Pemeriksaan keuangan negara adalah pengujian atas catatan dan akun keuangan pemerintah untuk memastikan akurasi dan kesesuaian dengan kriteria yang ditetapkan. Pemeriksaan ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dengan kewenangan untuk mengaudit pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Terdapat beberapa jenis pemeriksaan seperti pemeriksaan keuangan, kinerja, dan dengan tujuan tertentu.
Pemeriksaan keuangan negara adalah pengujian atas catatan dan akun keuangan pemerintah untuk memastikan akurasi dan kesesuaian dengan kriteria yang ditetapkan. Pemeriksaan ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dengan kewenangan untuk mengaudit pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Terdapat beberapa jenis pemeriksaan seperti pemeriksaan keuangan, kinerja, dan dengan tujuan tertentu.
Pemeriksaan keuangan negara adalah pengujian atas catatan dan akun keuangan pemerintah untuk memastikan akurasi dan kesesuaian dengan kriteria yang ditetapkan. Pemeriksaan ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dengan kewenangan untuk mengaudit pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Terdapat beberapa jenis pemeriksaan seperti pemeriksaan keuangan, kinerja, dan dengan tujuan tertentu.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI TAHUN 2011
i KATA PENGANTAR
Terbitnya Permenpan Nomor 17 tentang Jabatan Fungsional Pemeriksa (JFP) dan Angka Kreditnya merupakan titik awal perubahan peraturan dari jabatan fungsional auditor (JFA) ke JFP bagi para pemeriksa BPK. Momen ini dimanfaatkan BPK untuk mereformasi pengembangan sumber daya pemeriksa dengan meredefinisi kompetensi yang diperlukan oleh para pemeriksa di BPK. Peraturan BPK No. 4 Tahun 2010 tentang JFP menyatakan bahwa untuk memenuhi dan meningkatkan kompetensi dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, para calon pemeriksa yang pertama kali diangkat dalam JFP wajib terlebih dahulu mengikuti diklat JFP. Sejalan dengan itu, berlakunya standar kompetensi yang telah disusun Biro SDM juga mendukung Pusdiklat untuk mengembangkan diklat berbasis kompetensi, yang dalam hal ini ditujukan bagi para pemeriksa. Standar kompetensi inilah yang menjadi landasan bagi pusdiklat dalam menata ulang desain kurikulum dan silabusnya, sehingga lebih terstruktur dan sesuai dengan masing-masing peran. Kami menyadari arti penting modul ini dalam suatu proses diklat karena dari modul inilah tergambar dasar pengetahuan dan keahlian yang akan diberikan kepada peserta diklat. Kami juga terus berusaha menyempurnakan materi-materi diklat dengan perkembangan pengetahuan dan kondisi terkini, serta melatih tenaga instruktur secara berkala. Hal ini merupakan komitmen Pusdiklat yang berusaha menjunjung tinggi profesionalisme dalam melayani kebutuhan pengembangan SDM di BPK. Kami harapkan setelah menyelesaikan pendidikan dan pelatihan di Pusdiklat BPK, para peserta diklat merasakan manfaatnya dengan mengalami perubahan kompetensi yang semakin baik sesuai tugas dan tanggung jawab yang diemban. Pelaksanaan diklat berbasis kompetensi juga mendorong Pusdiklat semakin menyempurnakan metode pembelajaran yang digunakan serta didukung dengan laboratorium-laboratorium, untuk membantu peserta diklat merasakan kondisi yang menyerupai keadaan riil dalam pekerjaan. Akhir kata, perkenankan kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT dan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap pengembangan modul ini. Kami menyadari bahwa apa yang telah kami lakukan masih jauh dari sempurna. Masukan, kritik, dan saran dari peserta diklat, instruktur, dan narasumber sangat berguna dalam pengembangan kompetensi pemeriksa di BPK untuk mendukung tujuan kami, yaitu menjadi pusdiklat yang profesional, sebagai titik awal pembentukan SDM di BPK. Terima kasih
Jakarta, Mei 2011 Plt. Kepala Pusdiklat
Dr. Cris Kuntadi, S.E.,,M.M., Ak.,C.P.A. NIP 196906241990031004
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii PENDAHULUAN .................................................................................................... iv BAB I GAMBARAN UMUM PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA ........... 1 A. Pengertian Pemeriksaan Keuangan Negara ............................................ 1 B. Perbedaan Pemeriksaan Keuangan Negara dengan Pemeriksaan Sektor Privat.................................................................................... 4 C. Kewenangan Pemeriksa BPK ................................................................ 5 D. Jenis-jenis Pemeriksaan........................................................................... 6 BAB II PEMERIKSAAN KEUANGAN ......................................................... 9 A. Jasa yang Dihasilkan oleh Profesi Akuntan Publik................................... 9 B. Tahapan Pemeriksaan Keuangan ........................................................... 11 BAB III PEMERIKSAAN KINERJA ........................................................................ 39 A. Pengertian Pemeriksaan Kinerja............................................................... 39 B. Perbedaan Pemeriksaan Kinerja dengan Pemeriksaan Keuangan............ 40 C. Pengertian 3 E.................................................................................... 41 D. Tahap Pemeriksaan Kinerja sesuai dengan Juklak Kinerja............... 43 BAB IV PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU................................. 51 A. Pengertian PDTT ...................................................................................... 51 B. Tujuan PDTT ......................................................................................... 53 iii
C. Jenis-jenis PDTT............................................................................... 54 D. Alur Pikir Penentuan Jenis PDTT.................................................. 55 E. Perbedaan Karakteristik Setiap Jenis PDTT 56 F. Tahapan PDTT sesuai dengan Juklak PDTT . 57 DAFTAR PUSTAKA . 59
iv
PENDAHULUAN
Deskripsi Singkat Mata Pelajaran Mata Diklat Pemeriksaan Keuangan Negara ini membahas tentang pemeriksaan atas keuangan negara. Mata diklat ini memberikan gambaran konseptual tentang pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan oleh BPK. Bahasan dalam mata diklat ini terdiri dari gambaran umum pemeriksaan keuangan negara, jenis-jenis pemeriksaan keuangan negara dan gambaran singkat metodologi yang dipakai untuk tiap-tiap jenis pemeriksaan. Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari mata diklat ini, diharapkan peserta diklat dapat memahami pemeriksaan keuangan negara. Pemahaman ini sangat berguna ketika peserta diklat akan melakukan pemeriksaan nantinya. Metodologi Pembelajaran Agar peserta mampu memahami mata diklat ini, proses belajar mengajar menggunakan pendekatan andragogi. Dengan pendekatan ini, peserta didorong untuk berpartisipasi secara aktif melalui komunikasi dua arah. Untuk metode yang digunakan merupakan kombinasi dari ceramah dan tanya jawab, diskusi serta latihan soal & kasus. Instruktur membantu peserta dalam memahami materi melalui ceramah dan dalam proses ini peserta diberikan kesempatan untuk melakukan tanya jawab. Agar proses pendalaman materi dapat berlangsung dengan baik, dilakukan diskusi kelompok dan presentasi sehingga peserta benar-benar dapat secara aktif terlibat dalam proses belajar mengajar. Deskripsi Singkat Struktur Modul Modul ini disusun dengan kerangka bahasan sebagai berikut v
BAB I GAMBARAN UMUM PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA Bab ini membahas gambaran umum pemeriksaan keuangan negara, yang meliputi definifi pmeriksaan keuangan negara, perbedaan pemeriksaan keuangan negara dengan pemeriksaan sektor privat, kewenangan pemeriksa BPK dan jenis-jenis pemeriksaan keuangan negara. BAB II PEMERIKSAAN KEUANGAN Bab ini salah satu jenis pemeriksaan keuangan negara, yaitu pemeriksaan keuangan. Bab ini diawali dengan subbab jasa yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik dan dilanjutkan dengan subbab tahap-tahap dalam melakukan pemeriksaan keuangan. BAB III PEMERIKSAAN KINERJA Pemeriksaan kinerja merupakan jenis pemeriksaan keuangan negara yang kedua dan dibahas dalam bab ini. Bab ini menjelaskan tentang pengertian pemeriksaan kinerja, perbedaan pemeriksaan kinerja dengan pemeriksaan keuangan, konsep 3E dan tahapan dalam pemeriksaan kinerja BAB IV PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU Bab ini membahas tentang pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) sebagai jenis pemeriksaan keuangan negara yang terakhir. Pada bab ini dibahas tentang pengertian, tujuan dan jenis PDTT serta menjelaskan alur pikir penentuan jenis PDTT. Selanjutnya bab ini juga membahas perbedaan karakteristik jenis-jenis PDTT dan menjelaskan tahapan dalam PDTT.
1
BAB I GAMBARAN UMUM PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA
A. Pengertian Pemeriksaan Keuangan Negara Pengertian pemeriksaan keuangan negara tentu tidak bisa dilepaskan dari pengertian pemeriksaan itu sendiri. Jadi sebelum kita membahasnya lebih lanjut, kita akan mulai dengan pembahasan atas pengertian pemeriksaan. Pengertian pemeriksaan Berdasarkan telaah literatur terdapat banyak pengertian mengenai pemeriksaan, diantaranya adalah: The accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. (Arens, 2006) (Akumulasi dan evaluasi bukti tentang suatu informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian informasi dengan kriteria yang diakui) An examination of records or financial accounts to check their accuracy (American Heritage Dictionary) (Pengujian catatan atau akun keuangan untuk memastikan akurasinya) Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan mampu : 1. Menjelaskan pengertian pemeriksaan keuangan negara 2. Membedakan pemeriksaan keuangan Negara dengan pemeriksaan sektor privat 3. Menjelaskan kewenangan pemeriksa BPK 4. Menjelaskan jenis-jenis pemeriksaan yang dilakukan 2
Sementara UU Nomor 15/2004 mendefinisikan pemeriksaan sebagai proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Kata kunci dari semua pengertian di atas adalah pemeriksaan selalu melibatkan proses membandingkan kondisi yang senyatanya (das sein) dengan kriteria/yang seharusnya (das sollen). Pengertian Pemeriksaan Keuangan Negara Menurut UU No. 15 Tahun 2004 Pasal 2 (1) Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. Pasal 3 (1) menyebutkan bahwa pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Jenis-jenis Pemeriksaan Keuangan Negara Pasal 4 (1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Ruang Lingkup Pemeriksaan Keuangan Negara UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 1 mendefinisikan Keuangan Negara sebagai semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut Pendekatan dalam perumusan pengertian Keuangan Negara Pendekatan yang dipakai dalam merumuskan keuangan adalah dari sisi objek, subjek, proses dan tujuan. Pengertian keuangan negara dari sisi: (Penjelasan UU No. 17 tahun 2003 butir 3) 3
1. Objek : semua hak, kewajiban, negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 2. Subjek : seluruh objek keuangan diatas yang dimiliki negara dan/atau dikuasai Pemerintah Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara 3. Proses : seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek tersebut diatas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban 4. Tujuan : seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Lingkup Keuangan Negara UU no. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 2 menjabarkan lingkup Keuangan Negara meliputi: 1. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang dan melakukan pinjaman 2. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga 3. Penerimaan Negara 4. Pengeluaran Negara 5. Penerimaan Daerah 6. Pengeluaran Daerah 7. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat 4
dinilai dengan uang termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah 8. Kekayaan lain yang dikuasai pemerintah dengan rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum 9. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah Jadi pemeriksaan keuangan negara merupakan suatu proses membandingkan kondisi yang senyatanya (das sein) dengan kriteria/yang seharusnya (das sollen) dengan ruang lingkup mencakup seluruh atau sebagian dari keuangan negara.
