You are on page 1of 13

1

Peran Paru dalam Mekanisme


Pernapasan
Aprianus Musa Dopong(102011156)
Kelompok A2
Email: chompz99@gmail.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna no. 6, Jakarta 11510

Pendahuluan
Paru adalah salah satu organ vital yang bertugas mensuplai oksigen (O
2
) ke setiap sel
tubuh supaya terus hidup dan menjalankan fungsinya dengan baik serta bertanggung jawab
dalam pengeluaran zat karbondioksida (CO
2
) yang merupakan sisa metabolisme melalui
proses pernapasan atau respirasi. Paru berbeda dengan organ vital lain dalam tubuh karena
jaringannya halus dan berhubungan langsung dengan lingkungan luar. Apa pun yang kita
hirup dapat mempengaruhi kesehatan paru. Virus, bakteri, jamur asap tembakau dan zat-zat
berbahaya lain dapat menyebabkan kerusakan pada saluran napas dan sel paru sehingga
mengancam kemampuannya untuk bekerja dengan baik. Paru sehat (orang dewasa) rata-rata
membutuhkan 15 sampai 20 kali napas tiap menit dan lebih dari 20.000 napas sehari
Sistem pernafasan dibagi atas dua bagian yaitu bagian konduksi yag menyalurkan udara
dan bagian respirasi sebagai tempat pertukaran gas. Sistem pernafasan dimulai dari hidung
sampai alveolus.
Tujuan
Mampu mengetahui struktur paru-paru makroskopis dan mikroskopis
Mampu mengetahui mekanisme pernafasan
Mampu mengetahui kapasitas dan volume paru-paru
Mampu mengetahui difusi dan transfor O
2
dan CO
2



2

Isi
a. Struktur Makroskopis Paru-Paru
1. Thorax (Dada)
Merupakan bagian superior batang badan antara leher dan perut. Mempunyai bentuk
kerucut yang terpacung horizontal. Di dalam thorax ini terkandung rongga thorax.
Rongga thorax memilki akses masuk ke dalam lewat pintu atas dan pintu bawah thorax.
Rongga thorax yang dibatasi oleh dinding thorax dan difragma ini terbagi menjadi tiga
kompartemen utama yakni cavum pleurae (rongga pleura) kanan dan kiri yang masing-
masing mengelilingi sebuah paru dan mediastinum.
1

Dinding thorax terdiri atas muskuloskeletal (tangka dan oto-otot) yakni di sebelah
dorsal dibentuk oleh deretan vertikal 12 buah vertebra thoracal dan discus intervertebrale
yang letak di antara masing-masing vertebra thoracal tersebut. Pada masing-masing sisi,
di sebelah lateral dibentuk dan dibatasi leh 12 iga dan tiga lapis otot tipis yang
membentang pada sela iga yang berdekatan. Di sebelah anterior dibatasi oleh sternum.
Manubrium sterni dan corpus sterni membentuk sudut yang dikenal sebagai angulus
sterni.
1

Diafragma merupakan jaringan musculofibrosa yang berbentuk dua belah kubah, di
antara rongga thorax dan rongga perut. Tempat lekat diafragma meliputi processus
xiphoideus, ujung-ujung sternal iga dan tulang rawan iga 7-12, dan processus transversus
V L 1 dan corpus vertebra lumbal atas; perlekatannya pada daerah lumbal ini berlangsung
melalui perantaraan ligg. Arcualtum mediale dan lateral serta crura diapramatica.
1

2. Pleura (Selaput Dada)
Merupakan selaput serosa yang membentuk sebuah kantong tertutup yang
terinvaginasi oleh paru. Bagian pelura yang melekat pada permukaan paru dan fissura-
fissura interlobularis paru disebut pleura visceralis atau pleura pulmonalis. Pleura yang
melapisi permukaan dalam separuh dinding thorax, menutupi sebagian besar diphragma
dan struktur-struktur yang menempati daerah tengah thorax disebut pleura parietalis.
1

Pleura pulmonalis dan pleura parietalis saling berkesinambungan di sekitar struktur
hilus. Ruang potensial antara pleura parietalis dan pleura pulmonalis disebut rongga
pleura. Di antara kedua rongga pleura disebut mediastinum (ruang interpleura). Pleura
parietalis dibedakan atas pleura costovertebralis (costalis), pleura diaphargmatica, pleura
3

cervicalis (cupula pleurae) dan pleura medistinalis. Pleura costalis berhubungan dengan
iga dan selaiga-selaiga. Pleura diphragmatica menutupi sebagian besar permukaan atas
masing-masing belah diapragma. Pleura cervicalis berada di atas apex pulmonis. Pleura
mediatinalis adalah batas lateral mediastinum.
1

