You are on page 1of 12

Menurut sosiolog, filsuf, dan kepala peneliti di National Centre for Scientific Research (CNRS), Edgar

Morin, tugas guru yang paling fundamental pada abad XXI justru menyiapkan anak agar siap
menghadapi realitas kehidupan yang kian kompleks dan serba tidak jelas. Dunia pendidikan saat ini,
khususnya guru, tidak mengajarkan bagaimana menjadi manusia yang utuh. Tidak juga diajarkan untuk
memahami hubungan antarindividu yang justru penting untuk menekan konflik dan perpecahan yang kian
sering terjadi. Materi ajar yang dipelajari di sekolah seakan terlepas dan tidak terkait dengan kehidupan
sehari-hari anak.
Pendidikan tidak membekali anak untuk mampu menghadapi masalah riil sehari-hari. Anak tidak
paham karena setiap bidang ilmu terpisah satu sama lain. Misalnya, soal otak manusia. Otak dipelajari di
Biologi, sementara alam pikiran manusia di Psikologi. Yang dipelajari, kan, bagian tubuh yang sama,
otak. Pemisahan seperti ini justru mendorong ketidakpedulian dan tidak kritis, kata Morin seusai sesi
diskusi.
Belajar tanpa guru
Guru yang tak kritis dan tak kreatif akan lebih memilih cara mudah mengajar di depan kelas,
menyampaikan informasi saja tanpa membuka kesempatan diskusi dengan murid. Murid hanya diminta
menghafalkan materi ajar lalu diujikan. Tidak ada proses mengolah informasi, menggali lebih dalam, dan
mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari.
Karena banyaknya guru yang seperti ini, terutama di sekolah formal, mulai muncul gerakan belajar
tanpa guru. Bahkan, dalam salah satu hasil voting di WISE 2013 disebutkan dunia pendidikan
sesungguhnya tak perlu guru, apalagi guru konservatif. Toh sekarang segala informasi mudah didapat
dari dunia maya berkat kemajuan teknologi informasi sehingga setiap orang bisa mengedukasi dirinya
sendiri. Siapa pun bisa menjadi guru asalkan memenuhi kriteria guru ideal.
Namun, menurut Presiden Teaching Profession International Observatory Universidad ORT Uruguay
Denise Vaillant, profesi guru tidak akan bisa dihilangkan atau digantikan dengan teknologi canggih
sekalipun. Persoalan utamanya hanyalah perlunya guru berkualitas dan profesional. Jangan hanya guru
yang disuruh berubah, tetapi harus diikuti perbaikan sistem pendidikannya, ujarnya dalam sesi debat
Can We Have Education Without Teachers?.
Bagi penerima penghargaan WISE Prize 2013 dari Kolombia, Vicky Colbert, guru yang berkualitas
tidak dilihat hanya dari gelar S-2 atau S-3 yang disandangnya, tetapi lebih pada kemampuannya menjadi
fasilitator. Proses pembelajaran yang berhasil bisa dilihat dari ruang kelas yang dinamis, hidup, dan
penuh ide kreatif dari murid. Sebagai fasilitator, guru harus keliling memantau perkembangan setiap
muridnya dan mengajak mereka terus berdiskusi tentang berbagai hal, ujarnya.
Keajaiban
Indonesia bisa saja mendapatkan guru dengan kualitas seperti itu jika alokasi anggaran untuk guru
difokuskan pada perekrutan dan pelatihan. Pakar pendidikan dan Direktur Jenderal Center for
International Mobility and Cooperation Finlandia, Pasi Sahlberg, menjelaskan, itulah yang selama ini
dilakukan Finlandia. Singapura dan Kanada juga melakukan hal serupa. Guru dianggap sebagai profesi
bergengsi. Karena perekrutan dan pelatihan yang dititikberatkan, jumlah alokasi anggaran pendidikan ke
setiap sekolah akan sama.
Tidak semua orang bisa jadi guru di Finlandia. Biasanya hanya ada satu dari 10 calon guru yang
akan lolos seleksi. Pendidikan minimal S-2 dan proses pelatihannya minimal lima tahun. Untuk menjadi
guru berkualitas butuh waktu minimal 7-8 tahun, kata Sahlberg.
Jika guru terbaik dari Finlandia diimpor ke Indonesia atau negara lain yang juga membutuhkan,
apakah akan bisa memperbaiki kualitas pendidikan yang ada? Sahlberg tegas menjawab, tidak! Guru
dari Finlandia tidak akan bisa membuat keajaiban jika tidak didukung sistem pendidikan yang benar.
Tidak akan ada perubahan yang signifikan jika kurikulum dan sistem pendidikannya tidak diubah. Guru itu
seperti pemain dalam tim sepak bola saja. Tetap butuh kepemimpinan yang baik, strategi yang tepat,
sikap baik, kerja sama tim, dan sistem permainan yang kuat.
Setiap anak harus dapat akses terhadap level pembelajaran yang sama. Dengan bekal
kepemimpinan yang baik, visi yang jelas, dan guru berkualitas, kondisi pendidikan bisa diperbaiki, kata
Sahlberg.
Sumber berita & foto: http://edukasi.kompas.com (dimuat juga di harian Kompas, Senin 25 November 2013,
halaman 14)



