You are on page 1of 21

RENDY CHANDRA

102007190








PBL BLOK 29
GEJALA PUTUS OBAT






BAB I : ANAMNESIS


BAB II :PEMERIKSAAN
-FISIK
-PENUNJANG


BAB II :WORKING DIAGNOSIS


BAB IV : DIAGNOSIS BANDING


BAB V :MANEFESTASI KLINIK


BAB VI :PENATALAKSANAAN


BAB VII:KOMPLIKASI


BAB VIII:PROGNOSIS


BAB XI :PREVENTIF




PENDAHULUAN

Masalah penyalahgunaan NAPZA semakin banyak dibicarakan baik di kota besar maupun kota kecil di seluruh
wilayah Republik Indonesia. Peredaran NAPZA sudah sangat mengkhawatirkan sehinggacepat atau lambat
penyalahgunaan NAPZA akan menghancurkangenerasi bangsa atau disebut dengan lost generation (Joewana, 2005).
Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut,
1
faktor keluarga lebih pada hubungan individu
dengan keluarga misalnya kurang perhatian keluarga terhadap individu, kesibukan keluarga dan lainnya; faktor
lingkungan lebih pada kurang positifnya sikap masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya ketidakpedulian
masyarakat tentang NAPZA (Hawari, 2003). Dampak yang terjadi dari faktor-faktor di atas adalah individu mulai
melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan akan zat. Hal ini ditunjukkan dengan makin banyaknya individu
yang dirawat di rumah sakit karena penyalahgunaan dan ketergantungan zat yaitu mengalami intoksikasi zat dan
withdrawal. Peran penting tenaga kesehatan dalam

upaya menanggulangi penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya terapi dan
rehabilitasi sering tidak disadari, kecuali mereka yang berminat pada penanggulangan NAPZA (DepKes, 2001).
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya peran serta
2

tenaga kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam membantu masyarakat yang sedang dirawat di rumah sakit
untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat tentang perawatan dan pencegahan kembali
penyalahgunaan NAPZA pada klien. Untuk itu dirasakan perlu perawat meningkatkan kemampuan merawat klien
dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yaitu asuhan
3










Bab 1
ANAMNESIS


Penegakkan diagnosis pada penderita/penyalahguna NAPZA sering kali tidak mudah dilakukan oleh kerena adanya
stigma di masyarakat terhadap penyalahguna. Hal ini membuat pasien bersifat tertutup dan menghindar untuk
mengatakan keadaan yang
4

sebenarnya. Oleh karena itu diperlukan ketrampilan khusus untuk membuat pasien percaya dan mau berterus terang.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menegakkan diagnosis :









A. SIKAP MENTAL PETUGAS
* Bersikap positif, penuh perhatian dan menerima pasien apa adanya.
* Berempati (dapat memahami dan meraba rasakan masalahnya)
* Tidak menghina, mengkritik, menertawakan, mengejek, menyalahkan, karena hal
ini akan menyebabkan pasien tertutup sehingga akan mengganggu proses
autoanamnesis.
Sikap mental diatas diharapkan dapat menciptakan suasana hubungan terapeutik
petugas Puskesmas-Pasien.






B. TEKNIK WAWANCARA
Wawancara dapat dilakukan secara alloanamnesis maupun autoanamnesis. Urutan
pelaksanaannya dapat dilakukan alloanamnesis terlebih dahulu atau sebaliknya
dan dapat juga bersamaan tergantung situasi dan kondisi.
5

1. Alloanamnesis dilakukan sebelum Autoanamnesis
* Petugas telah memperoleh informasi tentang pasien, sehingga autoanamnesis
lebih terarah
* Kemungkinan pasien lebih terbuka dan tidak menyangkal lagi
* Pasien menyangkal dan bertahan mengatakan tidak menggunakan NAPZA
* Pasien menyatakan sudah berhenti menggunakan
* Petugas terpengaruh orang tua/guru yang terlalu kuatir, pada hal pasien
tidak menggunakan
*Pasien mencurigai petugas sudah terpengaruh dengan orang tua/guru yang
mengantar, sehingga tidak kooperatif


2. Alloanamnesis dilakukan sesudah Autoanamnesis
* Petugas belum dipengaruhi oleh keterangan yang diberikan orang tua/
pengantar lain.
* Pasien tidak berprasangka bahwa petugas telah dipengaruhi orang tua/guru
atau berpihak pada orang tua/guru yang menyalahkan pasien
* Kemungkinan pasien membohongi atau tidak terbuka pada petugas




3. Autoanamnesis dan Alloanamnesis dilakukan bersamaan
* Pasien tidak dapat berbohong mengenai hal-hal yang diketahui orang
tua/guru
* Pasien dapat bersikap tertutup
Pada pasien yang bersikap tertutup, menanyakan langsung perihal
penggunaan NAPZA biasanya tidak membawa hasil. Sebaiknya anamnesis
dilakukan secara tidak langsung misalnya dengan pertanyaan sebagai berikut :
* Apakah ada yang bisa dibantu ?
* Apakah ada masalah dengan orang tua,guru,teman pacar ?
* Apakah ada kesulitan belajar,malas kerja,sulit tidur ?
* Apakah sering tidak betah dirumah,sering begadang ?



