You are on page 1of 17

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/ DIPONEGORO

SEMARANG
2013




ASKEP CKB
(Cidera Kepala Berat)


A. Pengertian
Cidera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak, commusio (gegar) serebri,
contusio (memar) serebri, laserasi dan perdarahan serebral yaitu diantaranya subdural, epidural,
intraserebral, dan batang otak (Doenges, 2000:270).
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau
otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi
dan Yuliani, 2001).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah suatu kerusakan pada
kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan
fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun
trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekannya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh
massa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).
Menurut Doenges (2000), Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk
atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan
(decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada
percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan
juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan
Berdasarkan defenisi Cedera kepala menurut para ahli diatas maka penulis dapat menarik suatu
kesimpulan bahwa cedera Kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh trauma benda tajam
maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada kulit, tengkorak, dan jaringan otak
yang disertai atau tanpa pendarahan.

B. ETIOLOGI
Etiologi Trauma Kepala
Menurut Bunner dan Suddart (2000), Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu: Benda
tajam, dimana dapat menyebabkan cedera setempat, benda tumpul dimana dapat menyebabkan
cedera keseluruhan.
Kerusakan terjadi ketika energi/kekuatan diteruskan kepada otak. Kerusakan jaringan otak karena
benda tumpul tergantung pada : 1) Lokasi, 2) Kekuatan, 3) Fraktur infeksi/kompresi, 4) Rotasi, 5)
Delarasi dan deselarasi.
C. Klasifikasi Trauma Kepala
Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
Berdasarkan Mekanisme Trauma Tumpul.
1. Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor,
kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan
(pukulan).
2. Trauma Tembus
Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda tajam/runcing.
Berdasarkan Beratnya Cidera The Traumatic Coma Data Bank mengklasifisikan berdasarkan
Glasgow Coma Scale ( Mansjoer, dkk, 2000) :
a. Cedera Kepala Ringan/Minor (Kelompok Risiko Rendah) yaitu,
1) GCS 15 (sadar penuh, atentif, dan orientatif),
2) Tidak kehilangan kesadaran (misalnya konkusi ),
3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang,
4) Klien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing,
5) Klien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala,
6) Tidak ada kriteria cedera sedang sampai berat.
b. Cedera Kepala Sedang (Kelompok Risiko Sedang) yaitu
1) GCS 9-14 (konfusi, letargi dan Stupor).
2) Konkusi.
3) Amnesia paska trauma,
4) Muntah,
5) Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle, mata rabun, hemotimpanum, otorhea
atau rinorhea cairan serebrospinal).
c. Cedera Kepala Berat (Kelompok Risiko Berat) yaitu
1) GCS 3-8 (koma).
2) Penurunan derajat kesadaran secara progresif.
3) Tanda neurologis fokal.
4) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresicranium.
GCS (Glasgow Coma Scale)
Membuka mata (E)
Spontan
Dipanggil/diperintah
Tekanan pada jari/rangsang nyeri
Tidak berespon

Verbal (V)
Orientasi baik: dapat bercakap-cakap
Bingung, dapat bercakap tapi disorientasi
Kata yang diucapkan tidak tepat, kacau
Tidak dapat dimengerti, mengerang
Tidak bersuara dengan rangsang nyeri

Motorik
Mematuhi perintah
Menunjuk lokasi nyeri
Reaksi fleksi
Fleksi abnormal thdp nyeri (postur dekortikasi)
Ekstensi abnormal