Syarat Kenaikan Pangkat Guru tahun 2013, Efeknya?

http://ilmuku.net_Syarat Kenaikan Pangkat Guru tahun 2013_Dunia pendidikan, sebagai bagian
penting dalam rangka mencerdaskan bangsa sangat penting. Tidak dapat dipungkiri lagi sampai
begitu pentingnya banyak diperbincangkan dan mengharap tambahan alokasi dana untuk kemajuan
dunia pendidikan. Majunya kemana? Itu pertanyaan yang menjadi PR besar bagi bangsa ini. Harapan
memiliki generasi muda yang kreatif ulet cerdas trampil serta beriman dan bertaqwa tentu impian
yang memang ingin dicapai. Semua itu dapat terlaksana jika seluruh lapisan mampu bekerjasama
dengan baik. Tenaga pendidik yang berkualitas serta anak didik yang siap menerima materi pelajaran,
didukung dengan sarana prasarana yang dibutuhkan tentunya modal penting untuk dapat
merealisasikan mimpi bangsa ini.

Berkaitan dengan tenaga pendidik tentunya peran penting guru lah yang menjadi peran utamanya.
Masih sering terdengar cerita bagaimana orang-orang jaman dulu tidak mau menjadi guru karena gaji
sedikit, atau karena kesejahteraannya tidak terjamin, dan lain lain. Tentunya kondisi tersebut sudah
berbeda dengan jaman ini, justru kesejahteraan guru semakin meningkat dan meningkat. Tapi efek
dari kenaikan gaji apakah sudah sesuai dengan hasil output dunia pendidikan untuk mencetak
generasi bangsa yang cerdas dan beriman? Kembali lagi itu menjadi PR besar bagi bangsa ini.
Baru-baru ini juga diramaikan dengan peraturan untuk kenaikan pangkat bagi guru, yang katanya
memang dipersulit. Bagi saya rakyat biasa berharap dengan meningkatnya kesejahteraan guru
berbanding lurus dengan meningkatnya kualitas pendidikan. Kalaulah tahun 2013 ini kenaikan
pangkat guru berpedoman pada Permen Menpan Nomor 16 Tahun 2009 tentang angka kredit jabatan
dan peraturan bersama Mendiknas dan Kepala Kepegawaian Negara Nomor 3/V/PB/2010 dan Nomor
14 Tahun 2010 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional guru dan angka kreditnya
diberlakukan maka aturan terdahulu tentang angka kredit tidak berlaku lagi. Aturan ini katanya mulai
berlaku 1 Januari 2013. Harus diingat bahwa tugas guru yang makin berat telah menyongsong di
depan. Tentunya dalam aturan baru, banyak kewajiban yang harus dipenuhi dan diantaranya ada
empat unsur utama yang mesti diperhatikan yaitu: pertama pendidikan, kedua pembelajaran, ketiga
pengembangan profesionalisme berkelanjutan dan keempat unsur penunjang.

Kalau kita mengacu pada aturan baru dalam kenaikan pangkat tersebut dapat disimpulkan bahwa
guru diwajibkan melakukan pengembangan profesi tergantung pangkat atau golongannya. Kegiatan
pengembangan profesi sebagaimana diatur dalam peraturan baru ini, tidak lain bertujuan untuk
meningkatkan dan memantapkan profesionalisme guru serta meningkatkan citra, harkat dan martabat
dan kebanggan kepada penyandang profesi guru.

