You are on page 1of 21

18

BAB II
KERANGKA LANDASAN TEORITIK


2.1. Teori Efek Media Internet
Dalam bersikap kehidupan sosial dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor media, salah satu dari media yang hingga kini, dan masa yang akan
datang masih terus dikembangkan dari media elektronik yaitu media Internet.
Internet merupakan salah satu jenis media massa, yang sebagai sarana atau
saluran komunikasi.
Pada hakikatnya Internet merupakan suatu sistem komunikasi yang
menggunakan sistem rangkaian gambar elektronik yang dipancarkan secara
cepat, berurutan dan diiringi unsur audio visual. Internet tersebut dapat
mempengaruhi sikap, atau perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari,
dengan kata lain media Internet digunakan sebagai sarana untuk menonton
informasi secara global, karena hanya dengan internet kita dapat melihat
secara langsung melaui layar monitor komputer, dan reaksinya akan pada
aktifitas individu ( personal ).
Dengan ini penulis mengunakan teori efek media, pada bagan
stimulus respons. Karena teori komunikasi menunjukkan adanya efek-efek
media Internet terhadap reaksi individu, maupun kelompok kehidupan sosial
secara umum. Media Internet sebuah proses efek pembentukan individu
terhadap kehidupan sosial, efek tersebut terdapat pada diri seseorang dengan
melihat dari dua sisi. Pertama dilihat dari sisi waktu efek pengaruh dan yang
19
kedua dilihat dari bagaimana bentuk kesengajaan efek tersebut pada
masyarakat.
Sehubungan dengan itu, maka teori tentang efek media yang
dikemukakan oleh Dennis Mc.Quail menjelaskan bagaimana efek media
Internet tersebut mempengaruhi kehidupan manusia khususnya terhadap
perilaku seks para mahasiswa. Pengaruh efek dari media Internet secara
mikro dapat membentuk perilaku individu. Dennis kemudian menunjukkan
dengan model reaksi individu terhadap efek media massa, yang oleh Dennis
kemudian mengacu penjelasannya pada model stimulus respon (S-R).
Gambar 2.1.
Bagan Model Stimulus- Respons (S-R)



