You are on page 1of 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur kelompok kami panjatkan kehadirat ALLAH Subhana Wa Taala, Pencipta
Alam Semesta, Penguasa seluruh yang ada di langit dan di bumi, Tempat memohon para mahluk,
Sumber segala Ilmu, yang telah memberikan Karunia, Rahmat dan Hidayahnya kepada kami,
sehingga makalah tentang Etika dalam Praktik Akuntansi Sektor Publik ini dapat selesai.
Sebagaimana halnya manusia biasa yang masih dalam tahapan proses belajar, maka tidak
menutup kemungkinan setiap aktifitas kita akan selalu ada kekurangan dan kelalaian, begitu pula
dengan makalah yang kami tulis ini. Oleh karena itu kami selalu mengharapkan tegur sapa dari
semua pihak demi penyempurnaan penulisan makalah berikutnya. Namun semoga karya yang
sederhana dan terdapat banyak kekurangan ini tetap bermanfaat bagi kita semua, Amin. Karena
kekurangan kemampuan, penulis menyadari bahwa masukan dari pembaca seekalian sangat
bermanfaat bagi kami.




Makassar, 04 Juni 2014

Penulis, Kelompok III

BAB I
PENDAHULUAN
Etika secara garis besar dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai-nilai
moral. Setiap orang memilki rangkaian nilai tersebut, walaupun kita memperhatikanya atau tidak
memperhatikanya secara eksplisit. Kebutuhan etika dalam masyarakat sangat mendesak sehingga
lazim memasukkan nilai-nilai etika ini ke dalam undang-undang atau peraturan yang berlaku.
Banyaknya nilai etika yang ada tidak dapat dijadikan undang-undang atau peraturan yang
berlaku akibat dari sifat nilai-nilai etika itu yang sangat tergantung pada pertimbangan seseorang.
Terdapat enam ilustrasi prinsip-prinsip etika yang disarankan. Antara lain keterpercayaan
(trustworthiness) mencakup kejujuran, integritas, reliabilitas, dan loyalitas. Penghargaan
(respect) mencakup gagasan-gagasan seperti kesopanan, kesopansantunan, harga diri, toleransi,
dan penerimaan. Pertanggungjawaban (responsibility) berarti bertanggung jawab atas tindakan
seseorang serta melakukan pengendalian diri. Kesepadanan (fairness) dan keadilan mencakup
isu-isu tentang kesejajaran, sikap tidak memihak, proporsionalitas, keterbukaan, serta
perlindungan hukum.
Perhatian (caring) berarti secara sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan
sesamanya. Kewarganegaraan (citizensip) termasuk didalamnya adalah kepatuhan pada undang-
undang serta melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara agar proses dalam masyarakat
berjalan dengan baik. Berbicara tentang Etika Birokrasi dewasa ini menjadi topik yang sangat
menarik dibahas, terutama dalam mewujudkan aparatur yang bersih dan berwibawa.
Kecenderungan atau gejala yang timbul dewasa ini banyak aparat birokrasi dalam pelaksanaan
tugasnya sering melanggar aturan main yang telah ditetapkan.
Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan sangat terkait dengan moralitas dan
mentalitas aparat birokrasi dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan itu sendiri yang
tercermin lewat fungsi pokok pemerintahan , yaitu fungsi pelayanan, fungsi pengaturan atau
regulasi dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Jadi berbicara tentang Etika Birokrasi berarti kita
berbicara tentang bagaimana aparat Birokrasi tersebut dalam melaksanakan fungsi tugasnya
sesuai dengan ketentuan aturan yang seharusnya dan semestinya, pantas untuk dilakukan dan
sewajarnya dimana telah ditentukan atau diatur untuk ditaati dan dilaksanakan.
Permasalahan yang muncul sekarang ini bagaimana proses penentuan Etika dalam
Birokrasi itu sendiri, siapa yang akan mengukur seberapa jauh etis atau tidak, bagaimana kondisi
saat itu dan daerah tertentu yang mengatakan bahwa sesuatu dianggap etis saja atau dapat
dibenarkan, namun di tempat lain belum tentu. Dapat dikatakan bahwa Etika Birokrasi sangat
tergantung pada seberapa jauh melanggar di tempat atau daerah mana, kapan dilakukannya dan
pada saat yang bagaimana, serta sanksi apa yang akan diterapkan sanksi sosial atau moral
ataukah sanksi hokum.
Semua ini sangat temporer dan bervariasi di negara kita sebab terkait juga dengan aturan,
norma, adat dan kebiasaan setempat. Oleh karena itu penulisan akan mencoba membahas
tentang apa yang kode etika yang berlaku di jajaran pegawai yang bekerja dibawah instansi dan
bagaimana peran etika yang diatur AIPI yang membawahi birokrasi seperti BPK, BPKP,
Inspektorat Jendral, Inspektorat provinsi, Inspektorat Kabupaten/Kota dan komisi KPK Serta
kasus-kasus yang berkaitan dengan birokrasi-birokrasi tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN
A. ETIKA YANG DIATUR DALAM APARATUR
Setiap organisasi, misalnya PNS atau TNI ada usaha untuk membentuk Kode Etik yang
lebih mengikat atau mengatur anggotanya agar lebih beretika dan bermoral. Namun sampai
sekarang belum diketahui sampai seberapa jauh dan juga belum dapat dipantau secara jelas
apakah perbuatan seseorang melanggar Etika atau Kode Etik atau tidak, karena belum jelas
batasannya dan apa sanksinya. Dengan demikian Kode Etik dapat benar-benar dipergunakan
sebagai ukuran atau kriteria untuk menilai perilaku atau tingkah laku aparat Birokrasi sehingga
disebut beretika atau tidak.