Paru-paru tidak mengisi cavum pleurae dengan sempurna. Ini menimbulkan
recessus/sinus di sepanjang lipatan pleura, di mana lapisan-lapisan pleura parietalis saling
berhadapan dan terpisah. Dikenal dua recessus yaitu recessus costomediastinalis dan
recessus costodiphragmaticus. Recessus costomediastinalis terdapat di sebelah anterior (
di dorsal sternum dan tulang-tulang rawan iga); terdapat pada masing-masing sisi cavum
pleurae, di mana pleura costalis berhadapan dengan pleura mediastinalis. Recessus
costomediastinalis terbesar berada pada sisi medial cavum pleurae kiri yang menutupi
jantung. Recessus costodiaphragmaticus merupakan recessus terbesar dans ecara klinik
paling penting. Recessus ini terdapat pada masing-masing cavum pleurae, dibatasi oleh
pleura costalis dan pleura diaphragmaticus, pada daerah antara margo inferior paru dan
tepi inferior cavum pleurae. Recessus ini paling dalam setelah ekspirasi paksaandan
menjadi paling dangkal setelah inspirasi paksaan.
1

3. Pulmo (Paru)
Terletak bebbas di dalam cavum pleurae. Kedua paru saling terpisah oleh jantung
dan mediastinum lainnya, kecuali struktur-struktur yang melintasi hilus pulmonis. Paru
berupa spons, mengapung dalam air, sangat elastik dan berekspritasi bila diraba, karena
ada udara di dalam alveoli.
1

Paru memiliki apex (puncak), basis, tiga tepi dan dua permukaan. Bentuk paru
menyerupai separuh kerucut. Normal paru kanan sedikit lebih besar daripada paru kiri,
karena mediastinum medius yang berisi jantung, menonjol ke arah kiri daripada ke arah
kanan.
1

Apex berkontak dengan pleura cervicalis (cupula pleurae). Sebelah posterior apex
terdapat ganglion simpatis cervicothoracale. Basis paru berbentuk semiulnar dan konkaf,
terbaring pada permukaan superior diapragma, yang memisahkan paru kanan dari lobus
dexter hepatis dan paru kiri dari lobus sinister hepatis, fundus ventriculi/lambung dan
limpa. Di sebelah posterolateral, basis memiliki tepi yang tajam, yang diadaptasikan bagi
recessus costodiapragmaticus. Permukaan costalis tampak konveks, dipisahkan dari
4

dinding thorax (iga-iga dan selaiga-selaiga) oleh pleura costalis. Permukaan ini
memperlihatkan alur-alur yang sesuai dengan iga-iga yang menutupinya.
1

Akar paru yang menghubungkan permukaan medial paru menuju jantung dan
trachea pada mediastinum, dibentuk oleh sekelompok strukur pipa pendek yang
memasuki atau meninggalkan hilus pulomonalis. Hilus pulmonis teletak setingi vertebra
thoracal 5-7. Pada facies mediastinalis paru kanan, impressio cardiaca berbatasan dengan
permukaan anteriora auricula dextra, permukaan anterolateral atrium dextrum dan
sebagian permukaan anterior ventriculus dexter. Pada facies mediastinalis paru kiri,
imperssio cardiaca berbatasan dengan permukaan anterior dan kiri ventriculus sinister,
auricula sinistrum, bagian anterior infundibulum dan sebagian ventriculus dextrum. Alur
yang naik di ventral hilus mengakomodasikan trunkus pulmonalis.
1

Tepi inferior paru tipis, memisahkan basis dari permukaan costal dan membentang
ke dalam recessus costodiaphragmaticus; ke arah medial tepi inferior ini memisahkan
basis dari permukaan mediastinal.
1

Tepi posterior merupakan pembatas yang tumpul antara permukaan-permukaan
costal dan mediastinalis bagian vertebral (posterior); sedangkan tepi anterirornya tipis dan
tajam, bertumpang tindih dengan pericardium; memisahkan permukaan costal dari
permukaan mediastinalis bagian anterior.
1

