You are on page 1of 30

1

BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu masalah penting dalam bidang obstetri dan ginekologi adalah
masalah perdarahan. Walaupun angka kematian maternal telah menurun secara
dramatis dengan adanya pemeriksaan pemeriksaan dan perawatan kehamilan
dan persalinan di rumah sakit dan adanya fasilitas transfusi darah, namun
kematian ibu akibat perdarahan masih tetap merupakan faktor utama dalam
kematian maternal.
Perdarahan dalam bidang obstetri hampir selalu berakibat fatal bagi ibu
maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan, atau jika
komponennya tidak dapat segera digunakan. Oleh karena itu, tersedianya sarana
dan perawatan sarana yang memungkinkan penggunaan darah dengan segera,
merupakan kebutuhan mutlak untuk pelayanan obstetri yang layak.
Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan,
persalinan, maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi
dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu
keadaan akut dan serius, karena dapat membahayakan ibu dan janin. Setiap wanita
hamil, dan nifas yang mengalami perdarahan, harus segera dirawat dan ditentukan
penyebabnya, untuk selanjutnya dapat diberi pertolongan dengan tepat.

2

BAB II
PEMBAHASAN

A. ABORTUS
Ada beberapa faktor yang merupakan predisposisi terjadinya abortus,
misalnya faktor paritas dan ibu, mempunyai pengaruh besar. Risiko abortus
semakin dengan bertambahnya paritas dan semakin bertambahnya usia ibu dan
ayah. Riwayat abortus pada penderita abortus nampaknya juga merupakan
predisposisi terjadinya abortus berulang. Kemungkinan terjadinya abortus
berulang pada seorang wanita yang mengalami abortus tiga kali atau lebih adalah
83,6 %.
Selain beberapa faktor diatas, penyakit ibu seperti pneumonia, typhus
abdominalis, pielonefritis, malaria dan lain lain dapat menyebabkan abortus.
Begitu pula dengan penyakit penyakit infeksi lain juga memperbesar peluang
terjadinya abortus.

Definisi
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup
luar kandungan. Batasan abortus adalah umur kehamilan kurang dari 20 minggu
dan berat janin kurang dari 500 gram.
Sedangkan menurut WHO /FIGO adalah jika kehamilan kurang dari 22
minggu, bila berat janin tidak diketahui.
Di Indonesia umumnya batasan untuk abortus adalah sesuai dengan
definisi Greenhill yaitu jika umur kehamilan kurang dari 20 minggu dan berat
janin kurang dari 500 gram. Abortus spontan dibagi menjadi abortus awal dan
abortus yang terlambat. Abortus awal terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12
3

minggu. Abortus yang terlambat terjadi pada usia kehamilan 12 sampai 20
minggu.

Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu:
1,2,3
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus
pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan
kelainan ini adalah:
Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosom X.
Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna.
Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat obatan, tembakau,
dan alkohol.
Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena
hipertensi menahun.
Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan,
dan toxoplasmosis.
Kelainan traktus genitalia, seperti inkompetensi serviks (untuk
abortus pada trisemester kedua), retroversi uteri, mioma uteri, dan
kelainan bawaan uterus.

Patogenesis
1
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian
diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil
konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing
dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan
isinya.
4

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya
dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus
desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang
dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas
umumnya dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu
kemudian plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong
kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blighted ovum), janin
lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi, atau fetus
papiraseus.

Klasifikasi
Abortus dapat dibagi atas dua golongan:
1
a. Abortus Spontan
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului
faktor faktor mekanis ataupun medisinalis, semata mata disebabkan
oleh faktor faktor alamiah.
b. Abortus Provakatus (induced abortion)
Abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan
memakai obat obatan maupun alat alat. Abortus ini terbagi lagi
menjadi:
Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)
Abortus medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri,
dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan
jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat
persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.

5

Abortus Kriminalis
Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena
tindakan tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan
indikasi medis.

