapat berkembang menjadi
kelompok usaha bersama (lembaga usaha bersama). Tahapan Pengembangan
Lembaga Usaha Bersama di sajikan pada Gambar 3.
12














KELOMPOK
TANI/ UNIT
USAHA
KELOMPOK
USAHA
BERSAMA

KEMITRAAN
USAHA
Manajemen
Pengadaan input & modal
Pemasaran antar pulau
Pengolahan hilir (bahan
setengah jadi atau bahan jadi)
Produksi VCO
dan Minyak
kelapa Bermutu
(MKB)
Manajemen
Penyediaan input &
modal
Manajemen
Pemasaran hasil (VCO
dan MKB)


Gambar 3. Pengembangan Lembaga Usaha Bersama


E. Pengumpulan dan Analisa Data
Data dan informasi yang dikumpulkan dianalisa baik secara kualitatif maupun
secara kuantitatif. Analisa kuantitatif hanya digunakan untuk mengukur gejala dan
dilakukan terhadap data dan informasi yang dikumpulkan melalui pengukuran atau
penghitungan dan diuji perbedaan keunggulan paket teknologi dengan analisis statistik.
Secara lebih spesifik analisa kuantitatif yang dilakukan adalah analisa fisikokimia minyak
kelapa seperti rendemen, kadar air, bilangan asam dan bilangan peroksida. Analisis
kelayakan usaha dengan menggunakan uji Revenue Cost Ratio (R/C) yang dikemukakan
oleh Soekartawi (1995) sebagai berikut:
Total Revenue (TR)
R/C = --------------------------
Total Cost (TC)
Analisa kualitatif yang dilakukan adalah analisis teknologi eksisting, mutu minyak
petani, tingkat pendapatan, kelembagaan dan tingkat kesejahteraan melalui kegiatan survei
pendasaran. Analisa respon/adopsi teknologi dilakukan untk mengetahui persepsi petani
terhadap teknologi yang dikenalkan dengan cara wawancara.
Uji kesukaan dilakukan dengan memberikan minyak sampel kepada panelis minyak
makan sebanyak 0,5 liter dan kuisioner mengenai pendapatnya terhadap minyak makan
yang dicobakan. Parameter yang diujikan adalah wangi (keharuman), rasa produk setelah
13
dimasak (after taste) dan warna. Pada kuisioner digunakan kisaran 1 hingga 5 yang berarti
nilai 1 adalah tidak menarik, biasa (3) dan nilai 5 (menarik). Nilai yang diperoleh dari
setiap responden untuk tiap komponen uji dijumlahkan dan kemudian di bagi dengan
jumlah responden yang mengikuti melakukan uji tersebut.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi penelitian dipilih yang representatif dengan mempertimbangkan
1) Homogenitas pekerjaan, 2) Tingkat respon masyarakat terhadap perubahan yang
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, kondisi ekonomi dan fasilitas, 3) Kemudahan akses
dan pasar serta hasil diskusi dengan para peneliti dan penyuluh di BPTP Sulawesi Tengah,
Penyuluh Lapangan (PPL) di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Simao dan Kepala Desa.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka terpilih dua komunitas pengrajin yang berada di
dua desa yang berdekatan, walaupun pengrajin minyak kelapa di Desa Lero yang tingkat
pendidikan, kondisi ekonomi dan fasilitas yang lebih baik dari pengrajin minyak kelapa di
Desa Lero Tatari. Kedua komunitas ini merupakan pengrajin yang sudah berpengalaman
lebih dari 5 tahun.
Kedua desa tersebut terletak di wilayah kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala,
Propinsi Sulawesi Tengah. Kelompok Tani yang terbentuk di Desa Lero beranggotakan 10
orang yang terdiri atas dua kelompok kerja, sedangkan di Desa Desa Lero Tatari
beranggotakan 10 orang dengan satu kelompok kerja.

A. SURVEI PENDASARAN
Survei pendasaran dilakukan pada petani kooperator yang tersebar di Desa Lero dan
Desa Lero Tatari dengan rata-rata jumlah tanggungan keluarga sebanyak 2-3 orang (60%).
Rata-rata umur responden pengrajin minyak 36 tahun dengan sebaran antara 29-45 tahun
yang tergolong sebagai umur produktif. Bila ditijau dari segi umur, yang terbanyak adalah
kelompok umur 15 55 tahun. Umur disamping berkaitan dengan kecepatan adopsi suatu
inovasi juga berkaitan dengan kemampuan fisiknya dalam bekerja untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya. Sampai tingkat umur tertentu akan semakin meningkat kekuatan
fisik seseorang sehingga produktivitasnya naik, tetapi semakin tua umur maka kekuatan
14
fisik menurun dan produktivitasnya menurun. Pendidikan responden adalah SD (60%),
SMP (15%) dan SMA (10%) dan di Desa Lero Tatari sebagian besar peserta pengkajian
sedang mengikuti kejar paket A (SD).
Pekerjaan kepala keluarga adalah sebagian besar petani kebun dengan luas kebun
0,25 1 Ha. Komoditas pertanian terbesar yang diusahakan adalah jagung dan sebagian
besar hasil panen digunakan untuk konsumsi. Luas kepemilikan bangunan berkisar antara
24 240 m
2
yang seluruhnya sudah menjadi hak miliknya. J enis dinding yang dominan
adalah kayu (40%) dan tembok semen (50%) dengan lantai semen dan beratap seng (90%).
Sunber air diperoleh dari sungai khususnya pada pengrajin yang tinggal di Desa Lero Tatari
dan pengrajin yang tinggal di bagian terdalam dari Desa Lero (60%). Sanitasi pengrajin
masih dilakukan di alam terbuka di sekitar lingkungan rumah. Listrik PLN hanya dirasakan
oleh pengrajin di Desa Lero sedangkan pengrajin Lero Tatari tidak merasakannya.
Pengusaan alat produksi khususnya pembuatan minyak kelapa seluruh pengrajin
mempunyai ember dan alat memasak. Di Desa Lero, alat peras minyak (alat injak)
digunakan bersama sedangkan di Desa Lero Tatari umumnya santan diperas menggunakan
tangan. Aktivitas pengrajin dan suami pengrajin pada hari produksi minyak kelapa
disajikan pada Tabel 1.
Pada Tabel 1, diketahui bahwa pembuatan minyak kelapa membutuhkan waktu
selama 2 hari untuk memperoleh minyak walaupun aktifitas efektif pembuatan minyak
hanya beberapa jam saja. Pengetahuan pengrajin terhadap olahan kelapa terbatas seperti
minyak kelapa, arang tempurung, batang kelapa, kopra dan tai minyak (blondo). Akan
tetapi pengrajin hanya memproduksi minyak kelapa atau kopra karena sebagian besar
pengrajin tidak memiliki kebun kelapa dan tempurung kelapa lebih condong digunakan
untuk bahan bakar memasak.
15
Tabel 1. Aktivitas Petani Dalam Beberapa Proses Pengolahan Minyak
Jam Pengrajin
Hari I
15.00-17.00
17.00-18.00
Pengolahan Kelapa menjadi santan
18.00-21.00 Aktivitas Keluarga
21.00-05.00 Tidur
Hari II
05.00-07.00 Aktivitas Keluarga
07.00-09.00 Masak Minyak
09.00-11.00 Cari Air dan aktivitas keluarga
11.00-13.00
13.00-15.00
Istirahat, aktivitas keluarga
15.00-17.00
17.00-18.00
Pengolahan Kelapa menjadi santan
18.00-21.00 Aktivitas Keluarga
21.00-05.00 Tidur