Saat ini, telah dikembangkan rangka pemikiran untuk membantu setiap orang
memecahkan dilemma etika. Rangka tersebut dapat membantu masyarakat mengidentifikasi
masalah etika dan menetapkan tindakan yang tepat sesuai dengan nilai pribadi yang dimilikinya.
Rangka tersebut dikenal sebagai the six step approach yang meliputi langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Identifikasikan kejadian.
b. Indentifikasikan masalah etika berkaitan dengan kejadian tersebut.
c. Tetapkan siapa saja yang akan diterima/ditanggungnya berkaitan dengan kejadian
tersebut.
d. Identifikasikan alternative-alternatif tindakan yang dapat ditempuh pihak yang terkait
dengan dilemma tersebut.
e. Identifikasikan konsekuensi dari tiap-tiap alternative tersebut.
f. Tetapkan tindakan yang tepat berdaasarrkan pertimbangan tentang nilai-nilai etika yang
dimiliki dan konsekuensinya serta kesanggupan menanggung konsekuensi atas pilihan
tindakan tersebut sifatnya sangat individual sehingga sangat tergantung pada nilai etika
yang dimiliki oleh yang bersangkutan serta kesanggupannya menanggung akibat dari
pilihan tindakanya.
Langkah tersebut akan mengarah padda ketidak seragaman perilaku karena nilai yang
diyakini oleh masing-masing individu mungkin berbeda. Oleh karena itu, untuk tercapainya
keseragaman ukuran perilaku, apakah suatu tindakan etis atau tidak etis, maka perlu ditetapkan
bersama oleh seluruh anggota profesi.
Apapun maksud yang hendak dicapai dengan membentuk dan ,menanamkan Kode Etik
tersebut adalah demi terciptanya Aparat Birokrasi lebih jujur, lebih bertanggung jawab, lebih
berdisiplin, dan lebih rajin serta yang terpenting lebih memiliki moral yang baik serta terhindar
dari perbuatan tercela seperti korupsi, kolusi, nepotisme dan sebagainya. Adapun aturan-aturan
pokok yang melekat pada seorang Pegawai Negeri atau Aparat Birokrasi yang dapat dijadikan
acuan Kode Etiknya dapat dilihat sebagai berikut :
1. Aturan mengenai Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
Untuk menjamin terselenggaranya tugas-tugas umum pemerintahan secara berdayaguna
dan berhasilguna dalam rangka usaha mewujutkan masyarakat adil dan makmur baik material
maupun spiritual, diperlukan adanya Pegawai Negeri sebagai unsur aparatur negara yang penuh
kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, bersih, berwibawa
bermutu tinggi dan sadar akan tugas serta tanggungjawabnya.
Dalam hubungan ini Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 telah meletakkan dasar yang
kokoh untuk mewujudkan Aparat Birokrasi atau PNS seperti dimaksud di atas dengan cara
mengatur kedudukan dan kewajiban bagi Aparat Birokrasi sebagai salah satu kewajiban dan
langkah usaha penyempurnaan aparatur negara di bidang kepegawaian.
2. Aturan mengenai kedudukan Pegawai Negeri sipil
Pegawai Negeri sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang
dengan kesetiaan dan ketaatan kepada pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah,
menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, pelayanan kepada masyarakat,
mengatur masyarakat atau regulasi dan memberdayakan masyarakat. Kesetiaan dan ketaatan
penuh tersebut mengandung pengertian bahwa pegawai negeri berada sepenuhnya dibawah
aturan yang telah ditentukan.


3. Penghargaan Pegawai Negeri sipil
Kepada Pegawai negeri dapat diberikan penghargaan apabila telah menunjukkan
kesetiaan dan prestasi kerja dan memiliki etika kerja yang baik, dianggap berjasa bagi negara dan
masyarakat. Bentukpenghargaan kepada Pegawai Negeri yang bersangkutan berupa tanda jasa,
kenaikan pangkat istimewa yang secara otomatis kenaikkan gajinya sesuai pangkat. Tujuan
penghargaan ini diharapkan agar menjadi contoh kepada yang lain dalam melaksanakan tugas.
4. Keanggotaan Pegawai Negeri dalam Partai Politik
Untuk menjaga netralitas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya agar lebih beretika
dan bermoral dan agar terhindar dari kepentingan partai politik, maka sebaiknya Pegawai Negeri
tidak masuk dalam politik praktis demi menjaga moralitas yang merupakan etika aparat
birokrasi.
5. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Ketentuan tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut antara lain diatur hal-hal sebagai
berikut : kewajiban, larangan, sanksi, tata cara pemeriksaan, tata cara pengajuan keberatan
terhadap hukuman disiplin yang kesemuanya dapat menjadi acuan dalam beretika bagi seorang
aparat Birokrasi atau Pegawai Negeri. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri yang menjadi
kewajiban dan harus ditaati sesuai Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, antara
lain mengatur tentang :
Kesetiaan terhadap Pancasila dan UUD 1945, Negara dan Pemerintah.
Mengangkat dan mentaati sumpah/ janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/ janji jabatan
berdasarkan peraturan yang berlaku serta siap menerima sanksinya.
Menyimpan rahasia negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya.
Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, bersemangat untuk kepentingan negara.
Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat
membahayakan atau merugikan negara/ pemerintah, terutama di bidang keamanan,
keuangan, dan material.
Mentaati ketentuan jam kerja.
Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat.
Bersikap adil dan bijaksana terhadap bawahannya.
Menjadi atau memberikan contoh teladan terhadap bawahannya.
Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk meningkatkan kariernya.
Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap
masyarakat, sesama pegawai dan atasannya.
Sementara larangan bagi aparat Birokrasi atau pegawai Negeri menurut Pasal 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun1980, yang juga dapat dijadikan sebagai Kode Etik Birokrasi, yaitu
larangan seperti :
o Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara,
Pemerintah atau Pegawai Negeri sipil.
o Menyalahgunakan wewenangnya.
o Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik negara.
o Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun yang diketahui
atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan
Pegawai Negeri yang bersangkutan.
o Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat pegawai
negeri sipil, kecuali kepentingan jabatan.
o Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya.
o Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapat
pekerjaan atau peranan dari kantor/ instansi pemerintah.
o Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya
untukkepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.
Semua kewajiban dan larangan yang diuraikan diatas kiranya dapat dipahami oleh
Pegawai Negeri sipil selaku aparat birokrasi sebagai pagar atau norma dan aturan yang
merupakan bagian dari Etika atau kode etik Pegawai Negeri. Selain Kewajiban dan Larangan
yang harus ditaati oleh Pegawai Negeri, juga yang tidak kalah penting dalam pembentukan Etika
Birokrasi adalah sanksi atau hukuman yang setimpal dengan pelanggaran atas ketentuan tersebut
di atas.
Jenis sanksi atau hukuman yang dapat dijatuhkan kepada Pagawai Negeri sangatlah
bervariasi sesuai tingkat pelanggaran, adapun jenis sanksi tersebut menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 30 tahun 1980 terdiri dari :
1. Hukuman disiplin ringan antara lain teguran lisan, teguran tertulis dan pernyataan tidak
puas secara tertulis.
2. Jenis hukuman disiplin sedang, antara lain penundaan kenaikkan gaji berkala untuk
paling lama satu tahun, penurunan gaji sebesar satu kali gaji berkala untuk paling lama
satu tahun dan Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun.
3. Jenis hukuman disiplin berat, terdiri dari penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat
lebih rendah paling lama satu tahun, Pembebasan dari jabatan, Pemberhentian dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri selaku pegawai negeri sipil dan Pemberhentian
dengan tidak hormat sebagai pegawai negeri sipil.
Dari sanksi hukuman yang diberikan dan patut diterima bagi siapa saja pelanggar Etika
atau peraturan yang turut mengatur moralitas para aparat birokrasi di atas, jelaslah bagi kita
beratnya sanksi atau hukuman yang telah ditentukan. Permasalahan sekarang kembali lagi
kepada penegakkan sanksi atas pelanggaran
Etika tersebut, betul-betul dilaksanakan atau ditegakkan kepada mereka yang melanggar
atau hanya sebatas retorika ataupun sanksi sosial saja. Sanksi sosial hanya efektif apabila aparat
Birokrasi itu berada di tengah-tengah masyarakat, sementara apabila dalam organisasi Birokrasi
harus tegas berupa sanksi hukuman sesuai peraturan perundang-undangan tersebut di atas.
Tata Cara Pemanggilan, Dan Pemeriksaan Terkait pelanggaran Etika
Sebelum pengenaan sanksi moral, Majelis Kode Etik wajib memeriksa terlebih dahulu
pegawai yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik dan Sidang Majelis Kode Etik, biasanya
Pegawai yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik, dipanggil secara tertulis oleh Majelis
Kode Etik.dan digambarkan sebagai berikut alur tatacara pemanggilan

Gambaran skema tata cara pemanggilan 1.1
Setelah penetapan bahwa terbukti pegawai telah melakukan pelanggaran kode etik maka
proses tidak selanjutnya sebagai berikut :

Gambaran skema tata cara Pemeriksaan 1.2


B . Aparat Pengawasan Interen Pemerintah (APIP)
Auditor APIP adalah pegawai negri yang mendapatkan tugas antara
lain
1. Landasan Hukum
Kode etik APIP ditetapkan oleh Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara No. PER/04/M. PAN/03/2008 Tanggal 31 Maret 2008. Landasan ketentuan hukum:
1. Undang-undang RI No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
2. Undang-undang RI No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
3. Undang-undang RI No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
4. Undang-undang RI No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara.
5. Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah.
6. Peraturan Presiden RI No 9 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi ,
dan Tata kerja Kementrian Negara RI sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden No. 94 Tahun 2006.
7. Intruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
8. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/03. 1/M.
PAN/03/2007 Tentang Kebijakan Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2007-2008.
1. Prinsip dan Aturan perilaku
Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) berdasarkan pada Peraturan
Menteri Negara Pendaya gunaan Aparatur Negara Nomor PER/04/M.PAN/03/2008, Kode Etik
APIP ini terdiri dari 2 (dua) komponen, yaitu: Prinsip-prinsip perilaku auditor dan aturan
perilaku yang menjelaskan lebih lanjut prinsip-prinsip dan aturan perilaku auditor :


1. Integritas
Auditor harus memiliki kepribadian yang dilandasi oleh unsur jujur, berani, bijaksana,
dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna memberikan dasar bagi
pengambilan keputusan yang andal.
melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan bersungguh-
sungguh;
menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang berkaitan dengan profesi dan
organisasi dalam melaksanakan tugas;
mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan dan mengungkapkan
segala hal yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan profesi yang
berlaku;
menjaga citra dan mendukung visi dan misi organisasi;
tidak menjadi bagian kegiatan ilegal, atau mengikatkan diri pada tindakan-
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi APIP atau organisasi;
menggalang kerja sama yang sehat diantara sesama auditor dalam pelaksanaan
audit;
saling mengingatkan, membimbing dan mengoreksi perilaku sesama auditor.