Berdasarkan gambaran klinis, abortus dibedakan menjadi enam golongan, yaitu:
1
a. Abortus Immimens (keguguran membakat)
Abortus imminens ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus
pada kehamilan sebelum 20 minggu, sedang hasil konsepsi masih dalam
uterus tanpa adanya dilatasi serviks.
Diagnosis abortus imminens diduga bila perdarahan berasal dari
intrauteri muncul selama pertengahan pertama kehamilan, dengan atau
tanpa kolik uterus, tanpa pengeluaran hasil konsepsi dan tanpa dilatasi
serviks. Menurut Taber (1994), umumnya kira kira 50 % wanita dengan
gejala abortus imminens kehilangan kehamilannya, persentase kecil lahir
prematur dan lainnya berlanjut ke kelahiran cukup bulan.

Gambar 1. Abortus Imminens
6

b. Abortus Insipiens (keguguran sedang berlangsung)
Abortus insipiens ialah peristiwa perdarahan uterus pada
kehamilan kurang dari 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks yang
meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa
mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.
Ciri : perdarahan pervaginam, dengan kontraksi makin lama makin kuat
dan sering, serviks terbuka.

Gambar 2. Abortus Insipiens
c. Abortus Inkompletus (keguguran bersisa)
Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi
pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal
dalam uterus. Perdarahan abortus ini dapat banyak sekali, sehingga dapat
menyebabkan perdarahan banyak dan tidak berhenti sebelum hasil
konsepsi dikeluarkan.
Ciri : perdarahan yang banyak, disertai kontraksi,serviks terbuka, sebagian
jaringan keluar.
7


Gambar 3. Abortus Inkompletus
d. Abortus Kompletus (keguguran lengkap)
Abortus kompletus terjadi dimana semua hasil konsepsi sudah
dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit,ostium uteri
sebagian besar telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.
Ciri : perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks menutup,
ada keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus.

Gambar 4. Abortus Kompletus
e. Missed Abortion
Missed abortion adalah kematian janin sebelum usia 20 minggu,
tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Setelah
retensi yang lama dari hasil konsepsi yang mati, dapat terjadi kelainan
8

pembekuan darah yang serius, khususnya bila kehamilan telah mencapai
trimester kedua sebelum janin mati.

Gambar 5. Missed Abortion
f. Abortus Habitualis (keguguran berulang)
Definisi abortus spontan yang berkali kali (habitualis) telah
dibuat berdasarkan berbagai kriteria jumlah dan urutannya, tapi definisi
yang paling mungkin diterima saat ini adalah abortus spontan yang terjadi
berturut turut tiga kali atau lebih.
Menurut Hertig abortus spontan terjadi dalam 10 % dari kehamilan
dan abortus habitualis 3,6 9,8 % dari abortus spontan.
Etiologi :
Kelainan ovum atau spermatozoa, dimana bila terjadi pembuahan
hasilnya adalah pembuahan yang patologis.
Kesalahan kesalahan pada ibu, yaitu disfungsi tiroid, korpus
luteum, kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta
menghasilkan progesteron sesudah korpus luteum atrofis, kelainan
anatomis, hipertensi dan keadaan malnutrisi.

9

Manifestasi Klinis
1,2
Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.
Pada pemeriksaan fisik ; keadaan umum tampak lemah atau kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, dengyut nadi normal atau
cepat dan kecil, suhu badan normal atau menurun.
Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil
konsepsi.
Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri
pinggang akibat kontraksi uterus.
Pada pemeriksaan ginekologi:
o Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil
konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vagina.
o Inspekulo: perdarahan dari cavum uteri, ostium uteri terbuka atau
sudah tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak
jaringan berbau busuk dari ostium.
o Vaginal toucher : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba
atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau
lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat portio digoyang,
tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglasi tidak menonjol
dan tidak nyeri.

Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
1,2,3
a. Laboratorium
Darah Lengkap
o Kadar haemoglobih rendah akibat anemia haemorrhagik.
o LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.

