SMF Ilmu Kesehatan Jiwa RSD dr.Soebandi Fakultas Kedokteran Universitas Jember 2013
Gangguan Obsesif-kompulsif Gangguan Obsesif-Kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder/OCD) adalah gangguan kecemasan yang ditandai oleh pikiran-pikiran obsesif yang persisten dan disertai tindakan kompulsif.
Gangguan Obsesif-kompulsif membutuhkan adanya obsesi atau kompulsi yang merupakan sumber gangguan atau kerusakan yang signifikan dan bukan karena gangguan mental lainnya Gangguan Obsesif-kompulsif
Gangguan Obsesif-Kompulsif diklasifikasikan dalam Diagnostik and Statistic Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM IV TR) sebagai gangguan kecemasan EPIDEMIOLOGI Untuk orang dewasa, laki-laki dan wanita prevalensinya sama; untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif- kompulsif dibandingkan perempuan Usia rata-rata terjadinya onset berkisar antara usia 22-36 tahun. Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67 % dan untuk fobia sosial adalah kira-kira 25% Obsesi Definisi: - Ide atau bayangan mental yang mendesak ke dalam pikiran secara berulang.
- Hal yang mengganggu, berulang, ide-ide yang tidak diinginkan pikiran, atau impuls yang sulit untuk diberhentikan meskipun mengganggu alam sadar mereka.
Pikiran atau bayangan obsesif dapat berupa kekhawatiran yang biasa hingga fantasi yang aneh dan menakutkan.
Kompulsi Definisi: - Dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan susuatu. - Perilaku yang dilakukan berulang, baik yang dapat diamati ataupun secara mental yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan yang ditimbulkan oleh obsesi.
Obsesi Kompulsi Perhatian terhadap kebersihan (kotoran, kuman, kontaminasi) Ritual mandi, mencuci dan membersihkan yang berlebihan Perhatian pada ketepatan Ritual mengatur posisi yang berlebihan Perhatian pada peralatan rumah tangga (piring, sendok) Memeriksa berulang-ulang Perhatian terhadp sekresi tubuh (ludah, feses, urin) Ritual menghindari kontak dengan sekret tubuh, menghindari sentuhan Obsesi religius Ritual keagamaan yang berlebihan (berdoa sepanjang hari) Obsesi seksual (nafsu seksual atau tindakan seksual yang agresif) Ritual berhubungan seksual yang kaku Obsesi kesehatan (sesuatu yang buruk bisa terjadi dan menimbulkan kematian) Ritual berulang pemeriksaan tanda vital berulang, diet yang terbatas, mencari informasi tentang kesehatan dan kematian Obsesi ketakutan (menyakiti diri sendiri atau orang lain) Pemeriksaan pintu, kompor, gembok, secara berulang Pemikiran mengganggu tentang suara, kata-kata atau musik Menghitung, berbicara, menulis, yang berlebihan ETIOLOGI 1. Aspek Biologis > Neurotransmitter A. Sistem Serotoninergik Terdapat hipotesis mengenai disregulasi serotonin dalam kaitannya terhadap gejala obsesif-kompulsif. Banyak data yang menunjukkan obat serotonergik lebih efektif dibandingkan obat lain yang juga mempengaruhi neurorotransmitter. Kesimpulan pasti keterlibatan serotonin dalam terjadinya Obsesif-kompulsif masih belum pasti.
ETIOLOGI 1. Aspek Biologis > Neurotransmitter B. Sistem Noradrenergik Bukti pasti mengenai disfungsi fungsi noradrenergik dalam terjadinya Obsesif- kompulsif masih kurang. Terdapat laporan mengenai penggunaan Clonidine oral yang bisa menurunkan gejala.
ETIOLOGI 1. Aspek Biologis > Neurotransmitter C. Sistem Neuroimunologi Terdapat hipotesis antara infeksi Streptococcus B hemoliticus penyebab demam rematik dengan gejala Obsesif-kompulsif. Terdapat beberapa laporan yang menyebutkan bahwa 10-30% pasien dengan demam reumatik mengalami Sydenhamms chorea dan Gangguan Obsesif-kompulsif
D. Genetik ETIOLOGI 2. Psikologis - Gangguan Obsesif-kompulsif menyetarakan pikiran dengan tindakan atau aktivitas tertentu yang dipresentasikan oleh pikiran, disebut fusi pikiran dan tindakan (though action fusion) - Penyebab: rasa tangggung jawab berlebihan, rasa bersalah berlebihan, dan adanya niat jahat. ETIOLOGI 3. Faktor Psikososial Regresi fase anal dalam masa perkembangan Mekanisme pertahanan psikologis mungkin memegang peranan pada beberapa manifestasi gangguan obsesif kompulsif. Represi perasaan marah terhadap seseorang mungkin menjadi alasan timbulnya pikiran berulang untuk menyakiti orang tersebut. DIAGNOSIS Diagnosis obsesif-kompulsif didasarkan atas gejala klinisnya
Pasien dengan Gangguan Obsesif-kompulsif biasanya menunjukkan wawasan dan menyadari bahwa perilaku mereka tidak normal atau tidak logis. DIAGNOSIS Diagnosis pasti>>berdasarkan PPDGJ III : gejala harus ada hampir setiap hari selama 2 minggu berturut-turut.
Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas penderita.