B. Perbedaan pemeriksaan keuangan negara dengan dengan pemeriksaan sektor privat Dari sisi metodologi, sebenarnya tidak ada perbedaan yang substansial antara pemeriksaan keuangan negara dengan pemeriksaan sektor privat, namun terdapat beberapa perbedaan mendasar pada sisi-sis sebagai berikut. 1. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan (kepatuhan) merupakan salah satu poin penting dalam pemeriksaan keuangan negara. Kepatuhan entitas harus diuji apa pun jenis pemeriksaannya. Bahkan pada entitas pemerintah (pusat maupun daerah), sistem pengendalian intern (SPI) pun diatur dalam bentuk peraturan, sehingga kadang sulit dibedakan mana pelanggaran terhadap kepatuhan dan mana pelanggaran atas SPI. Sebagai contoh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) diatur dengan PP No. 60/2008. Pemeriksaan sektor privat tidak mengutamakan hal ini kecuali dinyatakan khusus dalam perikatan. 2. Publikasi atas laporan hasil pemeriksaan Hasil pemeriksaan keuangan negara wajib untuk dipublikasikan jika telah disampaikan kepada lembaga perwakilan. Hal tersebut ditegaskan dalam Bab I 5
huruf D penjelasan UU no. 15/2004. Pemeriksaan sektor privat tidak mengizinkan publikasi kecuali kepada pihak yang diatur dalam kontrak. 3. Kewajiban untuk melaporkan unsur pidana Jika ditemukan unsur pidana dalam pemeriksaan keuangan negara, pemeriksa wajib untuk melaporkannya kepada pihak yang berwenang. Kewajiban tersebut diatur dalam UU no. 15/2004 pasal 14 ayat 1. Bahkan terdapat sanksi jika pemeriksa tidak melaporkan temuan yang mengandung unsur pidana sebagaimana diatur dalam pasal 26 ayat 1. Berdasarkan SPAP (SA seksi 317) pemeriksa pada pemeriksaan sektor privat hanya bertanggung jawab untuk mengungkap suatu unsur tindakan pelanggaran hukum kepada manajemen senior klien dan komite audit. Sementara itu Agung Rai: 2008 menjelaskan perbedaan pemeriksaan sektor publik dalam hal ini pemeriksaan keuangan negara dengan pemeriksaan sektor privat sebagaimana pada Tabel 1.1
Tabel 1.1 Perbedaan antara Audit sektor privat dengan audit sektor publik Uraian Audit Sektor Privat Audit Sektor Publik Pelaksana Kantor Akuntan Publik (KAP) Lembaga audit pemerintah atau KAP yang ditunjuk lembaga audit pemerintah Objek Perusahaan/ entitas swasta Entitas, program, kegiatan dan fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara, sesuai dengan peraturan perundang-undangan Standar Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang dikeluarkan oleh BPK Kepatuhan terhadap peratutan perundang- undangan Tidak terlalu dominan dalam audit Merupakan faktor dominan karena kegiatan di sector publik sangat dipengaruhi oleh peraturan perundang-undangan. Sumber : Agung Rai (2008)
6
C. Kewenangan Pemeriksa BPK Berdasarkan UU no. 15/2004 pasal 10, di dalam melaksanakan tugasnya pemeriksa memiliki kewenangan: 1. Meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara; 2. Mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan segala jenis barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dari entitas yang menjadi obyek pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya; 3. Melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen pengelolaan keuangan negara; 4 Meminta keterangan kepada seseorang; 5 memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan. Namun UU No. 15/2004 pasal 25 ayat 1 dan 2 UU juga memberikan sanksi pidana bagi pemeriksa yang menyalahgunakan kewenangan tersebut.
D. Jenis-jenis Pemeriksaan Sebagaimana telah disinggung di atas, UU No. 15/2004 pasal 4 ayat 1 mengatur bahwa BPK dapat melakukan tiga jenis pemeriksaan, yaitu: pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Lebih lanjut pasal 4 ayat 2, 3, dan 4 mendefinisikan pengertian dari masing-masing pemeriksaan tersebut sebagai berikut: 1. Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan. 2. Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas. 7
3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). Penjelasan mengenai ketiga jenis pemeriksaan tersebut secara lebih rinci dapat baca pada bab 2, 3 dan 4.
8
9
BAB II PEMERIKSAAN KEUANGAN
A. Jasa yang dihasilkan oleh Profesi Akuntan Publik (Pemeriksa Eksternal) Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai macam jasa, diantaranya adalah jasa pemberian keyakinan (assurance service). Di dalam jasa pemberian keyakinan, terdapat pula jasa atestasi. Pemeriksaan (audit) merupakan salah satu jenis jasa atestasi. Pengertian dari jasa atestasi adalah: a type of assurance services in which CPA firm issues a report about the reliability of an assertion that is made by another party (Arens, 2006) (salah satu bentuk jasa pemberian keyakinan, dimana kantor akuntan publik mengeluarkan laporan tentang dapat dipercayanya asersi yang dikeluarkan oleh pihak lain). Arens menggambarkan hubungan antara jasa pemberian keyakinan, jasa atestasi, dan pemeriksaan sebagaimana pada peraga 2.1
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan mampu : 1. Menjelaskan jasa yang dihasilkan oleh profesi Akuntan publik 2. Tahap-tahap pemeriksaan keuangan 10
Peraga 2.1 Hubungan Antara Jasa Pemberian Keyakinan, Jasa Atestasi, dan Pemeriksaan menurut Arens Sumber: Arens et.al (2006). Auditing and Assurance Services: An Integrated Approach, 11 th edition
Sedangkan Messier menggambarkan hubungan antara ketiganya pada peraga 2.2 sebagai berikut.
Peraga 2.2 Hubungan Antara Jasa Pemberian Keyakinan, Jasa Atestasi, dan Pemeriksaan menurut Messier
Source: Messier et.al (2006). Auditing and Assurance Services: A Systematic Approach, 4 th edition 11
Diantara sekian banyak jasa yang ditawarkan oleh profesi akuntan publik di atas, BPK sesuai mandat yang diterimanya hanya melakukan pemeriksaan (audit). B. Tahapan Pemeriksaan Keuangan Pemeriksaan Keuangan yaitu pemeriksaan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Menurut UU No. 15 Tahun 2004 pasal 4 ayat 2, Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan. Lebih lanjut UU No. 15/2004 pasal 16 ayat 1 menyatakan bahwa laporan hasil pemeriksaan pemeriksaan keuangan memuat opini. Penjelasan pasal tersebut menyatakan bahwa opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria (i) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, (ii) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), (iii) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan (iv) efektivitas sistem pengendalian intern. Sesuai mandatnya, BPK melakukan pemeriksaan keuangan atas laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP), laporan keuangan kementerian/lembaga (LKKL), laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD), laporan keuangan Bank Indonesia, laporan keuangan BUMN dan BUMD, serta lembaga lain yang termasuk dalam lingkup keuangan negara. Pemeriksa BPK melakukan pemeriksaan keuangan sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), panduan manajemen pemeriksaan (PMP), Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Pemeriksaan Keuangan, serta petunjuk teknis terkait lainnya. SPKN yang mengatur mengenai pemeriksaan keuangan adalah pernyataan standar pemeriksaan (PSP) 01 (standar umum), 02 (standar pelaksanaan pemeriksaan keuangan), dan 03 (standar pelaporan pemeriksaan keuangan). 12
Metodologi pemeriksaan keuangan sesuai pedoman di atas mencakup 3 tahap, yaitu:
1. Pemahaman Tujuan Pemeriksaan dan Harapan Penugasan 3. Pemahaman atas Entitas PERENCANAAN PEMERIKSAAN 2. Pemenuhan Kebutuhan Pemeriksa 4. Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sebelumnya 5. Pemahaman SPI 6. Pemahaman dan Penilaian Risiko 7. Penetapan Materialitas Awal dan Kesalahan Tertolerir 8. Penentuan Uji Petik Pemeriksaan 9. Pelaksanaan Prosedur Analitis Awal 10. Penyusunan P2 dan PKP 11. Pelaksanaan Pengujian Analisis Terinci 13. Pengujian Substantif atas Transaksi dan Saldo Akun PELAKSANAAN PEMERIKSAAN 12. Pengujian SPI 14. Penyelesaian Penugasan: - Review Kewajiban Kontinjensi - Review Kontrak jangka Panjang - Identifikasi Kejadian Setelah Tgl Neraca 15. Penyusunan Konsep Temuan Pemeriksaan 16. Perolehan Tanggapan Resmi dan Tertulis 17. Penyampaian Temuan Pemeriksaan 18. Penyusunan Konsep LHP 20. Pembahasan Konsep LHP dengan Pejabat yang Berwenang PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN 19. Penyampaian Konsep LHP kepada Pejabat Entitas yang Berwenang 21. Perolehan Surat Representasi 22. Penyusunan Konsep Akhir dan Penyampaian LHP METODOLOGI PEMERIKSAAN KEUANGAN 13
Pemeriksaan yang dilaksanakan BPK pada dasarnya adalah pemeriksaan yang berdasarkan risiko (risk based audit). Risk based audit dapat diartikan sebagai pemeriksaan yang menitikberatkan pada bagian-bagian dari entitas yang berisiko tinggi. Semakin tinggi risiko suatu hal berarti semakin luas dan mendalam sifat pengujian yang dilakukan dalam pemeriksaan. Penentuan bagian-bagian yang berisiko tinggi terdapat pada tahap perencanaan dilakukan melalui langkah-langkah pemahaman SPI, penentuan risiko dan materialitas, pengambilan uji petik dan prosedur analitis awal.
1. Perencanaan Sesuai dengan SPKN, pemeriksaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya. Perencanaan pemeriksaan dilakukan untuk mempersiapkan program pemeriksaan yang akan digunakan sebagai dasar bagi pelaksanaan pemeriksaan sehingga pemeriksaan dapat berjalan secara efisien dan efektif. Data yang diperlukan dalam penyusunan perencanaan diperoleh dari database entitas, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tahun-tahun sebelumnya, atau pun dari berbagi sumber informasi lain. Tahap perencanaan terdiri dari: a. Pemahaman tujuan pemeriksaan dan harapan penugasan Pemahaman tujuan pemeriksaan dan harapan penugasan dilakukan untuk mengetahui hasil akhir dan sasaran pemeriksaan yang diharapkan pemberi tugas serta mengetahui kriteria pengukuran kinerja penugasan. Pemahaman tersebut dilakukan dengan melakukan komunikasi dengan pemberi tugas oleh pemeriksa dengan memperhatikan input-input sebagai berikut: 1) Laporan hasil pemeriksaan tahun sebelumnya; 2) Laporan hasil pemantauan tindak lanjut; 3) Survei pendahuluan atas entitas atau objek yang baru pertama kali diperiksa; 4) Database entitas; 14
5) Hasil komunikasi dengan pemeriksa sebelumnya.penentuan arah pemeriksaan kinerja sesuai rencana strategis Badan. Langkah-langkah pemahaman tujuan pemeriksaan dan harapan penugasan meliputi: (a) pembahasan dan pengomunikasian dengan pemberi tugas (b) pengajuan tujuan pemeriksaan dan harapan penugasan dan (c) penetapan tujuan pemeriksaan dan harapan penugasan. Dokumentasi hasil langkah pemahaman atas tujuan pemeriksaan dan harapan penugasan merupakan suatu rangkuman mengenai pengidentifikasian tujuan pemeriksaan dan harapan penugasan pemeriksa dengan pemberi tugas dan rencana untuk melakukan pemeriksaan. Dokumentasi tersebut berupa formulir tujuan pemeriksaan dan harapan penugasan. b. Pemenuhan kebutuhan pemeriksa Tujuan langkah ini (1) menyusun tim pemeriksa dengan komposisi keahlian yang sesuai dengan kebutuhan penugasan; (2) memberi tahu anggota tim pemeriksa mengenai penugasan yang akan dilakukan, yang meliputi tujuan pemeriksaan, lingkup pemeriksaan, harapan pemberi tugas, ukuran kinerja pemeriksaan; dan (3) membagi tugas pemeriksaan sesuai keahlian masing-masing dan mendapatkan komitmen dari anggota pemeriksa akan peran mereka dalam penyelesaian tugas dan memenuhi harapan pemberi tugas agar dapat dilaksanakan pemeriksaan yang efektif dan efisien. Input yang diperlukan dalam langkah pemenuhan kebutuhan pemeriksa ini adalah : 1) Kertas kerja pemeriksaan sebelumnya, apabila pemeriksaan merupakan pemeriksaan tahun kedua dan selanjutnya terutama tentang hal-hal spesifik yang cukup signifikan yang harus diperiksa (misalnya, perpajakan, teknologi informasi entitas). 2) Formulir Tujuan Pemeriksaan dan Harapan Penugasan. Langkah-langkah dalam melakukan pemenuhan kebutuhan pemeriksa, antara lain : 1) Mengidentifikasi peran dan kebutuhan penugasan Dari pemahaman atas tujuan dan harapan penugasan yang telah ditetapkan, pemeriksa mengidentifikasi 15