10

Tes Kehamilan
o Penurunan atau level plasma yang rendah dari hCG adalah
prediktif. terjadinya kehamilan abnormal (blighted ovum,
abortus spontan atau kehamilan ektopik).
b. Ultrasonografi
USG transvaginal dapat digunakan untuk deteksi kehamilan 4 5
minggu. Detik jantung janin terlihat pada kehamilan dengan CRL > 5 mm
(usia kehamilan 5 6 minggu).
Dengan melakukan dan menginterpretasi secara cermat,
pemeriksaan USG dapat digunakan untuk menentukan apakah kehamilan
viabel atau non viabel.
Pada abortus imimnen, mungkin terlihat adanya kantung kehamilan
(gestational sac GS) dan embrio yang normal.
Prognosis buruk bila dijumpai adanya :
Kantung kehamilan yang besar dengan dinding tidak beraturan dan
tidak adanya kutub janin.
Perdarahan retrochorionic yang luas ( > 25% ukuran kantung
kehamilan).
Frekuensi DJJ yang perlahan ( < 85 dpm ).
Pada abortus inkompletus, kantung kehamilan umumnya pipih dan
iregular serta terlihat adanya jaringan plasenta sebagai masa yang
echogenik dalam cavum uteri.
Pada abortus kompletus, endometrium nampak saling mendekat
tanpa visualisasi adanya hasil konsepsi.
Pada missed abortion, terlihat adanya embrio atau janin tanpa ada
detik jantung janin.
11

Pada blighted ovum, terlihat adanya kantung kehamilan abnormal
tanpa yolk sac atau embrio.
Kehamilan intrauterine 8 minggu. Terlihat gambaran embrio (E)
dan yolk sac (YS)

Komplikasi
1
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi,
infeksi, dan syok.
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa
sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian
karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada
waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus
dalam posisi hiporetrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu
diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan
laparatomi, dan tergantung dari luar dan bentuk perforasi, penjahitan luka
perforasi atau histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan
oleh orang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus
biasanya luas, mungkin juga terjadi perlukaan pada kandung kemih atau
usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi,
laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera,
untuk selanjutnya mengambil tindakan tindakan seperlunya guna
mengatasi komplikasi.

12

c. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus,
tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada
abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan
antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis
umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.
d. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik)
dan karena infeksi berat (syok endoseptik).

Diagnosa Banding
2
95% perdarahan uterus pada kehamilan muda disebabkan oleh abortus,
namun perlu diingat diagnosa banding dari perdarahan pervaginam pada
kehamilan muda yaitu :
a. Kehamilan ektopik
b. Perdarahan servik akibat epitel servik yang mengalami eversi atau erosi
c. Polip endoservik
d. Mola hidatidosa
e. (jarang) Karsinoma servik uteri
f. Pedunculated submucous myoma

Penatalaksanaan
1,2
a. Abortus Iminens
13

Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang
mekanik berkurang.
Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari.
Tes kehamilan dan pemeriksaan USG untuk menentukan keadaan
janin.
Berikan obat obat hormonal dan antispasmodika.
Berikan obat penenang dan preparat hematinik.
Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.

b. Abortus Insipiens
Bila perdarahan tidak banyak tunggu terjadinya abortus spontan tanpa
pertolongan selama 36 jam.
Pada kehamilan < 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam RL
500 ml dimulai 8 tetes/menit dan naikkan sesuai kontraksi uterus
sampai terjadi abortus komplet.
Bila janin sudah keluar tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan
pengeluaran plasenta secara manual.

c. Abortus Inkomplit
Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl
fisiologis atau RL dan selekas mungkin ditransfusi darah.
Setelah syok teratasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu
suntikkan ergometrin 0,2 mg IM.
Bila janin sudah keluar tetapi plasenta masih tertinggal,lakukan
pengeluaran plasenta secara manual.
Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
d. Abortus Komplit
14

Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3 5
hari.
Bila pasien anemia berikan hematinik.
Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
Anjurkan pasien untuk diet tinggi protein,vitamin dan mineral.

e. Missed Abortion
Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan hasil konsepsi dengan
cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar
sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan hasil konsepsi.
Pada kehamilan < 12 minggu, berikan dietilstilbestrol 3x5 mg lalu
infus oksitosin 10 IU dalam RL 500 ml mulai 20 tetes/menit dan
naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus.

f. Abortus Habitualis
Pengobatan pada kelainan endomentrium pada abortus habitualis lebih
besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada
sesudahnya.
Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan.
Pada serviks inkompeten terapinya adalah operatif: SHIRODKAR atau
MC DONALD (cervical cerclage).