Paru kiri dibagi menjadi lobus-lobus superior dan inferior oleh fissura obliqua.
Lobus superior berada di sebelah anterosuperior terhadap fissura ini. Dekat ujung bawah
tepi anerior lobus superior ini terdapat incisura cardiaca, karena dari arah mediastinum
medius jantung berproyeksi ke dalam cavum pleurae kiri. Biasanya ujung bawah incisura
cardiaca lobus superior ini memiliki sebuah taju kecil, yakni lingula. Lobus inferior yang
lebih besar berada postero-inferior terhadap fissura obliqua tersebut.
1

Paru kanan terbagi menjadi lobus superior, medius, dan inferior oleh dua fissura.
Fissura obliqua memisahkan lobus inferior dari lobus medius dan lobus superior. Pada
tepi psterior, fissura ini mulai setinggi vertebra thoracal 4 atau sedikit lebih rendah.
Fissura horizontal yang pendek memisahkan lobus superior dan lobus medius.
Setinggi discus intervertebrale T 4/5 trachea bercabang menjadi bronchus
primer/pricipalis dexter dan sinister. Bronchus principalis dexter lebih lebar, lebih pendek
dan lebih vertikal daripada yang kiri. Bronchus sekunder (lobaris) lobus superior kanan,
5

sebagai cabang pertama bronchus principalis, berada di sebelah posterosuperiorterhadap
A. Pulmonalis kanan.
1

Bronchus lobus superior kanan berpangkal dari aspek laterla bronchus principalis
dan melintas ke arah superolateral untuk memasuki hilus. Bronchus lobus medius
mempercabangkan dua bronchus segmentorum. Bronchus lobus inferior kanan
merupakan lanjutan bronchus principalis di sebelah caudal pangkal bronchus lobus
medius. Sedikit di sebelah caudal terhadap pangkalnya, bronchus lobus inferior tersebut
mempercabangkan lima bronchus segmentorum. Bronchus principalis sinister bercabang
menjadi bronchus-bronchus sekunder (lobaris) lobus superior dan inferior.
Bronchus sekunder lobus superior kiri berasal dari aspek anterolateral bronchus
principalis sinister, melengkung ke lateral dan bercabang menjadi empat bronchus
segmentorum. Bronchus sekunder lobus inferior kiri turun posterolateral sejauh 1 cm dan
selanjutnya memberikan empat cabang bronchus segmentorum.
1

Masing-masing bronchus segmentorum/tertier bercabang-cabang di dalam sebuah
unit jaringan paru yang disebut segmen bronchopulmonalis. Dengan demikian, sebuah
segmen bronchopulmonalis adalah daerah/unit jaringan paru terkecil yang terpisah, bebas
secara fungsional, dapat diisolasi dan diangkat tanpa melibatkan daerah/segmen jaringan
paru sekitar. Masing-masing bronchopulmonalis berbentuk sebuah kerucut/pyramid tak
beraturan dengan puncak pada pangkal bronchus segmentorum terebut (menghadap radix
pulmonis) dan basisnya terproyeksi ke arah perifer pada permukaan paru.
Selanjutnya, masing-masing bronchi segmentorum ini meberikan 20 sampai 25
generasi percabangan dan akhirnya menjadi bronchiolus terminalis. Masing-masing
bronchiolus terminalis mempercabangkan banyak generasi bronchiolus respirasi dan
masing-masing bronchiolus respirasi mempercabangkan 2-11 ductus alveolaris. Masing-
masing ductus alveolaris memberikan 5-6 saccus alveolaris. Alveolus paru merupakan
unit dasar pertukaran gas di dalam paru.
1

b. Struktur Mikroskopis Paru-Paru
1. Bronkus
Trakea bercabang menjadi 2 bronkus primer yang memasuki paru di hilus.
2

Bronkus terdiri atas 2 yaitu bronkus ekstrapulmonal dan bronkus intrapulmonal. Bronkus
ekstrapulmonal sama dengan trakea tapi diamternya lebih kecil. Bronkus intrapulmonal
memiliki mukosa membentuk lipatan longitudinal. Dilapisi oleh epitel bertingkat torak
6

bersilia besel goblet dan membran basalisnya jelas. Pada lamina propianya terdapat
jaringan ikat jarang, serat elastis dan muskulus poros spiral, noduli limfatisi, dan kelenjar
bronkialis menjadi kelenjar campur. Bentuknya sferis dan tulang rawan tidak beraturan
serta susunan muskulus seperti spiral.
2