peran-peran yang diperlukan dalam tim pemeriksa. Langkah-langkah tersebut berupa: a) mengidentifikasi peran; b) mempertimbangkan keahlian yang dibutuhkan; dan c) mengomunikasikan tugas 2) Mendistribusikan penugasan kepada pemeriksa Dokumentasi dalam tahap pemenuhan kebutuhan pemeriksa ini dapat berupa risalah pembahasan dan konsep surat tugas persiapan pemeriksaan. c. Pemahaman atas entitas Langkah pemahaman atas entitas bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai proses kerja secara umum dan risiko terkait dari tiap proses kerja spesifik entitas yang diperiksa, dan untuk mengidenfikasikan dan memahami hal-hal penting yang harus dipenuhi oleh entitas dalam mencapai tujuan. Input yang diperlukan dalam tahap ini, antara lain sebagai berikut: 1) Kertas kerja hasil pemeriksaan sebelumnya, apabila pemeriksaan merupakan pemeriksaan tahun kedua dan selanjutnya, terutama tentang informasi umum yang telah dikumpulkan pada tahun lalu mengenai entitas yang diperiksa untuk memastikan apakah informasi umum itu masih berlaku atau harus dimutakhirkan. 2) Formulir tujuan dan harapan penugasan. 3) Komunikasi dengan pemeriksa terdahulu. 4) Peraturan perundang-undangan yang secara signifikan berpengaruh terhadap entitas. 5) Hasil survei pendahuluan apabila entitas pertama kali diperiksa. 6) Laporan hasil pengawasan intern. 7) Database entitas. 8) Informasi lain yang relevan dari lembaga sumber, seperti pengumuman di media, kutipan situs internet, dan lain-lain. 16
Langkah-langkah dalam tahap ini adalah sebagai berikut: 1) Mendapatkan pemahaman yang mutakhir mengenai pengaruh lingkungan terhadap entitas 2) Memperoleh pengetahuan mengenai pengaruh stakeholders utama terhadap entitas. 3) Memahami tujuan dan sasaran entitas dan pengembangan strategi usaha untuk mencapainya. 4) Mengidentifikasi faktor sukses yang penting (critical success factors) bagi pencapaian tujuan entitas. 5) Mengidentifikasi dan mendapatkan gambaran umum proses kerja entitas. 6) Mengidentifikasi proses kerja kritikal entitas 7) Memahami bagaimana manajemen mengendalikan proses kerja kritikalnya untuk mencapai faktor sukses kritikal entitas. Pendokumentasian pemeriksa mengenai lingkungan lingkup kerja entitas dapat meliputi: catatan, sebuah ringkasan mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (SWOT), atau bukti-bukti sejenis. Pendokumentasian pemeriksa mencakup pula pemahaman pemeriksa mengenai sasaran tujuan, strategi, faktor sukses kritikal utama, lingkungan entitas, atau pengaruh stakeholders utama terhadap tindakan pimpinan/manajemen entitas. Pemeriksa mendokumentasikan hal-hal tersebut yang mempunyai dampak signifikan terhadap lingkup kerja entitas dan risiko laporan keuangan, serta bagaimana pemahaman pemeriksa akan hal-hal tersebut dapat mempengaruhi penilaian risiko secara gabungan (combined risk assessment) atas risiko inheren dan risiko pengendalian, serta strategi pemeriksaan. d. Pemantauan Tindak lanjut Hasil Pemeriksaan Sebelumnya Tujuan dari tahap ini adalah : 1) mengidentifikasi tindak lanjut saran/rekomendasi BPK; 17
2) menilai pelaksanaan tindak lanjut atas rekomendasi BPK, apakah telah sesuai dengan rekomendasi tersebut atau tidak; dan 3) mengidentifikasi dampaknya pada pelaporan keuangan yang diperiksa. Input yang diperlukan dalam tahap ini adalah 1) Kertas kerja hasil pemeriksaan sebelumnya (untuk pemeriksaan tahun berkala di tahun kedua atau berikutnya); 2) Surat tugas/keterangan atau rencana tindak lanjut (action plan) dari pejabat entitas atau database entitas; 3) Laporan perkembangan tindak lanjut hasil pemeriksaan tahun sebelumnya dari entitas; 4) Formulir Pemantauan Tindak Lanjut; dan 5) Hasil pemahaman umum atas entitas. Pemantauan tindak lanjut pemeriksaan tahun lalu dapat dilakukan antara lain sebagai berikut. 1) Memantau kegiatan pelaksanaan rekomendasi entitas, misalnya, melalui laporan-laporan pelaksanaan rekomendasi yang diberikan entitas kepada pemeriksa, 2) Melakukan reviu yang lebih terperinci dengan entitas, misalnya, dengan melakukan diskusi atau pertemuan (Rapat Pra Pembahasan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan) dengan entitas untuk membahas pelaksanaan rekomendasi; dan 3) Sebuah pemeriksaan tindak lanjut yang dapat berupa pelaksanaan pemeriksaan lapangan. Kekurangan dan perbaikan yang diidentifikasikan dalam proses tindak lanjut harus dilaporkan. Pelaporan tindak lanjut dapat berdiri sendiri atau dikompilasikan dengan hasil pemeriksaan tahun berjalan (sebagai temuan pemeriksaan). Dokumentasi pemantauan tindak lanjut dimuat dalam Formulir Pemantauan Tindak Lanjut. Rekomendasi signifikan atas hasil pemeriksaan tahun-tahun sebelumnya yang tidak 18
atau belum seluruhnya ditindaklanjuti harus menjadi bahan pertimbangan atas pemeriksaan tahun berjalan. e. Pemahaman atas Sistem Pengendalian Intern (SPI) Tujuan tahap ini adalah untuk mengkaji pengendalian intern yang diterapkan oleh entitas dalam menjalankan kegiatannya secara efektif dan efisien serta mengkaji kemungkinan terjadinya kesalahan dan kecurangan (misstatement and fraud) Input yang diperlukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut: 1) Kertas kerja hasil pemeriksaan tahun sebelumnya (jika kali ini merupakan pemeriksaan tahun kedua dan selanjutnya) terutama tentang catatan mengenai pengendalian internal di tingkat entitas dan hal-hal yang mungkin sekali terjadi kecurangan. 2) Hasil penelaahan umum atas entitas. 3) Pembagian peran pemeriksa (yang mungkin memasukkan spesialis pengungkap kecurangan/fraud examiner sebelumnya). 4) Diskusi dengan pimpinan/manajemen entitas atau komite audit entitas. 5) Diskusi dengan personil satuan kerja pengawas intern dan membaca laporan hasil pemeriksaan intern. 6) Peraturan perundang-undangan yang secara signifikan berpengaruh terhadap entitas. 7) Hasil penindaklanjutan pemeriksaan tahun sebelumnya. Seluruh pengkajian pemeriksa mengenai pengendalian internal di tingkat entitas dan risiko adanya kecurangan harus didokumentasikan. Tim dapat mengembangkan suatu rangka kerja (template) yang membantu pendefinisian pengendalian internal dan risiko kecurangan. Tim juga diharapkan mendokumentasikan pemahaman mengenai pengendalian intern dengan pendekatan COSO (lima komponen SPI), risiko-risiko kecurangan terutama risiko yang belum sepenuhnya dimitigasi (telah diantisipasi) oleh pengendalian yang ada (termasuk rencana prosedur pemeriksaan atas risiko ini), dan pemahaman pemeriksa mengenai pengendalian umum TI. 19
f. Pemahaman dan Penilaian Risiko Tujuan tahap ini adalah melakukan pengkajian atas penilaian risiko-risiko pemeriksaan agar dapat disusun prosedur pemeriksaan yang dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan yang efektif dan efisien. Input yang diperlukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut. 1) Kertas kerja hasil pemeriksaan sebelumnya (jika kali ini merupakan pemeriksaan tahun kedua dan selanjutnya) terutama mengenai penilaian risiko secara gabungan. 2) Hasil penelaahan umum atas entitas. 3) Strategi Pemeriksaan 4) Diskusi dengan pimpinan/manajemen entitas atau komite audit entitas. 5) Diskusi dengan personil satuan kerja pemeriksa intern dan meninjau ulang laporan pemeriksaan intern. 6) Hasil pengujian pengendalian Prosedur penilaian risiko dilakukan untuk setiap saldo akun atau kelompok akun atau pos keuangan yang signifikan. Penilaian awal tentang risiko ini kemudian dihadapkan untuk setiap asersi laporan keuangan. Langkah-langkah yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1) Memperoleh pemahaman tentang risiko terjadinya kesalahan penyajian laporan keuangan (risk of misstatement in financial statement) a) Penilaian risiko inheren. b) Penilaian risiko pengendalian. c) Mempertimbangkan pengaruh risiko terjadinya fraud kecurangan pada saat penilaian risiko inheren dan pengendalian 2) Menentukan tingkat risiko prosedur analitis (analytical procedure risk) yang sesuai. 3) Merencanakan pengujian mendetail (test of details) untuk membatasi risiko pemeriksaan pada tingkat yang rendah, Menentukan sifat, saat, dan luas 20
prosedur pemeriksaan untuk mendapat bukti pemeriksaan selanjutnya. Penentuan sifat, saat dan luas dari prosedur pemeriksaan dapat didasarkan pada interpretasi risiko deteksi yang diperoleh dari formula risiko pemeriksaan. g. Penetapan Materialitas Awal dan Kesalahan Tertoleransi Materialitas merupakan besaran penghilangan atau kesalahan pencatatan yang sangat mempengaruhi pengambilan keputusan. Dalam mengembangkan strategi pemeriksaan, pemeriksa mengklasifikasikan materialitas dalam dua kelompok: 1) Perencanaan tingkat materialitas (planning materiality) yang berhubungan dengan laporan keuangan secara keseluruhan. 2) Kesalahan tertoleransi (tolerable error) yang berhubungan dengan akun-akun atau pos-pos keuangan secara individual. Pemeriksaan dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai atas pendeteksian kesalahan pencatatan yang material. Seperti diketahui, semakin tinggi persentase yang digunakan untuk mengukur perencanaan materialitas dan Tolerable error (TE), maka semakin meningkat ukuran atau jumlah kesalahan pencatatan yang tidak terdeteksi. Selain menentukan jumlah perencanaan materialitas dan TE, pemeriksa juga menentukan jumlah nominal yang tepat untuk digunakan dalam mempersiapkan batas nominal jurnal koreksi yang akan diajukan. Misalnya, dalam suatu dokumentasi koreksi pemeriksaan (Summary of Audit Differences). Penilaian materialitas awal dilaksanakan melalui pekerjaan perencanaan pemeriksaan, khususnya pada saat pemeriksa menilai kembali penilaian risiko secara gabungan atau pada saat pemeriksa mengidentifikasi beberapa koreksi hasil pemeriksaan. Pemeriksa mendokumentasikan dalam memorandum strategi pemeriksaan hal-hal mengenai perencanaan materialitas, kesalahan tertoleransi, dan jumlah nominal yang dibukukan di dalam Koreksi Pemeriksaan. h. Penentuan metode uji petik Penentuan uji petik merupakan elemen uji yang diambil oleh pemeriksa untuk memberikan keyakinan tentang kualitas informasi yang disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Pemeriksa menentukan metode uji petik berdasarkan 21
pertimbangan profesional. Metode uji petik yang dilakukan dapat menggunakan metode statistik atau nonstatistik. Penentuan uji petik dengan metode statistik dapat dilakukan dengan attribute sampling, monetary-unit sampling, dan classical variables sampling. Penentuan uji petik dengan metode nonstatistik ditentukan oleh pertimbangan profesional pemeriksa dengan memperhatikan, antara lain cakupan dan lingkup pemeriksaan, risiko, dan tingkat materialitas, sistem akuntansi yang diselenggarakan oleh entitas yang diperiksa, serta dengan memperhatikan asas manfaat (cost and benefit). Penggunaan metode uji petik baik metode statistik maupun nonstatistik harus didokumentasikan di dalam KKP. Dokumentasi tersebut antara lain mengungkapkan alasan penggunaan dan gambaran umum metode uji petik tersebut. i. Pelaksanaan Prosedur Analitis Awal Tujuan dari tahap ini adalah sebagai berikut: 1) Mendapatkan strategi untuk memahami dan mengevaluasi proses-proses signifikan; dan 2) Membuat penilaian pendahuluan risiko secara gabungan. Input yang diperlukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut. 1) Kertas kerja hasil pemeriksaan sebelumnya (jika kali ini merupakan pemeriksaan tahun kedua dan selanjutnya) terutama tentang hal-hal signifikan dan risiko keuangan entitas. 2) Pembagian peran pemeriksa. 3) Diskusi dengan karyawan dan manajemen. 4) Sumber pengetahuan umum (buku, jurnal, dan lain-lain). 5) Hasil penelaahan umum atas entitas. 6) Strategi Pemeriksaan. 7) Hasil penindaklanjutan pemeriksaan tahun sebelumnya. 8) Hasil pengkajian sistem pengendalian intern dan risiko adanya kecurangan. 9) Hasil pengujian pengendalian 22
