You are on page 1of 23

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Cedera Kepala
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung
atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan Luka di kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu sendiri,
serta mengakibatkan gangguan neurologis.
10,11


2.2. Anatomi Kepala
2.2.1. Kulit Kepala (scalp)
12
Kulit kepala menutupi cranium/tengkorak yang terdiri dari lima lapis
jaringan yaitu kulit (skin), jaringan ikat (connective tissue), galea aponeurotica
(aponeurosis epicranialis), jaringan ikat jarang (loose connective tissue), dan
pericranium.
2.2.2. Tengkorak Otak
13
Terdiri dari tulang-tulang yang dihubungkan satu sama lain oleh tulang
bergerigi yang disebut sutura banyaknya delapan buah dan terdiri dari tiga
bagian, yaitu :
a. Gubah tengkorak, terdiri dari:
1. Tulang dahi (os frontal)
2. Tulang ubun-ubun (os parietal)
3. Tulang kepala belakang (os occipital)
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
b. Dasar tengkorak, terdiri dari :
1. Tulang baji (os spheinoidale)
2. Tulang tapis (os ethmoidale)
c. Samping tengkorak, dibentuk dari tulang pelipis (os temporal) dan sebagian
dari tulang dahi, tulang ubun-ubun, dan tulang baji.
Fraktur tengkorak dianggap mempunyai kepentingan primer sebagai
penanda dari tempat dan keparahan cidera.

Gambar 2.1 Anatomi tengkorak
12
2.2.3. Selaput Otak (Meningen)
13

Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang,
melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
cairan sekresi (cairan serebrospinal), memperkecil benturan atu getaran.
Terdiri dari tiga lapisan yaitu:
a. Lapisan Dura mater (selaput otak keras)
Lapisan dura mater terdapat di bawah tulang tengkorak dan diantaranya
terdapat ruangan yang disebut Epidural/Extradural space. Pembuluh arteri
meningen media berjalan pada ruangan ini dan mempunyai peranan penting
untuk terjadinya Epidural Hemorrhagi.
b. Lapisan Arachnoidea (selaput otak lunak)
Lapisan arachnoidea terdapat di bawah dura mater dan mengelilingi otak
serta berhubungan dengan sumsum tulang belakang. Ruangan diantara dura
mater dan arachnoidea disebut subdural space. Pada ruangan ini berjalan
pembuluh-pembuluh bridging vein yang menghubungkan system vena otak
dan meningen. Gerakan kepala dapat membuat vena-vena ini trauma dan
menimbulkan subdural hemorrhagi, karena vena-vena ini sangat luas.
c. Pia mater
Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari
otak. Ruangan diantara arachnoidea dan pia mater disebut subarachnoidea.
Cairan cerebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang berjalan pada
ruangan ini.

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Selaput Otak
2.2.4. Otak
14
Otak adalah pusat pengendali tubuh. Otak terletak dalam rongga
tengkorak yang terdiri dari 3 bagian, yaitu :
a. Otak besar (cerebrum)
Bagian terluas dan terbesar dari otak. Bertanggung jawab atas
berkembangnya inteligensi pada manusia. Otak besar dibelah dua dari depan
ke belakang. Belahan kanan otak mengendalikan otot dari sisi kiri tubuh dan
belahan kiri otak mengendalikan otot dari sisi kanan tubuh. Lapisan luar
otak besar disebut korteks serebri yang terdiri dari bahan-bahan sel
interneuron yang berwarna kelabu (substantia grisea) dan lapisan cerebrum
di bawah korteks disebut substantia alba (berwarna putih). Di sebelah
dalam otak besar terdapat thalamus (menyampaikan rangsangan sensoris ke
korteks serebri) dan hipotalamus (mengatur kebutuhan dasar tubuh, seperti
suhu badan, tidur, pencernaan, dan pelepasan hormon).


Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
b. Batang Otak (truncus cerebri)
Struktur yang menghubungkan cerebrum dengan medulla spinalis, terdiri
dari medulla oblongata, pons, dan otak tengah.
Medula oblongata adalah pusat pengendali beberapa fungsi kehidupan
seperti bernafas, tekanan darah, denyut jantung, dan menelan. Pons adalah
berkas serat saraf yang menghubungkan cerebrum dengan cerebellum dan
belahan kanan otak dengan belahan kiri otak, membantu mengendalikan
gerak mata dan mengatur pernafasan. Otak tengah adalah kelompok saraf
yang mengendalikan gerak involunter seperti ukuran pupil dan gerak mata.
Semua saraf cranial kecuali saraf I (olfactorius) dan II (opicus) muncul dari
batang otak.
c. Otak kecil (cerebellum)
Bagian otak yang mengkoordinasikan otot yang digerakkan, seperti berlari
dan berjalan. Terdapat di bawah dan di belakang cerebrum dan
mengkoordinasikan arus rangsangan saraf dari tubuh dan cerebrum.
Mengatur gerak otot menurut kehendak, mengendalikan keseimbangan
badan, dan mempertahankan sikap tubuh.

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3 Anatomi otak
12
2.3. Penyebab Cedera Kepala
Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaitu
jenis kekerasan benda tumpul dan benda tajam Benda tumpul biasanya berkaitan
dengan kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah), jatuh, dan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
pukulan benda tumpul, sedangkan benda tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok)
dan tembakan.
5,15
Menurut penelitian Evans di Amerika (1996), penyebab cedera kepala
terbanyak adalah 45% akibat kecelakaan lalu lintas, 30% akibat terjatuh, 10%
kecelakaan dalam pekerjaan,10% kecelakaaan waktu rekreasi,dan 5% akibat diserang
atau di pukul.
16
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan
sepeda motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%) pengendara sepeda motor
tidak menggunakan helm yang tidak memenuhi standar. Pada saat penderita terjatuh
helm sudah terlepas sebelum kepala menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan
langsung kepala dengan tanah atau helm dapat pecah dan melukai kepala.
15,17
2.4. Epidemiologi Cedera Kepala
2.4.1. Distribusi Cedera Kepala
Cedera adalah salah satu masalah kesehatan yang paling serius. Cedera
kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan. Cedera
kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma.
Distribusi cidera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara
15-44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan
perempuan.
17
Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat setiap tahun hampir 2
juta penduduk mengalami cidera kepala (Packard, 1999). Menurut penelitian
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Evans (1996), distribusi kasus cidera kepala pada laki-laki dua kali lebih sering
dibandingkan perempuan dan separuh pasien berusia 15-34 tahun.
16
Berdasarkan penelitian Suparnadi (2002) di Jakarta, menunjukkan
bahwa sekitar separuh dari para korban berumur antara 20-39 tahun (47%),
suatu golongan umur yang paling aktif dan produktif. Dalam penelitian ini
didominasi laki-laki (74%) dan pekerjaan korban sebagian besar adalah buruh
(25%), 11% adalah pelajar dan mahasiswa.
18
Berdasarkan penelitian Wijanarka dan Dwiphrahasto (2005) di IGD RS
Panti nugroho Yogyakarta, dari 74 penderita terdapat 76% cedera kepala ringan,
15% cedera kepala sedang, dan 9% cedera kepala berat rata-rata umur 29,60
tahun. Dalam penelitian ini didominasi laki-laki (58%) dan pelajar/mahasiswa
(77%).
19
Menurut penelitian Amandus (2005) di RSUP Adam Malik Medan,
terdapat 370 penderita cedera kepala rawat inap pada tahun 2002-2004 dengan
proporsi tertinggi pada kelompok umur 17-24 tahun (37,5%) dan didominasi
oleh laki-laki (68,2%).
8
Menurut penelitian Riyadina dan Subik (2005) di Instalasi Gawat
Darurat RSUP. Fatmawati Jakarta kecelakaan banyak terjadi pada siang hari,
namun kecelakaan pada malam hari mempunyai proporsi yang lebih tinggi
keparahan cederanya (59%) dibandingkan kecelakaan pada siang hari. Waktu
malam hari suasananya lebih gelap dan sudah mulai sepi. Kondisi tersebut
menyebabkan pengendara mengemudikan kenderaannya dengan kecepatan
tinggi (>60 km/jam), kurang waspada, dan kurang hati-hati. Risiko terjadinya
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
kematian dan cidera meningkat seiring dengan kenaikan kecepatan
mengemudi.
4
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Woro Riyadina
(2005) di Instalasi Gawat Darurat (IGD) di 5 rumah sakit di wilayah DKI
Jakarta didapatkan jumlah kasus sebanyak 425 orang . Korban yang mengalami
cidera parah 41,9% dan meninggal 7,04%. Cidera utama adalah cidera kepala
53,4% dengan comosio cerebri 10,59%. Jenis luka meliputi lecet 86,8%, luka
terbuka 58,35% dan patah tulang 31.29%.
20

