Disusun Oleh Kelompok 6 1. Fatikhatul K Ika S (21030111120001) 2. Amelia Miranty (21030111120002) 3. Gilas Gigih Prasetyo (21030111120003)
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO 2012
BAB I LATAR BELAKANG
Toleransi adalah konsep modern untuk menggambarkan sikap saling menghormati dan saling bekerjasama diantara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik secara etnis, bahasa, budaya, politik, maupun agama. Toleransi merupakan konsep agung dan mulia yang sepenuhnya menjadi bagian organik dari ajaran agama-agama, termasuk agama Islam. Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep yang jelas. Tidak ada paksaan dalam agama , Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami adalah contoh populer dari toleransi dalam Islam. Selain ayat-ayat itu, banyak ayat lain yang tersebar di berbagai Surah. Juga sejumlah hadis dan praktik toleransi dalam sejarah Islam. Fakta-fakta historis itu menunjukkan bahwa masalah toleransi dalam Islam bukanlah konsep asing. Toleransi adalah bagian integral dari Islam itu sendiri yang detail-detailnya kemudian dirumuskan oleh para ulama dalam karya-karya tafsir mereka. Kemudian rumusan-rumusan ini disempurnakan oleh para ulama dengan pengayaan-pengayaan baru sehingga akhirnya menjadi praktik kesejarahan dalam masyarakat Islam. Menurut ajaran Islam, toleransi bukan saja terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap alam semesta, binatang, dan lingkungan hidup. Dengan makna toleransi yang luas semacam ini, maka toleransi antar-umat beragama dalam Islam memperoleh perhatian penting dan serius. Apalagi toleransi beragama adalah masalah yang menyangkut eksistensi keyakinan manusia terhadap Allah. Ia begitu sensitif, primordial, dan mudah membakar konflik sehingga menyedot perhatian besar dari Islam. Makalah berikut akan mengulas pandangan Islam tentang toleransi. BAB II PERMASALAHAN
Permasalahan toleransi beragama memang selalu menarik untuk dibahas. Terlihat sepele namun di dalamnya menyimpan pertautan emosi keberagamaan yang cukup pelik. Hal ini bisa kita buktikan dari banyaknya kasus dan kejadian di masyarakat di negara kita yang notabene mengakui lima agama (Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan Budha) namun ternyata masih saling bersitegang satu sama lain dalam menjaring pengikutnya.Toleransi dan kerukunan antar umat beragama sering terganggu karena usaha penyebaran agama yang agresif. Permasalahan terjadi pada toleransi dalam agama islam dikarenakan beberapa kendala yang menjadi permasalahan dalam mencapai kerukunan umat beragama di Indonesia dan solusi untuk masyarakat menghadapi permasalahan atau kendala dalam mencapai kerukunan antar umat beragama di Indonesia.
BAB III PEMBAHASAN
Akhir-akhir ini merebak konflik berlatar belakang identitas, dan yang terlihat paling dominan adalah konflik identitas agama. Dalam melihat konflik yang selama ini terjadi perlu adanya sebuah pemahaman komprehensif terkait dengan konflik tersebut. Konflik yang tampak dari luar disebabkan oleh identitas agama, jika dianalisis mendalam mungkin saja disebabkan oleh faktor-faktor lainnya, dan agama hanya menjadi bumbu semata. Berbagai kekerasan bernuansa agama itu sesungguhnya tidak berdiri sendiri tetapi berjalin berkelindan dengan berbagai faktor lain, baik ekonomi, sosial-budaya, politik, ketidak adilan, frustasi, marginalisasi serta persoalan agama itu sendiri. Tetapi yang jelas, agama dijadikan alat untuk justifikasi berbagai kekerasan tersebut, sehingga agama ikut andil didalamnya. Sebab agama (pada kenyataannya) merupakan media yang sangat efektif untuk memicu dan mengobarkan emosi massa untuk melakukan berbagai tindak kekerasan. Hal yang paling disorot saat ini yaitu agama kita, agama islam , banyak yang mengatasnamakan islam dalam kekacauan yang terjadi di Indonesia Mengapa bisa demikian, bukankah toleransi sepenuhnya diharuskan oleh Islam. Islam secara definisi adalah damai, selamat dan menyerahkan diri. Definisi Islam yang demikian sering dirumuskan dengan istilah Islam agama rahmatan lillamn (agama yang mengayomi seluruh alam). Ini berarti bahwa Islam bukan untuk menghapus semua agama yang sudah ada. Islam menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling menghormati. Islam menyadari bahwa keragaman umat manusia dalam agama dan keyakinan adalah kehendak Allah, karena itu tak mungkin disamakan. Dalam al-Quran Allah berfirman yang artinya, dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. (QS. Yunus; 99-100) Konsep toleransi dalam agama islam Konsep toleransi yang ditawarkan Islam sangatlah rasional dan praktis serta tidak berbelit-belit. Namun, dalam hubungannya dengan keyakinan (akidah) dan ibadah, umat Islam tidak mengenal kata kompromi. Ini berarti keyakinan umat Islam kepada Allah tidak sama dengan keyakinan para penganut agama lain terhadap tuhan-tuhan mereka. Demikian juga dengan tata cara ibadahnya. Bahkan Islam melarang penganutnya mencela tuhan-tuhan dalam agama manapun. Maka kata tasamuh atau toleransi dalam Islam bukanlah barang baru, tetapi sudah diaplikasikan dalam kehidupan sejak zaman Rasulullah. Karena itu, agama Islam menurut hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah saw. pernah ditanya tentang agama yang paling dicintai oleh Allah, maka beliau menjawab: al-Hanafiyyah as-Samhah (agama yang lurus yang penuh toleransi), itulah agama Islam. "Suatu hari ketika kaum kafir Quraisy sudah merasa putus asa untuk menghentikan dakwah/ajaran yang disampaikan Muhammad SAW (Islam), maka akhirnya mereka menawarkan kepada Muhammad agar Muhammad mau berbagi waktu untuk menyembah Tuhan mereka, dengan artian hari ini mereka Muhammad dan kaum kafir) menyembah Allah dan besoknya mereka mereka juga menyembah tuhan orang kafir atau berhala. Maka Allah menurunkan ayat kepada Muhammad sebagai jawaban atas tawaran orang kafir itu, itulah Surat Al- kafirun : 1-6." 1. Katakanlah," Hai orang-orang kafir ! 2. Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah. 3. Dan tiada (pula) kamu menyembah Tuhan yang aku sembah. 4. Dan aku bukan penyembah apa yang biasa kamu sembah. 5. Dan kamu bukanlah penyembah Tuhan yang aku sembah. 6. Bagimu agamamu dan untukku agamaku". Ayat ini sering dipakai sebagai landasan tentang konsep toleransi dalam Islam. Toleransi artinya membiarkan, jadi toleransi beragama artinya membiarkan orang lain memeluk/mengamalkan agama menurut kepercayaannya masing- masing. Toleransi dalam beragama bukan berarti kita hari ini boleh bebas menganut agama tertentu dan esok hari kita menganut agama yang lain atau dengan bebasnya mengikuti ibadah dan ritualitas semua agama tanpa adanya peraturan yang mengikat. Toleransi juga bukan berarti menyamakan ibadah kita dengan agama lain dalam hal cara, waktu dan sebagainya. Akan tetapi, toleransi beragama harus dipahami sebagai bentuk pengakuan kita akan adanya agama- agama lain selain agama kita dengan segala bentuk system, dan tata cara peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing. Jadi sangatlah jelas bahwa Allah melarang Rasul-Nya untuk bertoleransi dalam masalah aqidah dan syariah kepada orang non muslim. Ayat ini juga menegaskan bahwa dalam menjalankan toleransi beragama itu ada batasan- batasan yang harus ditaati, seperti dalam urusan Ibadah jelas ada perbedaan antara agama Islam dengan agama selainnya dan sekaligus menegaskan tidak boleh menyamakan agama. Akan tetapi Islam mengakui keberadaan agama lain, dan menyuruh kepada seluruh muslim agar menghargai dan menghormati pemeluk agama lain, dan sama-sama menjaga kelangsungan hidup bermasyarakat yang damai dan aman. Meskipun Allah mewajibkan kita untuk mengakui dan menghormati beragam agama lain, namun tidak berlaku untuk pernikahan berbeda agama. Pernikahan beda agama tidak dapat dikatakan sebagai hasil dari toleransi beragama. Islam tidak pernah memaksa orang agar memeluk Islam, bahkan Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar tidak pernah mengganggu orang lain yang berbeda dengan agamanya. Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. (QS. Al Baqarah; 256) Umat Islam diperbolehkan bekerja sama dengan pemeluk agama lain dalam aspek ekonomi, sosial dan urusan duniawi lainnya. Islam tidak membenarkan pemeluknya mencaci dan mengejek pemeluk agama lain karena itu akan menimbulkan kebencian terhadap Islam itu sendiri. Dalam sejarah pun, Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam telah memberi teladan mengenai bagaimana hidup bersama dalam keberagaman. Sesungguhnya ada jenazah yang lewat di hadapan Rasulullah kemudian Dia berdiri menghormatinya. Kemudian, dikatakan padanya: Sesungguhnya jenazah itu adalah orang Yahudi. Rasul menjawab: Bukankah dia juga manusia?. (HR. Imam Bukhari). Dalam urusan dunia, Islam mengajarkan tolong menolong, saling menghargai dan saling menghormati sesama manusia tanpa melihat status, agama dan sukunya. Tapi dalam urusan Ibadah Islam menegaskan "Lakum dinukum waliyadin" yang artinya bagimu agamamu dan bagiku agamaku, yang maksudnya adalah urusan agama/ibadah/keyakinan tidak bisa disamakan antara muslim dengan yang lainnya. Fakta historis toleransi juga dapat ditunjukkan melalui Piagam Madinah. Piagam ini adalah satu contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah dipraktikkan oleh Nabi Muhamad SAW di Madinah. Di antara butir-butir yang menegaskan toleransi beragama adalah sikap saling menghormati diantara agama yang ada dan tidak saling menyakiti serta saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam Madinah. Sikap melindungi dan saling tolong-menolong tanpa mempersoalkan perbedaan keyakinan juga muncul dalam sejumlah Hadis dan praktik Nabi. Bahkan sikap ini dianggap sebagai bagian yang melibatkan Tuhan. Sebagai contoh, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dalam Syuab al-Imam, karya seorang pemikir abad ke-11, al-Baihaqi, dikatakan: Siapa yang membongkar aib orang lain di dunia ini, maka Allah (nanti) pasti akan membongkar aibnya di hari pembalasan. Di sini, saling tolong-menolong di antara sesama umat manusia muncul dari pemahaman bahwa umat manusia adalah satu badan, dan kehilangan sifat kemanusiaannya bila mereka menyakiti satu sama lain. Tolong-menolong, sebagai bagian dari inti toleransi, menjadi prinsip yang sangat kuat di dalam Islam. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda. Artinya: Sebaik-baik orang adalah yang memiliki hati yang mahmum dan lisan yang jujur, ditanyakan: Apa hati yang mahmum itu? Jawabnya : 'Adalah hati yang bertaqwa, bersih tidak ada dosa, tidak ada sikap melampui batas dan tidak ada rasa dengki'. Ditanyakan: Siapa lagi (yang lebih baik) setelah itu?. Jawabnya : 'Orang-orang yang membenci dunia dan cinta akhirat'. Ditanyakan : Siapa lagi setelah itu? Jawabnya : 'Seorang mukmin yang berbudi pekerti luhur." Dasar-dasar al-Sunnah (Hadis Nabi) tersebut dikemukakan untuk menegaskan bahwa toleransi dalam Islam itu sangat komprehensif dan serba- meliputi. Baik lahir maupun batin. Toleransi, karena itu, tak akan tegak jika tidak lahir dari dalam hati. Ini berarti toleransi bukan saja memerlukan kesediaan ruang untuk menerima perbedaan, tetapi juga memerlukan pengorbanan material maupun spiritual, lahir maupun batin. Di sinilah, konsep Islam tentang toleransi (as-samahah) menjadi dasar bagi umat Islam untuk melakukan muamalah (hablum minan nas) yang ditopang oleh kaitan spiritual kokoh (hablum minallh). Prinsip-prinsip peradaban kita dalam toleransi keagamaan 1. Agama-agama samawi (langit) semua bersumber dari satu Tuhan sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran :
Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwariskanNya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu terpecah-belah tentangnya (QS. Asy Syuura : 13). 2. Nabi-nabi adalah bersaudara, kaum muslimin wajib beriman kepada mereka semua. Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya :
Katakanlah (hai orang-orang mukmin) : Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim,Ismail, Ishaq, Yaqub dan anak cucunya dan apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan-Nya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya. (QS. Al Baqarah : 136)
3. Aqidah tidak dapat dipaksakan penganutannya, bahkan harus mengandung kerelaan dan kepuasan. Allah sudah menerangkan kepada kita :
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).. (QS. Al Baqarah 256)
Patutkah engkau hendak paksa manusia sampai mereka jadi Muminin ? (QS. Yunus: 99)
4. Tempat-tempat ibadah bagi agama-agama Ilahi adalah terhormat, wajib dibela dan dilindungi seperti masjid-masjid kaum muslimin.
