You are on page 1of 33

5

BAB II

KEBISINGAN

A. PENGERTIAN KEBISINGAN

Bunyi adalah perubahan tekanan yang dapat dideteksi oleh telinga atau kompresi
mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium, medium atau
zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat, gas.

Kebanyakan suara adalah merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi suara


murni secara teoritis dapat dijelaskan dengan kecepatan osilasi atau frekuensi yang
diukur dalam Hertz (Hz) dan amplitude atau kenyaringan bunyi dengan pengukuran
dalam desibel. Manusia mendengar bunyi saat gelombang bunyi, yaitu getaran udara atau
medium lain, sampai kegendang telinga manusia. Batas frekuensi bunyi yang dapat
didengar oleh telinga manusia kira-kira dari 20 Hz sampai 20 kHz pada amplitudo umum
dengan berbagai variasi dalam kurva responya. Suara diatas 20 kHz disebut ultrasonic
dan dibawah 20 Hz disebut infrasonik.

Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat
mengganggu kesehatan dan kenyamanan lingkungan yang dinyatakan dalam satuan
desibel (dB). Kebisingan juga dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak disukai, suara
yang mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan. Berdasarkan Kepmenaker,
kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat, proses
produksi yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan
pendengaran.

Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang bergetar.
Getaran sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul udara sekitarnya sehingga
molekul-molekul udara ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya
gelombang rambatan energi mekanis dalam medium udara menurut pola ramatan
6

longitudinal. Rambatan gelombang diudara ini dikenal sebagai suara atau bunyi
sedangkan dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan
kenyamanan dan kesehatan Jadi dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau
suara yang tidak dikehendaki dan dapat menggangu kesehatan, kenyamanan serta dapat
menimbulkan ketulian.

B. JENIS KEBISINGAN

Suara yang mengganggu atau kebisingan dapat dikelompokan secara umum dapat
kita kelompokan menjadi dua, yaitu berdasarkan sifat dan spectrum frekuensinya dan
berdasarkan pengaruh terhadap manusia.

Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi atas lima poin, yaitu:

1. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas.

Bising ini relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik
berturut-turut. Misalnya: mesin, kipas angin, dapur pijar, dengungan kulkas.

2. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit

Bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya mempunyai frekuensi tertentu saja
(pada frekuensi 500, 1000 dan 4000 Hz). Misalnya: gergaji serkuler, katup gas, uap
gas bocor.

3. Bising terputus-putus (intermitten).

Bising ini tidak terjadi secara terus menerus melainkan ada periode relatif tenang.
Misalnya: suara lalulintas, kebisingan dilapangan terbang, kebisingan mobil lewat,
kebisingan kereta api lewat.

4. Bising implusif

Bising jenis ini memilikli perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu
yang sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengaran. Misalnya: tembakan,
7

suara ledakan mercon, suara ledakan ban meletus, suara ledakan granat, suara
ledakan televisi konslet.

5. Bising implusif berulang

Sama seperti bising implusif yang memiliki tekanan suara melebihi 40 dB dalam
waktu yang sangat cepat namun kejadiannya berulang-ulang. Misalnya: mesin
tempa, mesin scrap.(suma’mur. P. K , 1996:58)

Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi atas:

1. Bising yang mengganggu (Irritating noise).

Merupakan bising yang mempunyai intensitas tidak terlalu keras, misalnya


mendengkur, bunyi kumbang saat makan kayu.

2. Bising yang menutupi (Masking noise)

Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas, secara tidak langsung
bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja , karena
teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.

3. Bising yang merusak (damaging/injurious noise)

Merupakan bunyi yang intensitasnya melampui Nilai Ambang Batas. Bunyi jenis
ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.

Tingkat kebisingan yang membahayakan daya dengar di tempat kerja tergantung pada
tingkat kebisingan tertentu dan berapa lama pekerja terpapar terhadap kebisingan setiap
hari. Tingkat kebisingan dapat diukur dengan alat ukur yang disebut "sound level meter".
Biasanya pengukuran dilakukan oleh orang yang telah terlatih atau pegawai pengawas
ketenagakerjaan yang dilengkapi dengan alat itu, dalam menjalankan fungsinya untuk
membantu manajer dan pekerja untuk melindungi mereka dari pengaruh yang merugikan
dari bising, bising dapat mengakibatkan:
8

1. Gangguan pendengaran
2. Gangguan komunikasi
3. Iritasi
4. Stres

Dalam undang-undang yang berlaku, para pimpinan perusahaan berkewajiban


melindungi para pekerjanya dan memperhatikan keselamatan dan kesehatan
kerjanya. Pimpinan perusahaan harus mengusahakan agar keadaan bising di tempat
kerja berada dalam batas-batas yang aman.

Ini dapat dilakukan dengan cara mengurangi sumber-sumber bising dan waktu
pemaparannya bagi pekerja. Jika bising tidak dapat dikurangi dari batas yang
diperbolehkan, maka pimpinan perusahaan harus menyediakan perlengkapan
perlindungan yang dilengkapi dengan informasi dan intruksi tentang bagaimana
penggunaannya bagi pekerja.