2. Obyektivitas.
Auditor harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan profesional dalam
mengumpulkan, mengevaluasi, dan memproses data/informasi auditi. Auditor APIP
membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh
kepentingan sendiri atau orang lain dalam mengambil keputusan.
mengungkapkan semua fakta material yang diketahuinya yang apabila tidak
diungkapkan mungkin dapat mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang diaudit;
tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan-hubungan yang mungkin
mengganggu atau dianggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang
mungkin menyebabkan terjadinya benturan kepentingan;
menolak suatu pemberian dari auditi yang terkait dengan keputusan maupun
pertimbangan profesionalnya.

4. Kerahasiaan
Auditor harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang diterimanya dan
tidak mengungkapkan informasi tersebut tanpa otorisasi yang memadai, kecuali
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
secara hati-hati menggunakan dan menjaga segala informasi yang diperoleh
dalam audit;
tidak akan menggunakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan
pribadi/golongan di luar kepentingan organisasi atau dengan cara yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
5. Kompetensi,
Auditor harus memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan keterampilan yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas.
melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan Standar Audit;
terus menerus meningkatkan kemahiran profesi, keefektifan dan kualitas hasil
pekerjaan;
menolak untuk melaksanakan tugas apabila tidak sesuai dengan pengetahuan,
keahlian, dan keterampilan yang dimiliki.
2. Pelanggaran
Tindakan yang tidak sesuai dengan Kode Etik tidak dapat diberi toleransi meskipun
dengan alasan tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan organisasi, atau diperintahkan oleh
pejabat yang lebih tinggi. Auditor tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa karyawan
lain melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis. Pimpinan APIP harus melaporkan
pelanggaran Kode Etik oleh auditor kepada pimpinan organisasi.
Pemeriksaan, investigasi dan pelaporan pelanggaran Kode Etik ditangani oleh Badan
Kehormatan Profesi, yang terdiri dari pimpinan APIP dengan anggota yang berjumlah ganjil dan
disesuaikan dengan kebutuhan. Anggota Badan Kehormatan Profesi diangkat dan diberhentikan
oleh pimpinan APIP.

3. Pengecualian
Dalam hal-hal tertentu yang menurut pertimbangan profesionalnya, seorang auditor
dimungkinkan untuk tidak menerapkan aturan perilaku tertentu. Permohonan pengecualian atas
penerapan Kode Etik tersebut harus dilakukan secara tertulis sebelum auditor terlibat dalam
kegiatan atau tindakan yang dimaksud. Persetujuan untuk tidak menerapkan Kode Etik hanya
boleh diberikan oleh pimpinan APIP.
4. Sanksi Atas Pelanggaran
Auditor APIP yang terbukti melanggar Kode Etik akan dikenakan sanksi oleh pimpinan
APIP atas rekomendasi dari Badan Kehormatan Profesi. Bentuk-bentuk sanksi yang
direkomendasikan oleh Badan Kehormatan Profesi antara lain berupa :
a. teguran tertulis;
b. usulan pemberhentian dari tim audit;
c. tidak diberi penugasan audit selama jangka waktu tertentu.
Dalam beberapa hal, pelanggaran terhadap Kode Etik dapat dikenakan sanksi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Seperti :
a. hukuman ringan berupa teguran tertulis dan dicatat dalam Daftar Induk Pegawai
(DIP);
b. hukuman sedang yang terdiri dari:
1. penangguhan kenaikan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun;
2. penurunan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun; atau
3. diberhentikan sementara sebagai peran Pemeriksa paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun;
c. hukuman berat yang terdiri dari:
1. diberhentikan sementara sebagai Pemeriksa paling singkat 1 (satu) tahun, paling
lama 5 (lima) tahun; atau
2. diberhentikan sebagai Pemeriksa.