* Apakah sering mengalami stres,kegelisahan,kesedihan ?
* Apakah untuk mengatasi kegelisahan atau kebosanan merokok lebih
banyak dari biasa ?
* Bila sedang frustasi,lalu minum minuman keras,apakah pernah mabok atau
teler ?
* Bila minum minuman keras apakah dicampur obat tidur,masing-masing
berapa banyak dan berapa sering ?




#Pada pasien sudah bersikap terbuka, anamnesis/pertanyaan mengenai NAPZA
meliputi:

*Keluhan pasien dan riwayat perjalanan penyakit terdahulu yang pernah
diderita
*Riwayat penyalahgunaan NAPZA
1) Jenis NAPZA yang dipakai
2) Lamanya pemakaian
3) Dosis,Frekuensi dan cara pemakaian
4) Riwayat/gejala intoksikasi/gejala putus zat
5) Alasan penggunaan
* Taraf Fungsi sosial
1) Riwayat pendidikan
2) Latar belakang kriminal
3) Status keluarga
4) Kegiatan sosial lain

*Evaluasi keadaan psikologis
1) Keadaan emosi
2) Kemampuan pengendalian impuls
3) Kemungkinan tindak kekerasan,bunuh diri
4) Riwayat perawatan terdahulu









BAB 2
PEMERIKSAAN



*FISIK
Penampilan pasien,sikap wawancara,gejolak emosi dan lain-lain perlu
diobservasi. Petugas harus cepat tanggap apakah pasien perlu mendapatkan
pertolongan kegawat darurat atau tidak, dengan memperhatikan tanda-tanda dan
gejala yang ada.
6

* Adanya bekas suntikan sepanjang vena di lengan,tangan kaki bahkan pada
tempat-tempat tersembunyi misalnya dorsum penis.
* Pemeriksaan fisik terutama ditijikan untuk menemukan gejala
intoksikasi/ioverdosis/putus zat dan komplikasi medik seperti Hepatitis,
Eudokarditis, Bronkoneumonia, HIV/AIDS dan lain-lain.
* Perhatikan terutama : kesadaran, pernafasan, tensi, nadi pupil,cara jalan, sklera
ikterik, conjunctiva anemis, perforasi septum nasi, caries gigi, aritmia jantung,
edema paru, pembesaran hepar dan lain-lain.




*PENUNJANG
-LAB
Parameter narkoba yang biasa di uji di lab antara lain : Golongan Amfetamin (sabu-sabu), Benzodiazepin, Kokain,
Opiat (morphin) dan Ganja (Kanabis / Marijuana). Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah urin (paling banyak
digunakan), darah, rambut dan keringat. Jika seseorang kedapatan mengandung za-zat tersebut didalam urin-nya
maka untuk memastikan apakah orang tersebut pengguna narkoba atau bukan maka harus dilakukan tes konfirmasi.
Hal ini sangat diperlukan mengingat banyak obat-obatan di pasaran bisa mengganggu tes narkoba ini misalnya jika
kita meminum obat flu yang mengandung zat ephedrine bisa memberikan hasil positif pada tes Amfetamin.
Walaupun banyak obat-obatan yang bisa mempengaruhi tes narkoba ini menjadi positif palsu tetapi hal tersebut bisa
diatasi dengan berbagai tehnik laboratorium
7







a. Analisa Urin
* Bertujuan untuk mendeeteksi adanya NAPZA dalam tubuh
(benzodiazepin, barbiturat, amfetamin, kokain, opioida, kanabis)
*Pengambilan urine hendaknya tidak lebih dari 24 jam dari saat pemakaian
zat terakhir dan pastikan urine tersebut urine pasien
b. Penunjang lain
Untuk menunjang diagnosis dan komplikasi dapat pula dilakukan pemeriksaan
*Laboratirium rutin darah,urin
* EKG, EEG
* Foto toraks
* Dan lain-lain sesuai kebutuhan (HbsAg, HIV, Tes fungsi hati, Evaluasi
Psikologik, Evaluasi Sosial)



-Psikiatri

Faktor-faktor dibawah ini dinilai sebagai bagian pemeriksaan status psikiari:
Penampilan: Gesture, mannerisme, dsb





Mood dan afek: Depresi, gembira, marah dsb
Proses berpikir: Bloking, evasi, dsb
Isi pikir: Cemas, hypochondriasis, tidak percaya diri, delusi, halusinasi, dsb
Aktivitas motorik: Lambat, cepat, penuh arti, dsb
Fungsi kognitif: Perhatian dan konsentrasi, memori (baru saja, tadi, dan yang lalu), hitungan, penghakiman.

Pemeriksaan mini mental Folstein
Lakukan pemeriksaan status mental pada tiap pasien geriari, pasien dengan AIDS dan pasien yang dicurigai
demensia. Pemeriksaan minimental merupakan tes yang cepat dan sederhana dan hasil dapat di pantau untuk
menulai kemajuan, peningkatan atau tetap. Pemeriksaan status mental Folsterin terbagi menjadi dua bagian: bagian
pertama menilai orientasi, memori dan perhatian, tes yang lainnya menilai kemampuan pasien menulis kalimat dan
menyalin diagram.
keperawatan klien penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA
(sindroma putus zat).







