You are on page 1of 5

KEPEMILIKAN DAN AKAD

BAB I
Kepemilikan
1. Pengertian milkiyah dan dasar hukumnya
Islam hadir dengan membolehkan kepemilikan individu (Private Property) serta membatasi
kepemilikan dengan mekanisme tertentu, bukan dengan cara pemberangsuran (Perampasan). Cara
tersebut sesuai dengan fitrah manusia serta mampu mengatur hubungan antar personal diantara
sesama manusia Islam juga telah menjamin manusia agar bias memenuhi kebutuhan-kebutuhan secara
menyeluruh. Kepemilikan individu (Private Property) bukan merupakan hal yang baru dalam ajaran
islam, bahkan keberadaannya sejalan dengan keberadaan manusia. Bangsa dan umat terdahulu telah
memiliki tata cara kepemilikan yang di sepakati, seperti kaum bani Israel, Yunani dan bangsa Arab
sebelum Islam menggariskan ketentuan yang mengatur masalah kepemilikan pribadi.
Milkiyah berarti sesuatu yang berada dalam kekuasaannya, sedangkan menurut istilah milkiyah
(Kepemilikan) adalah suatu harta atau barang yang secara hukum dapat dimiliki seseorang untuk
dimanfaatkan dan dibenarkan untuk dipindah penguasaannya kepada orang lain. Misalnya, hewan yang
dimiliki seseorang, dapat dimanfaatkan untuk dijual kepada orang lain. Firman Allah
Artinya : atau hamba sahaya yang mereka miliki. (Q.s. Al-Mu'minun (23):6)
Sabda Rasulullah saw :
Artinya : "Siapa yang gugur dalam mempertahankan hartanya ia syahid, siapa yang gugur
mempertahankan darahnya ia syahid, siapa yang gugur dalam mempertahankan agamanya ia syahid,
siapa yang gugur dalam mempertahankan keluarganya ia syahid" (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Sebab-Sebab Kepemilikan
Harta atau barang yang dimiliki seseorang dapat disebabkan hal-hal sebagai berikut :
1. Harta itu umum, yaitu harta yang memang menurut kebiasaannya dapat dimiliki bagi yang
mendapatkannya. Contoh : Ikan di laut, hewan buruan, harta Nkaz, pepohonan dihutan belantara, dan
lain-lain. Benda-benda tersebut boleh dimiliki siapa saja yang mendapatkannya.
2. Barang atau harta yang dimiliki dengan melaksanakan akad, yaitu barang-barang atau harta
yang kepemilikannya harus didahului oleh adanya akad, seperti harta diperoleh lewat akad jual beli,
hibah pinjam meminjam, hutang piutang dan lain sebagainya.

3. Barang atau harta yang diperoleh lewat pewarisan, yaitu harta-harta atau barang yang dapat
menjadi milik karena ia bagian harta pusaka yang ditinggalkan oleh ahli waris, atau mendapat wasiat
untuk memiliki harta dari seseorang pemberi wasiat kepadanya.
4. Harta atau barang yang dapat menjadi milik karena hasil pembiakan dari harta yang dimiliki
sebelumnya. Contoh anak kambing yang dipelihara, pepohonan dari menebarnya biji pohon induk yang
semula dimiliki kebun miliknya.
3. Macam-Macam Kepemilikan
Kepemilikan terhadap suatu harta ada 3 macam :
1. Kepemilikan penuh, yaitu penguasaan dan pemanfaatan terhadap benda atau harta yang
dimilikinya secara bebas dan dibenarkan secara hukum. Contoh : Si ahmad memiliki rumah, sawah,
kendaraan Honda, dsb. Ahmad dapat menguasai dan memanfaatkan harta itu tanpa ada orang yang
membatalkan.
2. Kepemilikan materi, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang terbatas kepada
penguasaan materinya saja, tidak dibenarkan secara hukum untuk memanfaatkannya. Contoh : Si Agus
Salim menyewakan harta berupa rumah atau sawah kepada si Bekti Santoso, maka Si Agus Salim hanya
berhak menguasai materinya saja, sedangkan pemanfaatan dari harta tersebut berada dalam
penguasaan orang yang menyewa.
3. Kepemilikan manfaat, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang terbatas kepada
pemanfaatannya saja, tidak dibenarkan secara hukum untuk menguasai materi harta itu. Contohnya : Si
Agus Budiman menyewa tanah atau sawah kepada Si Agus Santoso, maka Si Agus Santoso hanya berhak
mengambil manfaat dari barang (materi) tersebut saja, sedangkan materi barang tersebut berada dalam
penguasaan orang yang menyewakan.
Kepemilikan manfaat dapat berakhir apabila terjadi hal-hal sebagai berikut :
4. Habis masa sewa atau masa pemanfaatannya.
5. Barang yang dimanfaatkan itu rusak atau hilang, sehingga tidak dapat digunakan lagi.
6. Salah satu pembuat akad meninggal dunia.
Selanjutnya kepemilikan dilihat dari aspek siapa yang menguasai harta, maka dapat dibedakan menjadi :
7. Kepemilikan Privasi (Individu) yaitu satu harta yang dimiliki seseorang namun bukan untuk
umum. Contoh : rumah, mobil, sawah, dan lain sebagainya secara pribadi.
8. Kepemilikan Publik (Umum) yaitu harta yang dimiliki oleh negara atau masyarakat dimana harta
itu tidak ada seorangpun yang memiliki hak atau penguasaan harta itu. Contoh : Jalan raya, Lapangan
gelora, tempat pemakaman / gardu dan fasilitas-fasilitas lainnya.


