You are on page 1of 13

makalah pola perilaku

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam proses ekologi setiap makhluk hidup mengalami evolusi yang telah berlangsung sejak
berjuta tahun yang lalu. Evolusi tersebut merupakan proses untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan yang terjadi secara pelahan-lahan, sehingga dalam sejarah alam dikenal adanya beberapa
jenis yang punah sebagai akibat ketidak mampuan dirinya untukmenyesuaikan dengan lingkungan yang
baru. Proses evolusi yang terjadi karena faktor alam menunjukan gejala ekologis yang wajar menurut
hukum alam.
Jenis satwa liar pun memiliki mekanisme dalam menghadapai keadaan lingkungan yang
selalu berubah. Secara biologis mereka mempunyai system untuk menyesuaikan diri. Kehidupan dari
satwa liar dapat terganggu apabila habitatnya mengalami perubahan akibat adanya aktivitas atau
pembangunan yang sangat menggangu disekitarnya. Hal ini disebabkan oleh satwa mempunyai
sensitivitas yang kuat terhadap terjadinya perubahan lingkungan habitatnya. Perubahan atau gangguan
terhadap habitat menyebabkan adanya pergerakan satwa untuk menghindar. Menurut Alikodra (1999),
pergerakan satwa merupakan suatu strategi dari individu maupun populasi satwa liar untuk
menyesuaikan dan menmanfaatkan keadaan lingkungannya agar dapat hidup dan berkembang biak
secara normal. Pergerakan dalam skala sempit maupun luas merupakan usaha untuk memenuhi tuntutan
hidupnya.
Ada dua faktor yang mempengaruhi pergerakan satwa liar, yaitu faktor primer dan faktor
sekunder. Faktor primer adalah faktor yang mendorong satwa untuk bergerak agar kebutuhan
fisiologisnya terpenuhi, sedangkan faktor sekunder adalah sebuah faktor yang dapat memodifikasi
pergerakan tersebut.
Perilaku satwa liar diartikan ekspresi suatu hewan yang ditimbulkan oleh semua faktor yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku satwa ini disebut rangsangan yang
berhubungan erat dengan fisiologisnya



B. Rumusan Masalah
Adapaun rumusan amasalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pola perilaku
2. Adaptabilitas
3. Hibernasi


C. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu memehami pola perilku hewan,
2. Mamsiswa mampu memahami adaptabilitas pada hewan,
3. Mahasiawa mampu memahami hibernasi pada hewan.