Pengrajin di Desa Lero memproduksi minyak kelapa untuk setiap prosesnya
berkisar antara 10 botol (6 liter) hingga 22 botol (13,2 liter) dengan frekuensi 2-8 kali setiap
bulannya. Sedangkan pengrajin di Desa Lero Tatari hanya berproduksi sebanyak 2-6 botol
dengan frekuensi 4-5 kali setiap bulannya. Pengrajin di Desa Lero Tatari cenderung
menggunakan sebagian hasil olahannya untuk dikonsumsi.
Harga jual minyak kelapa di daerah Kecamatan Sindue cukup bervariasi tergantung
lokasi penjualan dan cara pembuatan. Harga minyak kelapa yang diperas (Rp. 4500,-)
dinilai lebih tinggi dibandingkan cara diinjak (Rp. 4000,-), hal ini mungkin juga disebabkan
pengrajin Desa Lero Tatari langsung menjualnya ke pedagang di Pasar Labuan di
bandingkan Pengrajin Desa Lero yang menjualnya ke penjual pengumpul di Desanya.
Total rata-rata pendapatan petani dalam sebulan sebesar Rp. 632.611 yang 60
persen berasal dari pendapatan berkebun dan 20 persen dari mengolah minyak. Pendapatan
petani lainnya berasal dari pekerjaan yang tidak menentu hasilnya seperti memancing,
memanjat kelapa dan membuat kue. Tingkat kesejahteraan keluarga pengrajin dihitung
berdasarkan tingkat pengeluaran selama setahun kemudian dibagi dengan jumlah anggota
keluarga yaitu besaran pendapatan perkapita. Apabila besaran pendapatan perkapita lebih
besar dari Rp. 1.173.000/kapita/tahun (BPS, 2005) maka pengrajin tersebut tergolong diatas
16
garis kemiskinan. Dari survei diketahui bahwa 60% pengrajin dibawah garis kemiskinan
sedangkan selebihnya berada di bawah kemiskinan. Diharapkan pengrajin yang berada
diatas garis kemiskinan dapat menjadi motivator bagi anggota yang lain. Khusus Desa Lero
tatari hampir 75% pengrajin berada di bawah garis kemiskinan. Pada Gambar 4 disajikan
skema pohon masalah pengolahan minyak kelapa yang merupakan hasil PRA.
17
Gambar 4. Pohon Masalah Minyak Kelapa dan Alternatif Kegiatan Inovasi


Masalah





Sumber
Masalah






Akar
Masalah


Harga Input
Kelapa relative
mahal Rp.
400/buah
Sewa Parut
tinggi
Pendapatan Rendah
Rp. 1.047.947/kapita/th
Harga Output
Stagnan di Rp.
4000/0.6 l
Pemasaran
terbatas
Penggunaan Input
Peralatan tidak
higienis
Air dan tempurung
tidak dimanfaatkaan
Penggunaan air
berlebih
Produksi
Minyak rendah- 63
liter untuk 9 orang
Produk homogen
Kualitas
minyak rendah
Posisi tawar
petani rendah
Informasi
mengenai pasar
kurang
diketahui
Harga kelapa
tinggi akibat
kelapa banyak
yang dijual
butiran dikota
Biaya sewa
parut kelapa
cukup besar
Produktivitas Rendah
4-7 liter/bulan/orang
Waktu Produksi yang
lama ( 24 35 J am)
Kelapa jarang di
bulan-bulan tertentu

Penggunaan alat
injak yang tidak
higienis
Hasil samping
produksi tidak
diolah





Antisipasi
Perbaikan
Manajemen dan
Kelembagaan
Pengolahan Minyak
Kelapa
Perbaikan
Teknologi Minyak
Kelapa
Introduksi
Teknologi VCO
Memperbaiki kualitas
dan penggunaan
kemasan
Penjualan hasil
produksi secara
berkelompok
Perluasan Pasar
melalui Perbaikan
Bauran Pemasaran
Pembelian
kelapa secara
kelompok
Alat parut
milik
kelompok/
sendiri
Penggunaan alat
pres semi intensif
Introduksi
pengolahan hasil
samping produk
khusunya air dan
tempurung kelapa
Masalah









Alternatif
Kegiatan
Inovasi
A. Inovasi Teknologi
1. Perbaikan Teknologi Pengolahan Minyak Kelapa
2. Alternatif Teknologi Pengolahan Minyak Kelapa (VCO)
3. Pengemasan Dan Perizinan Produk
4. Introduksi Pengolahan Hasil Samping Air Kelapa
5. Intorduksi Pengolahan Hasil Samping Tempurung Kelapa

B. Kelembagaan
1. Pembentukan Unit Usaha Mandiri dan Kelompok serta Kemitraan dengan Swasta
2. Pembinaan Kelembagaan
3. Meningkatkan Koordinasi antara Dinas Kesehatan, Perindustrian dan Pertanian
Mengenai Pembinaan Industri Rumah Tangga








18
B. PERBAIKAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA
Pengembangan produk dikatakan sukses jika produk yang diproduksi dapat dijual
dengan menghasilkan laba. Lima dimensi spesifik yang berhubungan dengan laba dan
digunakan untuk nilai kinerja usaha pengembangan produk, yaitu: (a) Kualitas produk;
menentukan pangsa pasar dan harga yang ingin dibayar oleh pelanggan. (b) Biaya produk;
menentukan berapa besar laba yang akan dihasilkan oleh unit usaha pada volume penjualan
dan harga penjualan tertentu, (c) Waktu pengembangan, (d) Biaya pengembangan
merupakan komponen yang penting dari investasi untuk mencapai profit, dan (e) Kapasitas
pengembangan merupakan aset untuk mengembangkan produk dengan lebih efektif dan
ekonomis di masa yang akan datang (Ulrich dan Eppinger, 2001).

1. Kualitas Minyak Kelapa
Standar Nasional Indonesia (SNI) sesungguhnya telah mengatur standar minyak
kelapa murni atau VCO yaitu mutu minyak kelapa kelas I. Pada dasarnya minyak kelapa
buatan petani masih tergolong dalam SNI yaitu minyak kelapa kelas II atau kelas III.
Kualitas minyak akan berpengaruh terhadap kemampuannya untuk disimpan dan
penggunaannya sewaktu dipakai. Pada Tabel 2 disajikan hasil analisis mutu minyak kelapa
beberapa perlakuan.