Pemeriksa melakukan analisis keseluruhan atas informasi keuangan dan nonkeuangan disertai dengan informasi yang didapatkan dari tanya jawab dengan manajemen mengenai kegiatan keuangan dan operasi. Prosedur analitis keseluruhan yang terarah akan membantu pemeriksa dalam mengidentifikasi area-area yang berisiko tinggi yang membutuhkan pemeriksaan yang mendalam atau area-area yang berisiko rendah. Oleh karena itu, keseluruhan prosedur analitis dirancang untuk memberikan penjelasan atas perubahan-perubahan yang terjadi, baik yang sudah diduga sebelumnya maupun tidak terduga, jumlah yang tertera dalam laporan keuangan, indikator-indikator penyajian, trend laba perusahaan, atau hal-hal yang berhubungan dengan keuangan. Keseluruhan prosedur analitis yang dilakukan akan meningkatkan pemahaman pemeriksa atas dampak dari kejadian penting dan kegiatan operasi/kerja entitas, kondisi keuangan, dan kemampuan keuangan entitas. Pemahaman serta pengetahuan akan bidang usaha atau kegiatan entitas akan membantu pemeriksa dalam mengembangkan pemahaman atas akun, dan segala hal yang berhubungan dengan keuangan pada keseluruhan periode pemeriksaan. Pemahaman ini akan membantu pemeriksa untuk mengidentifikasi transaksi-transaksi yang tidak biasa, dan untuk menilai kewajaran dari perhitungan saldo akun-akun atau pos-pos keuangan sebelum melakukan prosedur analitis yang lebih rinci atau prosedur subtantif. Keseluruhan prosedur analitis ini, apakah dilakukan sepanjang perencanaan atau pada saat prosedur subtantif, tidak menyediakan estimasi yang wajar mengenai jumlah atas kesalahan-kesalahan yang terjadi atau pada perbedaan penilaian, walaupun prosedur ini merupakan aspek yang penting dalam pemeriksaan. Prosedur-prosedur ini biasanya meliputi analisis terperinci, perbandingan saldo yang tercatat dengan data-data lainnya (seperti saldo keuangan tahun yang lalu, saldo akun- akun yang berhubungan, atau pos-pos sejenis pada tahun lalu) atau penggunaan rasio- rasio atau hal lainnya yang masih berhubungan. Setiap perbedaan-perbedaan yang diidentifikasi sebagai hasil dari prosedur-prosedur ini akan dievaluasi lagi untuk melihat apakah dibutuhkan perluasan prosedur pemeriksaan dalam area pemeriksaan 23
tertentu. Pemeriksa haruslah mendokumentasikan penemuan-penemuannya sebagai bahan pertimbangan selanjutnya. j. Penyusuanan Program pemeriksaan dan Program Kegiatan Perseorangan Program pemeriksaan (P2) dipersiapkan atau diperbaharui pada masing-masing penugasan untuk prosedur pengujian atas pengendalian intern dan pemeriksaan substantif atas akun atau pos-pos keuangan signifikan yang terkait. P2 mengkonversikan strategi pemeriksaan yang dibuat menjadi suatu deskripsi komprehensif mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Lebih lanjut, program pemeriksaan tersebut harus diperiksa dan disetujui sebelum pelaksanaan pekerjaan. P2 menjelaskan secara terperinci jenis, waktu, dan luas prosedur pemeriksaan (misalnya, prosedur yang akan dilakukan, banyaknya transaksi yang akan diuji atau jumlah uang yang akan diverifikasi, dan kapan prosedur tersebut akan dilakukan). Berdasarkan paket P2 yang telah disetujui, ketua tim melakukan pembagian tugas kepada masing-masing anggota tim atas langkah pemeriksaan yang terdapat dalam P2. Para anggota tim pemeriksa kemudian menyusun konsep Program Kerja Perorangan (PKP) yang merupakan penjabaran dari P2 dan mengajukannya kepada ketua tim untuk direviu. Setelah memperhatikan pertimbangan pengendali teknis, ketua tim pemeriksa menyetujui konsep PKP.
2. Pelaksanaan Pemeriksaan Pelaksanaan pemeriksaan merupakan realisasi atas perencanaan pemeriksaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tahap Pelaksanaan pemeriksaan meliputi tujuh langkah, yaitu: a. Pelaksanaan Pengujian Analitis Terinci Pengujian analitis dalam pelaksanaan pemeriksaan dapat dilakukan dengan (1) Analisis Data, (2) Teknik Prediktif, dan (3) Analisis Rasio dan Tren, sesuai dengan area yang telah ditetapkan sebagai uji petik. Pengujian analitis dilakukan dengan cara membandingkan antara unsur-unsur laporan keuangan serta informasi nonkeuangan yang terkait secara terinci. 24
1) Analisis Data Analisa data dilakukan dengan cara menguji ketepatan penjumlahan antar akun/perkiraan serta kecukupan pengungkapannya dalam laporan keuangan. 2) Teknik Prediktif Teknik prediktif dilakukan dengan cara menguji lebih rinci kenaikan nilai akun/perkiraan yang tidak biasa (unusual item) apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 3) Analisis Rasio dan Tren Analisis rasio dan tren dilakukan dengan cara menguji lebih rinci rasio dan tren dari akun/perkiraan yang telah dilakukan pada pengujian analitis awal. Melalui pengujian analitis terinci ini, diharapkan pemeriksa dapat menemukan hubungan logis penyajian antara masing-masing akun/perkiraan pada laporan keuangan. Di samping itu, pemeriksa dapat menilai kecukupan pengungkapan atas setiap perubahan pada pos/akun/unsur pada laporan keuangan yang diperiksa serta menentukan area-area signifikan dalam pengujian sistem pengendalian intern dan pengujian substantif atas transaksi dan saldo. b. Pengujian Sistem Pengendalian Intern Pengujian terhadap sistem pengendalian intern meliputi pengujian yang dilakukan pemeriksa terhadap efektivitas desain dan implementasi sistem pengendalian intern. Dalam pengujian desain sistem pengendalian intern, pemeriksa mengevaluasi apakah sistem pengendalian intern telah didisain secara memadai dan dapat meminimalisasi secara relatif salah saji dan kecurangan. Sementara itu, pengujian implementasi sistem pengendalian intern dilakukan dengan melihat pelaksanaan pengendalian pada kegiatan atau transaksi yang dilakukan oleh pihak yang terperiksa. Pengujian sistem pengendalian intern merupakan dasar pengujian substantif selanjutnya, dimana pengujian sistem pengendalian intern dilakukan berdasarkan hasil yang diperoleh dari pemahaman atas sistem pengendalian intern yang diakukan pada tahap perencanaan pemeriksaan. Hasil pengujian sistem pengendalian intern 25
digunakan untuk menentukan strategi pengujian transaksi laporan keuangan entitas yang diperiksa dan meliputi dua hal dibawah ini: 1) Pengujian Substantif Mendalam Pengujian substantif mendalam dilakukan apabila pemeriksa menyimpulkan bahwa sistem pengendalian intern secara keseluruhan lemah atau risiko pengendaliannya tinggi. Dalam hal ini, pemeriksa langsung melakukan pengujian substantif atas transaksi dan saldo dengan sampel yang luas dan tanpa mempertimbangkan transaksi dan akun/perkiraan yang signifikan. 2) Pengujian Substantif Terbatas Pengujian substantif terbatas dilakukan apabila pemeriksa menyimpulkan bahwa sistem pengendalian intern secara keseluruhan baik/efektif atau risiko pengendaliannya rendah. Hasil pengujian sistem pengendalian intern juga digunakan untuk menentukan asersi- asersi dari laporan keuangan entitas yang terperiksa, seperti: (1) keberadaan dan keterjadian, (2) kelengkapan, (3) hak dan kewajiban, (4) penilaian dan pengalokasian, dan (5) penyajian dan pengungkapan. Apabila entitas yang diperiksa menyelenggarakan sistem akuntansi berbasis teknologi informasi, maka pengujian juga dilakukan terhadap pengendalian teknologi informasi tersebut yang meliputi pengujian atas: (1) pengendalian umum dan (2) pengendalian aplikasi. c. Pengujian Substantif atas Transaski dan Saldo Akun Pengujian ini meliputi pengujian subtantif atas transaksi dan saldo-saldo akun/perkiraan serta pengungkapannya dalam laporan keuangan yang diperiksa. Pengujian tersebut memperhatikan kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan, efektivitas sistem pengendalian intern, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Pengujian subtantif atas transaksi dan saldo dilakukan setelah pemeriksa memperoleh laporan keuangan entitas yang diperiksa. Pengujian subtantif atas transaksi dan saldo 26
dapat juga dilakukan pada pemeriksaan interim, tetapi hasil pengujian tersebut perlu direviu lagi setelah laporan keuangan diterima. Pengujian subtantif transaksi dan saldo dilakukan untuk meyakini asersi manajemen atas laporan keuangan pihak yang diperiksa, yaitu: (1) keberadaan dan keterjadian, (2) kelengkapan, (3) hak dan kewajiban, (4) penilaian dan pengalokasian, dan (5) penyajian dan pengungkapan. Dalam tahap ini, konsep Risk Based Audit bisa diterapkan misalnya akun kas akan lebih berisiko tinggi dibandingkan dengan akun aset tetap (terlepas dari sistem pengendalian internalnya). d. Penyelesaian penugasan Penyelesaian penugasan pemeriksaan keuangan merupakan kegiatan untuk mereviu tiga hal, yaitu: (1) kewajiban kontijensi, (2) kontrak/komitmen jangka panjang, dan (3) kejadian setelah tanggal neraca. Kewajiban kontijensi merupakan (1) kewajiban potensial dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas atau (2) kewajiban kini yang timbul sebagai akibat masa lalu, tetapi tidak diakui karena entitas tidak ada kemungkinan mengeluarkan sumber daya untuk menyelesaikan kewajibannya dan jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal. Contoh kewajiban kontijensi antara lain (1) permasalahan hukum yang masih pending (belum pasti) terkait hak dan kewajiban entitas, (2) kemungkinan klaim, dan (3) jaminan entitas atas barang /jasa. Dalam hal, ini perlu juga ditambahkan kondisi- kondisi yang menyebabkan terjadinya kewajiban bersyarat, antara lain: 1) Adanya kemungkinan pembayaran di masa yang akan datang kepada pihak ketiga akibat kondisi saat ini; 27
2) Terdapat ketidakpastian atas jumlah pembayaran di masa yang akan datang; dan 3) Hasilnya sangat ditentukan oleh peristiwa yang akan datang. Pemeriksa juga perlu mereviu kembali kontrak/ komitmen jangka panjang yang dibuat entitas terkait dengan kemungkinan kerugian yang mungkin terjadi dari kontrak/komitmen tersebut. Pemeriksaan kontrak/komitmen tersebut dapat dilakukan ketika pemeriksa melakukan pemeriksaan atas transaksi dan saldo akun terkait. Namun, prosedur reviu kontrak/komitmen dimaksudkan untuk menentukan kemungkinan kerugian yang akan terjadi. Untuk itu, pemeriksa perlu mereviu kembali perjanjian/kontrak atau komitmen lainnya yang bersifat jangka panjang. Apabila dalam hasil reviu ditemukan kemungkinan kerugian yang akan terjadi dan bersifat material terhadap laporan keuangan, pemeriksa sesegera mungkin menginformasikan kepada entitas yang diperiksa tentang perlunya membuat amandemen/addendum kontrak untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Kejadian setelah tanggal neraca harus menjadi perhatian pemeriksa apabila kejadian tersebut berdampak material pada laporan keuangan. Hal tersebut perlu untuk diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Ada dua jenis kejadian setelah tanggal neraca (subsequent events): 1) Peristiwa yang memberikan tambahan bukti yang berhubungan dengan kondisi yang ada pada tanggal neraca dan berdampak terhadap taksiran yang melekat dalam proses penyusunan laporan keuangan. 2) Peristiwa yang menyediakan tambahan bukti yang berhubungan dengan kondisi yang tidak terjadi pada tanggal neraca yang dilaporkan, tetapi peristiwa tersebut terjadi sesudah tanggal neraca. Atas peristiwa jenis ini tidak perlu dilakukan penyesuaian atas laporan keuangan. Akan tetapi, apabila peristiwa itu bersifat signifikan maka perlu diungkapkan dengan menambahkan data keuangan proforma terhadap laporan keuangan historis yang menjelaskan dampak adanya peristiwa tersebut seandainya peristiwa tersebut terjadi pada tanggal neraca. Untuk itu, pemeriksa perlu mengidentifikasi kejadian setelah tanggal neraca yang berdampak material terhadap informasi keuangan yang tertera 28