BAB II
PEMBAHASAN


A. Pola Prilaku
Tiap pola perilaku mempunyai fungsi penyesuaian yang khusus dan tertentu yang umumnya
dihubungkan dengan salah satu fungsi umum. Pola perilaku atau aktivitas tersebut diantaranya ialah:
1. Aktivitas makan (feeding), yaitu aktivitas yang dimulai ketika satwa menemukan makanan sampai ketika
satwa berhenti makan, kejadian ini dihitung sebagai satu unit aktivitas.
2. Aktivitas bergerak (locomotion), yaitu pergerakan satwa dari satu tempat ke tempat yang lain.
3. Istirahat (immobile), yaitu aktivitas diam meliputi duduk, berdiri, dan tidur.
4. Grooming, adalah aktivitas mencari kutu atau kotoran ditubuh sendiri atau pada tubuh individu lain.
5. Aktivitas main (playing), aktivitas ini biasanya terjadi pada anak-anak sampai remaja yang meliputi kejar-
kejaran, berguling, berayun, dan latihan baku hantam.
Bernett (1981), memberikan takrif bahwa ethologi adalah ilmu perilaku hewan. Ethologi
memiliki status yang sama dengan ekologi dan genetika yang merupakan cabang besar ilmu biologi.
Ditunjukannya bahwa ada tiga masalah yang penting adalam semua cabang ilmu biologi. Pertama adalah
masalah hereditas dan lingkungan.yang kedua adalah masalah reduktionisme, yaitu apakah semua
prilaku dapat direduksi kefisiologi dan selanjutnya fisiologi ke ilmu kimia. Yang ketiga adalah bahwa
evolusi dan teori seleksi alam merupakan bagian dasar ethologi. Tavolga (1969), menyebutkan bahwa
perilaku adalah manifetasi struktur dan fungsi suatu hewan, dan merupakan subjek untuk analisis dan
ekperimen yang didasarka atas data objektif. Mysticism, superstisi, dan anekdota tidak lagi mendapat
tempat dalam kajian perilaku hewan dan juga di dalam cabang ilmu lainnya. Kerangka teoritik dan dasar
fuktual dalam kajian perilaku hewan merupakan hasilusaha ganda para ilmuan disiplin ilmu seperti
genetika, ekologi, fisiologi, dan juga biologi perkembangan.
Anthropomorphisme yaitu anggapan bahwa hewan di gambarkan seolah-olah memiliki
keperluan, perasaan atau kemampuan seperti manusia. Kajian perilaku hewan sering kali di warnai
Anthropomorphisme. Salah satu persoalan adalah tentang altruisme. Beberapa penulis memberi kesan
bahwa prinsip-prinsip moral yang mengikat masyarakat manusia di terapkan secara langsung pada
kelakuan sosial spesies lain. Manusia sering bersifat altruisitik,yaitu bahwa manusia memilih bertindak
dengan cara yang sedemikian sehingga memberi keuntungan kepada pihak lain,malahan meskipun
dengan dia sendiri sebagai korban. Jadi altruisme dalam hal ini di uraikan sebagai kehendak si pelaku.
Tetapi dalam perbincangan evolusi oleh penulis lain, maka perilaku altruistik di kaitkan dengan seleksi
alam, yaitu ditakrifkan bahwa altruisme adalah perilaku yang memperendah kemungkinan untuk langsung
hidup si pelaku dan menambah kemungkinan untuk langsung hidup anggota lain spesies itu. Altruisme di
sini sebagai wujud pengaruh perilaku. Jadi bukannya sebagai sebab yang memotivasikannya. Jarang
sekali dapat di katakan dengan keyakinan bahwa seekor kera apalagi seekor lebah madu berkehendak
menolong kera atau lebah lainnya,tetapi memang pengaruh jenis perilaku tertentu dapat di amati.
Kelakuan atau perilaku dalam arti yang luas ialah tindakan yang tampak,yang di laksanakan
oleh makhluk dalam usaha penyesuaian diri terhadap keadaan lingkungan yang sedemikian rupa
sehingga mendapat kepastian dalam kelangsungan hidupnya. Menurut Tavolga(1969) semua makhluk
hidup melaksanakan aktifitas yang kompleks yang timbul berdasarkan sifat dasar kehidupan sitoplasmik
ialah irritabilitas, yaitu kempuan untuk menanggapi perubahan di lingkungan. Tidak seperti tanggapan
alat fisika terhadap kekuatan eksternal,maka reaksi makhluk hidup umumnya adaptasi. Dalam hal ini
probabilitas untuk kelangsungan hidup spesies bertambah karena hewan dapat menyesuaikan
tanggapannya sedemikian sehingga layak terhadap kondisi yang berubah.
Perilaku ialah suatu cara penting yang di pergunakan oleh individu menjadi terpadu kedalam
societas dan komunitas yang terorganisir dan teratur. Perilaku dapat di anggap sebagai suatu kompleks
yang terdiri atas 6 komponen yang berbeda dalam kepentingan menurut jenis makhluknya:
1. Tropisme
2. Taxes
3. Refleks
4. Insting
5. Belajar, dan
6. Penalaran
Istilah tropisme terbatas pada gerakan atau orientasi yang terarah terdapat pada makhluk
seprti rumbuhan yang tidak memiliki sistem saraf. Lima anasir lainnya yang kurang lebih dalm urutan