2. Bronkiolus
Bronkiolus tidak memilki tulang rawan dan dilapisi oleh epitel selapis torak bersilia
dan ada yang bersel goblet dan tidak. Pada lamina propianya tipis, memiliki serat elastin,
otot polos relatif lebih banyak daripada jaringan ikat, dan tidak memilki kelenjar dan
noduli limfatisi. Terdapat dua bronkiolus yaitu bronkiolus terminalis dan bronkiolus
respiratorius.
3

Pada bronkiolus terminalis dilapisi oleh epitel selapis torak rendah dan di antara sel
ini terdapat sel clara yang memilki mikrovili dan bergranula kasar. Lamina propia sangat
tipis dan serat elastin serta tidak memilki kelenjar. Pada lapisannya luarnya tesusun atas
serat kolagen, serat elastin, pembuluh darah, limfe dan saraf.
4

Bronkiolus respiratorius merupakan bagian atara konduksi dan bagian respirasi.
Dilapisi epitel torak rendah/ epitel selapis kubis. Di antara sel kubis terdapat sel clara,
berbentuk kubah, tak bersilisa, bagian puncak yang menonjol ke lumen, fungsinya diduga
iktu berperan terhadap pembentukan cairan bronkiolar yang mengandung protein,
glikoprotein, dan kolesterol. Lamina propianya tersusun dari serat kolagen, serat elastin,
dan otot polos terputus-putus.
1

3. Duktus alveolaris
Duktus alveolaris berdinding tipis, sebagian besar terdiri dari alveoli dan dikelilingi
sakus alveolaris. Di mulut alveolus dilapisi epitel selapis gepeng (sel alveolar tipe I).
Terdapat jaringan ikat elastin, serat kolagen, berotot polos ataupun tidak sebagai titik-titik
kecil. Terbuka ke atrium yaitu ruangan yang menghubungkan sakus alveolaris.
4

4. Sakus alveolaris
Merupakan kantong yang dibentuk oleh beberapa alveoli. Terdapat serat elastin dan
serat retikulin yang melingkari muara sakus alveoli dan sudah tidak punya otot polos.
4

5. Alveolus
Merupakan kantong kecil yang terdiri dari selpis sel seperti sarang tawon. Pada
alveolus terjadi pertukaran gas yaitu O
2
dan CO
2
antara udara dan darah. Di sekitar
alveoli terdapat serat elastin yang akan melebar pada saat inspirasi dan menciut pada saat
ekspirasi dan serat kolagen yang mencegah regangan yang berlebihan sehingga kapiler
dan septum intra-alveolaris tidak rusak.
3

7

Alveolus dilapisi oleh epitel selapis gepeng. Pada dinding alveolus terdapat lubang-
lubang kecil berbentuk bulat/lonjong disebut poros/stigma alveolaris. Stigma ini penting
apabila terjadi sumbatan di salah satu cabang btonkus/bronkiolus karena udara dapat
mengalir dari alveolus satu ke alveolus lain.
3

Sel-sel dinding alvelus terdiri atas 4 yaitu sel aveolar tipe I/ pneumosit tipe I, sel
alveolar tipe II/pneumosit tipe II, sel alveolar fagosit, dan sel kapiler endotel. Sel
pneumosit tipe I mempunyai inti yang gepeng, sitoplasma tipis mengelilingi seluruh
dinding alveol dan mempunyai membrana basalis yang memisahkan sel ini dengan sel
endotel kapiler.
3

Sel pneumosit tipe II mempunyai inti subis, sering menonjol ke lumen dan
sitoplasmanya mengandung multilameral bodies, zat ini dilepas ke permukaan sel,
sebagai surfaktan untuk menjaga agar permukaan alveoli tidak kolaps pada akhir
ekspirasi (dengan menurunkan tegangan permukaan).
4