Tabel 2. Hasil Analisis Mutu Minyak Kelapa
Minyak Kelapa Minyak Kelapa
Murni (VCO)
SNI Minyak Kelapa
APCC
Uraian Uji
Mutu Metode
Petani
Metode
Pemanasan
bertahap
Metode
Cuka
Metode
Sentrifus
Metode
Cuka
Mutu
I
Mutu
II
Mutu
III
VCO
Kadar Air
0,175 0,14 0,15 0,23 0,22
Maks
0,10
Maks
0,30
Maks
0,50
0.1 0.5
FFA
(Asam Lemak
Bebas)
0,105 0,03 0,37 0,03 0,36
Maks
0,10
Maks
0,50
Maks
0,60
<0.5%
Bil. Peroksida
4,065 2,67 2,56 2,23 2,53 * * *
<3
meq/kg oil
Bil. Penyabunan
250,41 255,24 250,10 248,78 250,64 250-263 250 260
Bil. TBA
(Derajat
Ketengikan)
1,48 0,87 * 0,95 * * * * *
Derajat
Kejernihan (%T)
* * 94,65 * 96,05 * * * *
Sumber : Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Universitas Tadulako, 2006
19
Berdasarkan analisis mutu minyak di Tabel 2 diperoleh kesimpulan bahwa
perbaikan teknologi pengolahan minyak kelapa dapat meningkatkan mutu minyak dari
tingkat mutu III menjadi tingkat mutu II. Minyak yang diperuntukan untuk dikonsumsi
langsung (VCO) terbaik diperoleh dengan menggunakan metode sentrifus.
Kadar air mempengaruhi mutu minyak kelapa. Adanya sejumlah air dalam minyak
dapat menyebabkan terjadinya proses hidrolisis sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
kerusakan minyak. Proses ekstraksi minyak ternyata mempengaruhi nilai kadar air di
minyak dan selama penyimpanan cenderung meningkat yang disebabkan reaksi oksidasi
yang terjadi pada asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam minyak selama
penyimpanan (Ketaren, 1986).
Pada minyak kelapa yang lebih dari 80 persen komposisi minyak jenuh maka
adanya kadar air di dalam minyak sangat berpengaruh terhadap masa simpan minyak. Air
dalam minyak akan menyebabkan terbentuknya persyenyawaan peroksida akibat proses
hidrolisis asam-asam lemak jenuh (Fadlana, 2006). Proses ekstraksi minyak kelapa dengan
menggunakan panas (metode petani, pemanasan bertahap dan MKB cuka) memberikan
kadar air yang lebih sedikit dibandingkan ekstraksi tanpa penggunaan panas. Dari semua
metode yang diujikan kadar airnya masih diperbolehkan dalam standar.
Bilangan peroksida merupakan indikasi adanya kegiatan oksidasi pada minyak.
Proses oksidasi pada minyak terjadi pada asam-asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk
penyawaan peroksida yang merupakan bahan pengoksidasi. Persenyawaan peroksida
tersebut menyebabkan oksidasi tetap berlanjut dan meningkatnya bilangan peroksida.
Bilangan peroksida akan berubah-ubah selama penyimpanan dan cenderung meningkat
hingga ditemukan minyak menjadi tengik. Penurunan bilangan peroksida diakibatkan
persenyawaan peroksida tersebut terurai menjadi aldehid, keton dan asam-asam lemak
bebas. Penggunaan panas yang berlebih pada proses ekstraksi minyak menyebabkan nilai
bilangan peroksida meningkat yang sehingga terjadi pembentukan aldehid dan keton yang
memacu persenyawaan peroksida. Cahaya, suasana asam, kelembaban udara dan katalis
dapat mempercepat terjadinya proses pembentukan peroksida (Ketaren, 1986). Suasana
asam yang terjadi setelah ditambahkan cuka ke santan juga turut meningkatkan peroksida
dalam minyak yang dihasilkan.
20
Asam lemak bebas (Free Fatty Acid =FFA) pada minyak merupakan indikator
terjadinya ketengikan dalam minyak. Semakin besar nilai FFA maka minyak tersebut
kurang baik untuk dimakan secara langsung karena berpotensi menjadi karsiogenik. Asam
lemak bebas dihasilkan dari perubahan senyawa peroksida yang berasal dari proses oksidasi
(akibat interaksi minyak tidak jenuh dengan oksigen) dan proses hidrolisis (akibat
keberadaan air dalam minyak). Pada VCO, mutunya juga tergantung nilai kadar asam
lemak dan uji mikroorganisme (Total Plate Count = TPC). Pada Tabel 3 disajikan
komposisi kadar asam lemak minyak kelapa.
Tabel 3. Komposisi Kadar Asam Lemak Minyak Kelapa
Komposisi Asam Lemak
J enuh
Minyak Kelapa
Pemanasan
Bertahap
(J mlh Asam Lemak,%)
VCO Sentrifus
(J mlh Asam Lemak,%)
VCO Cuka
(J mlh Asam Lemak,%)
APCC (%)
Asam Lemak J enuh
1. Asam Kaprilat (C 8:O) 7,39 / 8,42 7,87 / 8,48 7,70 / 8,88 5,0 10,0
2. Asam Kaprat (C10:O) 5,85 / 6,67
5,86 / 6,32
5,16 / 5,95 4,5 8,0
3. Asam Laurat (C12:O) 42,87 / 48,90
45,68 / 49,24
41,57 / 47,96 43,0 53,0
4. Asam Miristat (C14:O) 14,77 / 16,84
16,95 / 18,27
15,45 / 17,82 16,0 21,0
5. Asam Palmitat (C16:O) 7,44 / 8,49
8,13 / 8,76
7,80 / 9,00 7,5 10,0
6. Asam Stearat (C18:O) 2,19 /2,50
2,14 / 2,31
2,37 / 2,73 2,0 4,0
Total Asam Lemak J enuh 80,50 / 91,82
86,63 / 93,38
80,05 / 92,35 -
Asam Lemak Tidak J enuh
1. Asam Oleat (C18:1) 5,52 / 6,30
4,71 / 5,08
5,27 / 6,08
5,0 10,0
2. Asam Linoleat (C18:2) 1,65 / 1,88
1,43 / 1,54
1,36 / 1,57
1,0 2,5
Total Asam Lemak Tidak
J enuh
7,17 / 8,18
6,14 / 6,62
6,63 / 7,65
-
Total Asam Lemak 87,67 / 100
92,77 / 100
86,68 / 100 -
Keterangan : a/b =J umlah asam lemak terbaca di alat/ Asumsi asam lemak dalam 100 %
Sumber : Laboratorium J asa Analisis Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, 2006