5. Lembaga-Lembaga APIP
Lembaga-lembaga yang berwenang melalukakn fungsi sistem pengendalian internal di
Indonesia disebut Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), antara lain:
A. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) adalah KPK sebagai Lembaga yang dibentuk
oleh pemerintah yang mempunyai tugas berdasarkan UU No 20 tahun 2002, yaitu
mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi,
monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan,
dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Ada 8
nilai-nilai dasar yang diharapkan dimiliki oleh pegawai KPK, yaitu;
4. Integritas
Adapun ciri-ciri dari sikap integritas yang harus dimiliki Pegawai Komisi adalah:
a. Bersikap, berprilaku dan bertindak jujur terhadap diri sendiri dan
lingkungan
b. Konsisten dalam bersikap dan bertindak
c. Memiliki komitmen terhadap visi dan misi Komisi
d. Objektif terhadap permasalahan
e. Berani dan tegas dalam mengambil keputusan dan resiko
f. Disiplin dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas dan amanah
5. Profesionalisme
a. berpengetahuan luas
b. berketerampilan tinggi
c. bekerja sesuai dengan kompetensi
d. konsistensi dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas
6. Inovasi
a. kaya akan ide-ide baru
b. selalu meningkatkan kemampuan daalam pencegahan dan pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
7. Transparansi
a. Setiap pelaksanaan tugas dapat terukur dan dapat dipertanggungjawabkan
b. Pelaksaaan tugas senantiasa dievaluasi secara berkala
c. Hasil tugas terbuka untuk semua stakeholder Komisi
8. Produktivitas
a. mampu bekerja keras
b. mampu menggunakan sumber daya yang tersedia secara efektif dan
efesien
c. berorientasi teradap hasil kerja yang sistematis, terarah dan berkualitas
d. bekerja sesuai standar kinerja
e. hasil kerja dapat dipertanggungjawabkan
9. Religiusitas
a. Berkeyakinan bahwa setiap tindakan yang dilakukan berada di bawah
pengawasan Sang Pencipta
b. Tekun melaksanakan ajaran agama
c. Mengawali setiap tindakan dengan niat ibadah
d. Apa yang diilakuakan harus sealu lebih baik dari yang kemarin
10. Kepemimpinan
a. berani menjadi pelopor dan penggerak perubahan dalam pemberantasan
korupsi
b. dapat dipercaya untuk mencapai kinerja yang melebihi harapan
11. Independensi
a. Berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan terdakwa,
tersangka dan calon tersangka atau keluarganya atau pihak lain yang
terkait, yang penanganan kasusnya sedang diproses Komisi, kecuali oleh
Pegawai yang melaksanakan tugas karena perintah jabatan
b. Melakukan kegaitan lainnya dengan pihak-pihak yang secara langsung
atau tidak langsung yang patut diduga menimbulkan benturan kepentingan
dalam menjalankan tugas, kewenangan dan posisi sebagai Pegawai
Komisi
c. Rangkap jabatan yang dilarang bagi anggota Pegawai Komisi adalah:
1. menjabat sebagai komisaris atau direksi suat perseroan, organ
yayasan, pengawas atau pengurus koperasi
2. memiliki jabatan profesi lainnya yangberhubungan dengan jabatan
tersebut diatas
3. menjadi anggota maupun simpatisan aktif partai politik
B. BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) adalah aparat pengawasan
intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. BPKP melakukan
pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu yang
meliputi: a. kegiatan yang bersifat lintas sektoral; b. kegiatan kebendaharaan umum
negara berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara;
dan c. kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden. Isi dari kode etik APIP ini
memuat 2 (dua) komponen, yaitu:
1. Prinsip-prinsip perilaku auditor yang merupakan pokok-pokok yang melandasi
perilaku auditor yaitu Integritas, Obyektivitas, Kerahasiaan, Kompetensi.
2. Aturan perilaku yang mengatur setiap tindakan yang harus dilakukan oleh auditor
dan merupakan pengejawantahan prinsip-prinsip perilaku auditor. Dalam prinsip
ini auditor dituntut agar:
a. Dapat melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan
bersungguh-sungguh;
b. Dapat menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang berkaitan dengan profesi
dan organisasi dalam melaksanakan tugas;
c. Dapat mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan dan
mengungkapkan segala hal yang ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan dan profesi yang berlaku;
d. Dapat menjaga citra dan mendukung visi dan misi organisasi;
e. Tidak menjadi bagian kegiatan ilegal atau mengikatkan diri pada tindakan-
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi APIP atau organisasi;
f. Dapat menggalang kerjasama yang sehat diantara sesama auditor dalam
pelaksanaan audit; dan
g. Saling mengingatkan, membimbing, mengoreksi perilaku sesama auditor
C. BPK (Badan pemeriksa keuangan) adalah lembaga negara yang bertugas untuk
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu; (1) Nilai
Dasar merupakan kristalisasi moral yang Primus Inter Pares dan melekat pada diri
manusia serta menjadi patokan dan ideal (cita-cita) dalam kehidupan sehari-hari.(2) Nilai
Dasar Kode Etik BPK terdiri dari Integritas, Independensi, dan Profesionalisme.
Kode Etik harus diwujudkan dalam sikap, ucapan, dan perbuatan Anggota BPK,
Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara/Pejabat Negara dalam
melaksanakan pemeriksaan dan dalam kehidupan sehari-hari, baik selaku Individu dan
Anggota Masyarakat, maupun selaku Warga Negara. (1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan
Pelaksana BPK Lainnya wajib:
a. mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia;
b. menghormati perbedaan dan menjaga kerukunan hidup bermasyarakat;
c. bersikap jujur dan bertingkah laku sopan; dan
d. menjunjung tinggi nilai moral yang berlaku dalam masyarakat.
(2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang:
a. menunjukkan keberpihakan dan dukungan kepada kegiatan-kegiatan
b. politik praktis;
c. memaksakan kehendak pribadi kepada orang lain dan/atau masyarakat;
d. melakukan kegiatan baik secara sendiri-sendiri maupun dengan orang lain
yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara;
dan
e. melakukan kegiatan yang dapat menguntungkan kelompoknya dengan
memanfaatkan status dan kedudukannya baik langsung maupun tidak
langsung.
D. Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan
intern adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung
kepada menteri/pimpinan lembaga. Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara
fungsional melaksanakan pengawasan intern melakukan pengawasan terhadap seluruh
kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga
yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
E. Inspektorat Provinsi adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung
jawab langsung kepada gubernur. Inspektorat Provinsi melakukan pengawasanterhadap
seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat
daerah provinsi yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi.