Kewajiban bagi pekerja:

1. pekerja dapat menilai kapasitas daya dengar diri bersama dengan


pekerja lain.
2. menggunakan alat pengendalian yang disediakan bersama-sama
dengan mesin-mesin yang ada atau terpasang di pabrik
3. melaporkan kerusakan alat pengendalian bising atau alat pelindung
telinga untuk diperbaiki atau diganti
4. mengenakan alat pelindung telinga di daerah-daerah bising

Para manager dapat berperan melalui:

1. menyusun kebijakan dan rancangan serta praktek-praktek managemen


2. mengadakan penilaian mengenai jumlah keseluruhan daerah yang bising.
3. melaksanakan penyelidikan tuntas mengenai pilihan pengendalian bising
4. meminimalisasi dampak negatif dari bising agar terjadi kemudahan dalam
operasi, akses pemeliharaan dan produktivitas.
9

Jika hal-hal tersebut dilaksanakan dengan baik, maka resiko kecelakaan kerja akan
menurun dan kesehatan pekerja pun tidak akan terganggu.

C. PENYEBAB KEBISINGAN

Banyak hal sebenarnya yang mengakibatkan akan terjadinya kebisingan,


mudahnya saja sebenrnya yang mengakibatkan adanya kebisingan adalah suara yang
keras dan tidak beraturan, namun penyebab adanya kebisingan dapat dilihat dari beberapa
factor yang terkait dengan kebisingan antara lain:

1. Frekuensi

Frekuensi adalah satuan getar yang dihasilkan dalam satuan waktu (detik) dengan
satuan Hz. Frekuensi yang dapat didengar manusia 20-20.000 Hz. Frekuensi
dibawah 20 Hz disebut Infra Sound sedangkan frekuensi diatas 20.000 Hz disebut
Ultra Sound. Suara percakapan manusia mempunyai rentang frekuensi 250 –
4.000 Hz. Umumnya suara percakapan manusia punya frekuensi sekitar 1.000 Hz.

2. Intensitas suara

Intensitas didefinisikan sebagai energi suara rata-rata yang ditransmisikan melalui


gelombang suara menuju arah perambatan dalam media. Mudahnya, intensitas
suara adalah seberapa banyak suara yang kita terima atau rutinitas telinga
menerima input dari sumber suara.

3. Amplitudo

Amplitudo adalah satuan kuantitas suara yang dihasilkan oleh sumber suara pada
arah tertentu. Dengan kata lain banyaknya suara yang diproduksi dari sumber
pada arah tertentu.
10

4. Kecepatan suara

Kecepatan suara adalah suatu kecepatan perpindahan perambatan udara per satuan
waktu.

5. Panjang gelombang

Panjang gelombang adalah jarak yang ditempuh oleh perambatan suara untuk satu
siklus.

6. Periode

Periode adalah waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus amplitudo, satuan
periode adalah detik.

7. Oktave band

Oktave band adalah kelompok-kelompok frekuensi tertentu dari suara yang dapat
di dengar dengan baik oleh manusia. Distribusi frekuensi-frekuensi puncak suara
meliputi Frekuensi : 31,5 Hz – 63 Hz – 125 Hz – 250 Hz – 500 Hz – 1000 Hz – 2
kHz – 4 kHz – 8 kHz – 16 kHz.

8. Frekuensi bandwidth

Frekuensi bandwidth dipergunakan untuk pengukuran suara di Indonesia.

9. Pure tune

Pure tone adalah gelombang suara yang terdiri yang terdiri hanya satu jenis
amplitudo dan satu jenis frekuensi

10. Loudness

Loudness adalah persepsi pendengaran terhadap suara pada amplitudo tertentu


satuannya Phon. 1 Phon setara 40 dB pada frekuensi 1000 Hz
11

11. Kekuatan suara

Kekuatan suara satuan dari total energi yang dipancarkan oleh suara per satuan
waktu.

12. Tekanan suara

Tekana suara adalah satuan daya tekanan suara per satuan

D. CARA MENGUKUR KEBISINGAN

Gb. 2.1. Alat ukur kebisingan

Setelah kita mengetahui apa itu kebisingan dan jenis-jenis kebisingan yang ada maka kita
perlu tahu bagaimana cara mengukur kebisingan. Sebenarnya maksud dari pengukuran
kebisingan itu ada dua yaitu:

1. Memperoleh data kebisingan dari perusahaan / dimana saja


2. Mengurangi tingkat kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan
gangguan.

Metode dalam mengukur kebisingan bisa dilakukan dengan alat maupun perhitungan,
penggunaan pengukuran dengan alat bisa dilakukan dengan tiga metode atau cara yang
dilakukan yaitu:
12

1. Pengukuran dengan titik sampling

Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi ambang batas hanya
pada satu atau beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk
mengevalusai kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana, misalnya
Kompresor/generator. Jarak pengukuran dari sumber harus dicantumkan, misal 3
meter dari ketinggian 1 meter. Selain itu juga harus diperhatikan arah mikrofon alat
pengukur yang digunakan.

2. Pengukuran dengan peta kontur

Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dalam mengukur


kebisingan, karena peta tersebut dapat menentukan gambar tentang kondisi
kebisingan dalam cakupan area. Pengukuran ini dilakukan dengan membuat gambar
isoplet pada kertas berskala yang sesuai dengan pengukuran yang dibuat. Biasanya
dibuat kode pewarnaan untuk menggambarkan keadaan kebisingan, warna hijau
untuk kebisingan dengan intensitas dibawah 85 dBA warna orange untuk tingkat
kebisingan yang tinggi diatas 90 dBA, warna kuning untuk kebisingan dengan
intensitas antara 85 – 90 dBA.