Kuretase
4
Teknik kuretase:
a. Pasien dalam posisi litotomi.
b. Lakukan tindakan anestesi.
15

c. Tindakan asepsis dan anti sepsis genitalia externa, vagina dan serviks.
d. Kosongkan kandung kemih.
e. Pasangkan spekulum vagina, selanjutnya serviks dipresentasikan dengan
tenakulum menjepit dinding depan porsio pada jam 12. Angkat spekulum
depan dan spekulum belakang dipegang oleh seorang asisten.
f. Masukkan sonde uterus dengan hati hati untuk menentukan besar dan
arah uterus.
g. Keluarkan jaringan dengan cunam abortus, dilanjutkan dengan kuret
tumpul secara sistematis menurut putaran jarum jam. Usahakan seluruh
kavum uteri dikerok.
h. Setelah diyakini tak ada perdarahan, tindakan dihentikan. Awasi tanda
vital 15 30 menit pasca tindakan.

Gambar 6. Kuretase

16


Gambar 7. Pathway penatalaksanaan abortus
17

B. MOLA HIDATIDOSA
Penyakit trofoblastik gestasional (gestational trophoblastic disease)
meliputi beberapa penyakit yang prosesnya muncul atau berkembang di plasenta,
diantaranya: mola parsial dan komplet/lengkap, placental site trophoblastic
tumors, koriokarsinoma, dan mola invasif.
Hampir semua wanita dengan penyakit trofoblastik gestasional yang ganas
(malignant gestational trophoblastic disease) dapat dicegah dengan pemeliharaan
(preservation) fungsi reproduksi. Pada referat ini hanya dibahas tentang
hydatidiform moles (complete and partial).

Definisi
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili
korialisnya mengalami perubahan hidrofik. Uterus dan berkembang lebih cepat
dari usia gestasi yang normal, tidak dijumpai adanya janin, kavum uteri hanya
terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur.

Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor faktor yang dapat
menyebabkan antara lain:
a. Faktor ovum: ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan.
b. Imunoselektif dari trofoblast.
c. Keadaan sosio ekonomi yang rendah.
d. Paritas tinggi.
e. Kekurangan protein
f. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
18

Patogenesis
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
a. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.
b. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblast :
Teori missed abortion. Mudigah mati pada kehamilan 3 5 minggu karena
itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan
masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung gelembung.
Teori neoplasma dari Park. Sel sel trofoblast adalah abnormal dan
memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan
ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata
mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya
embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang
terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan
melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.

Manifestasi Klinis
Aminore dan tanda tanda kehamilan.
Perdarahan kadang kadang sedikit, kadang kadang banyak, karena
perdarahan ini pasien biasanya anemis.
Perbesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan
Tidak teraba adanya janin, tidak adanya balloment, tidak ada bunyi
jantung anak dan tidak nampak rangka janin pada rotgen foto.
Pada mola partialis, keadaan yang jarang terjadi, dapat di ketemukan janin
19

Hiperemisis lebih sering terjadi, lebih keras dan dan lebih lama.
Pre eklampsi atau eklamsi yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu
Gejala klinik mirip dengan kehamilan muda dan abortus imminens, tetapi
gejala mual dan muntah berat.

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Quantitative beta HCG
Kadar HCG lebih dari 100,000 mIU/mL mengindikasikan pertumbuhan
trofoblas yang berlebihan (exuberant trophoblastic growth) dan dugaan
adanya kehamilan mola haruslah disingkirkan. Kadar HCG pada
kehamilan mola biasanya normal.
Hitung darah lengkap dengan trombosit (complete blood cell count with
platelets)
Anemia merupakan komplikasi medis yang umum terjadi, sebagai
perkembangan (development) dari proses koagulopati.
Fungsi pembekuan (clotting function)
Tes ini dilakukan untuk menyingkirkan dugaan adanya komplikasi akibat
proses perkembangan koagulopati.
Tes fungsi hati (Liver function test)
Blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin
Thyroxin
Meskipun wanita dengan kehamilan mola secara klinis biasanya euthyroid,
namun kadar plasma thyroxin biasanya naik di atas nilai normal wanita
dengan kehamilan normal. Disamping itu, gejala hyperthyroidism dapat
terjadi.
Serum inhibin A dan activin A