Sel alveolar fagosit disebut juga sel debu/dust cell dan memiliki inti bulat. Selain
pada dinding alveoli terdapat juga pada lumen alveolus. Berasal dari monosit darah. Sel
ini berkerja memfagosit debu mikroorganisme dan benda asing yang terdapat dalam
alveoli yang ikut saat inspirasi. Sel endotel kapiler melpisi kapiler darah dan mempunyai
inti gepeng dan kromatin inti halus.
4

c. Mekanisme Pernapasan
Udara mengalir masuk dan keluar paru selama proses pernafasan dengan mengikuti
penurunan gradien tekanan yang berubah berselang seling antara alveolus dan atmosfer
akibat siklik otot-oto pernafasan. Terdapat tiga tekanan berbeda yang penting pada
ventilasi antara lain tekanan atmosfer, intra-alveolus dan intrapleura.
5

Tekanan atmosfer (barometrik) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di
atmosfer terhadap benda-benda di permukaan bumi. Tekanan intra-alveolus yang dikenal
juga sebagai tekanan intrapulmonalis adalah tekanan di dalam alveolus. Tekanan
intrapleura adalah tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini juga dikenal sebagai
tekanan intratoraks, yaitu tekanan yang terjadi di luar paru dalam rongga toraks.
5

Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan
volume intratorakal. Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan proses pasif yang
tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratorakal. Namun, pada
awal ekspirasi masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi. Kontraksi ini berfungsi
sebagai peredam daya rekoil paru dan memperlambat ekspirasi.
6

8

Sebelum inspirasi dimulai, otot-otot pernafasan melemas, tidak ada udara yang
mengalir; dan tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Pada awitan
inspirasi, otot-otot inspirasi yaitu diafragma dan otot antar iga eksternal terangsang untuk
berkontraksi sehingga terjadi pembesaran rongga rongga toraks. Otot inspirasi utama
adalah diafragma, suatu lembaran otot rangka yang membentuk dasar rongga toraks dan
dipersarafi oleh saraf prenikus. Diafragma yang melemas berbentuk kubah yang menonjol
ke atas ke dalam rongga toraks. Sewaktu berkontraksi karena stimulasi saraf frenikus,
diafragma bergerak ke bawah dan memperbesar volume rongga toraks dengan menambah
panjang vertikalnya. Dinding abdomen, jika melemas, dapat terlihat menonjol ke depan
sewaktu inspirasi karena diafragma yang turun mendorong isi abdomen ke bawah dan ke
depan.
6

Pada saat rongga toraks mengembang, paru juga dipaksa mengembang untuk
mengisi rongga toraks yang membesar. Sewaktu paru mengembang, tekanan intra-
alveolus menurun karena molekul dalam jumlah yang sama kini menempati volume paru
yang lebih besar. Karena sekarang tekanan intra-alveolus sekarang lebih rendah daripada
tekanan atmosfer, udara mengalir masuk ke paru mengikuti penururnan gradien tekanan
dari tekanan tinggi ke rendah. Udara terus mengalir dalam paru sampai tidaka lagi
terdapat gradien yaitu sampai tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan atmosfer.
Dengan demikian, pengembangan paru bukan disebabkan oleh perpindahan udara ke
dalam paru; melainkan udara mengalir ke dalam paru karena turunnya tekanan intra-
alveolus akibat paru yang mengembang.
6

Inspirasi yang lebih dalam dapat dilakukan dengan menkontraksikan difragma dan
otot antariga eksternal secara lebih kuat dengan mengaktifkan otot-otot insiprasi
tambahan untuk semakin memperbesar rongga toraks. Kontraksi otot-otot tambahan ini,
yang terletak di leher, mengangkat sternum dan dua iga pertama, memperbesar bagian
atas rongga toraks. Pada saat rongga toraks semakin memperbesar volumenya
dibandingkan keadaan istirahat, paru juga semakin membesar sehingga tekanan inta-
alveolus semakin turun. Akibatnya, terjadi peningkatan aliran udara masuk paru sebelum
terjadi keseimbangan dengan tekanan atmosfer yaitu pernafasan menjadi lebih dalam.
6

Pada akhir inspirasi, otot-otot inspirasi melemas. Saat melemas, diafragma kembali
ke bentuknya seperti kubah; sewaktu otot antar iga ekspernal melemas, sangkar iga yang
terangkat turun karena adanya sifat elastik. Sewaktu paru menciut berkurang volumenya,
tekanan intra-alveolus meningkat, karena jumlah molekul udara yanglebih besar yang
terkandung di dalam volume paru yang besar pada akhir inspirasi sekarang terkompresi
9

ke dalam volume yang lebih kecil. Pada ekspirasi istirahat, tekanan intra- alveolus
meningkat. Udara sekarang keluar paru mngikuti penurunan gradien tekanan dari tekanan
intra-alveolus yang tinggi ke tekanan atmosfer yang lebih rendah. Aliran keluar udara
berhenti jika tekanan intra-alveolus menjadi sama dengan tekanan atmosfer dan tidak lagi
terdapat gradien tekanan.
5