3. Pengukuran dengan Grid

Untuk mengukur dengan Grid adalah dengan membuat contoh data kebisingan pada
lokasi yang di inginkan. Titik–titik sampling harus dibuat dengan jarak interval
yang sama diseluruh lokasi. Jadi dalam pengukuran lokasi dibagi menjadi beberpa
kotak yang berukuran dan jarak yang sama, misalnya : 10 x 10 m. kotak tersebut
ditandai dengan baris dan kolom untuk memudahkan identitas.

Pengukuran kebisingan juga dapat dilakukan dengan perhitungan-perhitungan


rumus yang ada. Antara lain dengan:
13

1. Tingkat Tekanan Suara dan tingkat tekanan suara berbobot A (tingkat


kebisingan)

Suara adalah gejala di mana partikel-partikel di udara bergetar dan menyebabkan


perubahan-perubahan dalam tekanan udara, karena itu intensitasnya dinyatakan
sebagai tekanan suara. (Pascal adalah suatu unit [Pa]) dan energi yang diperlukan
untuk getaran (juga dinamakan "tenaga suara dari sumber ", unit-unit watt [W]).
Bila dinyatakan dalam Pascal, intensitas dari suara dinamakan "tekanan suara" dan
menggunakan suatu unit referensi dari 20 Pa. Ini hampir sama dengan tekanan
suara dari suara minimum yang ditangkap oleh telinga manusia. Tingkat tekanan
suara didefinisikan sebagai 10x logaritma rasio dari tekanan suara efektif pangkat
dua terhadap tekanan suara referensi efektif (20 Pa), dan dinyatakan dengan
formula di bawah ini. Pendekatan ini diterima demi mudahnya anotasi, seperti -
misalnya - suatu suara dengan 100 dB akan mempunyai tekanan suara sebesar
100.000 kali tekanan suara referensi dengan seterusnya menjadi terdiri dari banyak
digit. Unit-unit itu adalah decibel (dB).

Demikian pula, intensitas suara didefinisikan secara kwantitatif sebagai tingkat


kekuatan suara karena kekuatan suara dari unit-unit sumber (10 - 12 W). Seperti
halnya dengan tingkat tekanan suara, unit-unit di sini menggunakan decibel. Dalam
menilai kenyaringan suara, perlu mempertimbangkan perbedaan cara bagaimana
suara ditangkap karena frekwensi, seperti dijelaskan dalam 1.4. Untuk itu, alat-alat
ukur tingkat kebisingan menggunakan rangkaian penyesuaian frekwensi yang
meng-asimilasikan kepekaan telinga manusia terhadap kenyaringan. Karakteristik
penyesuaian frekwensi ini adalah seperti yang terlihat pada Gb. 2-1, tetapi pada
umumnya digunakan karakteristik A. Tingkat kenyaringan yang didapat sesudah
penyesuaian frekwensi ini dinamakan "Tingkat tekanan suara berbobot A (tingkat
kebisingan)".
14

Gb. 2.2 Karakteristik frekwensi dari alat-alat ukur tingkat Kebisingan

2. Tingkat percentile (LAN, T)

Kenyaringan kebisingan fluktuasi dengan waktu, karena itu perlu


mempertimbangkan fluktuasi selama satu periode waktu ketika menilai tingkat
tekanan suara berbobot A. Dua indeks populer adalah tingkat percentile dan tingkat
tekanan suara berbobot A yang sepadan dan kontinyu.

Tingkat kebisingan yang, untuk N% periode dari waktu yang diukur, sama atau
lebih besar dari tingkat tertentu, dinamakan "Tingkat percentile N-persen". Variabel
ini dinyatakan sebagai LAN dan suatu tingkat 50% (LA50) diambil sebagai titik
15

tengah, 5% (LA5) sebagai batas atas dari lingkup 90% dan 95% (LA95) sebagai
batas bawah dari lingkup 90% yang sama.

Dalam pengukuran yang menggunakan faktor waktu aktual, praktek pada umumnya
adalah mengambil contoh tingkat tekanan suara berbobot A pada interval waktu
yang konstan, peroleh distribusi frekwensi kumulatifnya, kemudian mendapatkan
tingkat percentile spesifik. Pada umumnya, dalam penilaian kebisingan lingkungan,
sebaiknya mengambil 50 atau lebih contoh pada interval 5 detik atau kurang.

3. Tingkat tekanan suara berbobot A yang sepadan dan kontinyu-(LAeq)

Tingkat tekanan suara berbobot A yang sepadan dan kontinyu banyak dipakai di
seputar dunia sebagai indeks untuk kebisingan. Itu didefinisikan sebagai "tingkat
tekanan suara berbobot A dari kebisingan yang fluktuasi selama suatu periode
waktu T, yang dinyatakan sebagai jumlah energi rata-rata". Itu dinyatakan dengan
formula di bawah ini (Gb. 2-2)

P0:Tekanan suarare ferekunsi (20 Pa)


PA: Tekanan suara berbobot A (untuk waktu A) dari kebisingan target (Pa)

Periode waktu adalah dari waktu t1 sampai waktu t2, sedangkan jumlah contoh-
contoh tingkat tekanan suara berbobot A adalah n.
16

Gb. 2.3 Tingkat tekanan suara berbobot A yang sepadan dan kontinyu

4. Tingkat Ekspos Terhadap Suara (LAE)

Tingkat ekspos terhadap suara digunakan untuk menyatakan kebisingan satu kali
atau kebisingan sebentar-sebentar dalam jangka waktu pendek dan kontinyu.
Variabel mengubah jumlah energi dari kebisingan satu kali menjadi tingkat tekanan
suara berbobot A dari kebisingan tetap 1-detik yang kontinyu dari energi sepadan.
Karena kebisingan kereta api dapat dianggap sebentar-sebentar, "kebijakan untuk
mengatasi kebisingan dalam penambahan atau penyempurnaan jalur kereta api
dalam skala besar (Jawatan Lingkungan Jepang, Des. 1995)" adalah dengan
mengukur tingkat ekspos terhadap suara dari setiap kereta api yang lewat dan
17

mendapatkan tingkat tekanan suara berbobot A yang sepadan dan kontinyu (Gb.
2.4).