BAB3
Working diagnosis
Withdrawal syndrom






A. Pengertian Penyalahgunaan Zat
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah terjadi masalah.
Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya
merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena
kebutuhan biologic terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang
diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen, 1998).
i






B. Rentang Respons Gangguan Penggunaan NAPZA
Rentang respons ganguan pengunaan NAPZA ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai yang berat, indikator
ini berdasarkan perilaku yang ditunjukkan oleh pengguna NAPZA.
Respon adaptif Respon Maladaptif
Eksperimental Rekreasional Situasional Peyalahgunaan Ketergantungan
(Sumber: Yosep, 2007)
Eksperimental: Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa
ingin tahu dari remaja. Sesuai kebutuan pada masa tumbuh kembangnya,
klien biasanya ingin mencari pengalaman yang baru atau sering dikatakan
taraf coba-coba.
Rekreasional: Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan
teman sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam mingguan, acara
ulang tahun. Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama temantemannya.
Situasional: Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan
kebutuhan bagi dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri atau mengatasi
masalah yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan zat pada saat sedang mempunyai
masalah, stres, dan frustasi. Penyalahgunaan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa

Penyalahgunaan: Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai digunakan secara rutin, minimal selama
1 bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial, pendidikan, dan
pekerjaan.

Ketergantungan: Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis.
Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma putus zat (suatu kondisi dimana individu yang
biasa menggunakan zat adiktif secara rutin pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti
memakai, sehingga menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan. Sedangkan toleransi
adalah suatu kondisi dari individu yang mengalami peningkatan dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang
biasa diinginkannya.







C. Jenis-Jenis

NAPZA
NAPZA dapat dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu:



1. Narkotika
Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis yang dapat menyebabkan turunnya kesadaran,
menghilangkan atau mengurangi hilang rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungna
akan zat tersebut secara terus menerus. Contoh narkotika yang terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain, morfin,
amfetamin, dan lain-lain. Narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997 adalah zat atau obat berbahaya yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan maupun perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Wresniwiro dkk. 1999).
Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah:

1) Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakaisebagai narkotik tanpa perlu adanya proses
fermentasi, isolasi dan proses lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan sedikit proses sederhana.
Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung karena terlalu
berisiko. Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka.

2) Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses yang bersifat sintesis untuk keperluan medis
dan penelitian sebagai penghilang rasa sakit/analgesik. Contohnya yaitu seperti amfetamin, metadon,
dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya. Narkotika sintetis dapat menimbulkan dampak sebagai
berikut:
a. Depresan = membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri.
b. Stimulan = membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas
kerja dan merasa badan lebih segar.
c. Halusinogen = dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang
mengubah perasaan serta pikiran.

3) Narkotika semi sintetis yaitu zat/obat yang diproduksi dengan cara
isolasi, ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein,
dan lain-lain.







2. Psikotropika
Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika adalah zat atau obat, baik sintesis maupun
semisintesis yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat yang tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006) adalah:
stimulansia yang membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena merangsang syaraf simpatis. Termasuk dalam
golongan stimulan adalah amphetamine, ektasy (metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine sering disebut
dengan speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan stimulan lainnya adalah halusinogen yang dapat mengubah
perasaan dan pikiran sehingga perasaan dapat terganggu. Sedative dan hipnotika seperti barbiturat dan
benzodiazepine merupakan golongan stimulan yang dapat mengakibatkan rusaknya daya ingat dan kesadaran,
ketergantungan secara fisik dan psikologis bila digunakan dalam waktu lama.







3. Zat Adiktif Lainnya
Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat
membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat
karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahanbahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan
termasuk ke dalam narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek merusak fisik seseorang jika
disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999). Adapun yang termasuk zat adiktif ini antara lain: minuman keras
(minuman beralkohol) yang meliputi minuman keras golongan A (kadar ethanol 1% sampai 5%) seperti bir, green
sand; minuman keras golongan B (kadar ethanol lebih dari 5% sampai 20%) seperti anggur malaga; dan minuman
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa
5 keras golongan C (kadar ethanol lebih dari 20% sampai 55%) seperti brandy, wine, whisky. Zat dalam alkohol
dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bila kadarnya dalam darah mencapai 0,5% dan hampir semua akan
mengalami gangguan koordinasi bila kadarnya dalam darah 0,10% (Marviana dkk. 2000). Zat adiktif lainnya adalah
nikotin, votaile, dan solvent/inhalasia.








D. Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA
Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa
faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu
faktor eksternal dan faktor internal.
1. Faktor Internal
a. Faktor Kepribadian
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja
yang menjadi pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi
yang terhambat, dengan ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas,
pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk memecahkan masalah
secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan cara
melarikan diri.
b. Inteligensia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datanguntuk melakukan konseling di klinik
rehabilitasi pada umumnya berada pada taraf di bawah rata-rata dari kelompok usianya.
c. Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja menggunakan narkoba karena kondisi sosial, psikologis
yang membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan emosi; sementara pada usia yang lebih tua,
narkoba digunakan sebagai obat penenang.

d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu
Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan ter Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan
ingin tahu atau ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-teman sebayanya. Lama kelamaan akan
menjadi satu kebutuhan yang utama.




e. Pemecahan Masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk menyelesaikan persoalan. Hal ini disebabkan
karena pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya lupa pada permasalahan tertentu.


E. Tanda dan Gejala
Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi, ada juga sindroma putus zat yaitu sekumpulan
gejala yang timbul akibat penggunaan zat yang dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat
berbeda pada jenis zat yang berbeda.