20

b. Pencitraan (Imaging Studies)
Ultrasonography (USG) merupakan baku emas (criterion standard) untuk
mengidentifikasi kehamilan mola, baik lengkap maupun parsial. Gambaran klasik
mola adalah adanya pola badai salju (snowstorm pattern) yang mengindikasikan
vili korionik hidrofik.
Sementara USG yang high resolution mampu menunjukkan suatu massa
intrauterine complex yang berisi banyak kista kecil (small cysts). Sekali diagnosis
kehamilan mola (molar pregnancy) ditegakkan, maka suatu tindakan baseline
chest radiograph seperti rontgen dada haruslah dilakukan. Paru paru merupakan
tempat metastasis (penyebaran) primer untuk tumor trofoblas ganas (malignant
trophoblastic tumor).
c. Penemuan Histologis (Histological Findings)
Mola lengkap (complete mole)
Tidak tampak jaringan janin (fetal tissue), namun terlihat jelas proliferasi
trofoblas yang berat (severe trophoblastic proliferation), hydropic villi, dan
kromosom 46,XX atau 46,XY. Sebagai tambahan, mola lengkap
menunjukkan overexpression dari beberapa faktor pertumbuhan (growth
factors), termasuk c myc, faktor pertumbuhan epidermal, dan c erb B
2. Hal itu tidak dijumpai pada plasenta normal.
Mola parsial (partial mole)
Terlihat jaringan janin (fetal tissue), amnion, sel sel darah merah janin,
vili hidrofik, dan proliferasi trofoblas. Menurut Prof. Dr. Djamhoer
Martaadisoebrata, dr.SpOG(K), MSPH. (2005) gambaran khas mola
hidatidosa parsial memiliki empat gambaran khas:
1) Vili korialis dari berbagai ukuran dengan degenerasi hidropik, kavitasi,
dan hiperplasi trofoblas.
2) Scalloping yang berlebihan dari vili.
3) Inklusi stroma trofoblas yang menonjol.
4) Ditemukan jaringan embrionik atau janin.
21


Diagnosa
a. Anamnesis
Perdarahan pervaginam / gambaran NOK, gejala toksemia pada trimester I
dan II, hipermisis gravidarum, gejala tirotoksikosis dan gejala emboli paru.
b. Pemeriksaan fisik
Uterus lebih besar dari usia kehamilan, kista lotein balotemen negatif
denyut jantung janin negatif.
c. Pemeriksaan penunjang

Diagnosa Banding
Kehamilan dengan mioma, abortus, hidramnion dan gemeli.

Komplikasi
a. Perforasi uterus saat melakukan tindakan kuretase (suction curettage)
terkadang terjadi karena uterus luas dan lembek (boggy). Jika terjadi
perforasi, harus segera diambil tindakan dengan bantuan laparoskop.
b. Perdarahan (hemorrhage) merupakan komplikasi yang sering terjadi saat
pengangkatan (evacuation) mola. Oleh karena itu, oksitosin intravena
harus diberikan sebelum evakuasi mola. Methergine dan atau Hemabate
juga harus tersedia. Selain itu, darah yang sesuai dan cocok dengan pasien
juga harus tersedia.
c. Penyakit trofoblas ganas (malignant trophoblastic disease) berkembang
pada 20% kehamilan mola. Oleh karena itu, quantitative HCG sebaiknya
dimonitor terus menerus selama satu tahun setelah evakuasi
(postevacuation) mola sampai hasilnya negatif.
22

d. Pembebasan faktor faktor pembekuan darah oleh jaringan mola memiliki
aktivitas fibrinolisis. Oleh karena itu, semua pasien harus diskrining untuk
disseminated intravascular coagulopathy (DIC).
e. Emboli trofoblas dipercaya menyebabkan acute respiratory insufficiency.
Faktor risiko terbesar adalah ukuran uterus yang lebih besar dibandingkan
usia kehamilan (gestational age) 16 minggu. Kondisi ini dapat
menyebabkan kematian.