efolusioner seperti tersebut di atas, berkaitan dengan hewan yang memiliki sistem saraf dan indra yang
kompleks.
Mula-mula ethologiwan cenderurg membuat kepilahan yang tajam antara perilaku terbawa
sejak lahir (anasir 1-4 tersebut di atas) dan perilaku diperoleh (anasir 5 dan 6) tetapi sekarang jelas
bahwa perilaku yang dipelajari terbentuk pada kompleks pola-pola refleks, insting dan pola-pola perilaku
yang diwarisi lainnya,termasuk irama circadian dan irama tubuh yang terbawa sejak lahir.
Tanggapan perilaku hewan dan orientasi mereka dalam hubungan dengan faktor-fakor
lingkungan kebanyakan dapat di uji secara eksperimental dan hasil yang di peroleh berkorelasi dengan
perilaku hewan dalam kondisi alami. Blila mana cacah tanggapan yang layak pada tiap satuan intensitas
mengenai suatu faktor lingkungan diplotkan terhadap seluruh kisaran faktor lingkungan tersebut, maka
biasanya di hasilkan kurve normal atau kurve gauss. Cacah tanggapan yang maksimum,secara normal
terjadi di dekat pusat kisaran,dan makin berkurang secara progresif dalam cacah kearah masing-masing
ekstrem. Lanjutan pengurangan seperti ayng tersebut di atas ini ketiap-tiap arh dari puncak tanggapan
yang meliputi 50%,25%, atau persentasi tanggapan total yang lebih kecil di sebut preferendum hewan
atau kelompok hewan itu.
Banyak perilaku makhluk yang di tentukan oleh warisan dan merupakan karakteristik spesies
dalam lingkungannya yang selayaknya. Perilaku ada yang sudah jelas pada saat lahir atau ada yang
belum berkenbang sampa sistem saraf, termasuk mekanidme reseptor dan afektor, sepenuhnya masak
untuk itu. Perilaku yang terbawa sejak lahir tampak dalam berbagai derajat mengenai kemajemukannya.
Suatu refleks adalah tanggapan automatik yang cepat oleh suatu alat tunggal atau sisitem alat terhadap
stimulus sederhana. Tropisme, taxes, dan kineses mungkin meliputi suatu deretan refleks dan
mewujudkan suatu tingkat keterpaduan yang tinggi. Suatu insting, yang merupakan pola perilaku yang di
warisi, adalah suatu jenis prilaku tertentu yang majemuk yang dilaksanakan kurang lebih secara
automatik, bila mana hewan tersebut itu di hadapkan pada stimulus yang layak (THORPE 1951 dalam
KENDEIGH 1980).
Tropisme (tropos adalah suatu kata yunani berarti menghadap atau berubah) merupakan
gerakan dan orientasi terarah yang di temukan pada tumbuhan. Contoh tropisme seprti misalnya
membeloknya bunga mata hari menghadap kearah mata hari di sebut juga fototropisme dan orientasi
fertikal daun pepohonan pad ahari yang panas atau di sebut heliotropisme. Serta pertumbuhan akar ke
arah bawah yang juga di sebut giotropisme.tropisme di sebut juga sebagai perilaku adaktif yang terjadi
tanpa adanya sistem saraf, biasanya meliputi hanya suatu bagian tubuh bukannya seluruh makhluk dan
hormon menyediakan mekanisme koordinasi utama.
Istilah taxis sekarang umumnya di pergunakan terhadap gerakan stimulus, sponse yang
mudah di amati pada hewan rendah. FRAENKEL dan GUNN (1940 dalam ODUM 1971) membedakan
antara:
1. Reaksi tidak berarah yaitu suatu penghindaran secara umum terhadap lingkungan yang tidak
menguntukan (yang mereka sebut kinesis).
2. Reaksi berarah (taxes,sensustricti) dengan orientasi langsung kearah atau menjauh dari stimulus.
3. Orientasi yang transfersal, atau gerakan yang membuat sedikit sudut terhadap arah stimulus, seperti
misalnya arah oleh lebah madu dengan cara berorintasi arah cahaya (von frisch, 1955 dalam odum 1971)
Antara taxes dan reflek tidak ada garis tegas untuk membedakannya,tatapi fefleks ada
umumnya di anggap sebagai tanggapan terhadap stimulus oleh suatu alat atau bagian tubuh
spesifik.baik taxes maupun fefleks dapat di modifikasikan oleh pengalaman.
Perilaku instingtif seperti yang terutama terdapat pada insekta dan fertebrata rendah terdiri
atas urutan perilaku yang ter-stereotipe-kan dan ter-kode-kan, seperti misalnya berurutannya proses
pembuatan sarang, pencarian makan, perkawinan, bertelur, dan demikain juga perlindungan terhadap
makhluk anakan muda yang merupan daur reproduksif pada sejenis lebah atau burung.
Perilaku yang terpelajarkan dan perilaku yang ternalarkan makin bertambah kepentingannya,
sebanding dengan makin membesarnya otak terutama kortex cerebri. Penalaran yang meliputi
pemecahan masalah dan perumusan konsep, menjadi anasir utama dalam perilaku yang hanya terdapat
pada primata tingkatan yang lebih tinggi serta pada manusia.