BAB II

Akad
1. Pengertian akad dan dasar hukumnya
Akad menurut bahasa mempunyai arti ikatan atau persetujuan, sedangkan menurut istilah akad adalah
cara tertentu yang dilakukan untuk sahnya sebuah perbuatan. Contoh : akad jual beli, akad sewa
menyewa, akad pernikahan, dan lain sebagainya. Jadi secara istilah yang dimaksud akad dalam hal ini
Ijab dan Qobul dalam bentuk sighat lafaz Ijab dan Qobul.

Dasar hukum dilakukannya akad firman Allah SWT :
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu (Q.s. Al- Maidah : 1)".]
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa melakukan akad hukumnya wajib.

2. Syarat dan rukun akad
1. Rukun Akad
Ada beberapa rukun dilakukannya akad :
1. Dua orang atau lebih yang melakukan akad (transaksi).
2. Sighot (Ijab dan Qobul).
3. Ma'qud 'alaih (Suatu yang diakadkan).
2. Syarad Akad
1. Syarat orang yang bertransaksi
1. Berakal.
2. Baligh.
3. Mumajiz (mengerti terhadap suatu yang dilakukan).
4. Orang yang dibenarkan secara hukum untuk melakukan akad.
2. Syarat shighat
Disyaratkan dalam Ijab dan Qobul sebagai berikut :
1. Ijab dan Qobul dilakukan dalam satu majelis.
2. Ijab dan Qobul harus ucapan yang bersambung.
3. Ijab dan Qobul harus merupakan pemindahan hak dan tanggung jawab.


3. Macam Macam Akad
Ada beberapa macam akad yang dilakukan antara lain :
1. Akad lisan, yaitu akad yang dilakukan dengan cara pengucapan lisan.
2. Akad dengan tulisan
3. Akad dengan perantara utusan
4. Akad orang bisu
4. Syarat barang yang di akadkan :
1. Bersihnya barang.
Tentang bersihnya barang, berdasarkan pada hadist dari Jabir bahwasannya ia mendengar Rasulullah
SAW. Bersabda : "Sesungguhnya Allah mengharamkan menjual belikan khamar, bangkai, babi dan
patung-patung".
Mazab Hanafi dan Mazab Zahiri berpendapat barang yang ada manfaatnya dinilai halal untuk dijual.
Demikian pula diperbolehkan menjual setiap barang najis yang dapat dimanfaatkan bukan untuk tujuan
dimakan dan diminum, seperti minyak najis yang dapat digunakan untuk keperluan bahan bakar,
penerangan dan untuk cat pelapis, serta tujuan mencelup.
2. Harus bermanfaat.
Jual beli serangga, ulat, tikus, tidak boleh. Kecuali untuk dimanfaatkan. Boleh melakukan jual beli kucing,
lebah, beruang, singa dan binatang lain berguna untuk berburu atau dapat dimanfaatkan kulitnya.
Adapun anjing-anjing yang dapat dijinakkan seperti untuk penjagaan tanaman. Menurut Abu Hanifah
boleh diperjual belikan. Menurut An-Nasa'I yang diperbolehkan hanya memperjual belikan. Dengan
berdalil kepada ucapan Rosulullah SAW yang melarang memperjual belikan anjing kecuali untuk
berburu. Hadist ini diriwayatkan An-Nisa'I dari Jabir. Menurut Al-Hafizh Sanad hadist yang
memperbolehkan jual beli anjing perburuan dapat dipercaya (Siqat).
3. Yang bertindak pemilik barang, atau yang diberikan izin oleh pemilik
Diriwayatkan Al-Bariqim bahwa dia berkata "Rasulullah SAW pernah mengutuskan membeli kambing
untuknya dengan beberapa dinar yang diberikan kepadaku." Dengan beberapa dinar. Rasulullah SAW
lalu bersabda "Moga-moga Allah memberkahi tindakanmu."
4. Dapat dihitung waktu penyerahannya secara syara' dan masa.
Sesuatu yang tidak dapat dihitung pada waktu penyerahannya tidak sah di jual. Seperti ikan yang berada
didalam air. Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud r.a. berkata "Janganlah kalian membeli ikan
yang berada didalam air sesungguhnya yang demikian itu penipuan."
5. Bahwa barang yang dibeli harganya diketahui
Jika barang dan harga tidak diketahui atau salah satu keduanya tidak diketahui. Jual beli tidak sah,
karena mengandung unsure penipuan. Mengenai syarat mengetahui barang yang dijual, cukup dengan
penyaksian. Jual beli barang yang tidak ada di majlis akad, di perbolehkan, dengan syarat criteria barang
tersebut terinci dengan jelas (Jual beli Saham).
6. Barang yang di akadkan ada di tangan
Menjual barang sebelum ada di tangan. Maka tidak boleh, karena dapat terjadi barang itu sudah rusak
pada waktu masih berada ditangan penjual, sehingga menjadi jual beli Ghurur. Jual beli Ghurur tidak
sah.

You might also like