Penatalaksanaan
a. Perbaiki keadaan umum.
b. Keluarkan jaringan mola dengan vakum kuretas dilanjutkan
dengan kuret tajam. Lakukan kuretas bila tinggi fundus uterus
lebih dari 20 minggu sesudah hari ketujuh.
c. Untuk memperbaiki kontraksi, sebumnya berikan uterotonik
(20 40 unit oksitosin dalam 250 cc/50 unit oksitosin dalam
500 ml NaCl 0,9%) bila tidak dilakukan vakum kuretase, dapat
diambil tindakan histeroktomi.
d. Histeroktomi perlu dipertimbangkan pada wanita yang telah
cukup umur dan cukup anak. Batasan yang dipakai ialah umur
35 tahun dengan anak hidup tiga.
e. Terapi proflaksis dengan sitostatik metroteksat atau
aktinomisin D pada kasus dengan resiko keganasan tinggi
seperti umur tua dan paritas tinggi.
f. Pemeriksaan ginekologi, radiologi dan kadar Beta HCG
lanjutan untuk deteksi dini keganasan. Terjadinya proses
keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca
mola. Yang paling banyak dalam 6 bulan pertama, pemeriksaan
kadar Beta HCG tiap minggu sampai kadar menjadi negatif
23

selama 3 minggu lalu tiap bulan selama 6 bulan pemeriksaan
foto toraks tiap bulan sampai kadar Beta HCG negatif.

Prognosa
a. Kematian akibat perdarahan, infeksi, eklampsia, penyakit jantung atau
krisis tiroid. Dinegara berkembang 2,2 % dan 5,7%.
b. Proses keganasan berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola,
yang paling banyak 6 bulan pertama.
c. Bisa melahirkan normal setelah terapi mola

24

C. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya bagi seorang
wanita yang dapat menyebabkan kondisi yang gawat bagi wanita tersebut.
Keadaan gawat ini dapat menyebabkan suatu kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang sering dihadapi oleh
setiap dokter, dengan gambaran klinik yang sangat beragam. Hal yang perlu
diingat adalah bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan
atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah dapat
mengalami kehamilan ektopik terganggu.
Berbagai macam kesulitan dalam proses kehamilan dapat dialami para
wanita yang telah menikah. Namun, dengan proses pengobatan yang dilakukan
oleh dokter saat ini bisa meminimalisir berbagai macam penyakit tersebut.
Kehamilan ektopik diartikan sebagai kehamilan di luar rongga rahim atau
kehamilan di dalam rahim yang bukan pada tempat seharusnya, juga dimasukkan
dalam kriteria kehamilan ektopik, misalnya kehamilan yang terjadi pada cornu
uteri. Jika dibiarkan, kehamilan ektopik dapat menyebabkan berbagai komplikasi
yang dapat berakhir dengan kematian.
Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang
sekarang masih banyak dipakai. Diantara kehamilan kehamilan ektopik, yang
terbanyak terjadi di daerah tuba, khususnya di ampulla dan isthmus. Pada kasus
yang jarang, kehamilan ektopik disebabkan oleh terjadinya perpindahan sel telur
dari indung telur sisi yang satu, masuk ke saluran telur sisi seberangnya.

Definisi
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari
bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan
berada di luar tempat yang semestinya. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi
25

abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut
maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.

Insiden
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara
20 40 tahun dengan umur rata rata 30 tahun. Namun, frekuensi kehamilan
ektopik yang sebenarnya sukar ditentukan. Gejala kehamilan ektopik terganggu
yang dini tidak selalu jelas.