2.4.2. Determinan Cedera Kepala
6
Berbagai faktor terlibat dalam kecelakaan lalu lintas, mulai dari manusia
sampai sarana jalan yang tersedia. Secara garis besar ada 4 faktor yang
berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas , yaitu faktor manusia, kenderaan,
fasilitas jalan, dan lingkungan.
a. Faktor manusia, menyangkut masalah disiplin berlalu lintas.
1. Faktor pengemudi dianggap salah satu faktor utama terjadinya
kecelakaan dengan kontribusi 75-80%. Faktor yang berkaitan adalah
perilaku (mengebut, tidak disipilin/melanggar rambu), kecakapan
mengemudi, dan gangguan kesehatan (mabuk, mengantuk, letih) saat
mengemudi.
2. Faktor penunjang (jumlah penumpang dan barang yang berlebihan).
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
3. Faktor pemakai jalan, yakni pejalan kaki, pengendara sepeda, pedagang
kaki lima dan peminta-minta serta tempat pemarkiran kenderaan yang
tidak pada tempatnya sehingga keadaan jalan raya semakin kacau.
b. Faktor kenderaan.
Jalan raya penuh dengan berbagai kenderaan berupa kenderaan tidak
bermotor dan kenderaan bermotor. Kondisi kenderaan yang tidak baik atau
rusak akan mengganggu laju lalu lintas sehingga menyebabkan kemacetan
bahkan kecelakaan.
Saat ini jumlah dan penggunaan kenderaan bermotor bertambah dengan
tingkat pertumbuhan rata-rata 12% per tahun. Komposisi terbesar adalah
sepeda motor (73% dari jumlah kenderaan pada tahun 2002-2003 dan
pertumbuhannya mencapai 30% dalam 5 tahun terakhir). Rasio jumlah
sepeda motor dan penduduk diperkirakan 1:8 pada akhir tahun 2005.
c. Faktor jalan, dilihat dari ketersediaan rambu-rambu lalu lintas, panjang dan
lebar jalan yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah kenderaan yang
melintasinya, serta keadaan jalan yang tidak baik misalnya berlobang-
lobang dapat menjadi memacu terjadinya kecelakaan.
d. Faktor lingkungan yaitu adanya kabut, hujan, jalan licin akan membawa
risiko kejadian kecelakaan yang lebih besar.




Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2.5. Klasifikasi Cedera Kepala
2.5.1. Komosio Serebri (geger otak)
5
Geger otak berasal dari benturan kepala yang menghasilkan getaran
keras atau menggoyangkan otak, menyebabkan perubahan cepat pada fungsi
otak , termasuk kemungkinan kehilangan kesadaran lebih 10 menit yang
disebabkan cedera pada kepala.
Tanda-tanda/gejala geger otak, yaitu : hilang kesadaran, sakit kepala
berat, hilang ingatan (amnesia), mata berkunang-kunang, pening, lemah,
pandangan ganda.
2.5.2. Kontusio serebri (memar otak)
5,23
Memar otak lebih serius daripada geger otak, keduanya dapat
diakibatkan oleh pukulan atau benturan pada kepala. Memar otak menimbulkan
memar dan pembengkakan pada otak, dengan pembuluh darah dalam otak
pecah dan perdarahan pasien pingsan, pada keadaan berat dapat berlangsung
berhari-hari hingga berminggu-minggu. Terdapat amnesia retrograde, amnesia
pascatraumatik, dan terdapat kelainan neurologis, tergantung pada daerah yang
luka dan luasnya lesi:
a. Gangguan pada batang otak menimbulkan peningkatan tekanan intracranial
yang dapat menyebabkan kematian.
b. Gangguan pada diensefalon, pernafasan baik atau bersifat Cheyne-Stokes,
pupil mengecil, reaksi cahaya baik, mungkin terjadi rigiditas dekortikal
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
(kedua tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam
sikap fleksi)
c. Gangguan pada mesensefalon dan pons bagian atas, kesadaran menurun
hingga koma, pernafasan hiperventilasi, pupil melebar, refleks cahaya tidak
ada, gerakan mata diskonjugat (tidak teratur), regiditasdesebrasi (tungkai
dan lengan kaku dalam sikap ekstensi).
2.5.3. Hematoma epidural
21,22
Perdarahan terjadi diantara durameter dan tulang tengkorak. Perdarahan
ini terjadi karena terjadi akibat robeknya salah satu cabang arteria meningea
media, robeknya sinus venosus durameter atau robeknya arteria diploica.
Robekan ini sering terjadi akibat adanya fraktur tulang tengkorak. Gejala yang
dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval (masa sadar setelah pingsan
sehingga kesadaran menurun lagi), tensi yang semakin bertambah tinggi, nadi
yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah lambat,
hemiparesis, dan terjadi anisokori pupil.
2.5.4. Hematoma subdural
22,23
Perdarahan terjadi di antara durameter dan arakhnoidea. Perdarahan
dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang
menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter
atau karena robeknya arakhnoid. Gejala yang dapat tampak adalah penderita
mengeluh tentang sakit kepala yang semakin bertambah keras, ada gangguan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
psikis, kesadaran penderita semakin menurun, terdapat kelainan neurologis
seperti hemiparesis, epilepsy, dan edema papil.
Klasifikasi hematoma subdural berdasarkan saat timbulnya gejala klinis :
22
a. Hematoma Subdural Akut
Gejala timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma. Perdarahan dapat
kurang dari 5mm tebalnya tetapi melebar luas.
b. Hematoma Subdural Sub-Akut
Gejala-gejala timbul beberapa hari hingga 10 hari setelah trauma.
Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsul
disekitarnya.
c. Hematoma Subdural Kronik
Gejala timbul lebih dari 10 hari hingga beberapa bulan setelah trauma.
Kapsula jaringan ikat mengelilingi hematoma. Kapsula mengandung
pembuluh-pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama di sisi durameter.
Pembuluh darah ini dapat pecah dan membentuk perdarahan baru yang
menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam kapsula akan
terurai membentuk cairan kental yang dapat mengisap cairan dari ruangan
subarakhnoid. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seperti
tumor serebri.
2.5.5. Hematoma intraserebral
15,22
Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar di
dalam jaringan otak, sebagai akibat trauma kapitis berat, kontusio berat.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Gejala-gejala yang ditemukan adalah :
a. Hemiplegi
b. Papilledema serta gejala-gejala lain dari tekanan intrakranium yang
meningkat.
c. Arteriografi karotius dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri
perikalosa ke sisi kontralateral serta gambaran cabang-cabang arteri serebri
media yang tidak normal.
2.5.6. Fraktura basis kranii
22
Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang dapat
menimbulkan fraktur pada dasar tengkorak. Penderita biasanya masuk rumah
sakit dengan kesadaran yang menurun, bahkan tidak jarang dalam keadaan
koma yang dapat berlangsung beberapa hari. Dapat tampak amnesia retrigad
dan amnesia pascatraumatik.
Gejala tergantung letak frakturnya :
a. Fraktur fossa anterior
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari hidung atau kedua mata
dikelilingi lingkaran biru (Brill Hematoma atau Racoons Eyes), rusaknya
Nervus Olfactorius sehingga terjadi hyposmia sampai anosmia.
b. Fraktur fossa media
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari telinga. Fraktur memecahkan
arteri carotis interna yang berjalan di dalam sinus cavernous sehingga
terjadi hubungan antara darah arteri dan darah vena (A-V shunt).
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
c. Fraktur fossa posterior
Tampak warna kebiru-biruan di atas mastoid. Getaran fraktur dapat melintas
foramen magnum dan merusak medula oblongata sehingga penderita dapat
mati seketika.

