Pendidikan Kimia 2011 B. Buat tulisan ringkas berdasarkan soal berikut. Perhatikan ejaan dan tanda baca, dan gunakan Bahasa Indonesia ragam ilmiah: Beberapa sekolah mewajibkan siswa menggunakan seragam. Ada juga sekolah yang membebaskan siswanya dari seragam selama dalam batas kewajaran dan kesopanan. Mana kebijakan yang menurutmu lebih baik? Gunakan alasan khusus dan contoh yang mendukung pendapatmu. J awaban: Setelah Indonesia lepas dari penjajahan, sebenarnya seragam sekolah tidak serta- merta diberi perhatian pemerintah. Ada begitu banyak persoalan, terutama terkait dengan kondisi politik dan peperangan, yang membuat pendidikan di Indonesia harus dipikirkan nanti-nanti saja. Sampai beberapa tahun setelah kemerdekaan, masih banyak siswa-siswi yang bersekolah dengan memakai pakaian seadanya. Kondisi perang dan kemiskinan tidak memungkinkan pendidikan dilaksanakan dengan terlalu memperhatikan sesuatu yang tidak begitu urgent seperti itu. Sebenarnya wacana sekolah tanpa seragam sudah lama bergulir. Bahkan pada tahun 2004 wacana tersebut telah diungkapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional Indonesia, Bambang Sudibyo. Pak Menteri (Mendiknas) berpendapat," segala upaya penyeragaman akan berdampak terhadap terjadinya monopoli yang akhirnya merugikan masyarakat. Penyeragaman lainnya seperti buku dan sepatu juga tidak disetujui.'' Humas Koalisi Pendidikan Iwan Hermawan menjelaskan hal itu usai dengar pendapat antara Mendiknas dan Koalisi Pendidikan di Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Jakarta, Kamis (Suara Merdeka, Jumat 5 Nopember 2004). Sebenarnya banyak kontroversi yang terjadi pada wacana pemerintah yang akan menghapus peraturan pemerintah tentang seragam sekolah. Dalam pandangan masyarakat Indonesia banyak timbul pro-kontra. Bagi Pendukung sekolah berseragam berpendapat bahwa seragam diperlukan untuk mendisiplinkan siswa dan juga untuk mencegah kesenjangan sosial diantara siswa, sama rata, dan sama rasa. Pendukung sekolah berseragam menganggap seragam sebagai identitas ketimuran yang tidak setuju dengan kebebasan atau liberlisme barat. Saya tidak setuju sekolah yang mewajibkan menggunakan seragam. Sebab seragam adalah sebuah cara untuk mencegah kesenjangan sosial. Dengan berseragam maka siswa kaya atau miskin tidak terlihat. Sehingga siswa yang miskin tidak akan minder, dan siswa yang kaya tidak akan memamerkan kekayaannya dengan memakai pakaian yang mewah. Saya punya pengalaman pribadi ketika bersekolah di sekolah desa yang ingin saya ceritakan di sini. Kebetulan kami berasal keluarga yang berkecukupan. Sehingga orang tua kami dapat membelikan baju, baik seragam maupun selain seragam setiap tahunnya. Dapat dipastikan seragam yang kami gunakan pada tahun ajaran baru adalah seragam baru yang warnanya masih cerah, dan tentu bukan juga seragam warisan dari kakak-kakak saya. Sedangkan teman saya, bukan berasal dari keluarga yang berkecukupan, seragam yang dia gunakan adalah seragam bekas dari kakaknya yang sudah menginjak bangku SMA. Warna putihnya sudah tidak putih cemerlang lagi, bahkan logo SD yang biasa terpasang di kantong bajunya warnanya sudah coklat muda. sedangkan warna celanannya tidak merah lagi tapi lebih muda lagi. Secara kasat mata teman-teman sekelas langsung tahu perbedaan tersebut. Ujian Akhir Semester Bahasa Indonesia Habibus Syakura (A1F011010) Pendidikan Kimia 2011 Dari kisah pribadi saya di sekolah dasar itu, jelas masih nampak perbedaan meskipun kita telah berseragam. Perbedaan itu dapat dilihat dari sepatu, asesoris, alat tulis, kendaraan yang mengantar atau bahkan dari seragam itu sendiri. Terus apakah untuk menutup itu semua, kita perlu membuat aturan lagi mengenai keseragaman asesoris, alat tulis dan kendaraan pengantar? Jika hal ini kita lakukan, apa bedanya kita dengan sistem komunis yang mewajibkan masyaraktnya untuk sama rata dan sama rasa? Perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Kaya dan miskin, laki - laki dan perempuan, gelap dan terang, tinggi dan pendek adalah sebuah