You are on page 1of 2

Menanti Tanggung Jawab

Moril Kabinet
Setiap kepercayaan yang diberikan mengandung tanggung
jawab.Dukungan mayoritas terhadap tingkat keterpilihan SBY-Boediono
mencerminkan sebuah penyerahan kepercayaan menahkodai kapal besar
yang bernama Indonesia.Pengejawantahan kepercayaan rakyat
diwujudkan melalui kerja nyata.Tentunya kerja tersebut harus dikerjakan
oleh personel kabinet yang juga satu nafas dengan visi misi presiden dan
wakil presiden.Kerja kolektif kabinet diharapkan dapat membawa hasil
yang bermanfaat bagi perubahan yang diidam-idaman setiap rakyat di
negeri ini.Kita semua sedang menunggu,berharap dan menggantungkan
harapan kita pada kabinet baru ini.

Setiap hal baru selalu mengundang harapan sekaligus kecemasan.


Menjadi harapan karena ada garis batas antara “lama” dan “ baru”.Kita
berharap karena ada harapan yang belum terpenuhi di hari yang lalu.
Namun,menjadi kecemasan ketika ekspektasi publik tidak mampu
terakomodir dengan kerja nyata kabinet.Kinerja menteri hanya
mementingkan kepentingan pribadi dan golongan.Akhirnya,cerita terlalu
mudah ditebak ujung ceritanya.Apatisme hadir kembali dalam hingar
bingar transisi kekuasaan.

Presiden dalam pidatonya menjanjikan kondisi Indonesia yang


sejahtera,berdemokrasi dan berkeadilan. Keinginan ini tidaklah mungkin
terwujud jika tidak didukung oleh struktur kabinet yang berwibawa dan
pro rakyat.Pasca pengumuman anggota kabinet oleh presiden,rakyat bisa
melihat siapa menjabat apa.Banyak menteri yang sebenarnya tidak
memiliki track record di bidangnya.Mudah-mudahan nurani bisa
mengalahkan pengalaman yang sebenarnya bisa dipelajari.Namun,kita
juga tidak bisa mendahului masa depan.Harapan harus tetap kita
gantungkan.Selain menggantungkan harapan,kita juga tidak boleh lengah
dan absen dalam mengontrol kerja-kerja kabinet. Hal ini harus
disadari,karena kabinet adalah pelayan suara rakyat. Kabinet ada untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.Bukan kebutuhan perut elit dan
golongan semata.

Masih dominannya representasi partai dalam kabinet baru akan


tetap menuai pro kontra selama tabiat menteri masih menjadi mesin
kepentingan partai.Selama ini,kita bisa melihat bagaimana elit kita buta
sosial,tuli kemanusiaan,miskin pengorbanan.Seringkali posisi jabatan
publik dipahami sebagai istana kekuasaan,dimana rakyat adalah budak-
budak yang harus tunduk dan tidak boleh menggugat apa yang dikerjakan
pejabat.Untuk itulah,di era kepemimpinan presiden SBY yang kedua
kalinya,rakyat ingin posisinya sebagai pemegang mandat dikembalikan
dengan cara memenuhi kebutuhan rakyat.

Agar harapan kita tidak menjadi harapan angin lalu.Kita perlu


memperkuat mekanisme penyaluran dan kontrol harapan tersebut.
Membangun civil society sebagai penyeimbang kekuasaan negara
menjadi hal yang tidak bisa ditawar. Perangkat civil society seperti
pers,kampus,pemuda dan mahasiswa harus berdaya dalam menaikkan
bergaining position rakyat sebagai empunya harapan. Perlunya suatu
oposisi masyarakat sipil dalam menempatkan nalar kekuasaan tidak
menghianati janjinya.Masyarakat memberi masukan dan juga kritik yang
justru makin mencerminkan pelibatan rakyat dalam demokrasi
partisipatif.Tanpa itu harapan rakyat akan tetap menjadi harapan rakyat
sedangkan elit punya logika harapanya sendiri.Lantas,haruskan rakyat
yang gigit jari ?

Adi Surya Purba

Mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial

Fisip Unpad

Aktivis GMNI

You might also like