dalam laporan keuangan entitas yang diperiksa dan mereviu apakah kejadian tersebut telah dilaporkan dalam catatan atas laporan keuangan. e. Penyusunan Konsep Temuan Pemeriksaan Tujuan tahap ini adalah penyusunan kesimpulan pemeriksaan dalam suatu daftar Temuan Pemeriksaan Input yang diperlukan dalam tahap ini adalah : 1) Hasil pengujian pengendalian; 2) Hasil prosedur analitis; dan 3) Hasil pengujian substantif. Konsep Temuan Pemeriksaan (TP) atas laporan keuangan entitas yang diperiksa merupakan permasalahan yang ditemukan oleh pemeriksa yang perlu dikomunikasikan kepada pihak yang terperiksa. Permasalahan tersebut meliputi: (1) ketidakefektifan sistem pengendalian intern, (2) kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, (3) ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang signifikan, dan (4) ikhtisar koreksi. Konsep TP disusun oleh anggota tim atau ketua tim pada saat pemeriksaan berlangsung. Konsep TP yang disusun oleh anggota tim harus direviu oleh ketua tim. Bentuk dan unsur-unsur TP mengacu pada PMP. Apabila tim pemeriksa menemukan indikasi Tindak Pidana Korupsi (TPK) dalam tahap ini, ketua tim segera melaporkannya kepada pengendali teknis. Indikasi TPK tersebut dilaporkan oleh pengendali teknis kepada penanggung jawab untuk dilaporkan kepada pemberi tugas. Penanganan lebih lanjut indikasi temuan TPK mengacu pada PMP dan Petunjuk Teknis Pemeriksaan Investigatif. Sedangkan tata cara penyampaian temuan indikasi TPK kepada pihak berwenang mengacu pada kesepakatan bersama antara BPK dengan Kejaksaan Agung RI, KPK, serta Kepolisian RI. Konsep TP tersebut disampaikan ketua tim pemeriksa kepada pejabat entitas yang berwenang untuk mendapatkan tanggapan tertulis dan resmi dari entitas tersebut. Tim pemeriksa dapat melakukan diskusi dengan pimpinan entitas yang diperiksa setelah 29
pemberian TP untuk ditanggapi. Diskusi dilaksanakan untuk klarifikasi atas permasalahan yang diungkap dalam konsep TP dan relevansi tanggapan dari entitas. Entitas yang diperiksa dapat menyampaikan data/informasi terkait dengan permasalahan yang diungkap dalam TP. Apabila data/informasi yang disampaikan oleh entitas membuktikan analisis dalam TP salah dan diakui oleh tim pemeriksa, maka konsep TP dinyatakan batal (drop). Apabila data/ informasi yang disampaikan oleh entitas yang diperiksa tidak dapat membuktikan kesalahan penganalisisan dalam konsep TP, maka konsep TP dinyatakan menjadi TP final. Pembahasan yang terjadi selama diskusi didokumentasikan dalam risalah diskusi TP. Risalah diskusi ini sekaligus sebagai Notulen Exit Meeting apabila tidak ada diskusi lebih lanjut. TP final yang telah memperoleh komentar/tanggapan dari pimpinan entitas oleh ketua tim pemeriksa dihimpun menjadi himpunan TP. f. Perolehan Tanggapan Resmi dan Tertulis Tujuan tahap ini adalah mendapatkan tanggapan dari pimpinan entitas yang diperiksa atas temuan-temuan pemeriksaan hasil pembahasan TP pada pertemuan akhir. Input yang diperlukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut. 1) Himpunan TP 2) Risalah diskusi TP Pemeriksa memperoleh tanggapan resmi dan tertulis atas TP dari pejabat entitas yang berwenang. Tanggapan tersebut akan diungkapkan dalam TP atas laporan keuangan pihak yang diperiksa. g. Penyampaian Temuan Pemeriksaan Tujuan tahap ini adalah menyampaikan temuan-temuan pemeriksaan hasil pembahasan sebagai tahap akhir dari pemeriksaan di lapangan. Input yang diperlukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut. 1) Himpunan TP 2) Tanggapan resmi dan tertulis 3) Surat penyampaian TP. 30
Pemeriksa dalam hal ini ketua tim menyampaikan himpunan TP yang telah disertai tanggapan kepada pihak yang diperiksa. Penyampaian TP ditandai dengan ditandatanganinya surat penyampaian TP oleh ketua tim dan pimpinan entitas terperiksa. Penyampaian TP tersebut merupakan akhir dari pekerjaan lapangan pemeriksaan keuangan. Tahap ini merupakan batas tanggung jawab pemeriksa terhadap kondisi laporan keuangan yang diperiksa. Pemeriksa tidak dibebani tanggung jawab atas suatu kondisi yang terjadi setelah tanggal pekerjaan lapangan tersebut. Oleh karena itu, tanggal penyampaian TP tersebut merupakan tanggal laporan hasil pemeriksaan.
3. Pelaporan Hasil Pemeriksaan Hasil pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa dituangkan secara tertulis ke dalam suatu bentuk laporan yang disebut dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). LHP merupakan bukti penyelesaian penugasan bagi pemeriksa yang dibuat dan disampaikan kepada pemberi tugas, yaitu Badan. Laporan tertulis berfungsi untuk: mengkomunikasikan hasil pemeriksaan kepada pihak yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; membuat hasil pemeriksaan terhindar dari kesalahpahaman; membuat hasil pemeriksaan sebagai bahan untuk tindakan perbaikan oleh instansi terkait; dan memudahkan tindak lanjut untuk menentukan apakah tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan. Pelaporan hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan meliputi lima langkah, yaitu: a. Penyusunan Konsep LHP Konsep LHP disusun oleh ketua tim pemeriksa dan disupervisi oleh pengendali teknis. Di dalam penyusunan konsep LHP, hal-hal berikut menjadi perhatian ketua tim dan pengendali teknis yaitu: (1) jenis LHP, (2) jenis opini, (3) dasar penetapan 31
opini, (4) pelaporan tentang kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, (5) pelaporan tentang sistem pengendalian intern, dan (6) penanda tangan LHP. Jenis LHP Keuangan atas Laporan Keuangan terdiri atas : LHP atas Laporan Keuangan; Laporan atas Kepatuhan; Laporan atas Pengendalian Intern. Pemeriksa dapat menyampaikan laporan tambahan sesuai dengan kebutuhan. Contoh: pemeriksa dapat menyampaikan hasil analisis transparansi fiskal pada pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara LHP atas Laporan Keuangan merupakan laporan utama. Laporan ini mengungkapkan: 1) Opini Badan Pemeriksa Keuangan yang mengungkapkan kewajaran atas Laporan Keuangan memuat: (1) judul Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan, (2) dasar pemeriksaan, (3) tanggung jawab pemeriksa, kecuali untuk opini tidak dapat menyatakan pendapat, (4) tanggung jawab penyusunan Laporan Keuangan, (5) standar pemeriksaan dan keyakinan pemeriksa untuk memberikan pendapat, kecuali opini tidak dapat menyatakan pendapat, (6) alasan opini pengecualian/tidak menyatakan pendapat/tidak wajar (termasuk kelemahan SPI dan/atau temuan kepatuhan yang terkait secara material terhadap kewajaran penyajian Laporan Keuangan jika ada, (7) paragraf rujukan tentang penerbitan laporan atas kepatuhan dan laporan atas pengendalian intern jika ada, (8) opini, (9) tempat dan tanggal penanda-tanganan LHP, dan (10) tanda tangan, nama penandatangan, dan nomor register akuntan. 2) Laporan Keuangan yang terdiri Neraca, Laba/Rugi, LRA, Laporan Arus Kas serta Catatan atas Laporan Keuangan. 3) Gambaran umum pemeriksaan yang memuat tentang: (1) dasar hukum pemeriksaan, (2) tujuan pemeriksaan, (3) sasaran pemeriksaan, (4) standar pemeriksaan, (5) metode pemeriksaan, (6) waktu pemeriksaan, (7) obyek pemeriksaan, dan (8) batasan pemeriksaan. 32
Apabila laporan tentang kepatuhan dan atau laporan atas pengendalian intern diterbitkan, maka LHP yang memuat opini harus menjelaskan bahwa pemeriksa juga menerbitkan laporan-laporan tersebut. Opini terhadap kewajaran atas Laporan Keuangan yang dapat diberikan adalah salah satu di antara empat opini sebagai berikut. 1) Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) Opini Wajar Tanpa Pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi. 2) Wajar dengan pengecualian (qualified opinion) Opini Wajar Dengan Pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai Standar Akuntansi, kecuali dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. Hal-hal yang dikecualikan dinyatakan dalam LHP yang memuat opini tersebut 3) Tidak Wajar (adverse opinion) Opini Tidak Wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara wajar posisi keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi. 4) Menolak Memberikan Pendapat atau Tidak Dapat Menyatakan Pendapat (disclaimer opinion) Opini Tidak Dapat Menyatakan Pendapat menyatakan bahwa laporan keuangan tidak dapat diyakini wajar atau tidak dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi. Ketidakyakinan tersebut dapat disebabkan oleh pembatasan lingkup pemeriksaan dan/atau terdapat keraguan atas kelangsungan hidup entitas. Alasan yang menyebabkan menolak atau tidak dapat menyatakan pendapat harus diungkapkan dalam LHP yang memuat opini tersebut. 33
Dasar penetapan opini atas Laporan Keuangan dilakukan dengan mempertimbangkan (1) Pasal 16 UU No. 15 Tahun 2004 dan (2) Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan pada Standar PemeriksaanKeuangan Negara (SPKN). Berdasarkan Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004, opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria: (i) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, (ii) kecukupan pengungkapan (adequate disclosure), (iii) kepatuhan perundang-undangan, dan (iv) efektivitas sistem pengendalian intern. Di samping itu, di dalam penetapan opini, pemeriksa mempertimbangkan SPKN, tingkat kesesuaian, dan kecukupan pengungkapan laporan keuangan dikaitkan dengan tingkat materialitas yang telah ditetapkan, tanggapan entitas atas hasil pemeriksaan, dan surat representasi. Dalam proses penyusunan konsep LHP, pemeriksa yang melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan harus mempertimbangkan dampak hasil pemeriksaannya tersebut. Pelaporan Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan didasarkan pada standar pemeriksaan, pemeriksa dalam melakukan pengujian kepatuhan terhadap peraturan perundangan-undangan yang berlaku harus melaksanakan hal-hal berikut ini. 1) Merancang pemeriksaan untuk dapat memberikan keyakinan memadai guna mendeteksi ketidakberesan yang material bagi laporan keuangan 2) Merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan memadai guna mendeteksi kesalahan/ kekeliruan yang material dalam laporan keuangan sebagai akibat langsung dari adanya unsur perbuatan melanggar/melawan hukum yang material 3) Waspada terhadap kemungkinan telah terjadinya unsur perbuatan melawan hukum baik secara langsung maupun tidak langsung. Jika informasi khusus yang telah diterima oleh pemeriksa memberikan bukti tentang adanya kemungkinan unsur perbuatan melanggar/melawan hukum yang secara tidak 34
langsung berdampak material terhadap laporan keuangan, maka pemeriksa harus menerapkan prosedur audit yang secara khusus ditujukan untuk memastikan apakah suatu unsur perbuatan melanggar/melawan hukum telah terjadi. Dalam hal ditemukan atau diduga ada unsur pelanggaran hukum, pemeriksa mengungkapkan unsur atau dugaan pelanggaran hukum tersebut dalam LHP terkait dengan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Pengungkapan semua temuan terkait ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang- undangan yang ditemukan selama pemeriksaan secara terinci dilaporkan dalam Laporan atas Kepatuhan dalam kerangka pemeriksaan laporan keuangan. LHP tentang kepatuhan dapat mengungkapkan: (1) ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk pengungkapan atas penyimpangan administrasi, pelanggaran atas perikatan perdata, maupun penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana serta (2) ketidakpatuhan yang signifikan. Laporan atas Kepatuhan dalam Kerangka Pemeriksaan laporan keuangan merupakan laporan tambahan yang sifatnya opsional yang berarti diterbitkan jika dan hanya jika ditemukan ketidakpatuhan selama pemeriksa melakukan pemeriksaan keuangan. Laporan ini memuat: 1) Resume, yang memuat:(1) judul Resume, (2) dasar pemeriksaan, (3) standar pemeriksaan serta kewajiban pelaporan atas ketidakpatuhan yang ditemukan, (4) paragraf tentang rujukan LHP yang memuat opini dan LHP atas efektifitas SPI, (5) pokok-pokok temuan ketidakpatuhan, (6) Rekomendasi yang diberikan, (7) tempat dan tanggal penandatanganan LHP, dan (8) tanda tangan, nama penanda tangan, dan nomor register akuntan. 2) TP yang memaparkan semua temuan-temuan ketidakpatuhan yang memuat: kondisi yang perlu dijelaskan; kriteria dan atau kondisi yang seharusnya terjadi; Akibat (dampak) yang akan terjadi karena adanya varian/perbedaan antara kondisi dan kriteria. Sebab (alasan) terjadinya varian/perbedaan antara kondisi dan kriteria; 35