Gambar 2.4 Klasifikasi Cedera Kepala
24
2.6. Tingkat Keparahan Cedera Kepala
24,25
Penilaian derajat beratnya cedera kepala dapat dilakukan dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS) yang diciptakan oleh Jennet dan Teasdale pada tahun
1974. Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu suatu skala untuk menilai secara kuantitatif
tingkat kesadaran seseorang dan kelainan neurologis yang terjadi. Ada 3 aspek yang
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
dinilai yaitu reaksi membuka mata (eye opening), reaksi berbicara (verbal respons),
dan reaksi lengan serta tungkai (motor respons).
Glasgow Coma Scale (GCS) yang dimaksud adalah :
a. Membuka mata (Eye Open) Nilai
Membuka mata spontan 4
Membuka mata terhadap perintah 3
Membuka mata terhadap nyeri 2
Tidak membuka mata 1
b. Respon Verbal (Verbal Response)
Orientasi baik dan mampu berkomunikasi 5
Bingung (mampu membentuk kalimat, tetapi arti keseluruhan kacau) 4
Dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak berupa kalimat 3
Tidak mengucapkan kata, hanya suara mengerang (groaning) 2
Tidak ada suara 1
c. Respon motorik (Motoric Response)
Menurut perintah 6
Mengetahui lokasi nyeri 5
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak 4
Menjauhi rangsangan nyeri (flexion) 3
Ekstensi spontan 2
Tidak ada gerakan 1

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat diklasifikasikan
menjadi:
a. Cedera kepala ringan, bila GCS 13-15
b. Cedera kepala sedang, bila GCS 10-12
c. Cedera kepala berat, bila GCS 3-9
2.7. Akibat Jangka Panjang Cedera Kepala
26
2.7.1. Kerusakan saraf cranial
a. Anosmia
Kerusakan nervus olfactorius menyebabkan gangguan sensasi pembauan
yang jika total disebut dengan anosmia dan bila parsial disebut hiposmia.
Tidak ada pengobatan khusus bagi penderita anosmia.
b. Gangguan penglihatan
Gangguan pada nervus opticus timbul segera setelah mengalami cedera
(trauma). Biasanya disertai hematoma di sekitar mata, proptosis akibat
adanya perdarahan, dan edema di dalam orbita. Gejala klinik berupa
penurunan visus, skotoma, dilatasi pupil dengan reaksi cahaya negative,
atau hemianopia bitemporal. Dalam waktu 3-6 minggu setelah cedera yang
mengakibatkan kebutaan, tarjadi atrofi papil yang difus, menunjukkan
bahwa kebutaan pada mata tersebut bersifat irreversible.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
c. Oftalmoplegi
Oftalmoplegi adalah kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, umumnya
disertai proptosis dan pupil yang midriatik. Tidak ada pengobatan khusus
untuk oftalmoplegi, tetapi bisa diusahakan dengan latihan ortoptik dini.
d. Paresis fasialis
Umumnya gejala klinik muncul saat cedera berupa gangguan pengecapan
pada lidah, hilangnya kerutan dahi, kesulitan menutup mata, mulut
moncong, semuanya pada sisi yang mengalami kerusakan.
e. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran sensori-neural yang berat biasanya disertai vertigo
dan nistagmus karena ada hubungan yang erat antara koklea, vestibula dan
saraf. Dengan demikian adanya cedera yang berat pada salah satu organ
tersebut umumnya juga menimbulkan kerusakan pada organ lain.
2.7.2. Disfasia
Secara ringkas , disfasia dapat diartikan sebagai kesulitan untuk
memahami atau memproduksi bahasa disebabkan oleh penyakit system saraf
pusat. Penderita disfasia membutuhkan perawatan yang lebih lama,
rehabilitasinya juga lebih sulit karena masalah komunikasi. Tidak ada
pengobatan yang spesifik untuk disfasia kecuali speech therapy.


Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2.7.3. Hemiparesis
Hemiparesis atau kelumpuhan anggota gerak satu sisi (kiri atau kanan)
merupakan manifestasi klinik dari kerusakan jaras pyramidal di korteks,
subkorteks, atau di batang otak. Penyebabnya berkaitan dengan cedera kepala
adalah perdarahan otak, empiema subdural, dan herniasi transtentorial.
2.7.4. Sindrom pasca trauma kepala
Sindrom pascatrauma kepala (postconcussional syndrome) merupakan
kumpulan gejala yang kompleks yang sering dijumpai pada penderita cedera
kepala. Gejala klinisnya meliputi nyeri kepala, vertigo gugup, mudah
tersinggung, gangguan konsentrasi, penurunan daya ingat, mudah terasa lelah,
sulit tidur, dan gangguan fungsi seksual.
2.7.5. Fistula karotiko-kavernosus
Fistula karotiko-kavernosus adalah hubungan tidak normal antara arteri
karotis interna dengan sinus kavernosus, umumnya disebabkan oleh cedera
pada dasar tengkorak. Gejala klinik berupa bising pembuluh darah (bruit) yang
dapat didengar penderita atau pemeriksa dengan menggunakan stetoskop,
proptosis disertai hyperemia dan pembengkakan konjungtiva, diplopia dan
penurunan visus, nyeri kepala dan nyeri pada orbita, dan kelumpuhan otot-otot
penggerak bola mata.

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2.7.6. Epilepsi
Epilepsi pascatrauma kepala adalah epilepsi yang muncul dalam
minggu pertama pascatrauma (early posttrauma epilepsy) dan epilepsy yang
muncul lebih dari satu minggu pascatrauma (late posttraumatic epilepsy) yang
pada umumnya muncul dalam tahun pertama meskipun ada beberapa kasus
yang mengalami epilepsi setelah 4 tahun kemudian.
2.8. Pencegahan dan Penatalaksanaan Cedera Kepala

Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan
pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma.
Upaya yang dilakukan yaitu :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya
kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang
terjadinya cedera seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman,
dan memakai helm.
6
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang
dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang
terjadi. Dilakukan dengan pemberian pertolongan pertama, yaitu :
23
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh
tercepat pada kasus cedera. Guna menghindari gangguan tersebut
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
penanganan masalah airway menjadi prioritas utama dari masalah yang
lainnya. Beberapa kematian karena masalah airway disebabkan oleh
karena kegagalan mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh
karena aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga
jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri.
Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi
untuk terjadinya gangguan jalan nafas, selain memeriksa adanya benda
asing, sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya
terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara ke dalam paru.
Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang mengancam
airway.
2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatan
adalah membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali
gangguan pernafasan dan membantu pernafasan akan dapat
menimbulkan kematian.
3. Menghentikan perdarahan (Circulations).
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat yang
berdarah sehingga pembuluh darah tertutup. Kepala dapat dibalut
dengan ikatan yang kuat. Bila ada syok, dapat diatasi dengan pemberian
cairan infuse dan bila perlu dilanjutkan dengan pemberian transfusi
darah. Syok biasanya disebabkan karena penderita kehilangan banyak
darah.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
c. Pencegahan Tertier
27

Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang
lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat
kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi kecacatan dan memperpanjang
harapan hidup. Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas
hidup penderita, meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan
psikologis bagi penderita.
Upaya rehabilitasi terhadap penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu
lintas perlu ditangani melalui rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis
dan sosial.
1. Rehabilitasi Fisik
a. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif pada
lengan atas dan bawah tubuh.
b. Perlengkapan splint dan kaliper
c. Transplantasi tendon
2. Rehabilitasi Psikologis
Pertama-tamadimulai agar pasien segera menerima ketidakmampuannya
dan memotivasi kembali keinginan dan rencana masa depannya.
Ancaman kerusakan atas kepercayaan diri dan harga diri datang dari
ketidakpastian financial, sosial serta seksual yang semuanya
memerlukan semangat hidup.


Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
3. Rehabilitasi Sosial
a. Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda,
perubahan paling sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur
sehingga penderita tidak ketergantungan terhadap bantuan orang
lain.
b. Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi dengan
masyarakat).
























Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

You might also like