Kutipan sebagai isi Juklak Syarat kenaikan Pangkat Jabatan Fungsional Guru yang baru adalah seperti
ini
III/a ke III/b wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan
kolektif guru) yang besarnya 3 angka kredit.
III/b ke III/c wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan
kolektif guru) yang besarnya 3 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah,
membuat alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 4 angka kredit.
III/c ke III/d wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan
kolektif guru) yang besarnya 3 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah,
membuat alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 6 angka kredit.
III/d ke IV/a wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan
kolektif guru) yang besarnya 4 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah,
membuat alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 8 angka kredit.
IV/a ke IV/b wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif
guru) yang besarnya 4 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat
alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 12 angka kredit.
IV/b ke IV/c wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif
guru) yang besarnya 4 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat
alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 12 angka kredit (dan harus presentasi di
depan tim penilai).
IV/c ke IV/d wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif
guru) yang besarnya 5 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah dengan 14
angka kredit.
IV/d ke IV/e wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif
guru) yang besarnya 5 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat
alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 20 angka kredit.
Dengan syarat yang begitu ketat, sering dirumorkan tentunya guru akan sibuk mengurus kenaikan
pangkat atau jabatan dan tetunya porsi tatap muka dengan siswa akan tidak optimal. Selain itu ada
juga pendapat lebih baik dana yang begitu besar dialokasikan untuk pembangunan sekolah di daerah-
daerah. Tapi terlepas dari semua rumor atau pendapat itu yang jelas semua dilakukan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan bangsa ini. Apakah sudah tercapai? Atau sedang berjalan? Atau ada
hambatan? Tentunya semua bisa dievaluasi, dukungan dan doa dari seluruh lapisan sangat
dibutuhkan untuk mencapai target dunia pendidikan di Negara kita ini.

Semoga info dari http://ilmuku.net bermanfaat, tidak bermaksud apapun kecuali demi kemajuan
bangsa ini saja, salam.



GURU GOL.IV/A BISA NAIK PANGKAT KE GOL.IV/B
MENGGUNAKAN CAR
11.50 Diposkan oleh SMPN 1 Sekotong

Oleh : Supardi, S.Pd, M.Pd

Guru Utama Muda Gol.IV/C pada SMPN 101 Jakarta


Sedikitnya 344 ribu dari 2,7 juta guru di Indonesia berada pada golongan IV/A. Namun, dari jumlah tersebut baru
sekitar 2.200 guru yang bisa naik ke golongan IV/B ke atas. Sisanya, menumpuk di golongan IV/A karena mandeg
akibat belum mau dan mampu membuat karya tulis ilmiah.
Untuk menembus golongan kepangkatan IV/B, guru golongan IV/A harus mengumpulkan angka kredit dari unsur
pengembangan profesi yang besarnya ≥ 12. Angka tersebut diperoleh dari penulisan karya tulis ilmiah berupa
penelitian, karangan ilmiah, tulisan ilmiah populer, buku, diktat, dan terjemahan. Penulis berpendapat untuk
mengumpulkan nilai 12 bagi guru tidaklah sulit ababila dibarengi dengan kesungguhan, ketelatenan dan perjuangan
yang gigih. Hal ini terbukti penulis dan beberapa rekan guru bisa melenggang ke golongan IV/c, bahkan Drs.Hamka,
M.Pd yang nota bene guru SD yang mendapat tugas tambahan telah mencapai golongan yang lebih tinggi yaitu
golongan IV/d bahkan sudah dalam proses pengusulan ke golongan IV/e.
Selama ini sudah banyak guru golongan IV/A yang melaporkan karya tulis ilmiahnya ke Biro Kepegawaian Depdiknas
(tim penilai). Namun, karena dinilai belum memenuhi syarat, sehingga usulan angka kredit tersebut ditolak.
Penolakan tersebut kemungkinan bukan semata-mata karena minimnya kemampuan guru dalam membuat karya
tulis tetapi bisa disebabkan ketidaktauhan guru tentang aturan/kriteria pembuatan karya tulis yang kurang
dipublikasikan.
Persepsi ini telah menyebar luas di kalangan guru. Akibatnya, banyak guru yang memilih apatis untuk mengurus
kenaikan pangkatnya. Mereka menganggap, penolakan kenaikan pangkat tersebut terjadi karena kesengajaan,
terkait pembatasan jatah jumlah golongan IV/B ke atas. Bahkan, ada juga yang menilai adanya unsur kerja sama
antara pejabat penilai dan guru yang lolos menembus golongan IV/B. Padahal yang terjadi tidak demikian, karya guru
memang belum memenuhi kriteria kegiatan pengembangan profesi yang disusun Biro Kepegawaian Depdiknas.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas penulis ingin memberikan solusi bagi guru golongan IV/A supaya dapat
menembus golongan IV/B dengan menggunakan CAR. CAR ( Classroom Actions Researt ) yang biasa disebut PTK
(penelitian tindakan kelas) merupakan salah satu kendaraan yang dapat mengantar guru golongan IV/A menuju
golongan IV/B.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut juga dengan Classroom Action Research (CAR) adalah penelitian
tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas. Fokus PTK adalah pada
siswa atau pada proses belajar mengajar yang terjadi di kelas.
Supaya karya tulis ilmiah yang berupa penelitian tindakan kelas (PTK) mendapat nilai setidaknya mengikuti kerangka
sebagai berikut:
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Perumusan Masalah
C. Tindakkan Yang Dipilih
D. Tujuan
E. Manfaat Peneltian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
B. Kajian Hasil Penelitian