B. Beberapa Contoh Perilaku Pada Hewan
Ada banyak jenis hewan di bumi ini, dengan perilaku yang berbeda-beda pula. Diantara
banyak binatang yang ada di bumi ini akan dipaparkan pelikau atau aktivitas beberapa binatang yang
umun dan sering kita jumpai di sekitar kita.
1. Burung ( Aves)
Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari keberadaan dan
penyebaranya dapat secara horizontal dan vertical. Secara horizontal dapat dilihat dari tipe habitat yang
ditempati oleh burung, sedangkan secara vertical dari strtifikasi profil hutan yang dimanfaatkan oleh
burung. Keberadaan jenis-jenis burung dapat dibedakan menurut perbedaan strata, yaitu strata semak,
strata antar semak dan pohon dan strata tajuk. Setiap strata mempunyai kemampuan untuk mendukung
kehidupan jenis-jenis burung.
Penyebaran vertical terbagi dalam kelompok burung penghuni atas tajuk, ditempati oleh
burung pemanakn buah misalnya Rangkong, Burung pemakan nektar Elang atau Alap-alap. Pada tajuk
pertengahan ditampati oleh burung pemakan serangga, seperti burung pelatuk, takur, sedangkan
penghuni tajuk bawah seperti burung gelatik, bondol, pipit, burung penghuni lantai hutan, seperti jenis
ayam-ayaman, kasuari, dan pitta.
Keanekaragaman jenis burung disuatu wilayah dipengaruhi oleh factor-faktor berikut:
a) Ukuran luas habitat, semakin luas habitatnya cenderung semakin tinggi keanekaan jenis burungnya.
b) Struktur dan keanekaan jenis vegetasi, di daerah yang keanekaragaman jenis tumbuhannya tinggi maka
keanekaaan jenis hewan, termasuk burung tinggi pula. Hal ini disebabkan oleh setiap jenis hewan
hidupnya bergantung pada sekelompok jenis tumbuhan tertentu.
c) Keanekaan dan tingkat kualitas habitat secara umum di suatu lokasi. Semakin majemuk habitatnya
cenderung semakin tinggi keanekaan jens burungnya.
d) Pengendalian ekosistem yang dominan. Keanekaan jenis burung cenderung rendah dalam ekosistem
yang terkendali secara fisik dan cenderung tinggi dalam ekosistem yang diatur secara biologi.
Aktivitas atau perilaku yang dilakukan burung diantaranya ialah makan, pindah atau bergerak,
vocal, istirahat, dan sosial. Secara rinci aktivitas yang dilakukan burung dijelaskan sebagai berikut:
a) Aktivitas Makan
Makan merupakn rangkaian gerak dalam mencari dan memilih makanan dan suatu pola yang
tetap ( Alikodora 1980, dalam Melati). Aktivitas harian dari perilaku makan adalah sama disebabkan oleh
banyak burung jantan dan burung betina sama-sama banyak membutuhkan banyak makanan. Pada
burung jantan pakan diperlukan guna mendaptkan energy untuk melakukan aktivitasnya,seperti terbang,
mencari pakan, dan bersuara. Pada burung betina berhubungan dengan musim berkembang biak,
seperti dapat mengahasilkan telur yang baik.
Makanan yang diperlukan burung dapat terlihat dimana burung tersebut berada. Burung-
burung yang terdapat dihutan dapat mencari makanan pada bagian kanopi pohon sampai lantai hutan.
Pada bagian kanopi pohon, serangga, buah, biji, bunga, dan daun muda dapat menjadi sumber makanan
untuk burung. Jenis burung yang terdapat pada bagian ini antara lain Pelatuk, Burung Madu, Burung
Enggang, dan Alap-Alap. Pada bagian lantai hutan makanan diperoleh dari biji yang jatuh, serangga
tanah, dan daun muda dari pohon muda. Jenis burung yang terdapat pada lantai hutan antara lain, Ayam
Hutan, Paok, dan Puyuh. Burung yang habitatnya terdapat di padang rumput, makanannya berupa biji
rumput. Jenis burung yang terdapat dipadang rumput antara lain jenis pemakan biji seperti Bondol, Pipit,
dan Gelatik. Burung yang berada disekitar perairan sungai, dan danau memperoleh makanan berupa
serangga air, ikan, dan kepiting. Jenis burung yang terdapat di habitat ini seperti Bebek, Raja Udang,
Kuntul, dan Walet.
b) Aktivitas Vocal Dan Bersuara
Burung mengahsilkan suara (vocal) berupa nyayian dan variasi nonvokal atau bunyi yang
dikeluarkan. Suara beruapa variasi nonvokal dapat terlihat misalnya pada burung pelatuk yang
mengahsilkan suara seperti drum. Suara ini berasal dari paruhnya yang melubangi pohon pada saat
mencari makanan.
Pada umumnya suara burung dihasilkan berasal dari suatu bagian organ pada burung yang
disebut syirink. Bagian ini merupakan organ primer yang memproduksi suara. Syirink ini berada dibagian
bronkus dan trakea. Trakea pada burung berbentuk panjang seperti pipa, bertulang rawan berbentuk
cincin. Pada bagian akhir dari trakea ini nercabang menjadi dua bagian yakni bronkus kanan dan kiri.
Dalam bronkus pada pangkal trakea terdapat syirink yang pada bagian dalamnya terdapat lipatan-lipatan
berupa selaput yang bergetar. Suara yang diproduksi akibat getaran dari membrane tympani saat
bernapas dan tidak menghasilkan suara saat burung menghirup udara.
Menurut Van Tyne dan Beger (1976 dalam Melati), suara yang dihasilkan oleh burung dapat
berfungsi sebagai tanda atau nyayian panggilan (call notes) dan nyayian (song)
1) Nyayian panggilan (call notes), merupakan suara untuk menandakan perilaku hubungan pada setiap
anggota jenis (anak-betina atau kelompoknya). Nyayian panggilan ini bukanlah hal yang utama pada
perilaku seksual. Pada nyayian ini terdapat Sembilan jenis tipe, antara lain saat mencari makan, perilaku
senang, perilaku stres, mempertahankan daeran teoriti saat di sarang, melakukan penyerangan,