Dalam keadaan normal, ekspirasi adalah suatu proses pasif karena terjadi akibat
penciutan elastik paru saat otot-otot inspirasi melemas tanpa memerlukan kontraksi otot
atau pengeluaran energi. Sebaliknya, insiprasi selalu aktif, karena hanya ditimbulkan oleh
kontraksi otot-otot inspirasi dan menggunakan energi.
5

Untuk melakukan ekspirasi aktif atau paksa, otot ekspirasi harus berkontraksi untuk
semakin mengurangi volume rongga dada toraks dan paru. Otot ekspirasi terpenting
adalah otot-otot di dalam dinding abdomen. Sewaktu otot-otot abdomen ini berkontraksi,
terjadi peningkatan tekana intra-abdomen yang menimbulkan gaya ke atas pada
diafragma, mengakibatkan diafragma semakin terangkat ke rongga toraks dibandingkan
dengan posisi istirahatnya, sehingga semakin meperkecil ukuran vertikal ronga toraks.
Otot-otot ekspirasi lain adalah otot antariga internal, yang kontraksinya menarik iga-iga
ke bawah dan ke dalam, meratakan dinding dada dan semakin memperkecil ukuran
rongga dada toraks; aksi otot-otot ini berlawanan dengan aksi otot antar iga eksternal.
5

Sewaktu kontraksi aktif, otot-otot ekspirasi semakin mengurangi volume rongga
toraks, volume paru juga semakin berkurang karena paru tidak harus teregang banyak
untuk mengisi volume rongg toraks yang lebih kecil yaitu paru diperbolehkan menciut
lebih kecil. Tekanan intra-alveolus menjadi semakin meningkat karena udara di dalam
paru ditempatkan di dalam volume yang lebih kecil. Perbedaan natara tekana natara intra-
alveolus dan atmosfer menjadi semakin besar dibandingkan saat eksprasi pasif sehingga
lebih banyak udara keluar mengikuti penurunan gradien tekanan sebelum keseimbangan
tercapai. Dengan cara ini, paru mengalami pengosongan lebih sempurna selama ekspirasi
aktif paksa dibandingkan selama ekspirasi pasif tenang.
5

d. Kapasitas dan Volume Paru
Suatu metode sederhana untuk mempelajari pertukaran udara paru-paru adalah
mancatat volume udara yang bergerak ke dalam dan ke luar paru-paru disebut spirometer.
Sebuah alat spirometer terdiri dari sebuah silinder yang berada dalam sebuah ruangan
berisi air yang keseimbangannya dapat diatur melalui suatu pemberat. Dalam selinder
terdapat campuran udara pernafasan biasanya udara atau O2, suatu tabung yang
menghubungkan mulut dengan ruang udara. Karena nafas masuk dan ke luar ruang udara
10

maka silinder terangkat/naik dan turun, dan suatu grafik akan terlihat pada kertas yang
terdapat pada silinder yang berputar. Untuk memudahkan menjelaskan berbagai kejadian
pertukaran udara paru-paru maka udara dalam paru-paru telah dibagi menjadi 4 volume
dan 4 kapasitas.
6

Volume paru-paru bagian kiri terdiri atas 4 volume yang berbeda dan bila
dijumlahkan semuanya sama dengan volume maksimum paru-paru yang masih dapat
diharapkan. Arti penting dari masing-masing volume tersebut adalah sebagai berikut:
6

Volume tidal (TV)
Volume udara pada waktu inspirasi atau ekspirasi normal, dan volumenya kira-
kira 500 ml.
Volume cadangan inspirasi (IRV)
Volume ekstra udara yang masih dapat dihirup setelah inspirasi normal sebagai
volume udara tambahan terhadap volume volume tidal, dan biasanya volume
udara itu kira-kira 3000 ml.
Volume cadangan ekspirasi (ERV)
Jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan dengan berekspirasi sekuat-kuatnya
(maksimum) pada saat akhir ekspirasi normal, biasanya volume ini kira-kira
1100 ml.
Volume residu (RV)
Volume udara yang masih tinggal di dalam paru-paru setelah melakukan
respirasi maksimum. Volume residu ini rata-rata 1200 ml.
Kapasitas paru-paru dalam siklus paru-paru kadang-kadang perlu
mempertimbangkan 2 atau lebih volume udara tersebut di atas secara bersama-sama.
Penggabungan ini disebut kapasitas paru-paru. Kapasitas paru-paru berbeda-beda dapat
dijelaskan sebagai berikut ini:
6