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS
A. Objek Tindakan
B. Setting Penelitian
∙ Jenis Tindakan
∙ Tempat Penelitian
∙ Kelas Yang di jadikan obeyek
C. Metode Pengumpulan data
D. Metode Analisa Data
E. Cara Pengambilan Kesimpulan

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
A. Pgambaran selintas tentang settinh
B. Uraian penelitian secara umum
C. Penjelasan per-siklus
D. Proses menganalisa data
E. Pembahasan dan pengambilan kesimpulan

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
B. Saran-saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Dengan mengikuti alur seperti yang diuatara di atas kemungkinan besar usulan PTK bapak/ibi guru akan diterima
dan sekaligus mendapatkan nilai dari unsur pengembangan profesi sehingga bisa naik pangkat dari gol.IV/a ke IV/b.



GURU TANPA TANDA JASA

by Pebriani Rizki Ali


Ada pepatah mengatakan, pendidikan adalah salah satu tonggak utama perubahan selain
revolusi. Hal tersebut didasarkan pada paradigma bahwa melalui pendidikan kita merekonstruksi
para pamuda calon penerus bangsa. Melalui pendidikan kita dapat melihat arah dan output dari
generasi bangsa dalam memajukan negara ini. Subjek utama dari proses pendidikan adalah guru,
jika tidak ada guru maka pendidikan tidak akan berjalan. Segala sesuatu yang berkaitan dengan
pendidikan pasti akan selalu dikaitkan dengan guru. Guru digugu dan ditiru, peribahasa ini
menjadi suatu gambaran yang menyeluruh bahwa guru merupakan model yang efektif dalam
proses pembentukan karakter generasi bangsa. Melalui guru kita dapat melihat output dari
generasi mudanya, ke arah mana berjalannya negeri ini bergantung dari guru, oleh sebab itu guru
memiliki tanggung jawab yang berat dalam hal kemajuan suatu bangsa. Sehingga penghargaan
bagi guru tidak hanya diaplikasikan dalam satu hari perayaan hari guru, tetapi perlu dihayati
dalam diri bahwa kita tidak akan menjadi manusia sejati jika tidak ada guru.
Berbagai skandal yang timbul baru-baru ini, memperlihatkan bahwa adanya penurunan
esensi dari kinerja dan keprofesionalan guru. Hal ini dapat terlihat dari beberapa kasus yang
membawa nama baik guru, contoh kasus guru yang melakukan tindak kekerasan kepada
muridnya, guru yang terlibat kasus pelecehan seksual dan lain sebagainya. Tentu, hal ini menjadi
PR penting bagi calon-calon guru terutama guru IPS dalam membentuk image guru yang baik.
Apa yang dipikirkan masyarakat mengenai guru semakin menggeser, sehingga rasa terima kasih
terhadap guru semakin pudar karena masalah-masalah tersebut. Peribahasa guru digugu dan
ditiru menjadi menggeser kepada makna negatif, guru dianggap menjadi contoh yang buruk
terhadap maraknya kasus assusila dan penyimpangan remaja saat ini. Padahal untuk menjadi
guru yang profesional tidak hanya modal suara dan modal uang saja. Akan tetapi diperlukan
jiwa-jiwa yang kuat dan besar hati dalam membentuk pemahaman dan pemikiran siswa-siswanya
agar menjadi manusia yang berguna.
Apakah di era 21 ini masih ada guru yang mendedikasikan dirinya hanya untuk
pendidikan?, bukan karena ingin dipuji dan hanya sekedar sampingan pekerjaan yang dapat
memberikan keuntungan besar?. Hal ini selalu menjadi pertanyaan besar bagi saya. Baru-baru ini
saya mendapatkan tugas PTK ke SMP, saya mulai berpikir dan menimbang sekolah mana yang
cocok untuk dijadikan bahan penelitian. Kemudian saya ingat dengan salah satu sekolah yang
dekat demgam rumah kosan, sekolah itu sudah didirikan sejak tahun 80an tepatnya didirikan oleh
salah satu dosen dari Universitas pendidikan di Bandung. Sekolahnya kurang terawat, terutama
fasililitas kelas yang minim. Hal tersebut menjadi sebuah tanda tanya besar bagi saya, dimana
masih ada sekolah yang kekurangan fasilitas pendidikan padahal letaknya berada di daerah kota
Bandung. Namun, yang membuat hati saya merasa sedih adalah salah satu guru yang mengajar di
sekolah tersebut memiliki keterbatasan fisik, katakanlah memiliki masalah dalam penglihatan.
Saya mulai berpikir bagaimana beliau bisa maksimal dalam mengajar di kelas apabila memiliki
kekurangan seperti itu. Apalagi tugas guru tidak semudah membalikan telapak tangan,
katakanlah perlu membuat perencanaan pembelajaran selama setahun dan semester,
mempersiapkan RPP, mempertimbangkan metode dan media pembelajaran dan hal lainnya
berkaitan dengan proses pembelajaran di kelas.