Pada Tabel 3, komposisi asam lemak dari ketiga metode pembuatan VCO masih
masuk dalam standar APCC. Nilai asam lemak terbaik yaitu menggunakan metode sentrifus
karena nilai asam laurat terbesar dan perbandingan antara asam lemak tidak jenuh dan asam
lemak jenuhnya kecil. Semakin kecil nilai asam lemak tidak jenuh maka minyak tersebut
lebih stabil terhadap proses oksidasi. Faktor kelapa yang digunakan juga mempengaruhi
komposisi asam lemak, bila kelapa yang digunakan masih muda maka komposisi asam
lemak tidak jenuhnya akan semakin meningkat.
21
Secara umum lemak dan minyak diklasifikasikan dalam tiga kategori asam lemak
jenuh, tak jenuh tunggal dan asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated). Asam lemak
jenuh terbagi atas tiga kelompok yaitu Short Chain Triglyceride (SCT) seperti asam cuka
dan mentega, kelompok minyak asam lemak rantai sedang (Medium Chain Triglycride =
MCT) seperti minyak kelapa dan asam lemak rantai panjang (Long Chain Triglyceride =
LCT). MCT merupakan asam lemak yang mempunyai rantai karbon dengan panjang C 6
C 12 yang bersifat jenuh. MCT lebih polar (lebih cepat melepas ion H) daripada LCT,
sehingga lebih mudah larut dalam air. Sifat kelarutan MCT di dalam air yang membuatnya
dapat masuk ke dalam lever secara langsung melalui pembuluh darah balik (vena) dan
cepat dibakar menjadi energi. Sehingga MCT tidak tersimpan didalam jaringan tubuh yang
berbeda dengan jenis minyak/lemak lainnya (LCT). LCT harus dihidrolisis di dalam usus,
lalu dibawa ke lever untuk dioksidasi dan bila tidak digunakan LCT disimpan dalam tubuh.
Bagi penderita yang tidak mampu memetabolisme LCT (beberapa vitamin larut dalam
minyak) dapat memperoleh vitamin dengan mengkonsumsi MCT.
Asam lemak Trans (Trans Fatty Acids) adalah ketegori minyak yang berbahaya
karena berpotensi menjadi penyakit jantung. Asam lemak ini akan meningkatkan kolesterol
jahat (low density Lipoprotein/LDL) dan menurunkan kolesterol baik (high density
lipoprotein/HDL). J umlah TFA dapat meningkat di dalam makanan berlemak, terutama
lemak yang berasal dari hewan dan margarin. Asam lemak trans dapat dihindari dengan
tidak menggunakan minyak goreng berulang-ulang dan menghindari suhu yang terlalu
tinggi saat menggoreng. Hal ini dikarenakan pada minyak terjadi proses hidrogenasi
sehingga minyak menjadi jenuh yang disebut asam lemak trans sedangkan pada minyak
kelapa yang tahan terhadap suhu tinggi pada saat memasak dan tidak membentuk TFA
karena secara alami telah menjadi jenuh.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa seseorang pria yang mempunyai
kadar kolesterol normal dicobakan dalam dietnya asam laurat dan asam palmitat (minyak
kelapa) sebesar 5% dari energi yang dikonsumsi ternyata meningkatkan total serum
kolesterol, menurunkan LDL dan meningkatkan HDL (Alamsyah, 2005). Terjadinya
peningkatan serum kolesterol dinilai wajar dikarenakan sesorang yang kekurangan asam
lemak polyunsaturated dapat meningkatkan serum kolesterol. MCT juga memiliki sifat
fungsional yang anti bakteri dan anti virus. Virus dan bakteri yang umumnya dilindungi
22
oleh membran lipid yang menyatukan DNA organisme denganbahan lainnya. MCT akan
merusak (memperlemah membran) yang akhirnya membuka membran dan mengeluarkan
isi cairan tubuh. Sifatnya yang masuk ke dalam aliran darah berpotensi untuk mengurangi
HIV-AIDS. Penyakit hepatitis kronis disarankan tidak mengkonsumsi VCO/minyak dalam
dosis penuh karena sifat minyak yang langsung membebani fungsi liver.
MCT yang banyak dalam VCO tidak otomatis minyak tersebut bebas dari virus dan
bakteri. Hal ini dikarenakan MCT akan lebih efektif bekerja didalam tubuh manusia
bersama-sama sel darah putih. Kandungan mikroorganisme didalam VCO yang diproduksi
oleh pengrajin diketahui telah memenuhi syarat makanan dan minuman dan disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Analisis Mikroorganisme VCO
Komponen
Pemeriksaan

Unit Hasil
Pengujian
Syarat Ket.
Total Plate Count (TPC)/
Angka Lempeng Total
Koloni/ml <25 - Sertifikat LJ AP- IPB
281-6/FL/4.2.4/LJ A/ITP
Angka Lempeng Total Koloni/g 70 10
5
kol/g BPOM
MPN Coliform APM/g <3 10 APM/g BPOM
Salmonella - Negatif Negatif BPOM
Staphylococcus aureus Koloni/g <10 10
2
Kol/g BPOM
Escherichia coli Koloni/g 0 0 BPOM
Sumber : BPOM metode analisis PPOMN
Laboratorium J asa Analisis Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, 2006

2. Rendemen
Metode ekstraksi minyak berpengaruh terhadap rendemen minyak yang diperoleh.
Metode petani yang menggunakan air yang banyak dan waktu pengolahan (di diamkan
semalam) memberikan rendemen terbesar dibandingkan metode lainnya. Pada metode
petani terjadi juga proses fermentasi yang menyebabkan timbulnya suasana asam sehingga
menggumpalkan santan dan memudahkan minyak terpisah dari blondo. Pada Tabel 5
disajikan hasil rendemen minyak dari tiap-tiap metode pengolahan minyak.
23
Tabel 5. Hasil Rendemen Pada Beberapa Metode Pengolahan Minyak
Komponen Pengamatan CP
MKB
(PB)
MKB
Cuka
MKB
rataan
VCO
Sentrifus
VCO
Cuka
VCO
Rataan
Air yang dibutuhkan per 10 butir (ltr)
20,93 8,21 17,93 13,07 15,50 15,29 15,395
Rataan Rendemen per 10 butir (ml)
1435,34 563,33 706,67 635 726,67 570,00 648,335
Rataan Krim per 10 butir (ml)
2107,87 1795,67 2158,00 1976,835 2011,67 2170,00 2090,835
Rataan Rendemen minyak/krim
0,69 0,31 0,33 0,32 0,36 0,26 0,31
Rataan Rendemen Minyak sisa per 10
butir (ml)
0 216,81 240,00 228,405 196,67 246,67 221,67
Rataan Rendemen Total/krim
0,69 0,44 0,44 0,44 0,46 0,38 0,42
Keterangan : CP =Cara Petani, PB =Pemanasan Bertahap, MKB=Minyak Kelapa Bermutu

Pada Tabel 5 diketahui bahwa rendemen minyak dipengaruhi oleh air dan metode
yang digunakan. Semakin banyak air yang digunakan maka peluang minyak terekstrak
lebih besar dibandingkan menggunakan air dalam jumlah yang sedikit, walaupun
diperlukan waktu yang lama untuk memisahkan minyak dari santan yang terlalu cair. Pada
pembuatan minyak kelapa bermutu dengan metode pemanasan bertahap, metode sentrifus,
metode cuka yang dalam proses pembuatannya didiamkan selama 2-3 jam untuk
memperoleh santan kental, diduga minyak dalam santan kental tersebut masih kurang
optimal diperoleh. Hal ini dapat diperhatikan dari masih adanya minyak sisa proses (air sisa
blondo) hingga 200 ml/10 butir kelapa.
Rendemen terendah adalah minyak kelapa bermutu dengan metode pemanasan
bertahap. Sedangkan jumlah minyak sisa terbanyak pada metode VCO dengan
menggunakan cuka. Perbaikan teknologi minyak sebagai minyak makan berdasarkan
rendemennya adalah dengan menggunakan metode petani dan dimasak secara pemanasan
bertahap.

3. Masa Simpan Minyak Kelapa
Masa simpan minyak berdasarkan uji daya simpan untuk tiap metode minyak
diperoleh hasil bahwa perbaikan teknologi minyak kelapa melalui metode pemanasan
bertahap dan metode cuka dapat meningkatkan masa simpan produk. Pada Tabel 6
disajikan masa simpan produk yang dihasilkan.