F. Inspektorat Kabupaten/Kota adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang
bertanggung jawab langsung kepada bupati/walikota. Inspektorat Kabupaten/Kota
melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas
dan fungsi satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang didanai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.
CONTOH KASUS PELANGGARAN DITINGKAT LEMBAGA LEMBAGA :
1. KPK Uji Kebenaran Data Dari Elang Hitam (Kasus Hambalang)
JAKARTA, KOMPAS.com -- Komisi Pemberantasan Korupsi akan memvalidasi atau
menguji terlebih dahulu kebenaran informasi dan data yang disampaikan Tim Elang Hitam, tim
bentukan Rizal Mallarangeng. Bersamaan dengan pemeriksaan Menteri Pemuda dan Olahraga
nonaktif Andi Mallarangeng, Jumat (11/1/2013) pagi tadi, Tim Elang Hitam menyerahkan
kepada KPK informasi dan data yang mereka kumpulkan terkait kasus dugaan korupsi
Hambalang.
"Setiap masyarakat punya hak untuk memberikan informasi dan data kepada KPK. Apakah
dia punya hubungan keluarga atau tidak, ya silakan. Yang pertama KPK lakukan adalah telaah
terlebih dahulu apakah valid atau tidak," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Jumat
(11/1/2013). Menurut Johan, informasi dan data yang disampaikan Tim Elang Hitam tersebut
bisa saja digunakan KPK untuk membuat kasus Hambalang lebih terang sepanjang kebenarannya
memang teruji. Mengenai nama-nama yang disebut Tim Elang Hitam, Johan mengatakan, KPK
masih mengembangkan penyidikan Hambalang. Nama-nama itu pun, katanya, ada yang sudah
dimintai keterangan KPK.
"Kalau belum ada dua alat bukti yang cukup, tidak bisa dijadikan tersangka," ujarnya. Tim
Elang Hitam mendesak KPK untuk memeriksa Presiden Komisaris Utama Bank Mandiri,
Muchayat terkait penyidikan Hambalang. Rizal menduga, Muchayat yang pernah menjadi Deputi
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang membawahi pengawasan BUMN
konstruksi itu terlibat dalam mengatur pemenangan PT Adhi Karya sebagai pelaksana proyek
senilai Rp 2,5 triliun tersebut.Muchayat merupakan ayah kandung Munadi Herlambang, Wakil
Sekretaris Bidang Pemuda dan Olahraga DPP Partai Demokrat, yang juga menjadi komisaris di
PT Dutasari Citralaras. Seperti diketahui, PT Dutasari Citralaras menjadi salah satu perusahaan
yang menjadi subkontraktor PT Adhi Karya dalam pelaksanaan proyek Hambalang.
Perusahaan ini memperoleh dua pekerjaan yang di-subkontrak-kan oleh Adhi Karya dan
Wijaya Karya, yakni mekanikal elektrikal pada Desember 2010 senilai Rp 324,5 miliar dan
penyambungan daya listrik PLN pada Juni 2011 senilai Rp 3,5 miliar. Selain Muchayat dan
Munadi, Rizal meminta KPK mengusut keterlibatan pihak lain seperti Komisaris PT Dutasari
Citralaras, Machfud Suroso. Dia juga menilai, Menteri Keuangan Agus Martowardojo dan Dirjen
Anggaran 2010, Anny Ratnawati, patut dimintai pertanggungjawaban.Sementara Johan
memastikan, KPK tidak berhenti pada penetapan Andi Mallarangeng dan Deddy Kusdinar
sebagai tersangka. Lembaga antikorupsi itu pun tengah menyelidiki indikasi tindak pidana
korupsi lain, yakni suap menyuap terkait Hambalang.
Analisis: Dari kasus hambalang ini banyak sekali para pejabat yang terlibat kasus tersebut.
Ini menandakan bahwa para pejabat telah melanggar kode etik akuntansi, dimana para pejabat
telah melanggar jalannya operasi pembangunan tempat olahraga yang berada di palembang.
Dengan cara menadang dana operasional pembangunan hambalang. Ini termasuk melanggar
kode etik publik karena tidak terbuka dengan publik mengenai pembangunan sarana olahraga
tersebut sehingga jalannya pembangunan tersebut tidak berjalan lancar karena para pejabat telah
menyalahgunakan dana tersebut. Serta melanggar kode etik tanggungjawab, karena para pejabat
tidak menjalankan prosedur yang ada malah menyalahgunakan dana dan tidak bertanggungjawab
atas profesi sebagai seorang pejabat yang menjadi contoh dimayarakat.
Sumber: kompas.com
2. Penyelesaian Kasus Mobiler Terhambat Audit BPKP
MAMUJU, FO -- Penyelesaian kasus dugaan korupsi pengadaan mobiler di rumah jabatan
(Rujab) gubernur Sulbar, terhambat. Hingga Minggu, 20 Januari, Kejaksaan Negeri (Kejari)
Mamuju belum menerima hasil audit kerugian negara dari Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP). Kepala Kejari Mamuju, Andi Murji Machfud mengatakan jika pihaknya
masih menunggu hasil hitungan dari BPKP sebagai ahli. Menurutnya, pihaknya membutuhkan
keterangan ahli karena memang diminta sejak awal.