T0: Waktu referensi (1 detik)


t1 - t2: Waktu yang diperlukan untuk lewatnya satu kereta api

Gb. 2.4 Tingkat Ekspos Terhadap Suara

Formula untuk mendapatkan tingkat tekanan suara berbobot A yang sepadan dan
kontinyu - dari tingkat peng-eksposan suara dari setiap kereta api yang lewat adalah sbb:

T: Waktu (detik) yang ditargetkan untuk LAeq. Dari jam 07:00 sampai dengan 22:00
adalah 54,000 detik. Dari jam 22:00 sampai dengan 07:00 adalah 32,400 detik. Tingkat
18

kekuatan sepadan juga dapat dicapai dengan menggunakan kekuatan rata-rata dari suatu
tingkat ekspos terhadap suara (LAE) dan jumlah n kereta api sebagai berikut:

5. Tingkat Kebisingan Terbobot yang Diterima secara Sepadan dan Kontinyu


(WECPNL, Jepang)

Tingkat Kebisingan Terbobot yang Diterima secara Sepadan dan Kontinyu (WECPNL)
adalah suatu ukuran yang diusulkan oleh organisasi penerbangan sipil Internasional
(ICAO)untuk menilai ekspos yang kontinyu terhadap kebisingan jangka panjang dari
berbagai pesawat terbang. Perhitungannya rumit, tetapi WECPNL yang digunakan untuk
peraturan lingkungan hidup di Jepang didefinisikan dengan formula yang disederhanakan
sbb:

LA: Kekuatan rata-rata dari tingkat-tingkat tinggi kebisingan pesawat 10 dB atau jauh
lebih besar dari kebisingan latar belakang.
N: Jumlah pesawat yang berangkat tiap jam.
N1: 24:00 - 07:00, N2: 07:00 - 19:00, N3: 19:00 - 22:00, N4: 22:00 - 24:0

Saat kita akan mengukur kebisingan kita juga harus mengetahui tentang yang
namanya zona ambang batas suara untuk konteks kebisingan, karena dengan kita
19

mengetahui zona ambang batas kita dapat tahu seberapa bahayanya kebisingan yang
terdengar untuk telinga kita.

Nilai ambang Batas Kebisingan adalah angka 85 dB yang dianggap aman untuk
sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Nilai Ambang
Batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan rata-
rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar
yang tetap untuk waktu terus-menerus tidak lebih dari dari 8 jam sehari atau 40 jam
seminggunya. Waktu maksimum bekerja adalah sebagai berikut

No. TINGKAT KEBISINGAN (dBA) PEMAPARAN HARIAN


1. 85 8 jam
2. 88 4 jam
3. 91 2 jam
4. 94 1 jam
5. 97 30 menit
6. 100 15 menit

Tabel.2.1 Nilai ambang batas

Zona kebisingan yang sesuai dengan titik kebisingan yang diizinkan dapat dibagi menjadi
beberapa kriteria , yaitu:

1. Zona A : Intensitas 35 – 45 dB. Zona yang diperuntukkan bagi


tempat penelitian, RS, tempat perawatan kesehatan/sosial & sejenisnya.

Gb.2.5 Impact II Electronic Headphones


20

2. Zona B : Intensitas 45 – 55 dB. Zona yang diperuntukkan bagi


perumahan, tempat Pendidikan dan rekreasi.

Gb. 2.6 WorkTunes AM/FM Radio Ear Muffs

3. Zona C : Intensitas 50 – 60 dB. Zona yang diperuntukkan bagi


perkantoran, Perdagangan dan pasar.

Gb.2.7 Clarity Earmuffs

4. Zona D : Intensitas 60 – 70 dB. Zona yang diperuntukkan bagi


industri, pabrik, stasiun KA, terminal bis dan sejenisnya

Gb. 2.8 Hard Hat Ear Muffs

5. Zona Kebisingan menurut IATA


(International Air Transportation Association)
21

Gb.2.9 Hard Hat Ear Muffs

6. Zona A: intensitas > 150 dB → daerah berbahaya dan harus


dihindari

Gb.2.10 EARsoft FX Earplugs

7. Zona B: intensitas 135-150 dB → individu yang terpapar perlu


memakai pelindung telinga (earmuff dan earplug)

Gb.2.11Push-Ins Corded

8. Zona C: 115-135 dB → perlu memakai earmuff


22

Gb.2.12 HowardLeight"Max"EarPlugs

9. Zona D: 100-115 dB → perlu memakai earplug

Gb. 2.13 Fusion Earplugs

Alat–alat yang digunakan dalam pengukuran kebisingan yaitu :

.1 Sound Level Meter


.2 Octave Band Analyzer
.3 Narrow Band Analyzer
.4 Tape Recorder
.5 Impact Noise Analyzer

1. Sound Lever Meter

Sound Lever Meter adalah alat utama yang digunakan dalam pengukuran
kebisingan. Alat ini mengukur kebisingan diantara 30–130 dB dan dari frekuensi –
frekuensi 20–20.000 Hz. Suatu sistem kalibrasi dalam alat itu sendiri. Kecuali untuk
23

kalibrasi mikrofon diperlukan pengecekan dengan kalibrasi sendiri. Sebagai kalibrasi


dapat dapakai pengeras suara yang kekuatan suaranya diatur oleh amplifer.atau suatu
“Piston Phone”. Dibuat untuk maksud kalibrasi ini. Yang tergantung dari tekanan udara,
sehingga perlu koreksi tergantung dari tekanan barometer. Kalibrators dengan intensitas
tinggi (125 dB) lebih disenangi. oleh karena itu, mungkin dipakai intensitas tinggi.