Namun, yang menjadi sorotan utama saya, guru tersebut memiliki jiwa yang kuat dan
keuletan dalam mendidik siswanya. Apalagi, menurut keterangan dari beberapa orang sekolah
tersebut merupakan kelas kedua bagi siswa-siwa yang tidak diterima di sekolah negeri dan
sekolah favorit. Sehingga siswa-siswanya memiliki karakter yang khusus dan perlu penangan
secara pribadi. Saya merasa guru tersebut tidak pernah mengatakan bosan dalam mengajar, setiap
hari beliau datang ke kelas untuk mengajar walaupun setiap anak dalam kelas tersebut tidak
banyak yang memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru ini. Metode yang digunakan pun
hanya ceramah saja, karena mungkin keterbatasan fisik yang menghambatnya.



Problematika Pencairan Tunjangan Sertifikasi Guru 2013
Advertisement
Permasalahan Pencairan Tunjangan bagi guru yang bersertifikasi tampaknya sudah merupakan tugas
kita semua untuk menyelesaikannya. Kurang lancarnya Pencairan Tunjangan Sertifikasi Guru 2013 di
berbagai daerah merupakan pekerjaan rumah bagi Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang dipimpin oleh Prof. Dr. Ir. H. Mohammad Nuh, DEA.

Team sertifikasi-guru.com mencoba merekap berbagai problematika terkait dana guru tersebut, tentunya
dengan sumber-sumber yang kami anggap kredibel termasuk kebijakan-kebijakan yang disampaikan
Kemdikbud.



Terkait permasalahan tunjangan profesi guru (TPG), Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) pernah
menyampaikan hasil kajian yang menunjukkan pola dan modus yang sama dalam pendistribusian TPP.
Menurut Fsgi bahwa permasalahan TPP diantaranya :

Masalah pertama yang dikeluhkan oleh guru adalah dana TPP ini kerap terlambat turun. Semestinya,
para guru ini menerima tunjangan ini rutin tiap tiga bulan sekali. Namun pada kenyataannya, banyak guru
yang tak kunjung mendapat tunjangan sejak masuk triwulan kedua yang artinya selama enam bulan guru
tersebut tak menerima haknya.

Masalah kedua adalah pembayaran TPP yang tidak sesuai jumlahnya. Sesuai dengan jadwal yang
ditentukan, para guru berhak atas TPP selama sembilan bulan kerja. Namun pada praktiknya, sebagian
besar guru baru menerima TPP untuk lima sampai dengan tujuh bulan saja.