Tabel 1. Tanda dan Gejala Intoksikasi







Tabel 2. Tanda dan Gejala Putus Zat


Opiat Ganja
Sedatif-Hipnotik Alkohol amfetamine

* mengantuk
* bicara cadel
* konstipasi
* penurunan
kesadaran* eforia
* mata merah
* mulut kering
* banyak bicara dan
tertawa

* nafsu makan
meningkat
* gangguan
persepsi
* pengendalian
diri berkurang
* jalan sempoyongan
* mengantuk
* memperpanjang
tidur

* hilang
kesadaran
* mata merah
* bicara cadel
* jalan
sempoyongan
* perubahan
persepsi
* penurunan
kemampuan

menilai
* selalu
terdorong
untuk
bergerak
* berkeringat
* gemetar
* cemas
* depresi
* paranoid

Opiat Ganja Sedatif-Hipnotik Alkohol amfetamine

* nyeri
* mata dan
hidung berair
* perasaan
panas dingin
* diare
* gelisah
* tidak bisa
tidur

* jarang
ditemukan

* cemas
* tangan gemetar
* perubahan
persepsi
* gangguan
daya ingat
* tidak bisa tidur
* cemas
* depresi

* muka merah
* mudah marah
* tangan gemetar
* mual muntah
* tidak bisa
tidur
* cemas
* depresi
* kelelahan
* energi
berkurang
* kebutuhan
tidur
meningkat








BAB 4
DD=gangguan psikiatri

Setelah keadaan intoksikasi dan sindroma putus NAPZA dapat teratasi,
maka perlu dilanjutkan dengan terapi terhadap gangguan jiwa lain yang
terdapat bersama-sama dengan gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan zat psikoaktif (co-morbid psychopathology), sebagai berikut :


*Psikofarmakologis yang sesuai dengan diagnosis
* Psikoterapi individual
- Konseling : bila dijumpai masalah dalam komonikasi interpersonal
- Psikoterapi asertif : bila pasien mudah terpengaruh dan mengalami
kesulitan dalam mengambil keputusan yang bijaksana
- Psikoterapi kognitif : bila dijumpai depresi psikogen
* Psikoterapi kelompok
* Terapi keluarga bila dijumpai keluarga yang patologik
* Terapi marital bila dijumpai masalah marital
* Terapi relaksasi untuk mengatasi ketegangan
* Dirujuk atau konsultasi ke RS Umum atau RS Jiw




BAB 5
Manefestasi klinik

penyalahgunaan NAPZA mempunyai dampak yang sangat luas bagi pemakainya (diri sendiri), keluarga, pihak
sekolah (pendidikan), serta masyarakat, bangsa, dan negara. Bagi diri sendiri. Penyalahgunaan NAPZA dapat
mengakibatkan terganggunya fungsi otak dan perkembangan moral pemakainya, intoksikasi (keracunan), overdosis
(OD), yang dapat menyebabkan kematian karena terhentinya pernapasan dan perdarahan otak, kekambuhan,
gangguan perilaku (mental sosial), gangguan kesehatan, menurunnya nilai-nilai, dan masalah ekonomi dan hukum.
Sementara itu, dari segi efek dan dampak yang ditimbulkan pada para pemakai narkoba dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) golongan/jenis: 1) Upper yaitu jenis narkoba yang membuat si pemakai menjadi aktif seperti sabu-sabu,
ekstasi dan amfetamin, 2) Downer yang merupakan golongan narkoba yang dapat membuat orang yang memakai
jenis narkoba itu jadi tenang dengan sifatnya yang menenangkan/sedatif seperti obat tidur (hipnotik) dan obat anti
rasa cemas, dan 3) Halusinogen adalah napza yang beracun karena lebih menonjol sifat racunnya dibandingkan
dengan kegunaan medis. Bagi keluarga. Penyalahgunaan NAPZA dalam keluarga dapat mengakibatkan suasana
nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu. Dimana orang tua akan merasa malu karena memilki anak pecandu,
merasa bersalah, dan berusaha menutupi perbuatan anak mereka. Stres keluarga meningkat, merasa putus asa karena
pengeluaran yang
meningkat akibat pemakaian narkoba ataupun melihat anak yang haru berulangkali dirawat atau bahkan menjadi
penghuni di rumah tahanan maupun lembaga pemasyarakatan. Bagi pendidikan atau sekolah. NAPZA akan merusak
disiplin dan motivasi yang sangat tinggi untuk proses belajar. Penyalahgunaan NAPZA berhubungan dengan
kejahatan dan perilaku asosial lain yang
menganggu suasana tertib dan aman, rusaknya barang-barang sekolah dan meningkatnya perkelahian. Bagi
masyarakat, bangsa, dan negara. Penyalahgunaan NAPZA mengakibatkan terciptanya hubungan pengedar narkoba
dengan








BAB 6

PENATALAKSANAAN



*medika mentosa
TERAPI
Terapi dan Rehabilitasi ketergantungan NAPZA tergantung kepada teori dan filosofi yang mendasarinya. Dalam
nomenklatur kedokteran ketergantungan NAPZA adalah suatu jenis penyakit atay dusease entity yang dalan
International classification of
diseases and health related problems-tenth revision 1992 (ICD-10) yang dikeluarkan oleh WHO digolongkan dalam
Mental and behavioral disorders due to psychoactive subsstance use. Ketergantungan NAPZA secara klinis
memberikan gambaran yang berbeda-beda dan
tergantung banyak faktor,antara lain :
- Jumlah dan jenis NAPZA yang digunakan
- Keparahan (severrity) gangguan dan sejauh mana level fungsi keperibadian terganggu
- Kondisi psiikiatri dan medis umum
- Konteks sosial dan lingkungan pasien dimana dia tinggal dan diharapkan kesembuhannya Sebelum dilakukan
intervensi medis, terlebih dahulu harus dilakukan assessment terhadap pasien dan kemudian baru
menentukan apa yang menjadi sasaran dari
terapi yang akan dijalankan Tatalaksana Terapi dan Rehabilitasi NAPZA terdiri dari :
- Outpatient (rawat jala)
- Inpatient (rawat inap)
- Residency (Panti/Pusat Rehabilitasi)