"Jadi kita tunggu hasil hitungan dari BPKP. Kalau memang mengatakan disitu ada kerugian
negara, maka kita akan sampaikan," ujar Murji. Kejari Mamuju memang belum dapat
melimpahkan kasus dugaan korupsi pengadaan mobiler ini ke pengadilan. "Jadi, kelanjutan
penyelesaian kasus mobiler sangat tergantung dari hasil audit dari BPKP," kata Murji. (far)
Analisis: dari kasus korupsi ini termasuk kode etik auditor karena proses yang berjalan telah
menggunakan kode etik auditor mengingat apa saja yang termasuk dalam kasus korupsi mobiler.
Dan telah sesuai dengan kode etik profesi dalam akuntansi.
Sumber: http://www.fajar.co.id
3. Kasus Dugaan Korupsi Simulator SIM
JAKARTA, KOMPAS.com Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
menjerat tersangka Inspektur Jenderal Djoko Susilo dengan tindak pidana pencucian uang
(TPPU) diapresiasi. Langkah itu dinilai efektif untuk mengembalikan harta negara."Sejatinya,
pengusutan kasus-kasus korupsi memang harus ditujukan untuk mengembalikan kerugian negara
yang disebabkan tindakan korupsi selain memberikan sanksi pidana bagi yang melakukan," kata
anggota Komisi III DPR, Ahmad Basarah, di Jakarta, Selasa (15/1/2013 ).
Sebelumnya, selain dijerat dugaan korupsi terkait proyek pengadaan simulator ujian surat
izin mengemudi (SIM) saat masih menjabat Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Djoko juga dijerat
TPPU. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu mengatur soal
pidana tambahan berupa penggantian uang kerugian negara. Perampasan barang bergerak atau
tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi oleh
seorang terdakwa.
Basarah mengatakan, Djoko tak perlu gusar atas penetapan pasal baru itu jika merasa
hartanya sah secara hukum. Sebagai penegak hukum, kata politisi PDI-P itu, Djoko tentu tahu
betul cara melindungi hartanya yang memang menjadi haknya. "Djoko juga berhak mendapat
keadilan atas hartanya yang dia peroleh secara sah, baik dalam kapasitasnya sebagai perwira
tinggi Polri maupun kegiatan usaha lain yang sah. Jadi, biarkanlah proses hukum yang sudah
dijalankan KPK berjalan sesuai koridornya," kata dia.
Basarah menambahkan, terkait penggunaan Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor, KPK harus
belajar dari proses hukum terdakwa Angelina Sondakh alias Angie. Dalam vonis Angie, majelis
hakim Pengadilan Tipikor tak sependapat dengan jaksa KPK terkait penggunaan pasal tersebut.
"Putusan itu (Angie) dapat dijadikan pelajaran bagi KPK untuk mengubah strategi
penuntutannya dalam kasus Djoko agar tidak mengulangi kegagalannya pada tingkat pertama
itu," kata Basarah.
Seperti diberitakan, Djoko diduga menyembunyikan, menyamarkan, mengubah bentuk
hartanya yang ditengarai berasal dari. Dalam kasus simulator SIM, Djoko diduga melakukan
perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri
atau pihak lain sehingga merugikan keuangan negara. Kerugian negara yang muncul dalam kasus
ini mencapai Rp 100 miliar. Selain itu, Djoko juga diduga menerima aliran dana Rp 2 miliar dari
pihak rekanan proyek simulator SIM. Pihak Djoko membantah semua sangkaan itu.
Analisis: Dari kasus diatas telah melanggar kode etik publik. Karena telah menyembunyikan,
menyamarkan, mengubah bentuk hartanya yang ditengarai berasal dari pengadaan simulator
SIM. Dalam kasus simulator SIM, Djoko diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan
penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain sehingga
merugikan keuangan negara. Jelas telah menyalah gunakan harta negara dan membohongi publik
karena ulah yang diperbuat sendiri.
4. Pengadaan Drying Centre
Kasus ini melibatkan 3 tersangka, yaitu Mucharror (mantan Kepala Sub Divre XI Bulog
Jember), Ali Mansyur (karyawan Sub Bulog Jember), dan Gunawan Ng (rekanan Sub Bulog
Jember yang juga direktur PT Agung Pratama Lestari, Jember ). Tersangka Mucharror dan Ali
Mansyur ditengarai bukan pelaku utama. Konseptor pembangunan mesin DC I dan II maupun
pengadaan gabah fiktif adalah petinggi Bulog di Jakarta, termasuk G, pengusaha rekanan bisnis
Bulog.
Widjan disebut-sebut terlibat dalam kasus ini juga, yaitu pengadaan alat pengering gabah
senilai Rp 62 miliar. Pengadaan itu tersebar di Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, dan Sulawesi
Selatan pada tahun 2004. Selain Widjanarko, kasus tersebut juga melibatkan Dirut Utama PT
Agung Pratama Lestari (APL), Gunawan. Widjan dan Gunawan merupakan para pihak yang
menandatangani dalam kontrak.Kasus ini ditangani oleh Kejagung karena locus delicti (tempat
terjadinya tindak pindana) pencairan dana pengadaannya dilaksanakan di Jakarta, tepatnya di
kantor pusat Bulog.
Sedang bank yang mendanai pengadaan alat pengering tersebut adalah Bank Bukopin.
Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Saat itu, Bukopin mengucurkan kredit kepada sebuah
perusahaan swasta, untuk pembelian mesin alat pengering buatan Jepang guna operasionalisasi
pusat pengeringan gabah (drying center) di Sub Divre XI Bulog, Jember, Jawa Timur. Namun,
lantaran pencairan tersebut menyalahi prosedur (tidak ada jaminan kredit), kredit sebesar Rp 65
miliar macet. Kredit itu diberikan kepada pengusaha di Surabaya, Saudara NG. Ternyata ada 2
masalah prosedur dilanggar sehingga kreditnya pun macet.