Gb.2.14 Sound level meter

2. Octave Band Analyzer

Octave Band Analyzer adalah analisa frekuensi–frekuensi dari suatu kebisingan


biasanya diperlukannya. Octave Band Analyzer yang memiliki sejumlah filter–filter
menurut oktaf. Jika spektrumnya sangat curam dan berbeda banyak, dapat dipakai skala
1/3 oktaf.

Untuk filter–filter oktaf disukai frekuensi–frekuensi tengah :

- 31,5 Hz - 5.00 Hz - 8.000 Hz

- 63 Hz - 1.000 Hz - 16.000 Hz

-125 Hz - 2.000 Hz - 31.500 Hz

- 250 Hz - 4.000 Hz
24

Gb.2.15 Octave Band Analyzer

3. Narrow Band Analyzer

Narrow Band Analyzer adalah alat untuk menganalisa spektrum sempit atau
untuk analisa lebih lanjut, baik latar spektrumnya tetap misalnya 2–200 Hz atau melebar
dengan lebih banyaknya frekuensi. Yang terakhir ini lebih disenangi dilapangan.
Mengingat komponen kebisingan mungkin berbeda tergantung dari muatan mesin.

Gb.2.16 Narrow Band Analyzer

4. Tape Recorder

Tape Recorder adalah alat untuk pengukuran kebisingan terputus–putus. Tape


Recorder harus mampu mencatat frekuensi–frekuensi dari 20–20 KiloHz, alat ini harus
mempunyai sifat perbandingan signal / kebisingan tinggi dan kecepatan tetap.
25

Gb.2.17 Tape Recorder

5. Impact Noise Analyzer

Impact Noise Analyzer adalah alat untuk mengukur kebisingan impulsif. Bagi
survey pendahuluan masalah kebisingan kontinu, sekarang biasanya diukur intensitas
menyeluruh yang dinyatakan dengan dB (A), menggunakan jaringan A. jaringan ini
berarti sesuai dengan garis kepekaan sama 40, sehingga memberi huruf reaksi kepada
frekuensi rendah. dan memungkinkan diukurnya intensitas yang berbahaya kepada
pendengar.

Kebanyakan alat–alat pengukur kebisingan, hanya mengukur intensistas pada


suatu waktu dan suatu tempat dan tidak menunjukan dosis kumulatif kepada seorang
tenaga kerja meliputi waktu–waktu kerjanya. Sekarang sedang dikembangkan suatu alat
“Personal – Noise – Dosis Meter”.

Gb.2.18 Impact Noise Analyzer


26

E. CARA MEMELIHARA KESEHATAN PENDENGARAN

Langkah - langkah menanggulangi kebisingan itu sendiri, dan agar pekerja pabrik lebih
tenang dan aman dalam bekerja, seperti di bawah ini :

a. Memeriksa pendengaran fisik

Melakukan pemeriksaan pendengaran dapat dilakukan dengan melakukan


pemeriksaan fisik. MelakUkan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan perlu
dilakukan secara lengkap dan seksama untuk menyingkirkan penyebab kelainan
organik yang menimbulkan gangguan pendengaran seperti infeksi telinga. susunan
saraf pusat yang (dapat) menggangggu pendengaran. Pemeriksaan dengan garpu tala.
Gangguan pendengaran yang terjadi akibat bising ini berupa tuli saraf koklea dan
biasanya mengenai kedua telinga. Pada anamnesis biasanya mula-mula pekerja
mengalami kesulitan berbicara di lingkungan yang bising, jika berbicara biasanya
mendekatkan telinga ke orang yang berbicara, berbicara dengan suara menggumam,
biasanya marah atau merasa keberatan jika orang berbicara tidak jelas, dan sering
timbul tinitus. Biasanya pada proses yang berlangsungperlahan-lahan ini, kesulitan
komunikasi kurang dirasakan oleh pekerja bersangkutan; untuk itu informasi
mengenai kendala komunikasi perlu juga ditanyakan pada pekerja lain atau pada
pihak keluarga.

Pada pemeriksaan fisik, tidak tampak kelainan anatomis telinga luar sampai
gendang telinga. Pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan perlu dilakukan
secara lengkap dan seksama untuk menyingkirkan penyebab kelainan organik yang
menimbulkan gangguan pendengaran seperti infeksi telinga, trauma telinga karena
27

agen fisik lainnya, gangguan telinga karena agen toksik dan alergi. Selain itu
pemeriksaan saraf pusat perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya masalah di
susunan saraf pusat yang (dapat) menggangggu pendengaran. Pemeriksaan dengan
garpu tala (Rinne, Weber, dan Schwabach) akan menunjukkan suatu keadaan tuli
saraf: Tes Rinne menunjukkan hasil positif, pemeriksaan Weber menunjukkan
adanya lateralisasi ke arah telinga dengan pendengaran yang lebih baik, sedangkan
pemeriksaan Schwabach memendek. Untuk menilai ambang pendengaran, dilakukan
pemeriksaan audiometri. Pemeriksaan ini terdiri atas 2 grafik yaitu frekuensi (pada
axis horizontal) dan intensitas (pada axis vertikal). Pada skala frekuensi, untuk
program pemeliharaan pendengaran (hearing conservation program) pada umumnya
diwajibkan memeriksa nilai ambang pendengaran untuk