4
3
2
2


5
4
3
2
1


6
5
4
3
2
Tidak ada respon, flacid 1
D. Patofisiologi
Cidera kepala dapat terjadi karena benturan benda keras, cidera kulit kepala, tulang kepala,
jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya.
Cidera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai gegar otak, luka terbuka dari tengkotak,
disertai kerusakan otak, cidera pada otak, bisa berasal dari trauma langsung maupun tidak
langsung pada kepala.
Trauma tak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek terkena
pada kepala akibat menarik leher.
Trauma langsung bila kepala langsung terbuka, semua itu akibat terjadinya akselerasi, deselerasi,
dan pembentukan rongga, dilepaskannya gas merusak jaringan syaraf.
Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya. Kerusakan itu bisa terjadi
seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi, goresan, atau tekanan.
Cidera yang terjadi waktu benturan mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi
substansia alba, cidera robekan, atau hemmorarghi.
Sebagai akibat, cidera skunder dapat terjadi sebagai kemampuan auto regulasi serebral dikurangi
atau tidak ada pada area cidera, konsekuensinya meliputi hiperemia (peningkatan volume darah,
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, tekanan intra cranial) (Huddak &
Gallo, 1990:226).
Pengaruh umum cidera kepala juga bisa menyebabkan kram, adanya penumpukan cairan yang
berlebihan pada jaringan otak, edema otak akan menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial
yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak (Price and Wilson,
1995:1010).

E. Manifestasi Klinik
Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1. Cidera kepala Ringan (CKR)
a. GCS 13-15
b. Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c. Tidak ada fraktur tengkorak
d. Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2. Cidera Kepala Sedang (CKS)
a. GCS 9-12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jam
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak
3. Cidera Kepala Berat (CKB)
a. GCS 3-8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c. Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial (Hudak dan Gallo,
1996:226)

F. Komplikasi
1. Kebocoran cairan cerebrospinal akibat fraktur
2. kejang-kejang paska trauma
3. DM insipidus disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai hipofisis penyakit (anonym,
2011)

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Menjamin kelancaran jalan nafas dan control vertebra cervicalis
b. Menjaga saluran nafas tetap bersih, bebas dari secret
c. Mempertahankan sirkulasi stabil
d. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
e. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi
f. Menjaga kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya decubitus
g. Mengelola pemberian obat sesuai program
2. Penatalaksanaan Medis
a. Oksigenasi dan IVFD
b. Terapi untuk mengurangi edema serebri (anti edema)
Dexamethasone 10 mg untuk dosis awal, selanjutnya:
1) 5 mg/6 jam untuk hari I dan II
2) 5 mg/8 jam untuk hari III
3) 5 mg/12 jam untuk hari IV
4) 5 mg/24 jam untuk hari V
c. Terapi neurotropik: citicoline, piroxicam
d. Terapi anti perdarahan bila perlu
e. Terapi antibiotik untuk profilaksis
f. Terapi antipeuretik bila demam
g. Terapi anti konvulsi bila klien kejang
h. Terapi diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisah
i. Intake cairan tidak boleh > 800 cc/24 jam selama 3-4 hari
3. Pemeriksaan Diagnostik
Junaidi (2010), menjelaskan bahwa diagnosis yang ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan fisik
a. CT Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi menentukan ukuran ventrikel pergeseran
cairan otak.
b. MRI : sama dengan CT Scan dengan atau tanpa kontraks.
Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak
akibat edema, perdarahan dan trauma
c. EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang.
d. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran struktur dan garis
tengah (karena perdarahan edema dan adanya frakmen tulang).
e. BAER (Brain Eauditory Evoked) : menentukan fungsi dari kortek dan batang otak.
f. PET (Pesikon Emission Tomografi) : menunjukkan aktivitas metabolisme pada otak.
g. Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perdarahan subaractinoid.
Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berpengaruh dalam peningkatan
TIK.
h. GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan
dapat meningkatkan TIK.
i. Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap
penurunan kesadaran.
j. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup
efektif untuk mengatasi kejang.