A. TUJUAN TERAPI DAN REHABILITASI
1. Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA. Tujuan ini tergolong sangat ideal,namun
banyak orang tidak mampu atau mempunyai motivasi untuk mencapai tujuan ini, terutama kalau ia baru
menggunakan
NAPZA pada fase-fase awal. Pasien tersebut dapat ditolong dengan meminimasi efek-efek yang langsung atau tidak
langsung dari NAPZA. Sebagian pasien memang telah abstinesia terhadap salah satu NAPZA tetapi kemudian
beralih untuk menggunakan jenis NAPZA yang lain.

2. Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps Sasaran utamanya adalah pencegahan relaps .Bila pasien pernah
menggunakan satu kali saja setelah clean maka ia disebut slip. Bila ia menyadari kekeliruannya,dan ia memang
telah dobekali ketrampilan untuk mencegah pengulangan penggunaan kembali, pasien akan tetap mencoba bertahan
untuk selalu abstinensia. Pelatihan relapse prevention programe, Program terapi kognitif, Opiate antagonist
maintenance therapy dengan naltreson merupakan beberapa alternatif untuk mencegah relaps.

3. Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial. Dalam kelompok ini,abstinensia bukan merupakan
sasaran utama. Terapi rumatan (maintence) metadon merupakan pilihan untuk mencapai sasaran terapi golongan ini.







B. PETUNJUK UMUM
* Terapi yang diberikan harus didasarkan diagnosis, sama seperti bila menghadapi penyakit lain.
* Bila dinilai mampu memberikan terapi, lakukan dengan rasa tanggung jawab sesuai kode etik kedokteran. Bila
ragu, sebainya dirujuk ke dokter ahli.
* Selain kemampuan dokter, perlu diperhatikan fasilitas yang tersedia di puskesmas (apakah mempunyai fasilitas
dan tenaga terlatih di bidang kegawat daruratan)
* Pasien dalam keadaan overdisis sebainya dirawat inap di UGD RS Umum.
*Pasien dalam keadaan intoksikasi dimana pasien menjadi agresip atau psikotik sebainya dirawat inap di fasilitas
rawat inap, bila perlu dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa.
* Pasien dirawat inap, karena mungkin akan mengalami kejang dan delirium

C. TERAPI DAN REHABILITASI
Gawat darurat medik akibat penggunaan NAPZA merupakan tanggung jawab profesi medis. Profesi medis
memegang teguh dan patuh kepada etika medis, karena itu diperlukan keterampilan medis yang cukup ketat dan
tidak dapat didelegasikan kepada kelompok profesi lain. Salah satu komponen penting dalam keterampilan medis
yang erat kaitannya dengan gawat darurat medik adalah keterampilan membuat diagnosis. Dalam rehabilitasi pasien
ketergantungan NAPZA, profesi medis (dokter) mempunyai peranan terbatas. Proses rehabilitasi pasien
ketergantungan NAPZA melibatkan berbagai profesi dan disiplin ilmu. Namun dalam kondisi emergency, dokter
merupakan pilihan yang harus diperhitungkan. Gawat Darurat yang berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA :

Gawat Darurat yang terjadi meliputi berbagai gejala klinis berikut :
a. Intoksikasi
b. Overdosis
c. Sindrom putus NALZA
d. Berbagai macam komplikasi medik (fisik dan psikiatrik)
Penting dalam kondisi Gawat Darurat adalah ketrampilan menentukan diagnosis,
sehingga dengan cepat dan akurat dapat dilakukan intervensi medik.
Berbagai bentuk T
rapi dan Rehabilitasi :




1. TERAPI MEDIS ( TERAPI ORGANO-BIOLOGI)
Terapi ini antara lain ditujukan untuk :



a. TERAPI TERHADAP KEADAAN INTOKSIKASI
* Intoksikasi opioida :
Beri Naloxone HC 1 0,4 mg IV, IM atau SC dapat pula diulang setelah
2-3 menit sampai 2-3 kali
* Intoksikasi kanabis (ganja):
Ajaklah bicara yang menenangkan pasien. Bila perlu beri : Diazepam 10-30 mg oral atau parenteral, Clobazam
3x10 mg.
* Intoksikasi kokain dan amfetamin
Beri Diazepam 10-30 mg oral atau pareteral,atau Klordiazepoksid 10- 25 mg oral atau Clobazam 3x10 mg. Dapat
diulang setelah 30 menit sampai 60 menit. Untuk mengatasi palpitasi beri propanolol 3x10-40 mg oral
*Intoksikasi alkohol :
* Mandi air dingin bergantian air hangat Minum kopi kental Aktivitas fisik (sit-up,push-up) Bila belum lama
diminum bisa disuruh muntahkan
* Intoksikasi sedatif-hipnotif (Misal : Valium,pil BK, MG,Lexo,Rohip): Melonggarkan pakaian Membarsihkan
lender pada saluran napas Bila oksigen dan infus garam fisiologis