dan sekiranya tidak Allah melindungi manusia sebahagian dari mereka dengan sebahagiannya, niscaya dirubuhkan tempat-tempat pertapaan dan gereja-gereja Kristen dan tempat-tempat sembahyang Yahudi dan masjid-masjid yang banyak disebut nama Allah padanya; dan sesungguhnya Allah akan menolong siapa yang menolong (agama)- Nya.. (QS. Al Hajj : 40).
5. Tidak selayaknya perbedaan dalam agama menyebabkan manusia saling membunuh atau saling menganiaya satu sama lain. Bahkan kita harus saling menolong dalam berbuat kebaikan dan memerangi kejahatan. Allah Taala menerangkan kepada kita :
Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.. (QS. Al Maidah : 2).
Adapun keputusan mengenai perselisihan di antara mereka, Allah sendirilah yang menghakiminya kelak di hari kiamat.
Dan orang-orang Yahudi berkata : Orang-orang Nasrani itu tidak atas sesuatu (jalan yang benar), dan orang-orang Nasrani berkata : Orang- orang Yahudi tidak atas sesuatu (jalan yang benar), padahal mereka membaca Kitab. Begitu juga orang-orang yang tidak mengetahui, berkata seperti perkataan mereka itu. Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat tentang apa-apa yang mereka perselisihkan. (QS. Al baqarah ; 113).
6. Kelebihutamaan di antara manusia dalam kehidupan dan di sisi Allah sesuai dengan kadar kebaikan dan kebajikan yang dipersembahkan seseorang dari mereka untuk dirinya dan untuk sesamanya. Allah berfirman :
..Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu..(QS. Al Hujurat : 13).
7. Perbedaan dalam agama tidak menghalangi kita dalam berbuat kebaikan, silaturahmi, dan menjamu tamu.
Pada hari ini dihalalkan bagimu (barang) yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula bagi mereka). (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang- orang yang diberi Al kitab sebelum kamu.. (QS. Al Maidah 5)
8. Jika manusia berselisih pendapat mengenai agama-agama mereka maka mereka boleh berdebat satu sama lain dengan cara yang paling baik dan dalam batas-batas kesopanan, dengan argumentasi dan memberikan kepuasan (kemantapan).
Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka.. (QS. Al Ankabut : 46) Kita juga tidak boleh mencela lawan yang berselisih atau mencaci aqidah mereka meskipun mereka kaum paganis (penyembah berhala). Hal ini diutarakan dalam Al-Quran :
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.. (QS. Al anam 108) Faktor timbulnya masalah konflik masyarakat beragama 1. Perbedaan yang ada salah dipahami dan salah disikapi, dan tidak dilihat dan ditanggapi secara positif serta tidak dikelola dengan baik dalam konteks kemajemukan. 2. Fanatisme yang salah. Penganut agama tertentu menganggap hanya agamanyalah yang paling benar, mau menang sendiri, tidak mau menghargai, mengakui dan menerima keberadaan serta kebenaran agama dan umat beragama yang lain. 3. Umat beragama yang fanatik (secara negatif) dan yang terlibat dalam konflik ataupun yang menciptakan konflik adalah orang-orang yang pada dasarnya : kurang memahami makna dan fungsi agama pada umumnya; kurang memahami dan menghidupi agamanya secara lengkap, benar, mendalam; kurang matang imannya dan takwanya; kurang memahami dan menghargai agama lain serta umat beragama lain; kurang memahami dan menghargai hakekat dan martabat manusia; kurang memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang universal, terutama hati nurani dan cinta kasih. kurang memahami dan menghidupi wawasan kebangsaan dan kemasyarakatan yang khas Indonesia, yakni kerukunan, toleransi dan persatuan dalam kemajemukan, baik pada tingkat nasional maupun lokal.