frekuensi 500, 1000, 2000, 3000, 4000, dan 6000 Hz. Bila sudah terjadi
kerusakan, untuk masalah kompensasi maka dilakukan pengukuran pada frekuensi
8000 Hz karena ini merupakan frekuensi kritis yang menunjukkan adanya
kemungkinan hubungan gangguan pendengaran dengan pekerjaan; tanpa memeriksa
frekuensi 8000 Hz ini, sulit sekali membedakan apakah gangguan pendengaran yang
terjadi akibat kebisingan atau karena sebab yang lain. Pemeriksaan audiometri ini
tidak secara akurat menentukan derajat sebenarnya dari gangguan pendengaran yang
terjadi. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti lingkungan tempat dilakukannya
pemeriksaan, tingkat pergeseran ambang pendengaran sementara setelah pajanan
terhadap bising di luar pekerjaan, serta dapat pula permasalahan kompensasi
membuat pekerja seolah-olah menderita gangguan pendengaran permanen. Prosedur
pemeriksaan lain untuk menilai gangguan pendengaran adalah speech audiometry,
pengukuran impedance, tes rekruitmen, bahkan perlu juga dilakukan pemeriksaan
gangguan pendengaran fungsional bila dicurigaia danya faktor psikogenik. Untuk itu
pemeriksaan gangguan pendengaran pada pekerja perlu dilakukan dengan cara
seksama dan hati-hati untuk menghindari kesalahan dalam memberikan
kompoensasi.
lakukan pemeriksaan saraf pusat perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya
masalah di dalam telinga kita
28

b. Laksanaan program pemeliharaan pendengaran (hearing program conservation)

Melaksanakan program pemeliharaan pendengaran perlu kiranya dilakukan agar kita


dapat mengetahui seberapa sehat atau tidak sehatkah pendengaran kita. Dengan
melaksanakan pemeriksaan secara rutin kita dapat tahu dan dapat mensiasati agar
kita dapat terus bekerja dengan pendengaran yang normal. Melaksanakan hearing
program conservation juga membantu kita akan kesadaran untuk menjaga kesehatan
kerja khususnya dalam bidang kebisingan yang selama ini kebanyakan pekerja
mengabaikan akan keselamatan dan kesehatan kerja.

c. Pemeriksaan audiometri berkala.

Pemeriksaan audiometri dilakukan untuk menilai derajat dan tipe gangguan


pendengaran yang terjadi. Pemeriksaan ini bersifat subyektif, untuk itu perlu
dilakukan oleh teknisi yang terlatih dan dokter harus melakukan supervisi terhadap
pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan audiometri pra kerja merupakan suatu keharusan
untuk mendapatkan data awal kondisi pendengaran tenaga kerja. Diagnosis banding
lainnya dipemeriksaan fisik yang seksama. Dalam laporan pe-meriksaan fisik harus
tercantum identitas yang jelas (termasuk saat pemeriksaan dan dokter yang
melakukan pemeriksaan), keluhan utama, gangguan pendengaran yang saat ini
terjadi,

F. AKIBAT-AKIBAT DARI KEBISINGAN

Bising merupakan suara atau bunyi yang mengganggu. Bising dapat menyebabkan
berbagai gangguan seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan
komunikasi dan ketulian. Ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan
Auditory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non Auditory seperti
gangguan komunikasi, ancaman bahaya keselamatan, menurunya performan kerja, stres
dan kelelahan. Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera
pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima
secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran adalah
sementara dan pemuliahan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising
29

dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi
tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz
dan kemudian makin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi
yang biasanya digunakan untuk percakapan. Dasar menentukan suatu gangguan
pendengaran akibat

kebisingan adalah adanya pergeseran ambang pendengaran, yaitu selisih antara ambang
pendengaran pada pengukuran sebelumnya dengan ambang pendengaran setelah adanya
pajanan bising (satuan yang dipakai adalah desibel (dB). Pegeseran ambang pendengaran
ini dapat berlangsung sementara namun dapat juga menetap. Efek bising terhadap
pendengaran dapat dibagi menjaditiga kelompok, yaitu:

1. Trauma akustik
2. Perubahan ambang pendengaran akibat bising yang berlangsung
sementara (noise-induced temporary threshold shift)
3. Perubahan ambangn pendengaran akibat bising yang berlangsung
permanen (noise-induced permanent threshold shift).

Pajanan bising intensitas tinggi secara berulang dapat menimbulkan kerusakan sel-sel
rambut organ Corti di telinga dalam. Kerusakan dapat terlokalisasi di beberapa tempat di
cochlea atau di seluruh sel rambut di cochlea. Pada trauma akustik, cedera cochlea terjadi
akibat rangsangan fisik berlebihan berupa getaran yang sangat besar sehingga merusak
sel-sel rambut. Namun pada pajanan berulang kerusakan bukan hanya semata-mata akibat
proses fisika semata, namun juga proses kimiawi berupa rangsang metabolik yang secara
berlebihan merangsang sel-sel tersebut.