24
Tabel 6. Masa Simpan Beberapa Produk Minyak Kelapa
Kondisi Minyak Cara Petani
MKB (PB)

MKB
BPTP
VCO
SV

VCO CUKA

Mulai Rusak
(bulan)
1,67 2,33 3,00 3,00 4,00
Rusak (bulan)
4,42 4,92 >5 >5 na
Keterangan : na =Belum diketahui, SV =Sentrifus, PB =Pemanasan Bertahap, MKB=Minyak Kelapa Bermutu

Pada Tabel 6, diketahui bahwa kerusakan minyak terjadi lebih cepat pada minyak
metode petani. Kerusakan minyak (ketengikan) terjadi akibat proses oksidasi, hidrolisis dan
pembentukan senyawa peroksida yang di pacu oleh ketersediaan air, proses pengolahan dan
penyimpanannya. Peningkatan masa simpan minyak kelapa melalui perbaikan teknologi
dapat memberikan peluang pemasaran minyak yang lebih baik.

4. Kelayakan Usaha VCO dan Minyak Kelapa Bermutu (MKB)
Informasi yang diperoleh dari rendemen minyak untuk tiap metode pembuatan
dapat dihitung kelayakan usaha VCO dan minyak kelapa bermutu. Sebagai asumsi harga
VCO yang digunakan adalah harga VCO curahan ditingkat petani yang ada di Provinsi
Sulawesi Utara yaitu Rp. 20.000 Rp. 30.000/liter dan bila telah dikemas dengan baik
sebesar Rp. 50.000,- - Rp. 70.000,-/liter dan harga MKB (minyak kelapa mutu II) sebesar
Rp. 11.000,- (asumsi). Pada Tabel 7 disajikan analisis finansial VCO.

25
Tabel 7 Kelayakan Usaha VCO dan Cara Petani
Keterangan CP VCO Sentrifuse VCO Cuka
Penerimaan Produksi
Basis 50 butir (liter) 6.58 3.63 2.85
Harga 1 liter (Rp) 5,850 30,000 30,000
Pendapatan Primer (Rp) 38,500 109,000 85,500
Estimasi Pendapatan, 75% (Rp) 38,500 81,750 64,125
Sisa minyak (ml) 0 983 1,233
Pendapatan lainnya (Rp) 0 5,753 7,215
Total Pendapatan (Rp) 38,500 87,503 71,340
Investasi alat
Alat sentrifus (Rp) 0 10,000,000 0
Ember plastik transparan (Rp) 0 35,000 35,000
Ember besar (Rp) 100,000 100,000 100,000
Wajan Besi (Rp) 120,000 0 0
Baskom plastik (Rp) 30,000 30,000 30,000
Corong (Rp) 10,000 10,000 10,000
Saringan kain (Rp) 15,000 15,000 15,000
jumlah (Rp) 275,000 10,190,000 190,000
Biaya Penyusutan dan perawatan (0.1%) 275 10,190 190
Bahan
Kelapa (Rp) 22,500 22,500 22,500
Kertas Saring (Rp) 0 8,000 8,000
Kayu (Rp) 200 0 0
Listrik (Rp) 0 600 0
Asam Cuka (Rp) 0 0 150
Plastik kemas (Rp) 50 0 0
Sewa Parut (Rp) 10,000 10,000 10,000
Botol kemasan (Rp) 0 6,800 6,800
Label (Rp) 0 2,000 2,000
Biaya perawatan alat (Rp) 275 10,190 190
Total Biaya (Rp) 33,025 60,090 49,640
Keuntungan (Rp) 5,475 21,660 14,485
Total Keuntungan (Rp) 5,475 27,413 21,700
Harga Dasar (Rp) 3002/btl 2072/btl 2272/btl
R/C 1.17 1.46 1.44
Keterangan : CP =Cara Petani.
Pada Tabel 6 diketahui bahwa pembuatan minyak VCO dapat meningkatkan
keuntungan walaupun penjualan VCO hanya mencapai 75% dari total minyak yang
diproduksi. Nilai keuntungan ini juga lebih meningkat bila pengrajin mampu menjual VCO
yang terkemas dengan baik. Antara metode cuka dan sentrifus untuk pembuatan VCO yang
cocok dikembangkan di tingkat petani adalah metode cuka. Hasil analisis finansial pada
perbaikan teknologi pengolahan minyak melalui perbaikan kemasan dan mutu disajikan
pada Tabel 8.
26
Tabel 8. Kelayakan Usaha Minyak Kelapa Bermutu dan Cara Petani
Keterangan CP MKB (PB) MKB Cuka
Penerimaan Produksi
Basis 50 butir (liter) 6.58 3.00 3.53
Harga 1 liter (Rp) 5,850 11,000 11,000
Pendapatan Primer 38,500 33,000 38,867
Sisa minyak (ml) 0 1,084 1,200
Pendapatan lainnya (Rp) 0 6,342 7,020
Total Pendapatan (Rp) 38,500 39,342 45,887
Investasi alat
Ember plastik transparan (Rp) 0 35,000 35,000
Ember besar (Rp) 100,000 100,000 100,000
Wajan Besi (Rp) 120,000 120,000 120,000
Kompor (Rp) 0 150,000 150000
Selang plastik (Rp) 0 6,000 0
Baskom plastik (Rp) 30,000 30,000 30,000
Corong (Rp) 10,000 10,000 10,000
Saringan kain (Rp) 15,000 15,000 15,000
jumlah (Rp) 275,000 466,000 310,000
Biaya Penyusutan dan perawatan (0.1%) 275 466 310
Bahan
Kelapa (Rp) 22,500 22,500 22,500
Minyak tanah (Rp) 0 4,500 0
Kayu (Rp) 200 0 200
Asam Cuka (Rp) 0 0 150
Plastik kemas (Rp) 50 0 0
Sewa Parut (Rp) 10,000 10,000 10,000
Botol kemasan (Rp) 0 3,600 3,600
Label 0 300 300
Biaya perawatan alat (Rp) 275 466 310
Total Biaya (Rp) 33,025 41,366 37,060
Keuntungan (Rp) 5,475 -2,024 8,827
Total Keuntungan (Rp) 5,475 4,317 15,847
Harga Dasar per 1 btl ukr 1 ltr (Rp) 5504/btl 13.788/btl 10.588/btl
R/C 1.17 0.95 1.24
Keterangan : CP =Cara Petani, PB =Pemanasan Bertahap, MKB=Minyak Kelapa Bermutu

Pada Tabel 8 diketahui bahwa pembuatan minyak kelapa bermutu melalui perbaikan
kemasan tidak layak diterapkan pada metode dua kali pemanasan. Harga minyak goreng
dalam kemasan di pasaran hanya berkisar Rp. 7000 Rp. 8000,- yang bila minyak kelapa
tersebut dijual pada kisaran harga tersebut maka kedua metode tersebut tidak layak. Metode
pengolahan minyak dengan metode cuka dapat layak diterapkan bila dilakukan beberapa
cara yaitu kenaikan rendemen minyak (pencampuran antara cara petani dan metode cuka),
27
penggunaan bahan bakar hayati (penggunaan tungku), kemasan yang lebih murah dan
penguatan bauran pemasaran (harga dan lokasi).
Salah satu alternatif penggunaan kemasan yang lebih murah dapat digunakan
kemasan standing pouch (isi ulang). Pengadaan kemasan isi ulang mempunyai masalah
baru yaitu pembelian kemasan tersebut tidak dapat dilakukan dalam jumlah yang sedikit.
Harga kemasan standing pouch termurah sebesar Rp. 700,-/ buah dan telah termasuk
labelnya dengan minimal pemesanan 100.000 buah.