Mesin pengering gabah itu dibeli koperasi Bulog Subdivre XI Jember bekerja sama
dengan PT Agung Pratama Jember namun dalam perjalanannya ada persoalan. Akhirnya Bulog
memberi kompensasi pada PT tersebut untuk memasok gabah 7.200 ton per tahun selama tiga
tahun. Tim penyidik Kejati Jawa Timur telah menetapkan Mucharor (kepala kantor Bulog
Jember) dan Gunawan (bos PT Agung Pratama Lestari/APL) sebagai tersangka.
Dari hasil penyidikan, Mucharror diduga juga terlibat kasus pengadaan gabah fiktif dan
menerima upeti terkait pengadaan alat pengering gabah tersebut. Mucharror menerima komisi
dari Gunawan. Mucharror menjelaskan bahwa pengadaan drying machine atau mesin pengering
gabah merupakan kebijakan Perum Bulog pada tahun 2004 yang dilaksanakan tahun 2005
terhadap seluruh Bulog daerah.
Untuk itu, menurut Mucharror, bila tindakan itu dinyatakan salah, seharusnya semua
pimpinan Bulog di daerah juga harus ditahan karena juga mengerjakan program tersebut. Hal ini
beralasan, sebab ide pembangunan mesin DC dan pengadaan gabah merupakan keputusan Bulog
Jakarta yang tidak diketahui Bulog Jatim maupun Bulog Divre XI Jember. Ini berarti, Mukharor
dan Ali Mansyur hanya melaksanakan perintah. Untuk itu, melalui kuasa hukumnya Cholili, SH,
pihaknya akan melakukan eksepsi atau keberatan atas surat dakwaan JPU. (Arum, 2009)
Analisis : Kasus Bulog Jember itu adalah dugaan korupsi yang dilakukan mantan Kepala Bulog
Sub Divisi Regional XI Jember Mucharror. Mucharror diduga terlibat dalam 3 kasus dengan
tuduhan pengadaan gabah fiktif, pengadaan alat pengering gabah dan kasus raibnya 8.569 ton
beras serta over kuota uji giling gabah, dan dugaan penyelewengan modal kerja.

BAB III
KESIMPULAN
Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan sangat terkait dengan moralitas dan
mentalitas aparat birokrasi dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan itu sendiri yang
tercermin lewat fungsi pokok pemerintahan , yaitu fungsi pelayanan, fungsi pengaturan atau
regulasi dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Jadi berbicara tentang Etika Birokrasi berarti kita
berbicara tentang bagaimana aparat Birokrasi tersebut dalam melaksanakan fungsi tugasnya
sesuai dengan ketentuan aturan yang seharusnya dan semestinya, pantas untuk dilakukan dan
sewajarnya dimana telah ditentukan atau diatur untuk ditaati dan dilaksanakan.
Pokok kode etika yang berlaku di jajaran pegawai yang bekerja dibawah instansi dan
bagaimana peran etika yang diatur AIPI yang membawahi birokrasi seperti BPK, BPKP,
Inspektorat Jendral, Inspektorat provinsi, Inspektorat Kabupaten/Kota dan komisi KPK. Oleh
karena itu, untuk tercapainya keseragaman ukuran perilaku, apakah suatu tindakan etis atau tidak
etis, maka perlu ditetapkan bersama oleh seluruh anggota profesi.
Apapun maksud yang hendak dicapai dengan membentuk dan ,menanamkan Kode Etik
tersebut adalah demi terciptanya Aparat Birokrasi lebih jujur, lebih bertanggung jawab, lebih
berdisiplin, dan lebih rajin serta yang terpenting lebih memiliki moral yang baik serta terhindar
dari perbuatan tercela seperti korupsi, kolusi, nepotisme dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
http://andryanisme.wordpress.com/2013/02/18/kode-etik-aparat-pengawasan-intern-pemerintah-
apip/
http://anggaardiana.blogspot.com/2013/02/aparat-pengawasan-interen-pemerintah.html
http://sigit-rh.blogspot.com/2011/12/kode-etik-dan-standar-audit.html
http://makalainet.blogspot.com/2014/01/etika-pemerintahan-2.html
http://www.blogster.com/adywirawan/kode-etik-kpk
https://sites.google.com/site/zainurisite/Home/bpkp-lembagaku/standar-audit-kode-etik-auditor-
pemerintah-apip
http://ppknsalasiah.blogspot.com/2013/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://metyug.blogspot.com/p/kode-etik.html
http://binabkdgunungkidul.wordpress.com/2014/05/09/contoh-format-sk-kode-etik-pns/
http://ririn21.blogspot.com/2011/11/kasus-etika-profesi-akuntansi.html
http://inspektoratdaerahdiindonesia.blogspot.com/2013/07/kode-etik-aparat-pengawasan-
internal.html
http://stdln.blogspot.com/2011/07/pengawasan-intern-oleh-apip_1229.html
http://www.bpk.go.id/page/kode-etik-bpk-ri
http://piskaarum.blogspot.com/2009/11/etika-dalam-akuntansi-sektor-publik.html
http://septianidwii.blogspot.com/2013/01/penyimpangan-etika-profesi-akuntansi_5497.html
http://windablog-klorofil.blogspot.com/2010/11/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html

You might also like