keniscayaan. Bagaimanapun kita berusaha menutupinya, tetap saja hal itu akan terlihat juga. Maka hal yang seharusnya kita lakukan bukanlah menutupi hal tersebut, tetapi membuatnya tetap alami. Menumbuhkan motivasi internal siswa adalah cara yang tepat untuk mengatasi keminderan siswa kurang mampu dan keinginan untuk pamer kekayaan dari siswa yang kaya. Selanjutnya, mengenai hal kedisiplinan. Pendapat ini didasarkan atas ketaatan siswa pada aturan sekolah. Siswa yang patuh dengan jadwal berseragam dikategorikan sebagai siswa yang disiplin. Dengan seragam siswa belajar mengenai kedisiplinan. Menurut pendapat saya, Disiplin haruslah pada hal-hal yang sangat erat berhubungan dengan pembelajaran dan perilaku bukan pada tataran asesoris seperti seragam, sepatu atau sandal, buku bersampul atau tidak, dan sebagainya. Siswa yang disiplin adalah siswa yang membuang sampah pada tempatnya, hormat kepada guru, bersahabat dengan temannya, mengerjakan tugas, dan tidak mengganggu siswa lain ketika belajar. Seragam hanyalah asesoris dalam pendidikan. Jadi, janganlah menjadikan asesoris ini mengalahkan hal yang wajib dalam pendidikan. Sesuatu hal yang buruk ketika kita menghukum siswa yang tidak berseragam, padahal dia sudah bersusah payah datang ke sekolah dengan telah mengerjakan tugas dan mengalahkan rasa malu dalam dirinya. Mana keadilan kepada anak didik jika hal tersebut diterapkan. Terakhir, saya tidak setuju dengan pendapat pemerintah, bahwa seragam sekolah mencerminkan budaya Indonesia. Pendukung sekolah berseragam menganggap berseragam adalah identitas budaya bangsa timur (asia), dan pendidikan tanpa seragam diidentikkan dengan kebebasan yang dianut oleh Barat. Sekolah tanpa seragam ditakutkan akan membawa siswa menjadi bebas dan sulit untuk diatur. Dengan seragam saja sudah banyak kerusakan moral pada siswa apalagi jika tanpa seragam, begitu pendapat yang kita dengar. Kerusakan moral yang sekarang terjadi pada siswa tidak berhubungan dengan seragam. Dari penelitian-penelitian, kerusakan ini terjadi dikarenakan konsep pendidikan yang terlalu mengedepankan akademis, sehingga pembinaan moral terpinggirkan. Pengaruh budaya telivisi yang penuh kekerasan dan mendekati hal-hal yang porno adalah salah satu penyebab rusaknya moral generasi pelajar kita. Tidak ada penelitian secara khusus bahwa seragam dapat mencegah siswa untuk berperilaku buruk. Bukankah kita mengenal seragam melalui penjajah Belanda? Bukankan budaya bangsa kita sangat memahami perbedaan ? Bukankah Bhineka Tunggal Ika itu maknanya memahami perbedaan yang ada? Budaya bangsa kita sangat menghargai orang bukan dari tampian fisiknya, namun dari hati dan pikirannya. namun penjajahan yang lama di Indonesia menjadikan bangsa kita sebagai bangsa yang menilai seseorang secara material. tidak ada satupun data yang dapat mengkaitkan antara seragam dan budaya bangsa kita. Ujian Akhir Semester Bahasa Indonesia Habibus Syakura (A1F011010) Pendidikan Kimia 2011 Seragam bagi sebuah angkatan perang, memang amat dibutuhkan. Filosofinya untuk membedakan tentara dengan masyarakat sipil dan membedakan satu kesatuan dengan kesatuan lainnya. Di medan perang akan membedakan musuh dengan kawan. Jadi sebetulnya yang benar adalah bahwa budaya seragam adalah budaya militer yang baik untuk diterapkan di militer bukan kalangan sipil. Jadi, saya sangat setuju dengan kebijakan pemerintah untuk membebaskan sekolah dalam memakai seragam. Sebab, saya pikir seragam sekolah bukanlah hal yang terlalu urgent dalam penggunnya. Pasalnya, seragam itu sebenarnya akan memberikan masalah baru terhadap peserta didik. Dalam hal ini saya mengungkapkan kesalahan persepsi di tengah- tengah masyarakat mengenai makna penting seragam sekolah, seperti, seragam sekolah bukanlah untuk kesetaraan ekonomi, baik yang miskin maupun yang kaya, seragam sekolah bukanlah budaya Indonesia, dan seragam sekolah tidaklah akan membuat peserta didik untuk disiplin. Menurut pendapat saya, pemerintah membuat peraturan untuk sekolah mewajibkan seragam sekolah adalah membuat masalah baru dalam mengatasi permasalahan yang lebih urgent dari pendidikan itu sendiri.