5. Uji Kesukaan Konsumen
Uji kesukaan merupakan uji yang penting dilakukan oleh setiap produsen yang akan
melepas produk baru di pasaran. Uji kesukaan memperhatikan apakah kualitas minyak
kelapa yang dihasilkan telah sesuai dengan kebutuhan/keinginan konsumen. Pada uji
kesukaan ini kami rangkaikan dengan kuisioner pemasaran khususnya minyak makan yang
paling disukai oleh konsumen.
Minyak kelapa yang diujikan adalah minyak yang akan diperuntukkan untuk
kemasan. Pada awal pengkajian minyak kelapa dengan menggunakan metode pemanasan
bertahap adalah metode perbaikan teknologi pengolahan minyak. Menurut responden, nilai
wangi khas minyak kelapa tersebut adalah 4,14 yang berarti rentang biasa ke menarik. Rasa
masakan setelah produk di goreng dan dimakan adalah 4,29. Beberapa responden tidak
mempermasalahkan warna yang ada (3,57), padahal minyak kelapa dalam kemasan tidak
lagi berwarna kuring kecoklatan tetapi bening atau kuning bening seperti VCO. Mutu
minyak kelapa yang dinilai oleh responden tergolong mutu biasa hingga baik (3,86).
Alasan konsumen yang menggunakan minyak kelapa dikarenakan minyak kelapa
baik digunakan dan wanginya khas. Sedangkan konsumen yang tidak menyukai minyak
kelapa disebabkan harga minyak lebih tinggi dibandingkan minyak kelapa sawit, tidak
tersedia banyak sehingga tidak mudah didapat dan mutunya kadangkala rendah sehingga
cepat tengik.
Kebutuhan rata-rata responden terhadap minyak makan untuk setiap minggunya
sebanyak 1,2 liter yang berarti setiap bulan minyak makan dibeli sebanyak 1-2 bungkus
berukuran 2 liter. Minyak makan sebagai produk yang sering digunakan dan dalam jumlah
28
yang banyak menyebabkan konsumen cenderung menginginkan minyak makan berharga
murah.
Beberapa responden juga mengakui bahwa minyak makan yang digunakan selama
ini masih kurang baik seperti minyak cepat hangus sehingga tidak baik digunakan lebih dari
2x, kurang gurih, warna tidak menarik dan kurang bersih. Responden juga menyatakan
minyak makan sebaiknya wangi (tidak tengik), ekonomis dapat digunakan berulang kali
dan tidak mempermasalahkan merk tertentu.
Kebutuhan minyak makan responden dengan karakteristik wangi dan
penggunaannya dapat berulang kali terjawab oleh adanya minyak kelapa bermutu.
Walaupun peningkatan rendemen minyak, kebersihan, kemasan dan mutu minyak harus
dapat ditingkatkan dan terjaga baik oleh produsen minyak. Minyak kelapa dengan metode
cuka dan minyak kesehatan (VCO) belum diujikan kepada konsumen. Khusus minyak
VCO belum dicobakan dikarenakan masih terbatas orang-orang yang mengkonsumsinya.
Salah satu pembeli yang tertarik dengan VCO di suatu pameran mengatakan bahwa VCO
sentrifuse yang dijual di pameran memberikan manfaat postif terhadap saudaranya yang
sedang mengalai stroke. Beliau juga berharap dimasa mendatang dapat membeli VCO dan
menjualnya.

6. Respon Petani Kooperator Terhadap Teknologi
Respon terhadap teknologi yang diintroduksikan ke petani cukup bervariasi. Pada
awal kajian, metode dua kali pemanasan merupakan salah satu teknologi perbaikan
pengolahan minyak kelapa. Akan tetapi dengan jumlah rendemen yang sedikit diperoleh,
waktu pemasakan yang lama dan peningkatan biaya produksi menyebabkan teknologi
tersebut tidak disukai pengrajin. Walaupun disisi lain minyak kelapa dengan metode
pemanasan bertahap mempunyai kualitas minyak yang lebih baik di bandingkan minyak
kelapa petani. Konsumen juga lebih menyukai aroma, warna dan rasa masakan setelah
dimasak sesuai uji kesukaan yang dilakukan. Respon petani kooperator terhadap teknologi
yang diintroduksikan disajikan pada Tabel 9.

29
Tabel 9. Respon Petani terhadap teknologi Introduksi
Komponen Respon
Metode
Pemanasan
Bertahap
Metode
Cuka
Peluang Penerapan teknologi 20% 50%
Cara pembuatan mudah 30% 100%
Penambahan biaya pada cara pembuatannya 100% 30%

Pada Tabel 9, diketahui bahwa teknologi yang diintroduksikan berpeluang
diterapkan oleh petani kooperator, walaupun dalam teknik keterampilan dan penerapan
diluar permintaan dari BPTP masih kurang dilakukan petani. Metode pemanasan bertahap
kurang direspon oleh petani karena tidak ekonomis dan cara pemasakan yang lama. Metode
cuka (VCO) mempunyai peluang diterapkan lebih besar disebabkan cara membuatnya yang
mudah dan ekonomis walaupun pasar/pesanan agak sulit diperoleh dan kemasan yang ada
tidak tersedia banyak.
Metode cuka merupakan metode yang juga membutuhkan waktu yang cukup lama
(sehari penuh) walaupun tidak banyak tenaga dan waktu pengrajin tersita untuk
memperoleh minyak tersebut. Pembuatan VCO juga tergantung kondisi cuaca, bila cuaca
hujan dan tidak diperoleh sinar matahari yang cukup maka dapat diperoleh minyak kelapa
bermutu (MKB). Keunggulan lainnya adalah minyak yang diperoleh dari pengolahan
menggunakan cuka tidak membutuhkan biaya bahan bakar yang besar.
Pada survei pendasaran (Tabel 1) diketahui bahwa teknologi pengolahan kelapa
yang selama ini dilakukan petani tidak mengganggu aktivitas lainnya meskipun terjadi
peningkatan produksi dan tidak menyebabkan perubahan jam kerja petani. Hal ini juga
berlaku pada metode cuka yang cukup aplikatif dilakukan dan pembuatannya tidak banyak
menyita waktu. Pada Tabel 10 disajikan perubahan aktivitas petani bila memproduksi
minyak kelapa metode pemanasan bertahap dan metode cuka.

30
Tabel 10. Perubahan Aktivitas Petani Bila Memproduksi Minyak Kelapa Metode
Pemanasan Bertahap dan Metode Cuka
Jam MKB (PB) VCO
05.00-07.00 Aktivitas Keluarga Aktivitas Keluarga
07.00-09.00 Cari air Cari air
09.00-11.00 Pengolahan Kelapa menjadi santan Pengolahan Kelapa menjadi santan
11.00-13.00 Pendiaman santan (3 jam) Pendiaman santan (3 jam)
13.00-15.00 Masak minyak di pukul 14.00
Penambahan cuka dan pendiaman
santan ( 3 jam) dan aktivitas keluarga
15.00-17.00 Masak minyak Pemanenan VCO
17.00-18.00
18.00-21.00
Aktivitas Keluarga Aktivitas Keluarga
21.00-05.00 Tidur Tidur
Keterangan : PB =Pemanasan Bertahap, MKB=Minyak Kelapa Bermutu