berkelompok saat bermigrasi, dan merespons adanya predator atau pendatang.
2) Nyayian (song) merupakan rangkaian dari nyayian panggilan atau call notes. Nyayian yang dibunyikan
untuk keturunannya sangat berhubungan dalam membentuk suara rangkaian dari nyayian yang dapat
dikenal oleh keturunannya. Nyayian atau song ini dikenal ada dua tipe yaitu:
a. Nyayian primer (primary song) terdiri atas:
Adversiting atau territorial song merupakan suara yang keras diberikan oleh salah satu jenis kelamin
pada burung, khususnya pada saaat permulaan periode reproduksi, selain untuk menarik pasangan juga
memberi peringatan kepada pejantan lain. Tipe nyayian ini dipergunakan untuk mempertahankan daerah
teoriti pada burung.
Signal song, dipergunakan untuk menyatakan kegiatan atau aktivitas dari burung yang dipergunakan
untuk memberikan tanda ancaman untuk pejantan lain.
Emotional song, meliputi berbagai suara yang secara tidak langsung memberikan ancaman kepada
pejantan lain, terutama dalam mempertahankan daerah teoriti.
b. Nyayian sekunder (secondary song), merupakan suara kedua, lebih lembut atau lemah. Suara ini tidak
dipergunakan dalam mempertahankan daerah toeriti dan dinyayikan oleh jenis kelamin yang berbeda dan
lebih bervariasi daripada primer song.
Dibedakan menjadi empat macam suara, yaitu
Whisper song, merupakan suara yang sangat cepat dan terdengar tidak lebih dari 20 km.
Subsong, merupakan suara yang sangat cepat.
Rehearsed song, merupakan suara yang dibunyikan oleh burung muda dan burung dewasa yang belum
mencapai kesempurnaan dalam primary song.
Female song, merupakan suara yang dinyayikan oleh betina.
c) Aktivitas sosial
Perilaku sosial pada umumnya dijumpai terutama dalam upaya memanfaatkan sumber daya
di habitatnya, selain itu juga untuk mengenali tanda-tanda bahaya dan melepaskan diri ari serangan
pemangsa.
Menurut Soeratmo dalam Melati (1979), satwa yang hidup disuatu tempat akan mengadakan
interaksi satu sama lain melalui komunikasi dan hubungan sosial. Hubungan di antara individu satwa
dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Hubungan intraspesifik, yaitu hubungan pada jenis yang sama,
2) Hubungan interspesifik, yaitu hubungan pada jenis yang berbeda.
Berdasarkan hubungan sosial interaksi dibedakan kedalam tiga bentuk yaitu sebagai berikut:
1) Kompetisi, terjadi apabila dua satwa mencari kebutuhan yang sama terhadap suatu komponen dalam
lingkungan hidupnya, sementara persediaan komponene tersebut sangat terbatas.
2) Kerja sama, terjadi apabila salah satu atau kedua individu yang lainnya membeutuhkan individu yang
lainnya untuk memenuhi sesuatu kebutuhannya.
3) Netral, apabila tidak terdapat kontak atau saling mempengaruhi antara kedua satwa tersebut.
Hubungan sosial dalam kehidupan populasi satwa tidak akan terbentuk apabila satwa tersebut
tidak memiliki bentuk komunikasi. Kemampuan komunikasi dari satwa tersebut tergantung pada tanda
atau signal yang dapat diterima tiap individu dan kemampuan individu dalam menangkap atau menerima
signal tersebut.
Hubungan sosial lainnya antara lain:
Hubungan ketergantungan pemeliharaan. Hubungan yang terjadi antara induk dan anak-anaknya.
Hubungan saling mengutungkan, yang bersifat kerjasama dan saling menguntungkan.
Hubungan diminasi-subdominasi, hubungan antar jenis yang dominan (berumur lebih tua dan lebih
besar) dan subordinat (bersifat mengalah) biasanya menempati habitat yang lebih kecil.
Hubungan seksual, hubungan antar satwa liar jantan dan betina dewasa.
Hubungan pemimpin dan pengikut, hubungan yang terjadi dalam kelompok yang biasanya dipimpin oleh
salah satu anggotanya.
Hubungan kerja sama dalam mendapatkan makanan, untuk berburu atau mendapatkan makanan satwa
liar seringkali melakukan kerja sama.
d) Aktivitas Pindah Atau Bergerak
Pergerakan merupakan strategi dari individu maupun populasi untuk menyesuaikan dan
memanfaatkan keadaan lingkungan agar dapat hidup dan berkembang biak secara normal. Pergerakan
berfungsi untuk menghindarkan dari pemangsa dan ganggauan lainnya.
Aktivitas pindah atau bergerak pada burung merupakan pindahnya suatu jenis dari satu
tempat ke tempat lain. Pada burung perpindahan terjadi setiap waktu seperti pada saat makan atau saat
menjaga teritori. Aktivitas pindah yang dilakukan oleh burung saat mencari makan merupakan hal yang
bersifat mutualistik. Dalam membentu terbentuknya regenerasi suatu habitat terutama pada proses
penyebaran biji dan penyerbukan bunga, burung memiliki andil yang cukup besar. Jenis Rangkok dan
Bultok berperan dalam penyebaran biji. Biasanya burung tersebut memakan buah-buahan yang
berdaging ditelan bersama dengan bijinya. Bijinya tidak hancur melalui sistem pencernaan burung,
sehingga apabila dikeluarkan biji tersebut dapat tumbuh di tempat yang cocok.
2. Primata (Macaca fascicularis)
Primata mempunyai perilaku yang lengkap yang digunakan untuk berkomunikasi dan
berinteraksi dengan anggota kelompok lain. Perilaku komunikasi ini berkembang karena primata adalah
hewan sosial. Macaca fascicularis bersifat sosial dan hidup dalam kelompok yang terdiri atas banyak
jantan dan banyak betina (multi male-multi female). Dalam satu kelompok, Macaca fascicularis terdiri atas