Ada yang mengatakan, "Tidak semua yang dipelajari ada dalam buku." Bandingkan dan kontraskan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman dengan pengetahuan yang diperoleh dari buku. Apa pendapatmu, sumber mana yang lebih penting? Mengapa? J awaban : Sebagai peserta didik, kita tidak asing dengan teori. sebenarnya teori bukanlah omong kosong. dalam kehidupan sehari-hari teori digunakan sebagai tuntunan cara menghadapi sebuah permasalahan. Teori adalah serangkaian variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variable, dan menentukan hubungan antarvariable dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran pemikiran teoritis yang mereka definisikan sebagai menentukan bagaimana dan mengapa variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan. Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang-bidang pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi. Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta . Hal ini mengindikasikan bahwa teori berasal dari penarikan kesimpulan yang memiliki potensi kesalahan. Berbeda dengan penarikan kesimpulan pada pembuktian matematika. Pengalaman ialah suatu peristiwa yang pernah dialami oleh seorang manusia. Berasal dari kata peng-alam-an. Pengalaman memungkinkan seseorang menjadi tahu, dan hasil tahu ini kemudian disebut pengetahuan. Saya berpendapat bahwa, pengetahuan yang lebih penting adalah pengetahuan yang bersumber dari pengalaman. Sebab, dari pengalaman itulah dapat menjadi suatu teori. Sementara itu, pengetahuan yang bersumber dari teori, haruslah melewati praktek atau pengalaman nyata terlebih dahulu. Ujian Akhir Semester Bahasa Indonesia Habibus Syakura (A1F011010) Pendidikan Kimia 2011 Kita mengambil suatu contoh dalam dunia kerja istilah pengalaman juga digunakan untuk merujuk pada pengetahuan dan ketrampilan tentang sesuatu yang diperoleh lewat keterlibatan atau berkaitan dengannya selama periode tertentu. Secara umum, pengalaman menunjuk kepada mengetahui bagaimana atau pengetahuan prosedural, daripada pengetahuan proposisional. Setelah kita menghadapi atau pernah mengalami sebuah masalah dan menyelesaikannya kita akan menceritakan kepada orang lain dengan sendirinya akan menjadi sebuah teori. Namun, pengetahuan yang bersumber dari pengalaman, akan lebih valid dan efisien daripada pengetahuan yang bersumber dari buku. Sebab, pengetahuan yang bersumber dari pengalaman akan melakukan praktek diawal, dan mendapatkan teori atau hasil yang dapat dijadikan referensi. Meskipun demikian, pengetahuan yang bersumber dari pengalaman dan pengetahuan yang bersumber dari buku adalah suatu keterikatan yang tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain. Sebagai contoh, pengalaman yang dilakukan oleh penemu alat-alat yang bermanfaat bagi kehidupan sekarang, seperti Thomas Alfa Edison yang menemukan bola lampu. Thomas melakukan percobaannya hingga ribuan kali kegagalan. Namun, dengan hal itu, Thomas dapat merumuskan suatu teori dalam membuat bola lampu. Dengan demikian, teori yang dikemukan oleh Thomas akan valid dan efisien, Sebab, telah melewati percobaan atau pengalaman yang benar dan mendapatkan kesimpulan sebagai teori. Sementara itu, pengetahuan yang bersumber dari buku, akan kurang efisien dan efektif. Sebab, pengetahuan yang bersumber dari buku haruslah dibuktikan atau divalidasi terlebih dahulu melalui pengalaman atau percobaan. Sebagai contoh, buku pelajaran kimia sekolah menengah atas (SMA), haruslah melewati praktikum terlebih dahulu untuk memastikan teori tersebut benar atau valid. Jadi, dari pemaparan contoh kontras yang berada diatas sudah jelas terlihat, bahwa pengetahuan yang lebih penting itu sebenarnya adalah pengalaman dan buku. Sebab kedua sumber ini mempunyai keterikatan yang tidak dapat dipisahkan. Sebab, pengetahuan yang bersumber dari pengalaman tanpa teori, maka akan sia-sia. Begitu juga sebaliknya, pengetahuan yang bersumber dari buku tanpa pengalaman atau percobaan, maka