Akibat rangsangan ini dapat terjadi disfungsi sel-sel rambut yang mengakibatkan
gangguan ambang pendengaran sementara atau justru kerusakan sel-sel rambut yang
mengakibatkan gangguan ambang pendengaran yang permanen.

1. Trauma Akustik
30

Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat
pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan
dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang
sangat keras, seperti suara ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga,
merusakkan tulang pendengaran atau saraf sensoris pendengaran.

Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telinga akibat adanya energi suara
yang sangat besar. Efek ini terjadi akibat dilampauinya kemampuan fisiologis telinga
dalam sehingga terjadi gangguan kemampuan meneruskan getaran ke organ Corti.
Kerusakan dapat berupa pecahnya gendang telinga, kerusakan tulang-tulang
pendengaran, atau kerusakan langsung organ Corti. Penderita biasanya tidak sulit
untuk menentukan saat terjadinya trauma yang menyebabkan kehilangan
pendengaran.

2. Noise-Induced Temporary Threshold Shift / Tuli Sementara

Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi. Pada keadaan ini
terjadi kenaikan nilai ambang pendengaran secara sementara setelah adanya pajanan
terhadap suara dan bersifat reversibel. Seseorang akan mengalami penurunan daya
dengar yang sifatnya sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat.
Apabila tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan
pulih kembali. Untuk menghindari kelelahan auditorik, maka ambang pendengaran
diukur kembali 2 menit setelah pajanan suara. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya pergeseran nilai ambang pendengaran ini adalah level suara, durasi
pajanan, frekuensi yang diuji, spectrum suara, dan pola pajanan temporal, serta
faktor-faktor lain seperti usia, jenis kelamin, status kesehatan, obat-obatan(beberapa
obat dapat bersifat ototoksik sehingga menimbulkan kerusakan permanen), dan
keadaan pendengaran sebelum pajanan. Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 25
Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi. Seseorang akan
mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara dan biasanya waktu
pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara
cukup, daya dengarnya akan pulih kembali.
31

3. Noise-Induced Permanent Threshold Shift

Data yang mendukung adanya pergeseran nilai ambang pendengaran permanen


didapatkan dari laporan-laporan dari pekerja di industri karena tidak mungkin
melakukan eksperimen pada manusia. Dari data observasi di lingkungan industri,
faktor-faktor yang mempengaruhi respon pendengaran terhadap bising di lingkungan
kerja adalah tekanan suara di udara, durasi total pajanan, spektrum bising, alat
transmisi ke telinga, serta kerentanan individu terhadap kehilangan pendengaran
akibat bising.

Besarnya PTS di pengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :

a. Tingginya level suara


b. Lama paparan
c. Spektrum suara
d. Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinyu maka kemungkinan
terjadi TTS akan lebih besar
e. Kepekaan individu
f. Pengaruh obat-obatan, beberapa obat-obatan dapat memperberat
(pengaruh synergistik) ketulian apabila diberikan bersamaan dengan kontak
suara, misalnya quinine, aspirin, dan beberapa obat lainnya
g. Keadaan Kesehatan

4. Prebycusis

Penurunan daya dengar sebagai akibat pertambahan usia merupakan gejala yang
dialami hampir semua orang dan dikenal dengan prebycusis (menurunnya daya
dengar pada nada tinggi). Gejala ini harus diperhitungkan jika menilai penurunan
daya dengar akibat pajanan bising ditempat kerja.

5. Tinitus
32

Tinitus merupakan suatu tanda gejala awal terjadinya gangguan pendengaran.


Gejala yang ditimbulkan yaitu telinga berdenging. Orang yang dapat merasakan
tinitus dapat merasakan gejala tersebut pada saat keadaan hening seperti saat tidur
malam hari atau saat berada diruang pemeriksaan audiometri (ILO, 1998).

Gb.2.19 Pemeriksaan telinga

Lebih rinci dampak kebisingan terhadap kesehatan pekerja dijelaskan sebagai berikut:

1. Gangguan Fisiologis

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-
putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan
darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama
pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini
disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga dalam
yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah tidur dan sesak
nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ,
kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit.

Efek fisiologis kebisingan terhadap kesehatan manusia dapat dibedakan dalam efek
jangka pendek dan efek jangka panjang. Namun perlu diingat, bahwa keadaan
bising di lingkungan seringkali disertai dengan faktor lainnya, seperti faktor fisika
33

lain berupa panas, getaran, dan sebagainya; tidak jarang disertai juga dengan
adanya faktor kimia dan biologis; mustahil untuk mengisolasi kebisingan sebagai
satu-satunya faktor risiko. Efek jangka pendek berlangsung sampai beberapa menit
setelah pajanan terjadi, sedangkan efek jangka panjang terjadi sampai beberapa
jam, hari ataupun lebih lama. Efek jangka panjang dapat terjadi akibat efek
kumulatif dari stimulus yang berulang.

a. Efek jangka pendek

Efek jangka pendek yang terjadi dapat berupa refleks otot- otot berupa
kontraksi otot-otot, refleks pernapasan berupa takipneu, dan respon sistim
kardiovaskuler berupa takikardia, meningkatnya tekanan darah, dan
sebagainya. Namun dapat pula terjadi respon pupil mata berupa miosis, respon
gastrointestinal yang dapat berupa gangguan dismotilitas sampai timbulnya
keluhan dispepsia, serta dapat terjadi pecahnya organ-organ tubuh selain
gendang telinga (yang paling rentan adalah paru-paru).

b. Efek jangka panjang

Efek jangka panjang terjadi akibat adanya pengaruh hormonal. Efek ini dapat
berupa gangguan homeostasis tubuh karena hilangnya keseimbangan simpatis
dan parasimpatis yang secara klinis dapat berupa keluhan psikosomatik akibat
gangguan saraf otonom, serta aktivasi hormon kelenjar adrenalnseperti
hipertensi, disritmia jantung, dan sebagainya.

2. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah
tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat
menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan
lain-lain.

3. Gangguan Komunikasi
34

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi


pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi
pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan
terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena
tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak
langsung membahayakan keselamatan seseorang.

4. Gangguan Keseimbangan

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau
melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing
(vertigo) atau mual-mual.

Tipe Uraian
Perubahan ambang batas sementara akibat
Kehilangan
kebisingan, Perubahan ambang batas permanen
Akibat-akibat pendengaran
akibat kebisingan.
badaniah
Akibat-akibat Rasa tidak nyaman atau stres meningkat, tekanan
fisiologis darah meningkat, sakit kepala, bunyi dering
Gangguan
Kejengkelan, kebingungan
emosiona
Akibat-akibat Gangguan gaya Gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi
psikologis hidup waktu bekerja, membaca dsb.
Gangguan Merintangi kemampuan mendengarkann TV, radio,
pendengaran percakapan, telpon dsb.

Tabel 2.2 Jenis-jenis dari Akibat-akibat kebisingan

(http://www.menlh.go.id/apec_vc/osaka/eastjava/noise_id/1/page1.html_)
35

G. PERUBAHAN HISTOPATOLOGI TELINGA AKIBAT KEBISINGAN

Lokasi dan perubahan histopatologi yang terjadi pada telinga akibat kebisingan adalah:

1. Kerusakan pada sel sensoris

Meliputi: degenerasi pada daerah basal dari duktus koklearis, pembengkakan dan
robekan dari sel-sel sensoris, dan anoksia

2. Kerusakan pada stria vaskularis

Suara dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan kerusakan stria vaskularis oleh
karena penurunan bahkan penghentian aliran darah pada stria vaskularis dan ligamen
spiralis sesudah terjadi rangsangan suara dengan intensitas tinggi.

3. Kerusakan pada serabut saraf dan “ nerve ending “

Keadaan ini masih banyak dipertentangkan, tetapi pada umumnya kerusakan ini
merupakan akibat sekunder dari kerusakan-kerusakan sel-sel sensoris.

4. Hidrops endolimf

Secara umum gambaran ketulian akibat bising ( noise induced hearing loss ) adalah :
Bersifat sensorineural, hampir selalu bilateral, jarang menyebabkan tuli derajat sangat
berat (profound hearing loss), derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB, apabila
paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang
signifikan, kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan
6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000Hz.
Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000
Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 – 15 tahun.
36

H. PATOFISIOLOGI GANGGUAN PENDENGARAN KARENA BISING


INDUSTRY

Organ pendengaran manusia hanya dapat menerima bising pada batas tertentu
saja, jika nilai ambang batas dilampaui dan waktu pemaparan lama maka dapat
mengakibatkan daya dengar seseorang turun, penurunan pendengaran ini ditandai dengan
naiknya nilai ambang pendengaran. Masa kerja lebih dari 20 tahun merupakan factor
resiko timbulnya gangguan pendengaran karena makin seringnya dan lama terpajan
dengan kebisingan.

Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekwensi


bunyi, intensitas dan lama waktu paparan, dapat berupa :

1. Adaptasi

Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa terganggu oleh
kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi karena
suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan.

2. Peningkatan ambang dengar sementara

Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahan akan kembali
seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam bahkan
sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang pendengaran
sementara ini mula-mula terjadi pada frekwensi 4000 Hz, tetapi bila pemaparan
berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang pendengaran sementara akan
menyebar pada frekwensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu
pemaparan makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya. Respon tiap
individu terhadap kebisingan tidak sama tergantung dari sensitivitas tiap individu.
37

3. Peningkatan ambang dengar menetap

Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama


terjadi pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat
permanen, tidak dapat disembuhkan . Kenaikan ambang pendengaran yang menetap
dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan baru
setelah 10-15 tahun setelah terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak menyadari
bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan
pemeriksaan audiogram.

Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh


setelah istirahat beberapa jam (1 – 2 jam). Bising dengan intensitas tinggi dalam waktu
yang cukup lama (10 – 15 tahun) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ Corti
sampai terjadi destruksi total organ Corti. Karena rangsangan bunyi yang berlebihan
dalam waktu lama dapat mengakibatkan perubahan metabolisme dan vaskuler sehingga
terjadi kerusakan degeneratif pada struktur sel-sel rambut organ Corti. Akibatnya terjadi
kehilangan pendengaran yang permanen. Umumnya frekwensi pendengaran yang
mengalami penurunan intensitas adalah antara 3000 – 6000 Hz dan kerusakan alat Corti
untuk reseptor bunyi yang terberat terjadi pada frekwensi 4000 Hz (4 Knotch). Ini
merupakan proses yang lambat dan tersembunyi, sehingga pada tahap awal tidak disadari
oleh para pekerja. Hal ini hanya dapat dibuktikan dengan pemeriksaan audiometri.
Apabila bising dengan intensitas tinggi tersebut terus berlangsung dalam waktu yang
lama, akhirnya pengaruh penurunan pendengaran akan menyebar ke frekwensi
percakapan (500 – 2000Hz). Pada saat itu pekerja mulai merasakan ketulian karena tidak
dapat mendengar pembicaraan sekitarnya.

You might also like