b. TERAPI TERHADAP KEADAAN OVER DOSIS
* Usahakan agar pernapasan berjalan lancar, yaitu :
- Lurus dan tengadahkan (ekstenikan) leher kepada pasien (jika diperlukan dapat memberikan bantalan dibawah
bahu)
- Kendurkan pakaian yang terlalu ketat
- Hilangkan obstruksi pada saluran napas
- Bila perlu berikan oksigen
* Usahakan agar peredaran darah berjalan lancar
- Bila jantung berhenti, lakukan masase jantung eksternal,injeksi adrenalin 0.1-0.2 cc I.M
- Bila timbul asidosis (misalnya bibir dan ujung jari biru,hiperventilasi) karena sirkulasi darah yang tidak memadai,
beri infus 50 ml sodium bikarbonas
* Pasang infus dan berikan cairan (misalnya : RL atau NaC1 0.9 %) dengan kecepatan rendah (10-12 tetes permenit)
terlebih dahulu sampai ada indikasi untuk memberikan cairan. Tambahkan kecepatan sesuai kebutuhan,jika
didapatkan tanda-tanda kemungkinan dehidrasi.
* Lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan atau trauma yang
membahayakan
* Observasi terhadap kemungkinan kejang. Bila timbul kejang berikan diazepam 10 mg melalui IV atau perinfus dan
dapat diulang sesudah 20 menit jika kejang belum teratasi.
* Bila ada hipoglikemi, beri 50 ml glukosa 50% IV






c. TERAPI PADA SINDROM PUTUS ZAT
* Terapi putus zat opioida
Terapi ini sering dikenal dengan istilah detoksifikasi. Terapi detoksifikasi dapat dilakukan dengan cara berobat jalan
maupun
rawat inap. Lama program terapi detoksifikasi berbeda-beda :
* 1-2 minggu untuk detoksifikasi konvensional
* 24-48 jam untuk detoksifikasi opioid dalam anestesi cepat (Rapid Opiate Detoxification Treatment)
Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah awal dalam proses penyembuhan dari penyalahgunaan/ketergantungan
NAPZA




Beberapa jenis cara mengatasi putus opioida :

- Tanpa diberi terapi apapun,putus obat seketika (abrupt withdrawal atau cold turkey). Terapi hanya simptomatik
saja :
* Untuk nyeri diberi analgetika kuat seperti :
Tramadol, Analgrtik non-narkotik,asam mefenamat dan sebagainya
* Untuk rhinore beri dekongestan,misalnya fenilpropanolamin
* Untuk mual beri metopropamid
* Untuk kolik beri spasmolitik
* Untuk gelisah beri antiansietas
* Untuk insomnia beri hipnotika,misalnya golongan benzodiazepin







- Terapi putus opioida bertahap (gradual withdrawal)
* Dapat diberi morfin,petidin,metadon atau kodein dengan dosis dikurangi sedikit demi sedikit. Misalnya yang
digunakan di RS
Ketergantungan Obat Jakarta, diberi kodein 3 x 60 mg 80 mg selanjutnya dikurangi 10 mg setiap hari dan
seterusnya.
* Disamping itu diberi terapi simptomatik



- Terapi putus opioida dengan substitusi non opioda
* Dipakai Clonidine dimulai dengan 17 mikrogram/kg BB perhari dibagi dalam 3-4 kali pemberian. Dosis
diturunkan
bertahap dan selesai dalam 10 hari
* Sebaiknya dirawat inap (bila sistole < 100 mmHg atau diastole < 70 mmHg), terapi harus dihentikan.



- Terapi putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat dalam anestesi (Rapid Opioid Detoxification).
Prinsip terapi ini hanya untuk kasus single drug opiat saja,di\ lakukan di RS dengan fasilitas rawat intensif oleh Tim
Anestesiolog dan Psikiater, dilanjutkan dengan terapi menggunakan anatagonist opiat (naltrekson) lebih kurang 1
tahun.
* Trapi putus zat sedative/hipnotika dan alcohol
Harus secara bertahap dan dapat diberikan Diazepam. Tentukan dahulu test toleransi dengan cara :
Memberikan benzodiazepin mulai dari 10 mg yang dinaikan bertahap sampai terjadi gejala intoksikasi. Selanjutnya
diturunkan kembali secara bertahap 10 mg perhari sampai gejala putus zat hilang.
* Terapi putus Kokain atau Amfetamin
Rawat inap perlu dipertimbangkan karena kemungkinan melakukan
percobaan bunuh diri. Untuk mengatasi gejala depresi berikan anti
depresi
* Terapi untuk waham dan delirium pada putus NAPZA





- Pada gangguan waham karena amfetamin atau kokain berikan
Inj. Haloperidol 2.5-5 mg IM dan dilanjutkan peroral 3x2,5-5 mg/hari.