Selanjutnya, masalah ketiga adalah pungutan liar yang ditujukan pada para guru yang belum
mendapatkan TPP. Untuk kasus pungutan liar ini, umumnya menimpa para guru yang berada dalam
naungan Kementerian Agama. Jumlah pungutannya sendiri bervariasi yaitu antara Rp 150.000 sampai
dengan Rp 300.000 per penerimaan.

Masalah keempat adalah adanya intimidasi dari birokrasi pendidikan terhadap para guru yang
menanyakan keterlambatan pembayaran TPP. Hal ini terjadi di Payakumbuh Sumatera Barat. Lantaran
hal ini, guru-guru tersebut dipanggil oleh Kepala Dinas Pendidikan.

Masalah terakhir yang masih menghantui penyaluran TPP ini adalah tidak ada kejelasan jumlah yang
semestinya diterima oleh para guru didasarkan pada gaji pokok masing-masing guru. Ia memberi contoh
pada seorang guru dengan gaji pokok Rp 3.000.000, tidak ada jumlah pasti tunjangan yang diterimanya.

Hal-hal tersebut marupakan rekap permasalahan versi Fsgi yang disampaikan Sekretaris Jenderalnya.

Terkait permasalahan keterlambatan dana sertifikasi, Direktur Pembinaan Pendidikan Tenaga
Kependidikan Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Sumarna
Surapranata mengakui bahwa tunjangan profesi guru (TPG) kerap terlambat sampai pada guru
penerima. Penyebab utamanya, ungkap Sumarna, dana itu urung dikirim karena banyak guru yang
terganjal syarat penerimaan saat verifikasi data dilakukan.

"Ada guru yang tidak dibayar karena enggak memenuhi waktu minimal mengajar 24 jam. Kalau tetap
dibayar, nanti kena sanksi," kata Pranata, Jumat (17/8/2012), di gedung Kemdikbud, Jakarta.

Dia menambahkan, penyebab lainnya adalah dana yang tersedia di kas umum daerah tidak mencukupi.
Kekurangan dana itu terjadi karena banyak guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS) yang naik golongan
sehingga berpengaruh pada perubahan gaji pokok guru tersebut. Pasalnya, nominal TPG untuk guru
PNS adalah satu kali gaji pokok.

Keterlambatan pembayaran TPG terjadi merata hampir di seluruh daerah. Banyak guru yang mengeluh
karena di masa memasuki triwulan ketiga, TPG triwulan pertama dan kedua belum juga diterima.

Permasalahan lain yang ramai diperbincangkan adalah endapan dana transfer daerah. Pada bulan Maret
2013, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus menelusuri duduk perkara endapan dana transfer
daerah untuk tunjangan profesi guru yang mencapai Rp 10 triliun. Melalui tim bersama yang dibentuk
dengan dua kementerian lain, yaitu Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan, diharapkan
dapat segera diurai simpul masalahnya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan bahwa pihaknya langsung
menugaskan Inspektorat Jenderal Kemdikbud untuk meneliti permasalahan yang mengakibatkan dana
transfer daerah tersebut mengendap sehingga penyaluran tunjangan pada guru menjadi terhambat.

Penelusuran ini, menurut Menteri, memang bertujuan untuk mencari duduk perkara, tapi bukan berarti
mencari siapa yang salah. Namun, sumber kesalahan ini perlu diketahui. Hal ini dilakukan untuk
menentukan solusi yang diambil agar tunjangan profesi ini dapat tersalurkan dengan lancar. Menteri juga
menyampaikan bahwa untuk tahun ini, pencairan triwulan pertama harapannya April. Jadi sama seperti
model BOS, jelas Nuh.

Salah satu alasan dari Pemda tentang mengendapnya dana disampaikan Kepala Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat, Alexius Akim membantah bahwa tunjangan profesi guru sengaja
diendapkan di rekening dana transfer daerah. Menurut Alexius, tak ada niat dari pemerintah daerah untuk
menimbun dana transfer tersebut.

"Saya kira perlu diluruskan masalah mengendap ini. Kenapa dana transfer daerah tersebut tidak
disalurkan pada guru sehingga banyak yang tak genap 12 bulan," kata Alexius seusai Sosialisasi
Kurikulum 2013 di Hotel Mahkota, Pontianak, Minggu (10/3/2013).