Pelaporan Sistem Pengendalian Intern meliputi efektivitas sistem pengendalian intern terkait laporan keuangan. Pengungkapan temuan pengendalian intern yang perlu dilaporkan dilakukan sebagai berikut. 1) Apabila temuan pengendalian intern tersebut secara material berpengaruh pada kewajaran laporan keuangan, pemeriksa mengungkapkan uraian singkat temuan tersebut dalam LHP yang memuat opini atas kewajaran laporan keuangan sebagai alasan pemberian opini. 2) Pengungkapan semua temuan pengendalian intern secara terinci dilaporkan dalam Laporan atas Pengendalian Intern dalam Kerangka Pemeriksaan laporan keuangan. Laporan atas Pengendalian Intern dalam kerangka pemeriksaan laporan keuangan ini bersifat opsional yang berarti diterbitkan jika dan hanya jika ditemukan kelemahan- kelemahan pengendalian intern selama pelaksanaan pemeriksaan. Laporan ini memuat: 1) Resume yang memuat: (1) judul Resume, (2) dasar pemeriksaan, (3) standar pemeriksaan serta kewajiban pelaporan atas ketidakpatuhan yang ditemukan, (4) paragraf tentang rujukan LHP yang memuat opini dan LHP kepatuhan, (5) pokok-pokok temuan ketidakpatuhan, (6) rekomendasi yang diberikan, (7) tempat dan tanggal penandatanganan LHP, dan (8) tanda tangan, nama penanda tangan, dan nomor register akuntan. 2) Gambaran umum Sistem Pengendalian Intern dalam Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan. 3) TP atas Sistem Pengendalian Intern dengan mengungkapkan: kondisi yang perlu dijelaskan; kriteria dan atau kondisi yang seharusnya terjadi; akibat (dampak) yang akan terjadi karena adanya varian/perbedaan antara kondisi dan kriteria. sebab (alasan) terjadinya varian/perbedaan antara kondisi dan kriteria; 36
b. Penyampaian konsep LHP kepada Pejabat Entitas yang Berwenang, Konsep LHP yang telah disetujui penanggung jawab harus disampaikan kepada pimpinan entitas sebelum batas akhir waktu penyampaian laporan keuangan yang telah diperiksa sesuai ketentuan yang berlaku bagi entitas. Penyampaian konsep LHP tersebut harus mempertimbangkan waktu bagi entitas untuk melakukan pemahaman dan pembahasan bersama dengan BPK dan proses penyelesaian LHP secara keseluruhan sebelum batas akhir waktu penyampaian laporan keuangan yang telah diperiksa sesuai ketentuan yang berlaku bagi entitas. Konsep LHP yang disampaikan telah berisi opini hasil pemeriksaan dan saran-saran untuk temuan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan efektivitas pengendalian intern c. Pembahasan Konsep Hasil Pemeriksaan dengan Pejabat Entitas yang Berwenang Konsep LHP yang telah disetujui penanggung jawab dibahas bersama dengan pimpinan entitas yang diperiksa. Pembahasan konsep LHP dengan pejabat entitas yang diperiksa diselenggarakan oleh penanggung jawab dan dilakukan untuk (a) membicarakan kesimpulan hasil pemeriksaan secara keseluruhan, dan (b) kemungkinan tindak lanjut yang akan dilakukan. Pembahasan konsep LHP dilakukan di kantor Badan Pemeriksa Keuangan atau di kantor pusat entitas yang diperiksa atau dalam bentuk lainnya. Seluruh hasil pembahasan didokumentasikan dalam Risalah Pembahasan yang disimpan di dalam KKP. d. Perolehan Surat Representasi Sesuai SPAP SA Seksi 333 [PSA No.17] tentang Representasi Manajemen, pemeriksa harus memperoleh surat representasi yang dilampiri dengan laporan keuangan. Surat representasi tersebut menggambarkan representasi resmi dan tertulis dari pimpinan entitas atas berbagai keterangan, data, informasi, dan laporan keuangan yangdisampaikan selama proses pemeriksaan berlangsung. Surat tersebut merupakan bentuk tanggung jawab pimpinan/manajemen entitas yang diperiksa. Jika terjadi 37
perubahan substansi isi surat representasi yang dilakukan pimpinan entitas, maka pemeriksa harus mempertimbangkan apakah perubahan tersebut akan berdampak material terhadap pertanggungjawaban pembuatan laporan keuangan. Hal tersebut akan mempengaruhi opini. Apabila surat representasi dan lampirannya tidak diperoleh sampai dengan penerbitan LHP, ketua tim pemeriksa dan pengendali teknis menyampaikan LHP dengan opini tidak dapat menyatakan pendapat kepada penanggung jawab untuk disetujui. Surat tersebut harus ditandatangani menteri/pimpinan lembaga dan diberi tanggal yang sama dengan tanggal pembahasan konsep LHP atau tanggal LHP. e. Penyusunan Konsep Akhir dan Penyampaian LHP. Berdasarkan hasil pembahasan atas konsep LHP tersebut, tim pemeriksa menyusun konsep akhir LHP. Konsep akhir tersebut disupervisi oleh pengendali teknis dan ditandatangani oleh penanda tangan LHP. Penanggung jawab pemeriksaan bersama dengan pengendali teknis, dan ketua tim membahas konsep akhir LHP laporan keuangan. Selanjutnya konsep akhir LHP tersebut dibahas bersama penanggung jawab dan Anggota Badan untuk mendapatkan arahan dan persetujuan. Setelah mendapatkan persetujuan, LHP atas laporan keuangan ditandatangani oleh Badan/kuasanya yang memenuhi syarat. LHP laporan keuangan diberi tanggal sesuai dengan tanggal akhir pekerjaan lapangan atau tanggal pembahasan konsep LHP dengan pejabat entitas yang berwenang atau sama dengan tanggal surat representasi. Penandatangan LHP Keuangan adalah Badan, dengan memperhatikan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Namun, dalam pelaksanaannya dan sesuai dengan pelimpahan tugas, maka LHP atas laporan keuangan ditandatangani oleh penanggung jawab pemeriksaan yang ditetapkan dalam surat tugas. Kriteria atau kualifikasi penanggung jawab pemeriksaan atas Laporan Keuangan telah diatur dalam kebutuhan tim pemeriksaan. Apabila Badan Pemeriksa Keuangan menunjuk kantor akuntan publik untuk melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan untuk dan atas nama 38
BPK, maka penanda tangan LHP adalah rekan yang menjadi penanggung jawab pemeriksaan tersebut. Penandatanganan laporan tersebut harus melalui kendali mutu (quality control) secara berjenjang dari tingkat pemeriksa, ketua tim pemeriksa, dan pengendali teknis yang tertuang dalam kertas kerja pemeriksaan serta memenuhi proses keyakinan mutu (quality assurance). LHP yang telah ditandatangani tersebut disampaikan kepada (1) pemilik kepentingan atau wakil pemilik/stakeholders, dan (2) pimpinan/pengurus entitas yang diperiksa. Laporan tersebut disampaikan pula kepada: (a) Anggota/Pembina Keuangan Negara, (b) Auditor Utama Keuangan Negara, (c) Inspektur Utama, dan (d) Kepala Biro Pengolahan Data Elektronik (soft copy) 39
BAB III PEMERIKSAAN KINERJA
A. Pengertian Pemeriksaan Kinerja Menurut UU No. 15 Tahun 2004 pasal 4 ayat 3, pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi, aspek efisiensi serta aspek efektivitas. Pengujian terhadap ketentuan perundang undangan dan pengendalian intern juga perlu dilaksanakan oleh para pemeriksa dalam pelaksanaan pemeriksaan kinerja. Terminologi baku untuk pemeriksaan kinerja yang digunakan oleh para anggota INTOSAI adalah performance audit. INTOSAI mendefinisikan pemeriksaan kinerja sebagai suatu pemeriksaan yang independen atas efisiensi dan efektivitas kegiatan, program, dan organisasi pemerintah, dengan memperhatikan aspek ekonomi, dengan tujuan untuk mendorong ke arah perbaikan. Terminologi lain yang dikenal dari pemeriksaan kinerja adalah value for money audit (VFM audit) yang digunakan di Inggris, Kanada dan beberapa negara persemakmuran. VFM audit diartikan sebagai suatu proses penilaian atas bukti bukti yang tersedia untuk menghasilkan suatu pendapat secara luas mengenai bagaimana entitas menggunakan sumber daya secara ekonomis, efektif dan efisien.
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan mampu : 1. Menjelaskan pengertian pemeriksaan kinerja 2. Membedakan perbedaan pemeriksaan kinerja dengan pemeriksaan keuangan 3. Menjelaskan konsep 3 E (Ekonomi, Efisiensi, Efektivitas) 4. Menjelaskan tahap pemeriksaan kinerja sesuai dengan standar pemeriksaan kinerja 40
B. Perbedaan pemeriksaan kinerja dengan pemeriksaan keuangan Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Sedangkan pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dilihat dari aspek ekonomi, efisiensi dan efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawas intern pemerintah. Adapun untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai oleh keuangan negara/ daerah diselenggarakan secara ekonomis, efisien dan memenuhi sasarannya secara efektif. Menurut UU No. 15 tahun 2004 perbedaaan antara pemeriksaan keuangan keuangan dan pemeriksaan kinerja dapat disajikan dalam tabel 3.1
Tabel 3.1 Perbedaan Pemeriksaan Kinerja dengan Pemeriksaan Keuangan Pemeriksaan Keuangan Pemeriksaan Kinerja Lingkup Pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara Pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara Bentuk laporan hasil pemeriksaan Opini Temuan, simpulan dan rekomendasi Sumber : UU No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara
Sementara itu Agung Rai: 2008, dalam buku Audit Kinerja pada sektor publik menjelaskan beberapa perbedaan antara audit kinerja dengan audit keuangan sebagaimmana terlihat pada Tabel 3.2
41
Tabel 3.2 Perbedaan pemeriksaan kinerja dengan pemeriksaan keuangan Aspek Pemeriksaan Keuangan Pemeriksaan Kinerja Tujuan Menilai apakah entitas telah mencapai tujuan/harapan yang telah ditentukan Menilai apakah akun-akun disjikan secara wajar Fokus Program dan kegiatan organisasi Sistem akuntansi dan sistem manajemen Dasar Akademik Ekonomi, ilmu politik, sosiologi, dll. Akuntansi Metode Bervariasi antara program satu dengan yang lain Kurang lebih telah terstandarisasi Kriteria Pemilihan Lebih subyektif Terdapat kriteria yang unik kurang subyektif Kriteria untuk semua kegiatan pemeriksaan Laporan Struktur dan isi laporan bervariasi Dipublikasikan secara tidak tetap (ad hoc basis) Bentuk laporan kurang lebih terstandarisasi Dipublikasikan secaera berkala
C. Pengertian 3E (Ekonomi, Efisien, Efektif) Pada prinsipnya konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas berhubungan erat dengan pengertian input, output dan outcome. Input adalah sumber daya dalam bentuk dana, SDM, peralatan dan material yang digunakan untuk menghasilkan output. Output adalah barang-barang yang di produksi, jasa yang diserahkan/ diberikan, atau hasil hasil lain dari proses atas input. Proses adalah kegiatan kegiatan operasional yang menggunakan input untuk menghasilkan output. Sedangkan outcome adalah tujuan atau sasaran yang akan dicapai melalui output. Peraga 3.1 ini menjelaskan hubungan antara input, proses, output dan outcome:
Peraga 3.1 Hubungan input, proses, output dan outcome
Sumber: Juklak Pemeriksaan Kinerja 2008 Sumber Daya Input Proses Output Outcome Ekonomi Efisiensi Efektifitas 42
1. Ekonomi Ekonomi berkaitan dengan perolehan sumber daya yang akan digunakan dalam proses dengan biaya, waktu, tempat, kualitas dan kuantitas yang benar. Ekonomi berarti meminimalkan biaya perolehan input untuk digunakan dalam proses, dengan tetap menjaga kualitas sejalan dengan prinsip dan praktik administrasi yang sehat dan kebijakan menajamen. Organisasi yang ekonomis memperoleh input pada kualiyas dan kuantitas yang tepat, dengan harga termurah. Penekanan untuk aspek ekonomi berhubungan dengan perolehan barang atau jasa sebelum digunakan untuk proses. 1. Efisiensi Efisiensi merupakan hubungan yang optimal antara input dan output. Suatu entitas dikatakan efisien apabila mampu menghasilkan output maksimal dengan jumlah input tertentu atau mampu menghasilkan output tertentu dengan memanfaatkan input minimal. Untuk menilai efisiensi pertanyaan-pertanyan berikut perlu dipertimbangkan dalam melakukan pemeriksaan: a. Apakah input yang tersedia telah dipakai secara optimal? b. Apakah output yang sama dapat diperoleh dengan lebih sedikit input? c. Apakah output yang terbaik dalam ukuran kuantitas dan kualitas dapat diperoleh dari input yang digunakan? Temuan atas efisiensi dapat dirumuskan dengan menggunakan perbandingan antara aktivitas/ industri/ organisasi yang sejenis, periode lain, standar dan best practices yang secara tegas telah diadopsi oleh entitas. 2. Efektivitas Efektivitas pada dasarnya adalah pencapaian tujuan. Efektivitas berkaitan dengan hubungan antara output yang dihasilkan dengan tujuan yang dicapai (outcome). Efektif bearti output yang dihasilkan telah memenuhi tujuan yang telah ditetapkan.