Kapasitas inspirasi (IC)
Ini adalah sejumlah udara (kira-kira 3500 ml) yang berarti seseorang bernafas
mulai dengan tingkat ekspirasi normal dan memperbesar paru-parunya hingga
maksimum.





IC = TV + IRV
11

Kapasitas residu fungsional (FRC)
Ini adalah sejumlah udara yang tinggal dalam paru-paru pada akhir ekspirasi
normal (kira-kira 2300 ml).


Kapasitas vital (VC)
Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan dari paru-paru
setelah ekspirasi dan dilanjutkan dengan ekspirasi maksimum.


Kapasita total paru-paru (TLC)
Volume maksimum paru-paru yang masih dapat diperbesar dengan inspirasi
sekuat mungkin (kira-kira 5800 ml).


e. Difusi dan transport O
2
dan CO
2

1. Difusi O
2
dan CO
2

Proses difusi merupakan proses masuknya molekul gas ke dalam cairan. Faktor
yang terpenting yang menyebabkan difusi gas adalah tekanan parsial alveoli dan darah.
4

Oksigen terus menerus berdifusi dari udara dalam alveoli ke dalam aliran darah dan
karbondioksida terus menerus berdifusi dari darah dalam alveoli. Pada keadaan seimbang,
udara inspirasi bercampur dengan udara alveolus, menggantikan O
2
yang telah masuk ke
dalam darah dan mengencerkan CO
2
yang telah memasuki alveoli. Sebagian udara
campuran ini akan dikeluarkan. Kandungan O
2
udara alveolus akan menurun dan
kandungan CO
2
nya meningkat sampai inspirasi berikutnya.
4

Gas berdifusi dari alveoli ke dalam darah kapiler paru atau sebaliknya melintasi
membran alveolus kapiler yang tipis yang dibentuk oleh epitel pulmonal, endotel kapiler
serta membran basalis masing-masing yang berfusi.
6

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan proses difusi adalah perbedaan
tekanan parsial gas dan tekanan gas (dalam cairan), luas penampang, panjang jarak yang
harus ditempuh molekul-molekul gas dan daya larut gas.
4
Kapasitas difusi paru untuk
suatu gas berbanding lurus dengan luas membran alveolus-kapiler dan berbanding
terbalik dengan tebal membran.
6

FRC = ERV + RV
VC = IRV + TV + ERV
TLC = IRV + TV + ERV + RV
12

P O
2
udara alveolus normal adalah 100 mmHg dan P O
2
darah yang memasuki
kapiler paruh adalah 40 mmHg. Seperti halnya CO, kapasitas difusi O
2
pada keadaan
istirahat adalah 25 mL/menit/ mmHg dan P O
2
dalam darah meningkat mencapai 97
mmHg, nilai yang sedikit lebih rendah daripada P O
2
alveolus. Nilai ini berkurang
menjadi 95 mmHg di dalam aorta akibat adanya pintas fisiologis.
6

P CO
2
darah vena adalah 46 mmHg, sedangkan dalam udara alveolus dalah 40
mmHg, sehingga CO
2
berdifusi dari darah ke dalam alveoli sesuai selisih tekanan
tersebut. P CO
2
darah yang meninggalkan paru adalah 40 mmHg. CO
2
mampu menembus
seluruh membran biologis dengan mudah, dan kapasitas difusi paru untuk CO
2
jauh lebih
besar dibandingkan O
2
.
6

2. Transpor O
2
dan CO
2

Oksigen yang diserap oleh arah di paru harus diangkut ke jaringan agar dapat
digunakan oleh sel-sel. Sebaliknya CO
2
yang diproduksi oleh sel-sel harus diangkut ke
paru-paru untuk dieleminasi.
5
Transport O
2
dan CO
2
teutama dilakukan di eritrosit sebab
mengandung Hb. Hb mengikat O
2
di kapiler paru dan dilepaskan di jaringan. Hb dapat
mengikat CO
2
yang diproduksi jaringan dan dilepaskan di paru.
Transport O
2
dalam bentuk larut sangat sedikit dan terikat secara kimiawi dengan
Hb. Tiap komponen Hb mengandung 1 atom zat besi (Fe). Hb dapat berubah bentuk
Oxygenated waktu mengikat O
2
dan membentuk Oksihemoglobin yaitu Hb + O
2