Pemerintah juga akan membentuk tim bersama untuk menindaklanjuti aduan keterlambatan tunjangan
guru tahun ini. Pembentukan tim ini untuk mencari solusi agar dana-dana seperti ini nantinya tidak
terhambat lagi penyalurannya dan jelas akuntabilitasnya.

Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Haryono Umar, mengatakan bahwa
pembentukan tim ini telah dibahas bersama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian
Dalam Negeri dan Kementerian Agama. Nantinya dari masing-masing instansi tersebut akan
mengirimkan dua orang untuk bergabung dalam tim.

Menurutnya endapan dana transfer daerah tersebut, terbilang sangat besar yaitu sebanyak Rp 10 triliun.
Hal ini diketahui saat ada penelusuran pada 1 Juli 2012, anggaran dana transfer daerah yang ditransfer
sebanyak Rp 40 triliun untuk tunjangan profesi guru. Namun yang tersalurkan baru sebanyak Rp 30 triliun
dan sisanya dibiarkan mengendap di rekening daerah.

Ia menjelaskan bahwa pihaknya sebenarnya telah melakukan audit investigasi terhadap tunjangan guru
dan dana alokasi khusus (DAK) di 10 provinsi. Dari audit tersebut, pihaknya menemukan anggaran yang
dipotong, diendapkan, dan DAK yang bermasalah. Beliau mengklaim bahwa pihaknya telah monitoring
dan evaluasi sudah dilakukan untuk sampel khusus. Dari hasil evaluasi tersebut diperoleh dana yang
sudah ditransfer oleh Kementerian Keuangan baru 30 persen yang disalurkan kepada guru.

Haryono Umar, berharap bahwa masalah ini harus segera diselesaikan. Apalagi, dananya mencapai Rp
10 triliun dan berpengaruh pada pengembangan pendidikan dan kesejahteraan rakyat.

Namun selain permasalahan tersebut, kita juga patut bersyukur bahwa untuk beberapa daerah proses
pencairan tunjangan guru berjalan lancar. Pada bulan Mei 2013 ini kami melihat banyak daerah yang
sudah mulai menyalurkan dana sertifikasi tersebut. Misalnya di Bantul Yogyakarta, Pemerintah setempat
sudah mengeluarkan surat edaran yang mengatakan bahwa pencairan dana sertifikasi guru dilakukan 30
April. Beberapa guru mengaku deg-degan dan tengah menunggu tunjangan sertifikasi masuk ke
rekening mereka. Salah satu guru SMP negeri yang enggan disebut namanya juga mengaku hingga
siang tunjangan sertifikasi belum masuk ke rekeningnya. Meski begitu, dia mengaku tidak risau dan tetap
optimistis dana sertifikasi ini akan cair segera.

Ditanya mengenai besaran dana yang diterima, dia menjelaskan tiap bulan menerima gaji pokok rata-rata
Rp 2,5 juta. Sehingga tunjangan sertifikasi yang akan cair pada triwulan pertama sekitar Rp7,5 juta.
Salah satu guru lain juga menambahkan, dia sempat menanyakan perihal dana sertifikasi ke Bank BPD
tapi dijawab kemungkinan pencairan mundur antara tanggal 1-5 Mei mendatang Ketua Komisi D DPRD
Bantul Sarinto berharap dana sertifikasi tahun ini tidak mengalami masalah seperti tahun lalu.

Dari Bandung Jawa Barat, dikabarkan Tunjangan Guru, sudah mulai dicairkan. Kepala Dinas Pendidikan
Kota Bandung Oji Mahroji menampik pihaknya lalai dalam memperhatikan kesejahteraan guru terutama
terkait pencairan tunjangan profesi guru. Menurut Oji, tunjangan tersebut sudah mulai dicairkan.
Menurutnya prosedur pendairan tidak melalui Dinas Pendidikan, tapi ke guru yanag bersangkutan melalui
rekening masing-masing.

Oji mengakui ada sebagian guru yang tidak menerima. Hal itu karena mereka belum memiliki Data Pokok
Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Dapodik) dan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(NUPTK).

Demikian informasi Pencairan Tunjangan Sertifikasi Guru sebagai bahan renungan kita semua. Semoga
bermanfaat, Amin Ya Allah Ya Rabbal Alamin!


Copyright 2013 sertifikasi-guru.com all rights reserved

You might also like