20-50 individu. Jumlah individu setiap kelompok ditentukan oleh predator, pertahanan terhadap sumber
makanan, dan efisiensi dalam aktivitas mencari makan. Perilaku harian Macaca fascicularis di alam terdiri
atas 35% untuk makan, 20% penjelajahan, 34% istirahat, 12% untuk grooming, dan kurang dari 0,5%
untuk aktivitas lainnya.
a) Perilaku Makan
Aktivitas makan atau foraging merupakan aktivitas mencari makan dan memegang makanan.
Urutan pada aktivitas makan, dimulai dengan mencium pakan terlebih dahulu, kemudian digigit dengan
mulut atau mengambil pakan yang telah digigit dengan satu atau kedua tangannya. Penciuman
merupakan detector utama dalam mencari pakan oleh seekor hewan. Pada saat memilih pakan, seekor
hewan dengan nalurinya akan memilih bahan pakan yang tinggi nilai gizinya, tidak membahayakan
kesehatannya, juga memiliki bau dan cita rasa yang sesuai dengan seleranya.
Ekornya yang panjang hingga melebihi panjang tubuhnya, dimanfaatkanMacaca
fascicularis sebagai alat keseimbangan serta mendukung aktivitas pada saat mencari makan di cabang
pohon yang kecil. Secara umum Macaca fascicularismemiliki kecenderungan untuk menguasai makanan
sebanyak-banyaknya walaupun tidak mampu menghabiskan semuanya. Banyaknya makanan yang
dikumpulkan berhubungan dengan keinginannya untuk dapat menunjukkan kekuatannya terhadap
individu lain. Seringkali hal ini yang memicu terjadinya perkelahian. Bila ada makanan yang lebih disukai
maka Macaca akan meninggalkan makanan sebelumnya.
Di lingkungan alaminya, monyet ekor panjang bersifat frugivor dengan makanan utamanya
berupa buah. Kriteria buah yang dipilih oleh monyet biasanya dilihat berdasarkan warna, bau, berat buah,
dan kandungan nutrisi. Selain buah, jenis makanan yang biasa dikonsumsi Macaca fascicularis adalah
daun, umbi, bunga, biji, dan serangga.
Monyet ekor panjang biasanya mengambil makanan dengan kedua tangannya atau langsung
menggunakan giginya. Dalam keadaan tergesa-gesa biasanya monyet ekor panjang akan memasukkan
makanan ke dalam kantong pipi. Apabila keadaan sudah aman, maka makanan akan dikeluarkan
kembali untuk dikunyah dan ditelan.
Beberapa penelitian menunjukkan bukti bahwa monyet ekor panjang yang aktif dalam mencari
makan dapat berenang dengan baik untuk mencari siput dan sumber makanan dibawah air lainnya.
Mereka biasa mengumpulkan makan dalam jumlah yang banyak dan dapat mencari makan dimana saja.
Sebagai hewan perenang yang baik, mereka juga memahami tanda-tanda air pasang ketika mencari
makan diperairan laut ataupun pantai. Secara naluriah, sang pemimpin kelompok akan memperingatkan
yang lainnya untuk meninggalkan tempat tersebut yang dianggap berbahaya.
b) Perilaku Istirahat
Berdasakan pola aktivitasnya, Macaca fascicularis digolongkan menjadi primata
yang diurnal (aktif pada siang hari). Dan pada umunya akan beristirat pada tengah hari ataupun tengah
malam.
Macaca fascicularis tidur pada malam hari diatas pohon, ada yang membuat sarang ada pula
yang tidak. Dapat diketahui bahwa ada individu yang tidur diatas pohon yang tinggi dan yang tidak
ditumbuhi liana. Keadaan pohon tempat tidur berhubungan dengan aktivitas makan dan pertahanan
hidup terhadap musuh alami berupa predator, parasit, dan penyakit.
c) Perilaku Kawin
Macaca fascicularis betina umumnya menunjukkan perubahan-perubahan perilaku yang
berkaitan dengan perubahan fisologis selama estrus. Betina sering menunjukkan ketanggapan atau
kesediaan seks terhadap hewan jantan. Ketanggapan seks (reseptivitas) adalah kesediaan betina untuk
mengadakan kopulasi. Kesediaan seks (proseptivitas) adalah semua perilaku yang dilakukan betina
untuk memulai interaksi seks. Betina biasanya memberikan tanda undangan seksual kepada jantan
dengan memperlihatkan pantat pada hewan lain dan mengangkat ekornya. Mungkin menambahi sikap ini
dengan berjongkok sedikit, melihat ke belakang dan vocaizing.Tetapi hal ini juga dapat diberikan antara
binatang dengan jenis kelamin yang sama.
Betina pada beberapa monyet dunia lama dan kera melakukan pendekatan yang ditujukan
untuk pejantan dewasa. Kopulasi biasanya terjadi dengan posisi ventro-dorsal. Yaitu primata jantan
menaiki primata betina dari bagian punggung. Betina tetap berdiri, berbaring atau meringkuk, tergantunng
pada spesiesnya dan keduanya mempertahankan posisi tersebut posisi tersebut sampai terjadi intromisi
d) Perilaku Grooming
Grooming adalah kegiatan merawat dan mencari kutu yang merupakan perilaku sosial yang
umum dilakukan oleh kelompok primata.
Grooming dilakukan dengan menggunakan kedua tangannya untuk mengambil, menggosok,
menyisir, dan mencari kutu di semua rambutnya. Prosimian mempunyai cara grooming yang khas yaitu
dengan menggunakan giginya yang seperti sisir, sedangkan primata lainnya kebanyakan menggunakan
tangan. Ada dua macam cara grooming yaitu allogrooming yang dilakukan dengan hewan lainnya,
danautogrooming yang dilakukan sendiri.
e) Perilaku Bermain
Selama tahun pertama dan kedua, bayi dari beberapa monyet dunia lama sering membentuk
kelompok bermain. Seiring dengan peningkatan usia, bayi jantan mempunyai lebih banyak bagian
permainan dalam kelompok bermain ini daripada betina. Bayi betina cenderung menghabiskan waktu
mereka dengan ibu mereka, betina dewasa yang lain atau bayi baru yang lain.


