You are on page 1of 3

PEMULIAAN TANAMAN KEDELAI DENGAN TEKNIK BIOMOLEKULER UNTUK

MENINGKAKAN KETAHANAN TERHADAP SERANGAN PENYAKIT KARAT DAUN



Dibandingkan dengan tahun 1998 produksi kedelai tahun 1999 mengalami kenaikan sebesar
0,08 juta ton. Hal ini disebabkan oleh peningkatan luas panen dan hasil per satuan luas. Luas panen
kedelai pada tahun 1998 tercatat 1,09 juta ha dan meningkat menjadi 1,15 juta ha pada tahun 1999.
Hasil kedelai pada tahun 1998 adalah 1,19 t/ha dan 1,20 t/ha pada tahun 1999 (Badan Pusat Statistik,
1999; 2000). Meskipun meningkat, kedelai nasional masih lebih rendah dibandingkan dengan di
Amerika Serikat, Jepang atau Taiwan, yang telah mencapai 1,5-3 t/ha (Sumarno dan Harnoto 1983).
Penyebab rendahnya hasil kedelai di Indonesia antara lain adalah gangguan hama dan penyakit
tanaman. Penyakit yang sering merusak tanaman kedelai adalah karat daun. Penurunan hasil oleh
penyakit ini berkisar antara 30-60%. Selain menurunkan hasil, penyakit karat daun juga berpotensi
menurunkan kualitas biji kedelai. Tanaman kedelai yang tertular penyakit ini memiliki biji lebih kecil
(Sumarno et al. 1990). Penyakit karat daun disebabkan oleh jamur Phakopsora pachyrhizi. Penularan
pada tanaman berumur sekitar 40 hari setelah tanam (HST) menyebabkan daun rontok. Penularan
berat pada musim hujan menyebabkan polong hampa (Sumarno dan Harnoto 1983).
Saat ini varietas unggul kedelai yang tahan terhadap penyakit karat masih sedikit
dibandingkan dengan luas area pertanaman yang beragam. Untuk mendapatkan varietas tahan dapat
dilakukan melalui seleksi tidak langsung terhadap karakter morfologi tanaman maupun secara
biokimia. Kriteria yang dapat digunakan untuk mengelompokkan ketahanan varietas menurut Kardin
(2000) adalah (1) mekanisme karakter ketahanan, (2) ada tanaman inang, (3) jumlah gen yang
mengatur ketahanan, (4) Buletin Plasma Nutfah Vol.9 No.1 Th.2003 27 kemampuan dalam mencegah
proses infeksi atau membatasi kolonisasi inang oleh patogen, (5) kemampuan dalam menunda atau
menghambat laju epidemik penyakit, (6) kelestarian karakter ketahanan, dan (7) hubungan antara
intensitas penyakit dengan penurunan hasil. Penelitian Bety (1999) menggunakan metode IWGSR
(International Working Group of Soybean Rust) pada 300 galur kedelai menghasilkan tiga kelompok
ketahanan, yaitu kelompok tahan, agak tahan, dan peka.

Penyakit Karat (Phakopsora pachyrhizi)
a. Gejala
Pada daun pertama berupa bercak-bercak berisi uredia (badan buah yang memproduksi
spora). Bercak ini berkembang ke daun-daun di atasnya dengan bertambahnya umur tanaman.
Bercak terutama terdapat pada permukaan bawah daun. Warna bercak coklat kemerahan seperti
warna karat. Bentuk bercak umumnya bersudut banyak berukuran sampai 1 mm. Bercak juga
terlihat pada bagian batang dan tangkai daun.


b. Siklus Penyakit dan Epidemiologi
Epidemi didorong oleh panjangnya waktu daun dalam kondisi basah dengan terperatur kurang
dari 28 C. Perkembangan spora dan penetrasi spora membutuhkan air bebas dan terjadi pada
suhu 8-28 C. Uredia muncul 9-10 hari setelah infeksi dan urediniospora diproduksi setelah 3
minggu. Kondisi lembab yang panjang dan periode dingin dibutuhkan untuk menginfeksi daun-
daun dan sporulasi. Penyebaran urediniospora dibantu oleh hembusan angin pada waktu hujan.
Patogen ini tidak ditularkan melalui benih.

Teknik Pemuliaan
a. Bahan tanam dan skema pemuliaan
Penelitian tentang teknik pemuliaan pada tanaman kedelai dengan biomolekular dilakukan di
vietnam. Persilangan dilakukan dengan menggunakan 2 tetua yaitu DT2000 dan Stuart 99084B-
28 yang rentan terhadap serangan karat disilangkan dengan varietas HL203 yang merupakan
varietas tahan yang banyak ditanam di vietnam selatan.
b. Inokulasi, fenotip dan pembuatan analisis molekuler
Isolasi dalam penelitian ini diperoleh dari pengumpulan spora secara kolektif dari tanaman
yang berasal dari rumah kaca yang terinfeksi secara alai oleh penyakit karat. Perobaan dilakukan
dengan rancanga acak lengkap.

















Skema Pemuliaan diproduksi untuk mengembangkan populasi silang balik yang mengandung gen
resistensi karat daun dengan latar belakang genetik dari HL203.
Kemudian dikumpulkan daun sehat dari tanaman tetun dan tanaman hasil silang balik. Stelah itu
jaringan dari daun dibekukan dalam nitrogen cair, dibekukan sampai kering dan ditumbuk hingga
halus. Setelah itu DNA dari jaringan tadi diendapkan dengan isopropanol dan Rnase A. Konsentrasi
DNA yang didapat masing masing diestimasi mengguakan spektophotometer dan gel elektroforesis.
Simple sequence repeat (SSR) dipilih berdasarkan lokasi genom yang disebut dengan Rpp.

Hasil
Dari hasil penelitiian gen resisten Rpp5 hasil dari silang balik yang ada pada varieas HL203
meunjukkan hasil bahwa tingkat sesisten pada penyakit karat cukup tinggi. Sehingga hasil persilangan
ini berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai varietas yang tahan terhadap penyakit karat.

You might also like