- Pada gangguan waham karena ganja beri
Diazepam 20-40 mg IM


- Pada delirium putus sedativa/hipnotika atau alkohol beri
Diazepam seperti pada terapi intoksikasi sedative/hipnotika
atau alkohol
* Terapi putus opioida pada neonatus
Gejala putus opioida pada bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang mengalami ketergantungan opioida, timbul
dalam waktu
sebelum 48-72 jam setelah lahir. Gejalanya antara lain : menangis terus(melengking), gelisah,sulit tidur,diare,tidak
mau minum,
muntah, dehidrasi, hidung tersumbat, demam, berkeringat. Berikan infus dan perawatan bayi yang memadai.
Selanjutnya berikan Diazepam 1-2 mg tiap 8 jam setiap hari diturunkan bertahap,selesai dalam 10 har



d. TERAPI TERHAD AP KOMORBIDITAS
Setelah keadaan intoksikasi dan sindroma putus NAPZA dapat teratasi maka perlu dilanjutkan dengan terapi
terhadap gangguan jiwa lain yang terdapat bersama-sama dengan gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
zat psikoaktif (co-morbid psychopathology), sebagai berikut :
* Psikofarmakologis yang sesuai dengan diagnosis
* Psikoterapi individual
- Konseling : bila dijumpai masalah dalam komonikasi interpersonal
- Psikoterapi asertif : bila pasien mudah terpengaruh dan mengalami
kesulitan dalam mengambil keputusan yang bijaksana
- Psikoterapi kognitif : bila dijumpai depresi psikogen
* Psikoterapi kelompok
* Terapi keluarga bila dijumpai keluarga yang patologik
* Terapi marital bila dijumpai masalah marital
* Terapi relaksasi untuk mengatasi ketegangan
* Dirujuk atau konsultasi ke RS Umum atau RS Jiwa








e. TERAPI TERHADAP KOMPLIKASI MEDIK
Terapi disesuaikan dengan besaran masalah dan dilaksanakan secara
terpadu melibatkan berbagai disiplin ilmu kedokteran.
Misalnya :
- Komplikasi Paru dirujuk ke Bagian Penyakit Paru
- Komplikasi Jantung di rujuk ke Bagian Penyakit Jantung atau
Interna/Penyakit Dalam
- Komplikasi Hepatitis di rujuk ke Bagian Interna/Penyakit Dalam
- HIV/AIDS dirujuk ke Bagian Interna atau Pokdisus AIDS
- Dan lain-lain.








f. TERAPI MAINTENANCE (RUMATAN)
Terapi maintenance/rumatan ini dijalankan pasca detoksifikasi dengan
tujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi medis serta tidak kriminal.
Secara medis terapi ini dijalankan dengan menggunakan :
* Terapi psikofarmaka,menggunakan Naltrekson (Opiat antagonis), atau
Metadon
* Terapi perilaku, diselenggarakan berdasarkan pemberian hadiah dan
hukum
* Self-help group,didasarkan kepada beberapa fillosofi antara lain : 12-
steps


*NONMEDIKAMENTOSA
Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan non medis,
psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai
kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental,
sosial, dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan
(Depkes, 2001). Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi (detoksifikasi)
dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program pemantapan (pascadetoksifikasi)
selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi
(Hawari, 2003). Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak sama karena tergantung pada jumlah
dan kemampuan sumber daya, fasilitas, dan sarana penunjang kegiatan yang tersedia di rumah sakit. Menurut
Hawari (2003), bahwa setelah klien mengalami perawatan selama 1 minggu menjalani program terapi dan
dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka klien tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah
sakit, pusat rehabilitasi, dan unit lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan
parameter sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja
bisa sampai 2 tahun.. Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas, maka perawatan di ruang rehabilitasi tidak
terlepas dari perawatan sebelumnya yaitu di ruang detoksifikasi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagan di bawah
ini
(bagan 1).






Jenis program rehabilitasi:
a) Rehabilitasi psikososial
Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat (reentry program). Oleh karena
itu, klien perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan berbagai kursus atau balai latihan
kerja di pusat-pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila klien selesai menjalani program rehabilitasi dapat
melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja.


b) Rehabilitasi kejiwaan
Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang semua berperilaku maladaptif berubah
menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat
bersosialisasi dengan sesama rekannya maupun personil yang membimbing dan mengasuhnya. Meskipun klien telah
menjalani terapi detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif tadi belum hilang, keinginan untuk menggunakan
NAPZA kembali atau craving masih sering muncul,
juga keluhan lain seperti kecemasan dan depresi serta tidak dapat tidur (insomnia) merupakan keluhan yang sering
disampaikan ketika melakukan konsultasi dengan psikiater. Oleh karena itu, terapi psikofarmaka masih dapat
dilanjutkan, dengan catatan jenis obat psikofarmaka yang diberikan tidak bersifat adiktif (menimbulkan ketagihan)
dan tidak menimbulkan ketergantungan. Dalam rehabilitasi kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik secara
individual maupun secara kelompok. Untuk mencapai tujuan psikoterapi, waktu 2 minggu (program
pascadetoksifikasi) memang tidak cukup; oleh karena itu, perlu dilanjutkan dalam rentang waktu 3 6 bulan
(program rehabilitasi). Dengan demikian dapat dilaksanakan bentuk psikoterapi yang tepat bagi masing-masing
klien rehabilitasi. Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat
dianggap sebagai







c) Rehabilitasi komunitas
Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam satu tempat. Dipimpin oleh mantan
pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai koselor, setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan. Tenaga
profesional hanya sebagai konsultan saja. Di sini klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan perilakunya secara
efektif dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi keinginan mengunakan narkoba lagi atau nagih
(craving) dan mencegah relaps. Dalam program ini semua klien ikut aktif dalam proses terapi. Mereka bebas
menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan
orang lain. Tiap anggota bertanggung jawab terhadap perbupenghargaan bagi yang berperilaku positif dan hukuman
bagi yang berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri.





d) Rehabilitasi keagamaan
Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan karena waktu detoksifikasi tidaklah cukup untuk memulihkan klien
rehabilitasi
menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing. Pendalaman, penghayatan, dan
pengamalan keagamaan atau keimanan ini dapat menumbuhkan kerohanian (spiritual power) pada diri seseorang
sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA apabila taat
dan rajin menjalankan ibadah, risiko kekambuhan hanya 6,83%; bila kadang-kadang beribadah risiko kekambuhan
21,50%, dan apabila tidak sama sekali menjalankan ibadah agama risiko kekambuhan mencapai 71,6%.