C. Adaptabilitas
Adaptabilitas adalah kemampuan untuk melakukan adaptasi. Sedangkan adaptasi itu sendiri
adalah kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta mengatasi
tekanan lingkungan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Ada banyak bentuk adaptif tubuh
makhluk hidup supaya dapat bertahan hidup, bentuk adaptif ini dapat berupa struktur tubuh, warna tubuh, fungsi
alat tubuh dan lain-lain, yang semuanya bertujuan untuk membantu bertahan hidup. Walaupun ada banyak cara
makhluk hidup untuk beradaptasi tetapi secara garis besar adaptasi dibedakan menjadi 3 yaitu: adaptasi morfologi,
adaptasi fisiologi dan adaptasi tingkah laku.
1. Adaptasi morfologi
Adaftasi morfologi adalah penyesuaian diri bentuk tubuh atau alat-alat tubuh sehingga sesuai dengan
lingkungannya. Adaptasi morfologi ini mudah kita amati pada hewan ataupun pada tumbuhan. Beberapa macam
adaptasi morfologi pada hewan bentuk paruh dan kaki pada burung, dan pada mulut serangga.

Gambar 2.1 gambar adaptasi morfologi pada hewan
2. Adaptasi fisiologi
Adaptasi Fisiologi adalah cara penyesuaian diri fungsi alat-alat tubuh atau kerja alat-alat tubuh terhadap
lingkungannya. Adaptasi ini tidak mudah diamati seperti pada adaptasi morfologi, karena menyangkut
fungsi alat-alat tubuh dan proses kimia yang terjadi di dalam tubuh. Contoh adapatasi fisiologi ialah
dihasilkannya enzim selulase oleh hewan memamah biak.
3. Adaptasi tingkah laku
Adaptasi Tingkah Laku adalah cara penyesuaian diri makhluk hidup terhadap lingkungannya dalam bentuk tingkah
laku. Contoh adaptasi tingkah laku ialah ikan paus yang sesekali menyembul ke permukaan untuk mengambil udara,
dan bunglon merubah warna kulitnya menyerupai tempat yang dihinggapi.

