You are on page 1of 7

Oleh :

Mohamad Fajar Kurniawan 1511411008


Khairul Amry Wicaksana 1511411012
Yoga Satya Nur Iman 1511411035
Bani Syabani 1511411044
Terapi client-centered Carl Rogers dilandasi beberapa asumsi
tentang ciri khas manusia dan berbagai cara untuk memahaminya
(Ford Est Urban, 1963; Rogers, 1951, 1961). Manusia hanya dapat
dipahami melalui persepsi dan perasaannya sendiri, yaitu dari
dunia fenomenologisnya. Untuk memahami individu, kita harus
melihat cara mereka mengalami berbagai peristiwa, bukan pada
peristiwa itu sendiri (realitas subyektif), karena dunia
fenomenologis setiap orang adalah penentu utama perilaku dan
membuat orang tersebut unik.

Manusia yang sehat sadar akan perilakunya. Manusia yang sehat
secara alami baik dan efektif; mereka menjadi tidak efektif dan
terganggu hanya bila mereka salah mempersepsi pengalamannya
(congruence dan incongruence). Manusia yang sehat memiliki
tujuan dan diarahkan oleh tujuan tersebut. Mereka mengarahkan
diri sendiri. Para terapis semestinya tidak mencoba memanipulasi
peristiwa bagi klien; namun sebaliknya mereka harus
menciptakan kondisi yang akan memudahkan pengambilan
keputusan secara independen oleh klien.

"Client-centered" memusatkan terapi
pada pemantulan kembali perasaan-perasaan
klien, menyatukan perbedaanperbedaan
antara dirinya yang ideal (ideal self) dan
dirinya yang sesungguhnya (real self),
menghindari situasi yang mengancam klien
secara pribadi.

Membantu klien agar mampu menyadari
penghambat-penghambat pertumbuhan dan
aspek-aspek pengalaman diri yang
sebelumnya diingkari
Membantu klien agar mampu bergerak ke
arah keterbukaan terhadap pengalaman serta
meningkatkan spontanitas dan perasaan
hidup.

Terapis menghindari menetapkan tujuan bagi klien,
klien harus memimpin dan menentukan arah dan
tujuan pada setiap sesi.
Terapis menciptakan iklim kondusif bagi rasa aman
klien agar klien bebas mengeksplorasi dirinya sendiri
dan menilai sisi hidup mana yang memuaskan
baginya.
Terapis menciptakan suasana terapeutik yang hangat,
penuh perhatian, dan penuh penerimaan, terutama
jika terapis secara total menerima orang tersebut apa
adanya, memberikan apa yang disebut Rogers
penerimaan positif tanpa syarat (unconditional positif
regard), agar kapasitas alami individu tumbuh dan
mengatur diri sendiri akan muncul dengan sendirinya,
walaupun nampaknya klien tidak sanggup membuat
keputusan sendiri terapis bertahan untuk tidak ikut
bertanggungjawab atas kehidupan klien.

Pendekatan ini tidak menggunakan teknik-teknik,
tetapi menitikberatkan sikap-sikap terapis.
Teknik-teknik dasar mencakup mendengarkan
aktif, merefleksikan perasaan-perasaan;
menjelaskan, dan empati agar terapis "hadir"
bagi klien. Sikap-sikap terapis yang terutama
adalah empati. Empati sangat penting dalam
terapi Rogerian dan dalam terapi lainnya.
Empati, Egan (1975) membagi Empati menjadi
dua bagian.
(1) Empati primer dan
(2) Empati sekunder (tingkat lanjut)

FRUSTASI PASCA BANGKRUTNYA PERUSAHAAN
Bapak A adalah sebuah owner dalam sebuah usaha material
yang cukup terkenal dikota P. Pada awalnya bapak A
mendapat tander Proyek untuk membangun perumahan.
Pada saat itu bapak A mendapat pesanan bahan material
yang total biaya hampir mendekati 1 M. Namun dari
banyaknya jumlah pesanan yang diminta oleh konsumen,
ternyata hanya dibayar dimuka yang jumlahnya tidak
sebanding dengan biaya yang harus dibayar. Dan setelah
semua bahan material dikirim dan diterima oleh pemesan,
ternyata pemesan tidak mengirimkan biaya yang sudah
disepakati. Dan setelah dicek kemana-mana, pemesan
kabur dan menghilang.
Akibat dari khasus tersebut, bapak A mengalami kerugian
materi dan non-materi. Secara non-materi menjadi beban
pikiran bagi bapak A, dan akhirnya menyebabkan bapak A
mengalami frustasi.

You might also like