BAB 7
Komplikasi

PENGARUH PENYALAHGUNAAN NAPZA
NAPZA berpengaruh pada tubuh manusia dan lingkungannya :
1. Komplikasi Medik : biasanya digunakan dalam jumlah yang banyak dan cukup lama. Pengaruhnya pada :
a. Otak dan susunan saraf pusat :
- gangguan daya ingat
- gangguan perhatian / konsentrasi
- gangguan bertindak rasional
b. Pada saluran napas : dapat terjadi radang paru ( Bronchopnemonia ). pembengkakan paru ( Oedema Paru )
c. Jantung : peradangan otot jantung, penyempitan pembuluh darah jantung.
d. Hati : terjadi Hepatitis B dan C yang menular melalui jarum suntik, hubungan seksual.
e. Penyakit Menular Seksual ( PMS ) dan HIV / AIDS
f. Sistem Reproduksi : sering terjadi kemandulan.
g. Kulit : terdapat bekas suntikan bagi pengguna yang menggunakan jarum suntik, sehingga mereka sering
menggunakan baju lengan panjang.
h. Komplikasi pada kehamilan







BAB 8
PROGNOSIS

dubia et bonam jika ditangani dengan serius dan niat yg baik untuk menyelesaikan masalahan dan menghentikan
ketergantungan terhadap penggunaan napza,serta dilakukan pendekatan secara psikomatrik sehingga dapat
disembuhkan fisik dan mental serta hubungan dengan lingkungan sekitar,agar pengguna tidak kembali
menggunakan napza karena merasa sendiri dan merupakan pelarian dari masalah yang di hadapi
a. Karena keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan petugas puskesmas,atau karena fasilitas yang tersedia terbatas,
pasien yang tak dapat diatasi,sebaiknya dirujuk ke dokter ahli yang sesuai atau dirujuk untuk rawat inap di rumah
sakit (misalnya : RS Umum/Swasta,RS Jiwa,RSKO). Atau ke pusat rehabilitasi.

b. Pasien juga dapat dirujuk hanya untuk konsultasi atau meminta pemeriksaan penunjang saja, seperti pemeriksaan
laboratorium (tes urun), pemeriksaan radio-diagnostik, elektro diagnostik, maupun test psikologik (IQ, keperibadian,
bakat, minat)






BAB9
Preventif

UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NAPZA :
Upaya pencegahan meliputi 3 hal :
1. Pencegahan primer : mengenali remaja resiko tinggi penyalahgunaan NAPZA dan melakukan intervensi
2. Pencegahan Sekunder : mengobati dan intervensi agar tidak lagi menggunakan NAPZA.
3. Pencegahan Tersier : merehabilitasi penyalahgunaan NAPZA.
8







BAB 10
KESIMPULAN
Masalah penyalahguanaan NARKOBA / NAPZA khususnya pada remaja adalah ancaman yang sangat
mencemaskan bagi keluarga khususnya dan suatu bangsa pada umumnya. Pengaruh NAPZA sangatlah buruk, baik
dari segi kesehatan pribadinya, maupun dampak sosial yang ditimbulkannya. Masalah pencegahan penyalahgunaan
NAPZA bukanlah menjadi tugas dari sekelompok orang saja, melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya
pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan sejak dini sangatlah baik, tentunya dengan pengetahuan yang
cukup tentang penanggulangan tersebut. Peran orang tua dalam keluarga dan juga peran pendidik di sekolah
sangatlah besar bagi pencegahan penaggulangan terhadap NAPZA
ii

















DAFTAR PUSTAKA




Abimayu, Soli dan M. Thayeb Manrihu. 1984. Bimbingan dan Penyuluhan Di Sekolah. Jakarta : CV. Rajawal
i.

Budianto. 1989. Narkoba dan Pengaruhnya, Ganeca Exact : Bandung.


H.M. Rozy SE, MSc. Cegah Narkoba Dengan Pendidikan Agama.


*Depkes.(2001). Pedoman Praktis Mengenai Penyalahgunaan NAPZA



Bagi Petugas Puskesmas. Dapat diakses di http://dinkesjatim.go.id/erita-detail.html dibuka pada tanggal 20 Maret
2008.



*Fortinash, C.M, dan Holloday, P.A. (1991). Psychiatric Nursing Care Plan. St.Louis: Mosby year book


* Hawari, D. (1990). Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif). Jakarta:
FK-UI , (2003). Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA
(Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif). Jakarta: FK-UI


* Hall, C.S., & Lindzey, G. (1993). Theory of Personality. (terjemahan A.Supratika). Jogjakarta: Kanisius.


*Hidayat, A.A.A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi, Konsep, dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba.


*Joewana, S. (2004). Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan
Zat Psikoaktif. Jakarta: EGC.*

You might also like