7. Rencana Tindak Lanjut
A. VCO
Rencana pengembangan VCO difokuskan dalam pemasaran produk tersebut. Pasar
yang dibidik adalah swalayan, kios produk sulteng dan apotik. Minyak VCO telah
dianalisis oleh BPOM dan pihak Depkes telah menyatakan bahwa VCO dengan merk
dagang Laurico layak di jual dengan no izin PIRT 20572050-1011.
Konsep produk VCO khususnya penggunaan kemasan dan merk telah optimum.
Merk yang digunakan untuk VCO adalah LAURICO yang berarti LAna mURni darI
Coconut (minyak murni/perawan dari kelapa). Nama Laurico juga mengandung persepsi
bahwa komposisi asam lemak terbanyak dalam VCO yaitu asam laurat (lauric acid) dan
akhiran CO sebagai arti dari coconut.
Kemasan yang dipilih adalah plastik PET yang lebih kuat dan tidak berubah
menjadi biru atau ungu seperti halnya plastik PVC. Isi bersih VCO sebesar 125 ml juga
telah sesuai dengan penggunan sehari-hari selama sebulan dengan dosis dewasa untuk
setiap hari adalah 1-2 sendok (1 sendok =2,5 ml). Hal ini berarti setiap minyak
VCO yang telah dibuka tidak akan ditemukan tengik oleh pengguna hingga akhir
31
pemakaian. Melalui perhitungan masa simpan VCO setelah dibuka dapat bertahan hingga
1,5 2 bulan.
Promosi laurico akan bekerjasama dengan Radio RCP yaitu untuk setiap harinya
akan diiklankan produk LAURICO dan rekanan tempat VCO di jual. Misalkan VCO dijual
di Toko L maka Toko L berhak untuk mengiklankan usahanya dengan harga sepertiga dari
harga normal dan pada iklan LAURICO berhak disebutkan lokasi tempat penjualan VCO
tersebut. Selain itu promosi di dalam event-event pameran dan seminar juga dilakukan yang
dikuti pemasangan spanduk di tempat penjualan yang strategis khususnya pada awal-awal
tahap perkenalan.
Harga LAURICO yang ditawarkan ke pedagang/rekanan untuk setiap botol sebesar
Rp. 6000 Rp. 7000,- dan mereka dapat menjual VCO dalam kisaran harga Rp. 8000,- -
Rp. 10.000,-. Petani akan memperoleh harga Rp. 4000,- Rp. 5000,- untuk setiap botol
dengan harga kemasan ditanggung oleh pengrajin.

B. Minyak Kelapa dalam Kemasan
Harga minyak makan yang rendah dipasaran dan minyak kelapa sawit sebagai
pesaing menyebabkan minyak kelapa tidak layak bila dijual pada kisaran harga yang sama
(Rp. 7000/liter). Harga minyak kelapa dalam kemasan yang layak adalah Rp. 6000,- dalam
ukuran 600 ml atau Rp. 700 - Rp. 1000 lebih mahal dari harga minyak kelapa di pasaran
sesuai dengan hasil survei ke beberapa konsumen.
Metode petani dalam mengolah minyak kelapa dimodifikasi khususnya dilakukan
pemasakan ulang (sewaktu akan keras tai minyaknya di pisahkan dan dimasak hingga
minyak berbau wangi) yang dilanjutkan dengan saringan bertahap dapat dicoba untuk
diterapkan. Metode cuka dalam pembuatan minyak kelapa dapat dicoba tanpa memisahkan
air dari minyak hingga esok hari dengan dosis cuka yang sama juga dapat dicoba untuk
meningkatkan keuntungan petani dan kelayakannya.
Konsep produk minyak kelapa dalam kemasan masih belum optimal diperoleh.
Kesulitan menentukan titik jual dari produk tersebut baik nilai tambah dan persepsi yang
ada di konsumen khususnya adanya kolesterol di dalam minyak kelapa. Merk yang cocok
untuk minyak kelapa dalam kemasan adalah LANACO yaitu LANA atau berarti minyak
dalam bahasa kaili dan CO yang berasal dari kata Coconut berarti kelapa. Kemasan yang
32
dipilih adalah kemasan standing pouch (isi ulang) seperti kemasan yang ada di pasaran.
Kemasan ini relatif murah khususnya dalam proses pengiriman dari jakarta.
C. Pengolahan Hasil Ikutan
Pada olahan minyak kelapa baik cara petani, metode cuka dan pembuatan vco
menghasilkan limbah atau hasil ikutan yang masih dapat diolah menjadi produk lainnya.
Bahan-bahan yang terbuang percuma adalah air kelapa dan tempurung. Tempurung kelapa
masih digunakan oleh petani sebagai memasak. Walaupun sabut kelapa dapat dibakar, akan
tetapi kurang cocok untuk memasak karena menimbulkan asap yang banyak dibandingkan
tempurung kelapa.
Tempurung kelapa yang dibakar menjadi arang diketahui dapat dijual dengan harga
Rp. 15.000/karung. Pembakaran tempurung dilakukan disebuah galian tanah dan
kadangkala mutunya menurun akibat tanah yang menempel di arang tersebut. Oleh karena
itu akan diintroduksikan klin drum untuk pembuatan arang tempurung kelapa.
Pada pembakaran arang tempurung dipastikan dihasilkan asap yang banyak. Asap
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pengawet makanan dengan cara diembunkan atau
dikenal dengan nama asap cair. Klin drum akan dipadukan ke alat pendingin asap sehingga
diperoleh alat yang lebih ramah lingkungan dan bermanfaat dalam penggunaannya.
Hancuran arang tempurung kelapa dalam bentuk serpihan dan bubuk dapat juga
dimanfaatkan dengan membuatnya menjadi briket. Briket ini dapat dijual ke tukang sate
atau sebagai pengganti kayu dalam proses pemasakan. Kotoran kambing atau sapi dapat
juga dicampurkan ke adonan tersebut sebagai bahan baku pembuatan briket. Air kelapa
diolah menjadi nata de coco atau kecap tergantung atas respon petani dan kemampuanya
dalam menyerap teknologi yang diberikan.

C. PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETANI

Pemberdayaan petani diartikan sebagai upaya membangkitkan potensi dan
kemampuan petani kearah peningkatan produktivitas dan efisiensi secara berkelanjutan.
Keterbatasan kompetensi petani, yang meliputi pendidikan, ketrampilan dan wawasan serta
keterbatasan lahan dan dana menjadi faktor utama yang harus dipertimbangkan
(Suryonotonegoro, 2002).
33
Pemberdayaan petani dalam pengembangan pertanian-industri dicirikan: (a)
produksi berupa barang niaga, (b) faktor produksi berupa modal kerja, (c) wahana produksi
berupa usaha tani dalam sistem pabrik, (d) petani sebagai pekerja pabrik, (e) pengendali
usaha berupa pertumbuhan ekonomi, dan (f) berbudaya teknologi, yaitu perilaku dengan
prinsip-prinsip teknologi: produktivitas, rasionalitas, efisiensi dan efektivitas (Pusposutarjo,
1997).
Kelembagaan dibentuk untuk mendukung penerapan teknologi secara berkelanjutan.
Pada tahun 2006 juga mulai dirintis pembentukan Kelompok Wanita Tani sebagai cikal
bakal Kelompok Usaha Bersama. Telah terbetuk 2 kelompok wanita tani di dua desa yaitu
kelompok mawar di Desa Lero Tatari dan kelompok melati di Desa Lero.
Kelompok wanita tani tersebut beranggota sebanyak 10 orang yang 80 persennya
adalah petani kooperator yang mengikuti program pengkajian tersebut. Untuk menambah
kemampuan petani dalam berusaha juga telah diberikan bantuan modal usaha untuk
kelompok hampir sebesar 2 juta rupiah. Aktivitas lembaga masih terbatas pada pertemuan
bulanan yang dirangkai dengan arisan kelompok. Rapat anggota yang membahas AD dan
ART kelompok. Secara bertahap petani juga akan diperkenalkan dengan pasar VCO dan
minyak kelapa dalam kemasan yang akan dicapai pada akhir kegiatan.