43
D. Tahap Pemeriksaan Kinerja sesuai dengan Juklak Kinerja Tahapan dalam pemeriksaan kinerja tertuang dalam gambaran metodologi pemeriksaan kinerja sebagaimana pada gambar 3.3
Gambar 3.3 Metodologi Pemeriksaan Kinerja Ukuran kinerja pemeriksaan: 1. Standar Pemeriksaan 2. Panduan Manajemen Pemeriksaan 3. Tujuan dan Harapan Penugasan
Perencanaan Pelaksanaan Pelaporan 1. Pengidentifikasian Masalah 6. Pengujian Data 10. Penyusunan Konsep LHP 2. Penentuan Area Kunci 7. PenyusunanTemuan Pemeriksaan 11. Perolehan Tanggapan Rekomendasi
3. Penentuan Obyek, tujuan dan Lingkup Pemeriksaan Kinerja 8. Perolehan Tanggapan resmi dari Entitas 12. Penyusunan dan Penyampaian LHP 4. Penetapan kriteria pemeriksaan 9. Penyampaian Temuan Pemeriksaan pada Entitas
5. Penyusunan P2 dan PKP
Dokumentasi Supervisi- kendali dan Penjaminan mutu
Pada subbab ini akan dibahas tahapan pemeriksaan kinerja yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan.
44
a. Perencanaan Tujuan perencanaan adalah untuk mempersiapkan suatu program pemeriksaan yang akan digunakan sebagai dasar bagi pelaksanaan pemeriksaan yang efisien dan efektif. Tahap perencanaan ini tidak terpisah dengan perencanaan yang disusun dalam rencana kerja pemeriksaan (RKP) yang disusun oleh unit kerja. Data yang diperlukan dalam penyusunan perencanaan diperoleh dari database entitas yang dikelola oleh BPK. Tahap perencanaan terdiri dari: 1) Identifikasi Masalah Dalam mengidentifikasi masalah, pengetahuan akan renstra dan kebijakan Badan tentang pemeriksaan kinerja serta pemahaman akan kondisi entitas ini dapat membantu pemeriksa dalam hal: penentuan arah pemeriksaan kinerja sesuai rencana strategis Badan. penaksiran risiko dan identifikasi masalah pemeriksaan yang signifikan. penentuan tujuan pemeriksaan. perencananaan dan pelaksanaan pemeriksaan secara efisien dan efektif 2) Penentuan Area Kunci Dalam rangka menentukan area kunci pemeriksa dapat melakukan tiga kegiatan utama, yaitu (1) mempertimbangkan kualitas pengendalian intern atas entitas/kegiatan/program yang akan diperiksa dengan menggunakan lima komponen SPI yang dikemukakan oleh COSO, yaitu: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, komunikasi dan informasi, serta monitoring; (2) melakukan penilaian atas pengaruh peraturan perundang-undangan yang signifikan terhadap entitas/kegiatan/program yang akan diperiksa, serta (3) mengidentifikasi potensi terjadinya kecurangan. Pada tahap penentuan area kunci terjadi sedikit perubahan tentang area kunci antara juklak pemeriksaan kinerja tahun 2008 yang sekarang berlaku dengan konsep revisi 45
juklak tersebut yang saat ini sedang dikembangkan. Perbedaan tersebut terlihat pada Tabel 3.3
Tabel 3.3 Perbedaan area kunci antara Juklak pemeriksaan kinerja yang berlaku dengan draft revisi juklak pemeriksaan kinerja No Tahapan Juklak 2008 Draft Revisi Juklak 2008 1 Identifikasi Masalah Outputnya sebagai salah satu bahan untuk menentukan area kunci Outputnya berupa beberapa area potensial 2 Penentuan Area Kunci a. Output dari identifikasi masalah ditambah dengan penilaian SPI, pengaruh peraturan perundang- undangan, dan identifikasi potensi fraud akan menghasilkan beberapa area kunci. b. Beberapa area kunci dipilih melalui 4 selection factors, menghasilkan Area Kunci yang menjadi fokus dalam pemeriksaan. a. Output dari identifikasi masalah (Area potensial) dipilih melalui 4 selection factors, menghasilkan Area Kunci yang menjadi fokus dalam pemeriksaan. b. Masalah pemahaman SPI, pengaruh peraturan perundangan, dan identifikasi potensi fraud sudah terakomodir dalam 4 selection factors.
Pada prinsipnya tidak ada perbedaan berarti pada tabel tersebut, tetapi ada sedikit perbedaan istilah dalam penetuan area kunci. Proses tersebut pada dasarnya adalah untuk membantu agar pemeriksaan menjadi lebih fokus pada area-area yang berisiko tinggi. 3) Penentuan Obyek, tujuan dan lingkup pemeriksaan Berdasarkan area kunci yang telah ditetapkan dan seluruh data relevan yang telah berhasil diperoleh pada tahap sebelumnya, pemeriksa menentukan program/kegiatan yang akan diperiksa (obyek pemeriksaan) atas area-area berisiko tinggi yang akan menjadi fokus audit. Tujuan pemeriksaan terkait erat dengan alasan dilakukannya suatu pemeriksaan. Isi dari tujuan pemeriksaan harus bisa mengungkapkan apa yang ingin dicapai dari 46
pemeriksaan tersebut. Tujuan pemeriksaan dapat dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus pemeriksaan. Tujuan umum merupakan tujuan pemeriksaan umum atas organisasi/program dan/atau fungsi pelayanan publik yang hendak diperiksa. Sedangkan tujuan khusus lebih mengarah kepada tujuan pemeriksaan pada masing- masing area kunci pemeriksaan. Penentuan lingkup pemeriksaan harus terkait dengan tujuan pemeriksaan yang telah ditetapkan dan merupakan hal yang penting dalam proses perencanaan. Hal tersebut sangat mempengaruhi prosedur yang diperlukan selama pelaksanaan pemeriksaan, sumber daya yang dibutuhkan, dan masalah-masalah penting yang akan dilaporkan. 4) Penetapan kriteria pemeriksaan Kriteria adalah standar-standar kinerja yang masuk akal dan bisa dicapai untuk menilai aspek ekonomi, efisiensi dan efektivitas dari kegiatan yang dilaksanakan oleh entitas yang diperiksa. Kriteria merefleksikan suatu model pengendalian yang bersifat normatif mengenai hal-hal yang sedang direviu. Kriteria merepresentasikan praktek- praktek yang baik, yaitu suatu harapan yang masuk akal mengenai "apa yang seharusnya". Apabila kriteria dibandingkan dengan kejadian yang sebenarnya, maka akan timbul temuan pemeriksaan. Dalam hal kejadian yang sebenarnya ternyata sama atau melebihi kriteria, maka hal ini mengidentifikasikan adanya "best practice". Sebaliknya, apabila kejadian yang sebenarnya ternyata tidak bisa memenuhi kriteria, maka hal ini mengidentifikasikan bahwa suatu tindakan perbaikan harus dilakukan. 5) Penyusunan program pemeriksaan (P2) dan program kerja perorangan (PKP) Tujuan utama penyusunan Program Pemeriksaan1 (P2) adalah: menetapkan hubungan yang jelas antara tujuan pemeriksaan, metodologi pemeriksaan, dan kemungkinan-kemungkinan pekerjaan lapangan yang harus dikerjakan; mengidentifikasikan dan mendokumentasikan prosedur-prosedur pemeriksaan yang harus dilaksanakan; dan memudahkan supervisi dan reviu.
1 Program Pemeriksaan berisi tujuan pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan untuk mencapai tujuan pemeriksaan. 47
Suatu program pemeriksaan dapat disebut memadai jika mampu mengidentifikasi aspek-aspek penting pemeriksaan; disusun berdasarkan informasi pendukung yang jelas dan cermat; memberikan panduan dalam melaksanakan pengujian secara efektif; membantu dalam pengumpulan bukti yang cukup, dapat diandalkan, dan relevan untuk mendukung opini/pernyataan pendapat atau kesimpulan pemeriksaan; dan mencapai tujuan pemeriksaan. Kualitas bukti pemeriksaan juga sangat tergantung kepada program pemeriksaannya. Program pemeriksaan yang efektif akan sangat membantu dalam mendapatkan bukti pemeriksaan yang memadai untuk mendukung temuan pemeriksaan. Bukti pemeriksaan mempunyai peran yang sangat penting terhadap keberhasilan pelaksanaan pemeriksaan dan oleh karenanya harus mendapat perhatian pemeriksa sejak tahap perencanaan pemeriksaan sampai dengan akhir proses pemeriksaan. Empat tahap di atas dilakukan pada suatu pemeriksaan pendahuluan, yang hasilnya digunakan sebagai bahan keputusan untuk langkah kelima, penyusunan P2 dan PKP. Dalam perencanaan pemeriksaan perlu juga dipahami rencana strategis dan kebijakan badan tentang pemeriksaan kinerja. Langkah Identifikasi Masalah, Penentuan Area Kunci, Penentuan tujuan, Objek dan Ruang Lingkup merupakan langkah-langkah yang bertujuan agar pemeriksaan lebih terfokus pada area-area yang berisiko tinggi. Ini merupakan penerapan dari konsep Risk based audit dalam pemeriksaan kinerja.