HbO
2
. Di kapiler jaringan Hb melepaskan O
2
(Deoksigenasi) menjadi Deoxygenated
(Deoksihemoglobin) yaitu HbO
2
Hb + O
2
.
Transport O
2
dalam arah dilakukan melaui 2 cara yaitu secara fisika maupun kimia.
Kelarutan O
2
dalam plasma darah adalah kecil karena perbedaan kepolaran antara gas dan
pelarutnya kecil. O
2
berdifusi dalam sel darah merah dan terikat secara kimiawi dengan
hemoglobin.
Disosiasi oksi Hb (pelepsan O
2
dari Hb) ditentukan oleh P O
2
dan medium
sekelilingnya. Disosiasi oksi Hb meningkat (Hb mudah melepaskan O
2
) bila pH menurun,
P CO
2
meninggi, suhu meninggi, konsentrasi 2,3 BPG meninggi dalam sel darah merah,
dan P O
2
menurun.
Pada transport CO
2
, CO
2
sebagai terlarut, daya larut CO
2
lebih besar dari O
2
, tiap ml
darah hanya dapat membebaskan 0,3 CO
2
dalam bentuk terlarut. CO
2
merupakan hasil
respirasi selular. Di sel jaringan tekanan CO
2
tinggi sehingga terjadi difusi CO
2
ke
pembuluh darah kapiler dan diangkut melalui 2 cara yaitu fisika dan kimia. Dengan cara
fisika, CO
2
diangkut oleh plasma darah (7%) karena kelarutan CO
2
dalam plasma darah
13

adalah 24 kali lebih besar daripada kelarutan O
2
. Dengan cara kimia, CO
2
berdifusi ke sel
darah merah dan diubah menjadi carbamino haemoglobin (HbCO
2
) dan ion bikarbonat
(70%). CO
2
terikat denga HB lebih kurang 23 % membentuk HbCO
2
. CO
2
berdifusi
dalam sel darah merah embentuk HCO
3
-
. Ion H
+
dinetralisir oleh Hb (daya buffer Hb)
menjadi HHb. Ion HCO
3
-
keluar dari sel darah merah menuju plasma diganti oleh ion Cl
-

(pergeseran klorida). Dalam plasma ion HCO
3
-
bertindak sebagai buffer untuk
mengontrol pH darah.
4

Kesimpulan
Pernafasan adalah pertukaran dua gas yaitu oksigen (O
2
) dan karbon dioksida (CO
2
).
Sistem pernafasan mencakup organ paru-paru dan saluran yang menghubungkan jaringan
paru dengan udara dari luar tubuh ke jaringan tubuh. Sistem pernafasan dilalui udara yang
dihirup yang mengandung O
2
yang penting untuk metabolisme dan mngeluarkan CO
2
dan
zat-zat lain yang merupakan hasil metabolisme tubuh.
Sistem pernafasan dibagi menjadi dua bagian yaitu konduksi yang menyalurkan udara
dan bagian respirasi sebagai tempat pertukaran gas.
Selain mengetahui sruktur makroskopis dan mikrokopis sistem pernafsan, juga dapat
mengetahui mekanisme pernafasan yang terjadi baik pada saat inspirasi maupun ekspirasi,
difusi dan transport gas baik O
2
dan CO
2
yang terjadi secara fisika maupun kimia serta
keseimbangan asam basa.
Daftar pustaka
1. Gunardi Santoso. Anatomi sistem pernafasan. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2007.
2. Janquiera LC, Carneioro J. Histologi dasar. Edisi 10. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC; 2007.
3. Bloom and Fawcet. Buku ajar histologi. Edisi 12. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC; 2003.
4. Gunardi Santoso, Wibawani Ninik, Tirtarahardja Hartati, Lumbanraja Sahala, Husin Elly,
Goenawan J, dkk. Respirasi 1. Jakarta: FK Ukrida. 2010.
5. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 2. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC; 2003.
6. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC; 2004.

You might also like