Etiologi
Kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan sel telur dari indung
telur (ovarium) ke rahim (uterus). Dari beberapa studi faktor resiko yang
diperkirakan sebagai penyebabnya adalah:
a. Infeksi saluran telur (salpingitis), dapat menimbulkan gangguan pada
motilitas saluran telur.
b. Riwayat operasi tuba.
c. Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang.
d. Kehamilan ektopik sebelumnya.
e. Aborsi tuba dan pemakaian IUD.
f. Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom.
g. Bekas radang pada tuba; disini radang menyebabkan perubahan
perubahan pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi dapat terjadi,
gerakan ovum ke uterus terlambat.
h. Operasi plastik pada tuba.
i. Abortus buatan.

26

Patofisiologi
Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum
yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat
kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari
vaskularisasi tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini:
a. Kemungkinan tubal abortion, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke
ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya
terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk
ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh
tekanan dari dinding tuba.
b. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai
akibat dari distensi berlebihan tuba.
c. Faktor abortus ke dalam lumen tuba.
Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena
trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan
dalam rongga perut, kadang kadang sedikit hingga banyak, sampai
menimbulkan syok dan kematian.

Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda beda; dari
perdarahan yang banyak yang tiba tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya
gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda
tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita
sebelum hamil. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada
kehamilan ektopik terganggu.
27

Hal ini menunjukkan kematian janin. Kehamilan ektopik terganggu sangat
bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak dalam rongga
perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala gejala yang samar samar
sehingga sulit untuk membuat diagnosanya.

Diagnosis
Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara
ditegakkan, antara lain dengan melihat:
a. Anamnesis dan Gejala Klinis
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau
tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah.
Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang
terkumpul dalam peritoneum.
a. Pemeriksaaan Fisik
Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah
adneksa.
Adanya tanda tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan
ekstremitas dingin, adanya tanda tanda abdomen akut, yaitu perut
tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding
abdomen.
Pemeriksaan ginekologis
Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada
uteris kanan dan kiri.
b. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B hCG (+).
Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah
dapat meningkat.
c. Kuldosentesis
28

Suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas
ada darah.
d. Laparatomi
Diagnosa pasti hanya bisa ditegakkan dengan laparatomi.
e. USG: berguna pada 5 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar
uterus.

Diagnosa Banding
Hati hati dengan diagnosis banding, misalnya appendisitis pada usia
kehamilan muda : mungkin ada tanda kehamilan, mungkin juga ada tanda akut
abdomen sebaliknya kehamilan ektopik terganggu belum tentu pula disertai
gejala pendarahan.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu:
a. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah
lama berlangsung (4 6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan
indikasi operasi.
b. Infeksi.
c. Sterilitas.
d. Pecahnya tuba falopii.
e. Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio.

Penanganan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pada
laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari
29

adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus
diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam
tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu : kondisi
penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi
kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi
(pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan
pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang
berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum
terangkat.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi, infus,
oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan
antiinflamasi. Sisa sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin
supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit.

Prognosa
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan
diagnosis dini dengan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971)
melaporkan 1 kematian dari 826 kasus, dan Willson dkk (1971) 1 diantara 591
kasus. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan
Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus.
Penderita mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami
kehamilan ektopik kembali. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun.
Hanya 60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat
hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 14,6%.
Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50%.

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, Gary. Leveno, Kenneth J. Bloom, Steven L. dkk. Obstretri
Williams. Edisi 23. Volume 1. EGC. 2013.
2. Elizabeth, E. Puscheck, MD. Early Pregnancy Loss. Medscape. October 2013.
http://reference.medscape.com/article/266317-overview
3. DEUTCHMAN, Mark, MD. et al. First Trimester Bleeding. Am Fam
Physician. 2009 Jun 1;79(11):985-992.
http://www.aafp.org/afp/2009/0601/p985.html
4. Curretage Procedure and Indication. Medicinenet.
http://www.medicinenet.com/dilation_and_curettage/article.htm
5. Adriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo J. Et al. Perdarahan Hamil Muda.
dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: JNPKKR-POGI; 2002. p. 145-59
6. Stoppler, Mellisa Conrad dan William C.S. 2010. Dilation and Curretage.
MedicineNet.com.
http://www.medicinenet.com/dilation_and_curettage/article.htm

You might also like