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data fokus yang perlu dikaji:
a. Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan cidera terjadi, penyebab cidera, riwayat
tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
2) Pemeriksaan persistem
3) Sistem persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indera: penglihatan, pendengaran,
penciuman, pengecap, dan perasa)
4) Sistem persarafan (tingkat kesadaran/ nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi waktu dan
tempat)
5) Posisi Jatuh
6) Penunjang sebelum kecelakaaan
7) Airway
a) Auskultasi bunyi nafas
b) Adakah sumbatan jalaan nafas
c) Frekuensi pernafasan
d) Bunyi nafas
8) Breathing
a) Perubahan system pernafasan
b) Sesak nafas atau tidak
c) Pola nafas
d) Suara nafas
9) Circulation
a) Mengalami syok atau tidak
b) Hitung TTV
c) Frekuensi nadi
d) Perubahan Kulit
e) Ada pendarahan/tidak, seberapa banyak
10) Pemeriksaan Head to Toe
a) Pemeriksaan EKG
b) HR dan Ritme
11) Disabeliti
a) Kaji tingkat kesadaran
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera kepala adalah sebagai
berikut:
1) Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran arteri dan atau
vena terputus.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.
3) Hipertermi berhubungan dengan trauma (cidera jaringan otak, kerusakan batang otak)
4) Pola nafas tak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
5) Kerusakan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif, afektif,
dan motorik)
6) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif, motorik,
dan afektif.
7) Defisit perawatan diri: makan/ mandi, toileting berhubungan dengan kelemahan fisik dan
nyeri.
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif, motorik, dan
afektif.
9) Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
10) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik.
11) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma/ laserasi kulit kepala
12) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah.
13) PK: peningkatan TIK dengan proses desak ruang akibat penumpukan cairan/ darah di dalam
otak.
3. Rencana Perawatan
No
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Perfusi jaringan tak
efektif (spesifik sere-
bral) b.d aliran arteri
dan atau vena
terputus, dengan
batasan karak-
teristik:
- Perubahan
respon motorik
- Perubahan
status mental
- Perubahan
NOC:
1. Status sirkulasi
2. Perfusi jaringan
serebral

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama .x 24 jam, klien
mampu men-capai :
1. Status sirkulasi
Monitor Tekanan Intra Kranial
1. Catat perubahan respon klien
terhadap stimu-lus / rangsangan
2. Monitor TIK klien dan respon
neurologis terhadap aktivitas
3. Monitor intake dan output
4. Pasang restrain, jika perlu
5. Monitor suhu dan angka
leukosit
respon pupil
- Amnesia
retrograde (gang-
guan memori)
dengan indikator:
Tekanan darah sis-
tolik dan diastolik dalam
rentang yang diharapkan
Tidak ada ortostatik
hipotensi
Tidak ada tanda tan-
da PTIK
2. Perfusi jaringan
serebral, dengan
indicator :
Klien mampu berko-
munikasi dengan je-las
dan sesuai ke-mampuan
Klien menunjukkan
perhatian, konsen-trasi,
dan orientasi
Klien mampu mem-
proses informasi
Klien mampu mem-
buat keputusan de-ngan
benar
Tingkat kesadaran
klien membaik
6. Kaji adanya kaku kuduk
7. Kelola pemberian antibiotik
8. Berikan posisi dengan kepala
elevasi 30-40
O
dengan leher
dalam posisi netral
9. Minimalkan stimulus dari
lingkungan
10. Beri jarak antar tindakan
keperawatan untuk
meminimalkan peningkatan TIK
11. Kelola obat obat untuk
mempertahankan TIK dalam
batas spesifik

Monitoring Neurologis (2620)
1. Monitor ukuran,
kesimetrisan, reaksi dan bentuk
pupil
2. Monitor tingkat kesadaran
klien
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor keluhan nyeri kepala,
mual, dan muntah
5. Monitor respon klien
terhadap pengobatan
6. Hindari aktivitas jika TIK
meningkat
7. Observasi kondisi fisik klien

Terapi Oksigen (3320)
1. Bersihkan jalan nafas dari
secret
2. Pertahankan jalan nafas tetap
efektif
3. Berikan oksigen sesuai
instruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen, dan humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien
tentang pentingnya pemberian
oksigen
6. Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor respon klien
terhadap pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktivitas dan tidur
2 Nyeri akut b.d dengan
agen injuri fisik,
dengan batasan
karakteristik:
- Laporan nyeri
ke-pala secara verbal
atau non verbal
- Respon
autonom (perubahan
vital sign, dilatasi
pupil)
- Tingkah laku
eks-presif (gelisah,
me-nangis, merintih)
- Fakta dari
observasi
- Gangguan tidur
(mata sayu, menye-
ringai, dll)
NOC:
1. Nyeri terkontrol
2. Tingkat Nyeri
3. Tingkat kenyamanan

Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama . x
24 jam, klien dapat :
1. Mengontrol nyeri, de-
ngan indikator:
- Mengenal faktor-
faktor penyebab
- Mengenal onset
nyeri
- Tindakan
pertolong-an non
farmakologi
- Menggunakan
Manajemen nyeri (1400)
1. Kaji keluhan nyeri, lokasi,
karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, dan beratnya
nyeri.
2. Observasi respon
ketidaknyamanan secara verbal
dan non verbal.
3. Pastikan klien menerima
perawatan analgetik dg tepat.
4. Gunakan strategi komunikasi
yang efektif untuk mengetahui
respon penerimaan klien
terhadap nyeri.
5. Evaluasi keefektifan
penggunaan kontrol nyeri
6. Monitoring perubahan nyeri
baik aktual maupun potensial.
7. Sediakan lingkungan yang
nyaman.
anal-getik
- Melaporkan gejala-
gejala nyeri kepada tim
kesehatan.
- Nyeri terkontrol

2. Menunjukkan tingkat
nyeri, dengan indikator:
- Melaporkan nyeri
- Frekuensi nyeri
- Lamanya episode
nyeri
- Ekspresi nyeri; wa-
jah
- Perubahan
respirasi rate
- Perubahan
tekanan darah
- Kehilangan nafsu
makan

3. Tingkat kenyamanan,
dengan indicator :
- Klien melaporkan
kebutuhan tidur dan
istirahat tercukupi
8. Kurangi faktor-faktor yang
dapat menambah ungkapan
nyeri.
9. Ajarkan penggunaan tehnik
relaksasi sebelum atau sesudah
nyeri berlangsung.
10. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain untuk memilih
tindakan selain obat untuk
meringankan nyeri.
11. Tingkatkan istirahat yang
adekuat untuk meringankan
nyeri.

Manajemen pengobatan (2380)
1. Tentukan obat yang
dibutuhkan klien dan cara
mengelola sesuai dengan
anjuran/ dosis.
2. Monitor efek teraupetik dari
pengobatan.
3. Monitor tanda, gejala dan
efek samping obat.
4. Monitor interaksi obat.
5. Ajarkan pada klien / keluarga
cara mengatasi efek samping
pengobatan.
6. Jelaskan manfaat pengobatan
yg dapat mempengaruhi gaya
hidup klien.

Pengelolaan analgetik(2210)
1. Periksa perintah medis
tentang obat, dosis & frekuensi
obat analgetik.
2. Periksa riwayat alergi klien.
3. Pilih obat berdasarkan tipe
dan beratnya nyeri.
4. Pilih cara pemberian IV atau
IM untuk pengobatan, jika
mungkin.
5. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik.
6. Kelola jadwal pemberian
analgetik yang sesuai.
7. Evaluasi efektifitas dosis
analgetik, observasi tanda dan
gejala efek samping, misal
depresi pernafasan, mual dan
muntah, mulut kering, &
konstipasi.
8. Kolaborasi dgn dokter untuk
obat, dosis & cara pemberian yg
diindikasikan.
9. Tentukan lokasi nyeri,
karakteristik, kualitas, dan
keparahan sebelum pengobatan.
10. Berikan obat dengan prinsip 5
benar
11. Dokumentasikan respon dari
analgetik dan efek yang tidak
diinginkan
3 Defisit self care b.d
de-ngan
kelelahan, nyeri
NOC:
Perawatan diri :
(mandi, Makan
Toiletting, berpakaian)