DIAGNOSIS Gejala gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut: a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri. b. Setidaknya satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita. DIAGNOSIS c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud diatas.
d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan. DIAGNOSIS Menurut DSM IV, gejala gejala kompulsi harus memenuhi kriteria: Individu melakukan perilaku berulang (mencuci tangan, pemesanan, memeriksa) atau tindakan mental (berdoa, menghitung, mengulang kata diam-diam) dalam menanggapi obsesi dan bukan dikarenakan efek fisiologis suatu zat atau kondisi medis umum. Perilaku/tindakan mental digunakan untuk mencegah atau mengurangi gangguan atau mencegah peristiwa yang dicemaskan Pasien mengetahui bahwa obsesi maupun kompulsi itu berlebihan atau tidak masuk akal (tidak berlaku untuk anak- anak) DIAGNOSIS obsesi ataupun kompulsi menimbulkan penderitaan yang memakan waktu (>1jam/hari) atau secara signifikan mengganggu rutinitas normal Jika Axis I lainnya muncul isi dari obsesi atau kompulsi tidak terbatas pada itu saja Gangguan ini tidak terjadi karena pengaruh langsung zat psikotik atau kondisi medis tertentu Spesifikasi tambahan dengan tilikan rendah dibuat bagi seseorang dengan gangguan obsesif kompulsif jika dalam suatu periode panjang orang tersebut tidak mengenali bahwa gejala tersebut berlebihan atau tidak masuk akal. DIAGNOSIS Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif dengan gejala depresi. Penderita obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala depresi, dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama periode depresifnya. Diagnosis gangguan obsesif-kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada ganggaun depresi pada saat gejala obsesif-kompulsif timbul Bila dari keduanya tidak ada gejala yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer.
DIAGNOSIS Klasifikasi Diagnosis Menurut PPDGJ III: F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan F42.1 Predominan Tindakan Kompulsi F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif Yang Tidak Tergolongkan
42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan Pedoman Diagnostik: - Keadaan ini dapat berupa : gagasan, bayangan pikiran atau impuls (dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien).
- Meskipun isi pikiran tersebut berbeda beda, umumnya hampir selalu menyebabkan penderitaan (distress). F42.1 Predominan Tindakan Kompulsi Pedoman Diagnostik: - Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan : kebersihan (khususnya mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu situasi yang dianggap berpotensi bahaya tidak terjadi atau masalah kerapihan dan keteraturan.
- Hal tersebut dilatar belakangi perasaan takut terhadap bahaya yang mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya dan tindakan ritual tersebut merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari bahaya tersebut.
- Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita waktu sampai beberapa jam dalam sehari dan kadang kadang berkaitan dengan ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan. F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif Pedoman Diagnostik: - Kebanyakan dari penderita penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bilamana kedua hal tersebut sama sama menonjol, yang umumnya memang demikian.
- Apabila salah satu memang jelas lebih dominan, sebaiknya dinyatakan dalam diagnosis F42.0 atau F42.1. Hal ini berkaitan dengan respon yang berbeda terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih responsif terhadap terapi perilaku. PENATALAKSANAAN
Beberapa terapi untuk penatalaksanaan gangguan obsesif kompulsif antara lain: 1. Terapi farmakologi (farmakoterapi) 2. Psikoterapi suportif > Terapi tingkah laku (psikoterapi)
Kombinasi kedua bentuk terapi tersebut memberikan hasil yang lebih efektif daripada terapi tunggal FARMAKOTERAPI Kelompok obat obatan yang terbukti efektif untuk terapi pada pasien gangguan obsesif kompulsif adalah 1. SSRI (fuoxetine, fluvoxamine, paroxetine, setraline) 2. TCA > Clomipramine (Analafril) 3. MAOIs (phenelzine,tranylcipromine, isocarboxazid) - Pemberian MAOIs harus diikuti pantangan makan berkeju, anggur merah, pil KB, analgesik, obat alergi dan suplemen. - Kontraindikasi MAOIs: tekanan darah tinggi. - MAOIs jarang digunakan
PSIKOTERAPI SUPORTIF Tujuan: 1. Menguatkan daya tahan mental yang ada 2. Mengembangkan mekanisme baru dan lebih baik untuk mempertahankan kontrol diri 3. Mengembalikan keseimbangan adaptif.
Cara: 1. Persuasi 2. Bimbingan dan penyuluhan 3. Terapi kerja 4. Hipno-terapi 5. Psikoterapi kelompok 6. Terapi perilaku
Terapi Tingkah Laku (PSIKOTERAPI) >> Baku emas terapi tingkah laku untuk gangguan obsesif kompulsif meliputi paparan dan pencegahan ritual (aktivitas).
Cara: pasien dipaparkan dengan stimuli yang memprovokasi obsesinya, misalnya dengan menyentuh objek yang terkontaminasi. pasien ditahan untuk tidak kompulsi misalnya menunda mencuci tangan.
Terapi tingkah laku ini dimulai dengan pasien membuat daftar tentang obsesinya kemudian diatur sesuai hierarki mulai dari yang kurang membuat cemas sampai yang paling membuat cemas. Dengan melakukan paparan berulang terhadap stimulus diharapkan akan menghasilkan kecemasan yang minimal karena adanya habituasi.
PROGNOSIS
1. 20 30% pasien menunjukkan perubahan gejala yang signifikan. 2. 40 50% menunjukkan perubahan sedang, 3. Sekitar 20 40% tetap terganggu bahkan bertambah parah.
PROGNOSIS Kondisi yang dapat memperburuk prognosis gangguan obsesif kompulsif : - pasien tidak mampu menahan dorongan kompulsi - onset pada masa kecil - kompulsi yang aneh atau kacau - pasien rawat inap disertai gangguan depresi berat - keyakinan delusional atau gangguan skizotipal - tidak respon atau menolak terapi yang dianjurkan.
Prognosis pasien dinyatakan baik apabila: - kehidupan sosial dan pekerjaan baik - adanya stressor dan gejala yang bersifat periodik.