34
IV. KESIMPULAN

1. Berdasarkan kondisi ekonomi, sosial, budaya masyarakat petani miskin di
Desa Lero Tatari dan Desa Lora diketahui bahwa paket teknologi
pengolahan minyak kelapa yang dapat diterapkan terdiri atas minyak kelapa
bermutu dan VCO yang potensial menjadi paket teknologi perbaikan
pengolahan minyak makan.
2. Berdasarkan teknologi yang diujiterapkan di pengarajin diketahui bahwa
teknologi perbaikan minyak kelapa khususnya minyak makan adalah
metode cuka. Metode cuka untuk pembuatan minyak kelapa bermutu masih
memerlukan perbaikan khususnya pada rendemen yang dihasilkan.
Pengujian metode cuka lebih lanjut untuk memperoleh produk siap jual dan
terkemas baik sehingga pasaran minyak terbuka dan memberikan
peningkatan pendapatan bagi petani.
3. Berdasarkan teknologi yang diterapkan khusunya dalam pengolahan VCO
(minyak kelapa murni) diketahui bahwa metode pemanasan bertahap,
metode sentrifus dan metode cuka dapat menghasilkan VCO dengan mutu
baik. Walaupun dalam penerapannya metode cuka dinilai layak dan
direspon dengan baik oleh pengrajin. Metode sentrifuse kurang dapat
diterapkan dikarenakan membutuhkan listrik dan dana yang besar untuk
membeli alatnya. Sedangkan metode pemanasan bertahap tidak efisien
dalam pemasakan baik waktu dan energi.
4. Telah terbentuk cikal bakal lembaga usaha bersama dalam bentuk unit usaha
dan kelompok tani yang dapat menerapkan teknologi pengolahan kelapa
terpadu skala rumah tangga.



35
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, A. N. 2005. Virgin Coconut Oil Minyak, Penakluk Aneka Penyakit,
AgroMedia Pustaka, J akarta

BPS. 2005. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2005, Biro Pusat Statistik (BPS).
J akarta

Fadlana M. H., 2006. Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Cara Ekstraksi Virgin Coconut Oil
(VCO) Terhadap Mutu Minyak Yang dihasilkan Selama Penyimpanan. Skripsi
Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor

Grimwood, B.E. 1975. Coconut palm products; their processing in developing countries
dalam Lay A. dan S. Karouw. Pengolahan Minyak Kelapa dari Kopra Putih.
Konferensi Nasional Kelapa VI. Gorontalo, 16-18 Mei 2006. Badang Litbang
Pertanian. Bogor.

Hagenmaier, H. 1977. Coconut aqueous processing. University of San Carlos, Cebu City,
Philippines.

Ibrahim, M.A. 1989. Pola penerapan teknologi dalam peningkatan produksi dan pemerataan
pembangunan. BPP-Teknologi, J akarta.

Ketaren S., 1986. Teknologi Minyak Lemak. Universitas Indonesia-Press (UI-Press),
J akarta

Nambiar, T.V.P. 1984. Maximizing the utility by an integrated process for large
production of protein, flour, coconut honey, oil fresh coconut kernel and shell by
products such as fibre, carbon, and chemical from husk, and shell carbon, shell
chemical, cooking gas from shell. dalam Lay A. dan H. Novarianto. Arang Briket
Kelapa Sebagai Sumber Energi Terbarukan. Konferensi Nasional Kelapa VI.
Gorontalo, 16-18 Mei 2006. Badang Litbang Pertanian. Bogor.

Rindengan, Barlina, dan S. Karouw. 2001. Pengolahan Minyak Kelapa Murni Skala
Pedesaan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Agribisnis
Berbasis Sumberdaya Lokal dan Teknologi Ramah Lingkungan. 26 27
November 2001 di Manado. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian, Badan Litbang Pertanian.

Rindengan, Barlina dan Hengky Novarianto. 2004. Pembuatan dan Pemanfaatan Minyak
Kelapa Murni. Penebar Swadaya, J akarta.


Saragih, B. 2002. Peranan teknologi tepat guna dalam pengembangan sistem agribisnis
kerakyatan dan berkelanjutan. Analisis kebijaksaan: Pendekatan pembangunan dan
kebijaksanaan pengembangan agribisnis dalam Lay A. dan H. Novarianto. Arang
36
Briket Kelapa Sebagai Sumber Energi Terbarukan. Konferensi Nasional Kelapa VI.
Gorontalo, 16-18 Mei 2006. Badang Litbang Pertanian. Bogor.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia-Press (UI-Press), J akarta.

Ulrich, K.T. dan S.D. Eppinger. 2001. Product design and development (Perancangan dan
pengembangan produk) dalam Lay A. dan H. Novarianto. Arang Briket Kelapa
Sebagai Sumber Energi Terbarukan. Konferensi Nasional Kelapa VI. Gorontalo,
16-18 Mei 2006. Badang Litbang Pertanian. Bogor.






37


Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: REND10
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Eta
Squared
Corrected Model 2673739.011 5 534747.802 12.885 .000 .843
Intercept 14782351.262 1 14782351.262 356.190 .000 .967
J ENIS 2673739.011 5 534747.802 12.885 .000 .843
Error 498015.445 12 41501.287
Total 17954105.719 18
Corrected Total 3171754.456 17
a R Squared =.843 (Adjusted R Squared =.778)

REND10
Subset
J ENIS
N
1 2
Tukey HSD mkb 3 563.3333
cuka 3 570.0000
mkcuka 3 706.6667
sentrif 3 726.6667
cpl 3 1315.6767
cplt 3 1555.0000
Sig. .915 .705
Duncan mkb 3 563.3333
cuka 3 570.0000
mkcuka 3 706.6667
sentrif 3 726.6667
cpl 3 1315.6767
cplt 3 1555.0000
Sig. .380 .176
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) =41501.287.
a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
b Alpha =.05.

Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: KRIM
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Eta
Squared
Corrected Model 608007.031 5 121601.406 1.156 .385 .325
Intercept 76274506.243 1 76274506.243724.818 .000 .984
J ENIS 608007.031 5 121601.406 1.156 .385 .325
Error 1262792.047 12 105232.671
Total 78145305.321 18
Corrected Total 1870799.078 17
a R Squared =.325 (Adjusted R Squared =.044)

38
KRIM
Subset


J ENIS
N
1
Tukey
HSD
mkb 3 1795.6667
cpl 3 1879.6300
sentrif 3 2011.6667
mkcuka 3 2158.0000
cuka 3 2170.0000
cplt 3 2336.1100
Sig. .376
Duncan mkb 3 1795.6667
cpl 3 1879.6300
sentrif 3 2011.6667
mkcuka 3 2158.0000
cuka 3 2170.0000
cplt 3 2336.1100
Sig. .090
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) =105232.671.
a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
b Alpha =.05.






39
Lampiran 3.
40

You might also like