Setelah diberi motivasi
perawatan selama
NIC: Membantu perawatan diri
klien Mandi dan toiletting
Aktifitas:
1. Tempatkan alat-alat mandi di
tempat yang mudah dikenali dan
mudah dijangkau klien
2. Libatkan klien dan dampingi
.x24 jam, ps mengerti
cara memenuhi ADL
secara bertahap sesuai
kemam-puan, dengan
kriteria :
Mengerti secara
seder-hana cara mandi,
makan, toileting, dan
berpakaian serta mau
mencoba se-cara aman
tanpa cemas
Klien mau
berpartisipasi dengan
senang hati tanpa
keluhan dalam
memenuhi ADL
3. Berikan bantuan selama klien
masih mampu mengerjakan
sendiri
NIC: ADL Berpakaian
Aktifitas:
1. Informasikan pada klien
dalam memilih pakaian selama
perawatan
2. Sediakan pakaian di tempat
yang mudah dijangkau
3. Bantu berpakaian yang sesuai
4. Jaga privcy klien
5. Berikan pakaian pribadi yg
digemari dan sesuai

NIC: ADL Makan
1. Anjurkan duduk dan berdoa
bersama teman
2. Dampingi saat makan
3. Bantu jika klien belum
mampu dan beri contoh
4. Beri rasa nyaman saat makan
4 PK: peningkatan
tekan-an intrakranial
b.d pro-ses desak
ruang akibat
penumpukan cairan /
darah di dalam otak
(Carpenito, 1999)

Batasan karakteristik :
- Penurunan
kesadar-an (gelisah,
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama ....x 24 jam dapat
mencegah atau
meminimalkan
komplikasi dari
peningkatan TIK, dengan
kriteria :
Kesadaran stabil
(orien-asi baik)
Pupil isokor,
1. Pantau tanda dan gejala
peningkatan TIK
Kaji respon membuka mata,
respon motorik, dan verbal, (GCS)
Kaji perubahan tanda-tanda
vital
Kaji respon pupil
Catat gejala dan tanda-tanda:
muntah, sakit kepala, lethargi,
gelisah, nafas keras, gerakan tak
disori-entasi)
- Perubahan
motorik dan persepsi
sensasi
- Perubahan
tanda vi-tal (TD
meningkat, nadi kuat
dan lambat)
- Pupil melebar,
re-flek pupil menurun
- Muntah
- Klien mengeluh
mual
- Klien mengeluh
pandangan kabur dan
diplopia
diameter 1mm
Reflek baik
Tidak mual
Tidak muntah
bertujuan, perubahan mental
2. Tinggikan kepala 30-40
O
jika
tidak ada kontra indikasi
3. Hindarkan situasi atau
manuver sebagai berikut:
Masase karotis
Fleksi dan rotasi leher
berlebihan
Stimulasi anal dengan jari,
menahan nafas, dan mengejan
Perubahan posisi yang cepat
4. Ajarkan klien untuk ekspirasi
selama perubahan posisi
5. Konsul dengan dokter untuk
pemberian pe-lunak faeces, jika
perlu
6. Pertahankan lingkungan yang
tenang
7. Hindarkan pelaksanaan
urutan aktivitas yang dapat
meningkatkan TIK (misal: batuk,
penghisapan, pengubahan posisi,
meman-dikan)
8. Batasi waktu penghisapan
pada tiap waktu hingga 10 detik
9. Hiperoksigenasi dan
hiperventilasi klien se-belum dan
sesudah penghisapan
10. Konsultasi dengan dokter
tentang pemberian lidokain
profilaktik sebelum penghisapan
11. Pertahankan ventilasi optimal
melalui posisi yang sesuai dan
penghisapan yang teratur
12. Jika diindikasikan, lakukan
protokol atau kolaborasi dengan
dokter untuk terapi obat yang
mungkin termasuk sebagai
berikut:
13. Sedasi, barbiturat
(menurunkan laju meta-bolisme
serebral)
14. Antikonvulsan (mencegah
kejang)
15. Diuretik osmotik
(menurunkan edema serebral)
16. Diuretik non osmotik
(mengurangi edema serebral)
17. Steroid (menurunkan
permeabilitas kapiler, membatasi
edema serebral)
18. Pantau status hidrasi,
evaluasi cairan masuk dan keluar)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II. Edisi 8. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. Mosby.

Mc. Closkey dan Buleccheck. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
Mosby.

NANDA. 2005. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia: North American
Nursing Diagnosis Association.
http://krisbudadharma.blogspot.com/2013/05/kumpulan-askep.html

You might also like