b. Pelaksanaan Pemeriksaan Tahap pelaksanaan pemeriksaan adalah tahap kegiatan pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan entitas yang diperiksa, yang merupakan kegiatan lanjutan dari kegiatan pemeriksaan pendahuluan dan meliputi pengumpulan bukti-bukti pemeriksaan. Pada tahap ini akan diuji apakah bukti-bukti tersebut telah lengkap dan tepat, selanjutnya ditentukan apakah bukti telah cukup untuk menilai kinerja suatu entitas dengan membandingkannya dengan kriteria. Meliputi: 48
1) Pengujian data Tujuan pengujian data dimaksudkan untuk menentukan atau memilih bukti-bukti pemeriksaan yang penting dan perlu (dari bukti-bukti pemeriksaan yang ada) sebagai bahan penyusunan suatu temuan dan kesimpulan pemeriksaan. 2) Penyusunan temuan pemeriksaan Dalam menyusun suatu temuan pemeriksaan kinerja, hal yang sangat utama untuk diperhatikan adalah apakah temuan pemeriksaan yang dibuat oleh pemeriksa merupakan jawaban atas pertanyaan/dugaan/hipotesis yang telah dituangkan dalam suatu tujuan pemeriksaan yang telah ditetapkan. Suatu temuan pemeriksaan seharusnya merupakan kesimpulan hasil pengujian atas bukti pemeriksaan yang diperoleh pemeriksa dalam usahanya untuk mencapai tujuan pemeriksaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Bila suatu tujuan pemeriksaan tidak terpenuhi, disebabkan unsur-unsurnya (temuan pemeriksaan) tidak menggambarkan apa yang seharusnya hendak dicapai dalam suatu pelaksanaan pemeriksaan kinerja maka dapat dikatakan pelaksanaan pemeriksaan tersebut gagal untuk dilaksanakan dengan baik. 3) Perolehan tanggapan resmi dari entitas 4) Penyampaian temuan pemeriksaan pada entitas
c. Pelaporan pemeriksaan Tujuan dari bagian petunjuk pelaksanaan pelaporan pemeriksaan ini adalah memberikan bantuan kepada pemeriksa dalam menyusun suatu laporan pemeriksaan kinerja. Laporan hasil pemeriksaan tersebut diharapkan dapat (1) mengomunikasikan hasil pemeriksaan kepada pihak yang berwenang berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku, (2) membuat hasil pemeriksaan terhindar dari kesalahpahaman, (3) membuat hasil pemeriksaan sebagai bahan untuk melakukan tindakan perbaikan oleh instansi terkait, dan (4) memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan. Langkah-langkah dalam tahap pelaporan ini terdiri dari : 49
1) Penyusunan Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan 2) Perolehan Tanggapan atas Rekomendasi 3) Penyusunan dan Penyampaian LHP
50
51
BAB IV MEMAHAMI KONSEP DASAR PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU
A. Pengertian PDTT Sesuai dengan UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Berdasarkan penjelasan UU tersebut, PDTT adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam PDTT ini adalah pemeriksaan atas hal hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern pemerintah. 1. Pengertian PDTT menurut SPKN Standar pelaksanaan dan pelaporan PDTT ditetapkan dalam SPKN tahun 2007. Namun standar tersebut masih bersifat umum, sehingga dilengkapi dengan petunjuk pelaksanaan PDTT. Keterkaitan antara standar dan juklak dapat dilihat pada peraga 4.1 Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan mampu : 1. Menjelaskan pengertian pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) 2. Menjelaskan tujuan PDTT 3. Menjelaskan jenis-jenis PDTT 4. Menjelaskan alur pikir penentuan jenis pemeriksaan (berdasarkan tujuan sampai kepada jenis PDTT yang sesuai 5. Menjelaskan perbedaan karakteristik jenis PDTT 6. Menjelaskan tahap PDTT sesuai dengan juklak PDTT 52
Peraga 4.1 Piramida kedudukan Juklak PDTT dalam Pemeriksaan BPK
Sumber: Juklak PDTT 2008
SPKN menjelaskan bahwa PDTT adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diperiksa dan dapat bersifat eksaminasi (pengujian), reviu, atau prosedur yang disepakati (agreed upon procedures). Simpulan yang diberikan adalah atas suatu hal yang diperiksa dan tidak membatasi simpulan hanya pada asersi tertulis saja. 2. Pengertian PDTT menurut IAI Standar PDTT dalam SPKN memberlakukan setiap standar pekerjaan lapangan dan pelaporan pada standar atestasi yang ditetapkan IAI kecuali ditentukan lain. Terminologi baku yang digunakan oleh IAI adalah jasa atestasi. Menurut seksi 100 standar atestasi SPAP, suatu perikatan atestasi adalah perikatan yang di dalamnya praktisi mengadakan untuk menerbitkan komunikasi tertulis yang menyatakan suatu simpulan tentang keandalan asersi tertulis. Sedangkan atestasi didefinisikan sebagai suatu pernyataan pendapat atas pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai, dalam semua hal yang material dengan kriteria yang ditetapkan. UUD 45 UU Pemeriksan KN Kode Etik SPKN PMP Juklak: Pemeriksaan Keuangan Pemeriksaan Kinerja PDTT Juknis: Pemeriksaan LKPP Pemeriksaan LKPD Pemeriksaan Investigatif 53
Standar atestasi membagi tiga tipe perikatan atestasi, yaitu eksaminasi, reviu dan prosedur yang disepakati. Salah satu tipe eksaminasi adalah pemeriksaan atas laporan keuangan historis yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pemeriksaan ini diatur berdasarkan standar pemeriksaan. Peraga 4.2 menjelaskan hierakhi menurut IAI yang tertuang dalam SPAP 2001
Peraga 4.2 Hierarki jasa atestasi menurut IAI
Sumber: Diolah oleh Sub Dit Litbang PDTT dari SPAP 2001
B. Tujuan PDTT Penentuan tujuan pemeriksaan menjadi langkah pertama dalam menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan. Penentuan tujuan ini juga perlu mempertimbangkan kebutuhan pengguna laporan. Jika tujuan pemeriksaan adalah untuk memberikan opini, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan keuangan dengan menggunakan standar pemeriksaan laporan keuangan. Jika tujuan pemeriksaan adalah untuk melakukan penilaian kinerja dan pemberian rekomendasi maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan kinerja dengan menggunakan standar pemeriksaan kinerja. Namun jika tujuan pemeriksaan bukan untuk memberikan opini atau rekomendasi maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu dengan menggunakan standar PDTT. 54
Setelah pemeriksa menentukan bahwa jenis pemeriksaan yang akan dilakukan adalah PDTT, langkah selanjutnya adalah menentukan sifat PDTT yang akan dilakukan pemeriksa dengan mempertimbangkan prosedur yang akan dijalankan dan tingkat keyakinan yang diinginkan pembaca laporan.
C. Sifat - sifat PDTT Berikut adalah definisi menurut US Government Auditing Standard (Yellow Book, 2007) yang diadaptasi dalam Juklak PDTT 2008: 1. Eksaminasi Eksaminasi adalah pengujian yang memadai untuk menyatakan simpulan dengan tingkat keyakinan tinggi bahwa suatu pokok masalah telah sesuai (positive assurance) dengan kriteria, dalam semua hal yang material, atau bahwa suatu asersi telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan kriteria. 2. Reviu Reviu adalah pengujian yang memadai untuk menyatakan simpulan dengan tingkat keyakinan menengah bahwa tidak ada informasi (negative assurance) yang diperoleh pemeriksa dari pekerjaan yang dilaksanakan menunjukkan bahwa pokok masalah tidak didasari atau tidak sesuai dengan kriteria atau suatu asersi tidak disajikan atau tidak disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan kriteria. Dalam melakukan reviu, pemeriksa tidak perlu melakukan melakukan pengujian terinci, seperti yang dilakukan pada saat eksaminasi. Akan tetapi, pada saat melakukan reviu, pemeriksa harus mewaspadai informasi-informasi yang tidak benar, tidak lengkap atau menyesatkan yang membuatnya harus melakukan prosedur- prosedur tambahan untuk memberikan keyakinan bahwa tidak ada modifikasi material yang dilakukan atas hal/objek yang direviu. Dalam reviu, prosedur yang umum diterapkan adalah reviu dokumen atau prosedur analistis dan wawancara.
55
3. Agreed Upon Procedure (AUP) Prosedur yang disepakati adalah pengujian yang memadai untuk menyatakan kesimpulan atas hasil pelaksanaan prosedur tertentu yang disepakati dengan pemberi tugas/ pihak ketiga terhadap suatu pokok masalah. Hasil AUP adalah temuan. Dalam AUP, pemeriksa tidak mengekspresikan opininya secara verbal atau dalam bentuk tulisan. Pemeriksa harus menerapkan prosedur yang telah disepakati dengan si peminta AUP. Prosedur tersebut harus spesifik dan berupa kriteria yang bisa diukur. Simpulan dari ketiga sifat PDTT tersebut adalah berupa simpulan yang diberikan adalah atas asersi tertulis.
D. Alur Pikir penentuan jenis PDTT Apabila ketiga sifat pemeriksaan dikaitkan dengan tiga jenis pemeriksaan, maka dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hubungan Jenis Pemeriksaan dengan Sifat Pemeriksaan Sifat \ Jenis Pemeriksaan Pemeriksaan Keuangan Pemeriksaan Kinerja PDTT Eksaminasi Reviu - - Prosedur yang disepakati - -
Sumber : Juklak PDTT 2008
56
Berikut adalah alur pikir untuk menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan: Peraga 4.3 Alur Pikir Penentuan Jenis Pemeriksaan
Sumber : Juklak PDTT 2008
E. Perbedaan karakterisitik setiap jenis PDTT Perbedaan ketiga jenis PDTT dapat diringkas dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.2 Perbedaan Eksaminasi, Reviu dan Prosedur yang disepakati Sifat Tingkat Keyakinan Keluasan Prosedur Bentuk Simpulan Eksaminasi Positif/ Tinggi Tidak terbatas Pernyataan positif Reviu Negatif/ Menengah Terbatas Pernyataan Negatif Prosedur yang disepakati Bervariasi antara menengah sampai tinggi Sesuai kesepakatan Temuan atas penerapan prosedur yang disepakati Prosedu disepakati? Tentukan Tujuan Pemeriksaan Memberi kan Opini? Lakukan pemeriksaan keuangan dengan standar pemeriksaan laporan keuangan Menilai kinerja? Lakukan pemeriksaan kinerja dengan standar pemeriksaan kinerja Lakukan PDTT dengan standar PDTTT Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Tingkat keyakinan tinggi ? Lakukan PDTT bersifat reviu Lakukan PDTT bersifat prosedur yang disepakati Lakukan PDTT bersifat eksaminasi Ya 57
Pada sifat eksaminasi diperlukan positive assurance. Positive assurance adalah pernyataan bahwa hal yang diperiksa sesuai atau tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan atau telah dinyatakan. Dalam memberikan pernyataan positif, pendapat yang diberikan merupakan pendapat atas keseluruhan populasi. Dengan melakukan eksaminasi atas suatu subyek atau atas asersi, maka diperoleh keyakinan yang tinggi atas hal tersebut dan menekan resiko pada tingkat yang dapat diterima. Keyakinan yang tinggi tersebut diperoleh karena melakukan eksaminasi atas bukti yang lebih banyak dari pada sifat reviu. Pada sifat reviu diperlukan negative assurance. Negative assurance adalah pernyataan bahwa tidak ada informasi yang menyatakan bahwa hal yang direviu tidak sesuai dengan kriteria. Dalam memberikan pernyataan negative, pernyataan yang diberikan adalah atas hal yang direviu saja. Pemeriksa tidak bertanggung jawab atas populasi secara keseluruhan. Dengan melakukan reviu diperoleh keyakinan menengah namun risiko yang diterima sedikit lebih besar daripada yang diperoleh saat melakukan eksaminasi. Pada sifat prosedur yang disepakati, keyakinan yang diperoleh bisa saja tinggi, namun lingkup pekerjaan hanya dibatasi pada hal hal yang disepakati dengan pemberi kerja.
F. Tahap PDTT sesuai dengan juklak PDTT Tahapan PDTT dapat dilihat pada gambar 4.6.
58
Gambar 4.6 Tahapan PDTT Ukuran kinerja pemeriksaan: 1. Standar Pemeriksaan 2. Panduan Manajemen Pemeriksaan 3. Tujuan dan Harapan Penugasan
Perencanaan Pelaksanaan Pelaporan 1. Pemahaman tujuan dan harapan penugasan 6. Pengumpulan dan analisa bukti 9. Penyusunan konsep LHP 2. Pemahaman entitas 7. Penyusunan temuan pemeriksaan 10. Perolehan tanggapan dan tindakan perbaikan yang direncanakan
3. Penilaian risiko dan SPI 8. Penyampaian temuan pemeriksaan kepada entitas 11. Penyusunan dan penyampaian LHP 4. Penetapan kriteria pemeriksaan
5. Penyusunan P2 dan PKP
Dokumentasi Komunikasi Supervisi- kendali dan keyakinan mutu Sumber: Juklak PDTT 2008
59
DAFTAR PUSTAKA
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara 2007 UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Tanggung Jawab Keuangan Negara Juklak Pemeriksaan Kinerja 2008 Ditama Revbang Juklak Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu 2008 Ditama Revbang UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Tanggung Jawab Keuangan Negara Standar Profesional Akuntan Publik Ikatan Akuntan Indonesia Standar Pemeriksaan Keuangan Negara 2007 Panduan Manajemen Pemeriksaan 2008 Juklak Pemeriksaan Keuangan 2008 Ditama Revbang Juknis Pemeriksaan Investigatif atas Indikasi TPK yang mengakibatkan Kerugian negara/Daerah 2008 Ditama Revbang Draft Revisi Juklak Pemeriksaan Kinerja