Professional Documents
Culture Documents
Bagikan
09 April 2009 jam 23:39
Semula pendidikan hanya berlangsung sederhana, yakni dilakukan
oleh orang tua masing-masing di dalam kehidupan keluarga. Tetapi
dalam perkembangan selanjutnya, ketika masyarakat semakin maju
seperti sekarang ini, pendidikan diurus oleh lembaga dan bahkan juga
pemerintah. Pendidikan kemudian ada yang bersifat formal, selain
yang masih bersifat informal dan non formal. Pendidikan yang diurus
oleh pemerintah dengan berbagai aturannya itu, maka diperuntukkan
bagi seluruh warga Negara, yang kemudian disebut pendidikan formal
itu.
Bagi mereka yang belum lulus mereka diberi pelatihan beberapa hari
oleh perguruan tinggi yang ditunjuk. Setelah mengikuti latihan, tentu
dinyatakan lulus dan kemudian secara formal pula akan mendapatkan
tunjangan sebagaimana guru-guru lainnya yang telah dinyatakan lulus
melalui porthofolio. Guru setelah melewati proses seperti ini, sebagai
syarat menjadi guru professional maka kesejahteraannya pun
meningkat. Mungkin ada orang usil lalu bertanya, mengapa sebatas
mensejahterakan guru yang sudah sekian lama bergaji rendah itu
harus melewati proses panjang dengan biaya dan energi yang tidak
sedikit. Maka jawaban standarnya adalah, bahwa lembaga pendidikan
formal harus mengikuti ketentuan formal. Inilah pendidikan formal,
yang sekalipun berliku-liku dan lewat proses panjang dan biaya mahal,
maka harus ditempuh agar keformalan menjadi syah.
Sebagai bagian dari proses perkuliahan para guru peserta program ini
diberi kesempatan beberapa kali saja pada setiap semester
bersilaturrahmi ke kampus penyelenggara dual mode. Demikian juga
mereka diberikan tutor yang terdiri atas para dosen perguruan tinggi
yang bersangkutan, termasuk bimbingan penulisan makalah atau
skripsi, jika dipersyaratkan harus menulis skripsi. Jika para guru telah
mengikuti proses sebagaimana diprogramkan oleh perguruan tinggi
penyelenggara, maka mereka dinyatakan lulus sarjana S1 dan
kemudian bisa disertifikasi.
Jika di sana sini ada sementara orang yang tidak puas, maka
semestinya mereka sadar, bahwa inilah resiko pendidikan yang
berorientasi pada ukuran-ukuran formal. Memang bagi siapapun yang
bertanggung jawab terhadap kualitas kehidupan bangsa ke depan,
tidak semestinya hanya mengejar terpenuhinya syarat-syarat
formalitas seperti ini. Kita memang menjadi prihatin dengan
pendidikan kita. Mudah-mudahan Allah menurunkan hidayah, sehingga
ke depan langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh pihak-pihak
yang berwenang, tidak terlalu sembrono sehingga menyesakkan dada,
agar bangsa ini tetap selamat dan bermartabat. Memang ini semua
adalah sebagai resiko dari pendidikan yang terlalu diformalkan
itu.Allahu a’lam.