Gambar 2.2 gambar adaptasi tingkah laku bunglon dan paus

Makhluk hidup melakukan adaptasi tidak lain untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Namun tidak hanya itu saja, adaptasi pada makhluk hidup juga memiliki tujuan diantaranya ialah:
1. Melindungi diri dari musuh
Contohnya:
landak memiliki kulit berduri dan kaku yang berfungsi untuk melindungi diri dari musuhnya, saat terancam
landak akan mengembangkan durinya.
Cicak dan kadal memutuskan ekornya, cicak dan kadal dapat memutuskan ujung ekornya untuk
mengelabuhi musuh.
Kalajengking, lebah dan kelabang mempunyai alat sengat. Sengat ini digunakan intuk melukai musuh saat
hewan tersebut diserang atau terancam bahaya.
Bunglon mengubah warna tubuhnya.bunglon mampu mengubah warna tubuhnya sesuai dengan warna
lingkungannya.
2. Memperoleh makanan
Contohnya:
Burung memiliki bentuk paruh yang berbeda-beda. Perbedaan paruh tersebut disesuaikan dengan
makananya. Paruh bebek seperti sudu/dayung untuk mempermudah mencari makanan di lumpur. Paruh
burung pipit pendek dan kuat untuk makanan berupa biji-bijian. Paruh burung elang besar dan runcing
untuk mengoyak makananya yang berupa daging. Paruh ayam berbentuk kecil, pendek, dan runcing
untuk mematuk biji-bijian maupun hewan kecil. Paruh burung colibri berbentuk kecil, panjang, dan
runcing untuk menghisap madu. Paruh burung pelikan besar dan berbentuk seperti kantung untuk
menangkap makanannya berupa ikan. Paruh burung pelatuk kuat dan runcing untuk memahat kayu
pohon dan menangkap mangsanya.
Burung memiliki bentuk kaki yang berbeda-beda. Perbedaan bentuk kaki sesuai dengan cara memperoleh
makananya. Kaki bebek mempunyai selaput renang diantara jari kakinya, kaki tersebut untuk berjalan di
lumpur atau membantu saat berenang. Kaki burung pipit mempunyai jari-jari yang panjang, terletak
dalam bidang datar, dan berfungsi untuk untuh hinggap pada ranting-ranting pohon. Kaki ayam panjang
dan tegak untuk berjalan di darat dan mengai makanan di tanah. Kaki burung elang pendek dan bercakar
tajam berfungsi untuk mencengkeram mangsanya. Kaki burung Kakaktua mempunyai dua buah jari yang
mengarah ke depan dan dua jari mengarah ke belakang berfungsi untuk memanjat. Bentuk kaki burung
pelatuk mempunyai dua jari mengarah ke depan dan dua jari mengarah ke belakang untuk memanjat.
Mulut penghisap, penusuk, pengigit, dan pengunyah. Mulut kupu-kupu mempunyai alat pengisap.
Kupu-kupu menggunakan mulut ini untuk mengisap sari madu (nektar) pada bunga. Nyamuk mempunyai
bentuk mulut penusuk dan pengisap. Mulut ini dapat mengisap makanan berupa darah manusia atau
hewan. Mulut nyamuk berbentuk tabung panjang dan tajam (runcing). Bentuk mulut seperti ini untuk
menusuk kulit manusia atau hewan. Jangkrik mempunyai bentuk mulut penggigit dan pengunyah. Mulut
ini mempunyai gigi-gigi kecil untuk mengunyah
makanan yang berupa daun. Lalat rumah
mempunyai alat penyerap pada mulutnya. Alat
penyerap ini mirip spons (gabus). Alat ini untuk
menyerap makanan terutama yang berupa
cairan.
D. Hibernasi
Hibernasi ataurahat adalah kondisi
ketakaktifan dan
penurunanmetabolisme pada hewanyang
ditandai dengan suhutubuh yang lebih rendah,
pernapasan yang lebih perlahan, serta kecepatan metabolisme yang lebih rendah. Hewan yang
melakukan hibernasi berusaha menghemat energi, terutama selama musim dingin sewaktu terjadi
kelangkaan makanan, membakar cadangan energi,lemak tubuh, dengan perlahan. Hibernasi dapat
terjadi selama beberapa hari atau minggu, tergantung dari spesies, suhu sekitar, dan waktu. Pada saat
hewan berhibernasi, ia tak akan tergangu oleh suara gaduh, ribut, atau hiruk pikuk apa pun. Ia benar-
benar mematikan semua indera pendengaran dan hampir tidak merespon lingkungan sekitar kecuali
yang berkaitan dengan suhu. Bahkan dalam hibernasi yang sesungguh, hewan tidak akan terganggu
ketika Anda mengangkat, memindah menyentuh dan merabanya. Walau untuk melukiskan fase hibernasi
sering digunakan kata tidur, kenyataannya hibernasi sangat berbeda dengan tidur yang umum dikenal.
Bukankah saat tidur (atau tertidur) hewan masih terlihat sesekali menggerakkan anggota tubuhnya,
otaknya juga masih aktif bekerja, dan bisa merespon lingkungan bahkan terbangun dengan cepat.
Namun saat berhibernasi, hewan sama sekali tak bergerak dan membutuhkan tahapan dan waktu yang
lama untuk bisa kembali bergerak secara normal. Hibernasi bagi hewan adalah suatu masa untuk benar-
benar mengistirahatkan seluruh organ tubuhnya. Ia tidak makan atau minum kecuali tidur sepulas-
pulasnya sampai berhari-hari berminggu, bahkan hitungan bulan. Karena itulah bagi hewan-hewan yang
akan berhibernasi, ia lebih dulu menggemukkan dirinya pada musim gugur.
Pada saat hibernasi cadangan lemak
akan menjamin tubuh mendapat pasokan makanan,
minuman dan nutrisi yang diperlukan. Maka sebelum
memasuki fase hibernasi pada musim dingin, hewan-
hewan itu terlihat sangat getol mencari makanan dan
berubah menjadi lebih rakus dari biasanya. Perilaku
rakus mendadak selama satu musim ini memang
harus dilakukannya. Sebab selama hibernasi ia tak
akan bergeming sedikitpun. Dan penimbunan lemak
adalah satu-satunya cara untuk menjamin pasokan
energi tubuh tetap tercukupi dalam waktu lama. Hal
ini menyebabkan hewan yang baru saja usai
berhibernasi akan tetap kuat , sama dengan saat ia
sebelum berhibernasi. Kebiasaan lain menjelang
berhibernasi, hewan-hewan itu terlihat giat menggali
lubang perlindungan, membangun sarang yang nyaman. Pokoknya tempat berhibernasi itu haruslah
benar-benar aman, sedikit hangat, dan terlindungi dari pemangsa dan musuhnya. Masing-masing
bunker dibuat sesuai dengan spesies masing-masing.
Dalam klasifikasi berdasarkan berbagai hasil penelitian zoologi, hewan (berdarah panas atau
dingin) yang benar-benar berhibernasi meliputi hampir semua jenis hewan. Namun pembedaan hewan
berdarah panas dan hewan berdarah dingin akan mempermudah identifikasi. Hibernator (hewan yang
berhibernasi) dari kelompok hewan berdarah panas adalah spesies badger, hedgehog, kelelawar, elang
Nightwaks, ras tupai-tupaian, anjing padang rumput, hamster dan beberapa spesies khusus beruang dan
swift. Sementara dari kelompok hewan berdarah dingin tercatat jenis lebah, cacing tanah, kodok dan
katak, kadsal-kadalan, kura-kura lumpur, keong, dan ular.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian diats maka dapat disimpulkan bahwa Tiap pola perilaku mempunyai fungsi
penyesuaian yang khusus dan tertentu yang umumnya dihubungkan dengan salah satu fungsi umum.
Pola perilaku atau aktivitas tersebut diantaranya ialah:
1. Aktivitas makan (feeding),
2. Aktivitas bergerak (locomotion),
3. Istirahat (immobile),
4. Grooming
5. Aktivitas main (playing),
Perilaku atau aktivitas pada burung dapat dibedakan menjadi menjadi empat yaitu aktivitas
makan, aktivitas vocal dan bersuara, aktivitas sosial, dan aktivitas pindah atau bergerak.
Primata memilki perilaku yang lengkap yang digunakan untuk berkomunikasi dengan yang
lain. Hal ini dikarenakan primata merupakan hewan sosial. Perilaku pada primate meliputi: perilaku
makan, perilaku istirahat, perilaku kawin, perilaku grooming dan bermain.
Anthropomorphisme yaitu anggapan bahwa hewan di gambarkan seolah-olah memiliki
keperluan, perasaan atau kemampuan seperti manusia. Kelakuan atau perilaku dalam arti yang luas
ialah tindakan yang tampak,yang di laksanakan oleh makhluk dalam usaha penyesuaian diri terhadap
keadaan lingkungan yang sedemikian rupa sehingga mendapat kepastian dalam kelangsungan hidupnya.
Perilaku ialah suatu cara penting yang di pergunakan oleh individu menjadi terpadu kedalam societas
dan komunitas yang terorganisir dan teratur.
Adaptabilitas merukan kemampuan makhluk hidup untuk melakukan sebuah adaptasi.
Adaptasi itu sendiri ialah kemampuan suatu makhluk hidup untuk dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya untuk tetap dapat bertahan hidup. Didalam adap tasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu
adaptasi morfologi, adaptasi fisiologi dan adaptasi tingkah laku.
Hibernasi merupakan kondisi ketidakaktifan dan penurunan metabolismepada hewan yang
ditandai dengan suhu tubuh yang lebih rendah, pernapasan yang lebih perlahan, serta kecepatan
metabolisme yang lebih rendah.


DAFTAR PUSTAKA

Annonimus. 2013. Adaptasi Makhluk Hidup, (online).http://www.artikelbagus.com/2013/02/adaptasi-makhluk-
hidup.html.

. 2013. Hibernasi Pada Hewan, (online). http://indobeta.com/hibernasi- pada-hewam.

Fachrul, Melati Ferianita. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Akasara.

Soejtipto. 1990. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Yogyakarta: Universitas Gadjah mada

You might also like