Solusi untuk meningkatkan toleransi beragama 1. Mengembangkan Dialog atau komunikasi timbal balik, yang dilandaskan pada kesadaran akan : adanya kesamaan maupun perbedaan yang tak dapat diingkari dan disingkirkan, sesuai hakekat atau harkat dan martabat manusia adanya kesamaan nilai-nilai serta permasalahan dan kebutuhan yang universal, yang berkaitan dengan kemanusiaan, seperti kebenaran, keadilan, HAM, persaudaraan dan cinta kasih. adanya fakta kehidupan bersama dalam kemajemukan serta hubungan dan ketergantungan satu sama lain. mutlak perlunya kerukunan dan damai sejahtera, persatuan dan kerjasama dengan prinsip keadilan, saling menguntungkan, saling menghargai, saling terbuka dan saling percaya. 2. Mengevaluasi dan memperbaiki sistem dan bobot pendidikan dan pembinaan, baik yang khas keagamaan maupun yang bukan khas atau yang bersifat umum, untuk menambah pengetahuan, mematangkan iman, meningkatkan moral dan spiritual, memantapkan kepribadian,Sasaran pendidikan dan pembinaan bukan hanya pada aspek intelektual dan ketrampilan, tetapi juga pada budi pekerti dan hati nurani (moral dan spiritual) sertaemosionalitas dan perilaku, pola pikir dan pola hidup. 3. Mencermati, mengevaluasi dan membaharui doktrin dan praktek-praktek keagamaan yang terlalu atau bahkan hanya formal dan ritualistik belakaagar lebih fungsional atau berdaya-guna secara tepat dan efektif bagi pemantapan kwalitas diri dan kehidupan penganutnya pada khususnya maupun masyarakat pada umumnya. 4. Mengembangkan hidup bersama, kegiatan bersama dan kerjasamasecara proporsional yang dilandaskan pada kesadaran akan kebutuhan dan ketergantungan satu sama lain sebagai konsekwensi hidup bersama serta kesamaan martabat dan hak sebagai manusia.
BAB IV PENUTUP KESIMPULAN Toleransi adalah sikap saling menghormati dan saling bekerjasama di antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik secara etnis, bahasa, budaya, politik, maupun agama. Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep yang jelas. Tidak ada paksaan dalam agama , Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami adalah contoh populer dari toleransi dalam Islam. Negara kita mengakui lima agama (Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan Budha) namun ternyata masih saling bersitegang satu sama lain dalam menjaring pengikutnya.Toleransi dan kerukunan antar umat beragama sering terganggu karena usaha penyebaran agama yang agresif. Konflik yang tampak dari luar disebabkan oleh identitas agama, jika dianalisis mendalam mungkin saja disebabkan oleh faktor-faktor lainnya, dan agama hanya menjadi bumbu semata. Toleransi beragama menurut Islam bukanlah untuk saling melebur dalam keyakinan. Bukan pula untuk saling bertukar keyakinan di antara kelompok- kelompok agama yang berbeda itu. Toleransi di sini adalah dalam pengertian muamalah (interaksi sosial). Jadi, ada batas-batas bersama yang boleh dan tak boleh dilanggar. Inilah esensi toleransi di mana masing-masing pihak untuk mengendalikan diri dan menyediakan ruang untuk saling menghormati keunikannya masing-masing tanpa merasa terancam keyakinan maupun hak- haknya. Pada intinya, Islam tidak mengajarkan toleransi dan kompromi dalam masalah yang sifatnya itiqadiyyah (aqidah / prinsip) atau yang berkaitan dalam masalah ukhrowi / akhirat seorang Muslim. Demikian semestinya toleransi beragama itu diterapkan dimasyarakat Indonesia yang mayoritasnya beragama Islam. Tidak sepantasnya kaum muslimin lalai dari segenap prinsip dan patokan agamanya dalam bertoleransi. Demikian sekilas tentang bagaimana Islam sebenarnya mengatur tentang toleransi. Hendaknya kita berusaha terus mengkaji dan mensosialisakan konsep toleransi dalam islam ini baik kepada sesama muslim atau kepada non muslim. Harapannya ialah tiada lagi kesan yang muncul bahwa Islam itu intoleran dan tidak ada lagi umat muslim yang menyalahartikan makna toleransi dalam islam.