Single Individu Reaction
Message receiver


Single message (S) adalah stimulus yang diberikan atau dipancarkan
oleh media massa tertentu. Kemudian stimulus tersebut diterima oleh media
massa tertentu. Stimulus tersebut diterima oleh individu penerima
(individual receiver). Dan akhirnya, individu penerima stimulus memberi
reaksi atau reaction ( R ) terhadap stimulus tersebut.
Pengaruh efek media juga dapat mengubah kongnitif, afektif, dan
perilaku individu. Pengaruh ini juga berakibat pada sistem sosial, budaya
struktur dan dinamika-dinamika konsensus, kontrol, adaptasi, konflik, dan
perubahan.
20
Efek media dapat berakibat pada efek kognitif, efek afektif, dan efek
perilaku. Yang dimaksud dengan efek kognitif. Pertama, informasi yang
diberikan oleh media massa kadang bersifat ambigu (mendua). Informasi
kadang simpan siur, hal ini memyebabkan masyarakat sulit mempercayai
kebenaran informasi kadang simpang siur, hal, ini menyenbabkan
masyarakat sulit mempercayai kebenaran informaasi dari suatu media.
Kedua, sebagaimana diketahui bahwa pengetahuan seseorang dapat
mempengaruhi sikap orang itu. Karenanya, efek kognitif juga dapat
membentuk sikap masyarakat. Ketiga, efek Kognitif dapat menggandakan
sekian banyak permasalahan di suatu tempat. Efek ini akan membentuk
sikap terhadap pemilihan lokasi berdasarkan pada permasalahan itu ada pada
tempat itu. Keempat, efek kognitif dapat pula memperbesar permasalahan
yang diberitakan. Kelima, efek kognitif juga akan berpengaruh pada nilai-
nilai yang ada di masyarakat.
Sedangkan pada efek perilaku seks berhubungan dengan hasil
perluasan dari efek kognitif dan afektif. Dua hal yang penting dalam efek
perilaku adalah bagaimana efek media menggairahkan terhadap perilaku
individu karena efek dari media Internet dapat menggairahkan perilaku
seseorang. Sebaliknya, efek media juga mampu menghentikan perilaku
seseorang untuk mengerjakan sesuatu (Bungin,2001: 23).
Model ini merupakan suatu loncatan dramatis dari model jarum
Hipodermik. Model ini bertujuan meriset apa yang dilakukan orang terhadap
media komunikasi karena mereka dianggap secara aktif menggunakan media
21
Internet untuk memenuhi kebutuhannya, bukan pada apa yang dilakukan
media terhadap orang, seperti pada model Jarum Hipodermik (J alaludin
Rahmat, 2000: 62). Hubungan antara kedua teori ini yaitu dimana seolah-
olah para penonton Cybersex di Internet dibius oleh informasi sex, sehingga
seseorang akan cepat terpengaruh perilaku seksual.
2.1.1 Deskripsi Teoritik Variabel Independen Menonton Cybersex di Internet
2.1.1.1 Pengertian Menonton
Secara terminologi, kata menonton berasal dari kata tonton
mendapat awalan me, menjadi menonton yang berarti melihat
pertunjukan, gambar hidup,(Kamus Besar B.Indonesia,1997:1068).
Menonton menurut istilah adalah melakukan kegiatan atau
menyaksikan sesuatu yang dilihat. menonton merupakan komunikasi
dengan mengunakan unsur audio visual dengan penjelasan istilah
sebagai berikut :
a. Menyaksikan
Menyaksikan adalah pemusatan tenaga psikis tertuju
kepada suatu objek. Atau istilah lain memperhatikan yaitu dalam
pengertian sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu kegiatan
yang akan dilakukan seorang individu.( Suryabrata,2004:14))
b. Pengamatan
Pengamatan adalah proses mengenal dunia luar dengan
menggunakan indera, seperti indera penglihatan, pendengaran,
pembau, perasa, peraba, keseimbangan, perasaan urat daging
22
(kenestesi), dan indera perasa jasmani (organisme).
(Sujanto,1985:31.)
c. Intensitas
Intensitas adalah keadaan tingkatan atau ukuran (Kamus
Besar B. Indonesia,1997:383). J adi intensitas dalam menonton
cybersex di Internet merupakan banyaknya daya yang digunakan
oleh perilaku seks. Aspek intensitas ini digunakan untuk mengukur
seberapa dalam orang melakukan sesuatu tindakan dengan
mengingat peristiwa yang terjadi sesudah dan sebelumnya.
e. Mengingat
Mengingat adalah pengetahuan sekarang tentang
pengalaman masa lampau karena pengaruh-pengaruh dan proses
dimasa lampau ikut menentukan dimasa yang akan datang.
(Fauzi,1999:50) dengan bayang- bayang ingatan akal seorang
individu akan berlangsung terus - menerus sampai ingatan itu
pudar dengan sendirinya.
f. Pola pikir
Berfikir melakukan hubungan antara bagian-bagian
pengetahuan yaitu segala sesuatu yang telah kita miliki, yang
berupa pengertian-pengertian dan dalam batas tertentu dan
tanggapan-tanggapan.(Suryabrata,1995:52). Pola pikir tersebut
akan ditransfer melalui logika berfikir yang merespon terhadap
rangsangan aktifitas organisme yang ada dalam tubuh manusia.
23
f. Respon
Respon adalah tanggapan atau gambaran setelah melakukan
pengamatan yang tunggal terhadap kesadaran perilaku individu
sesudah mengamati. (Sujanto,1985:31). Respon tersebut ada yang
merespon positif maupun respon negatif terhadap suatu
pengamatan.
J adi seseorang akan terpengaruh perilakunya apabila
seorang individu memperhatikan,mengamati lebih lanjut,tentang
kejadian apa-apa yang dilihat, dan mengingat kedalam pikiran
akan merespon terhadap rangsangan (stimulus).
2.1.1.2 Teori Cybersex di Internet
Penguasaan penggunaan komputer menyebabkan manusia
dapat menciptakan berbagai program sofware sehingga orang dapat
menerima, melihat atau membaca berita yang dikenal, yaitu melalui
Cyberspace inilah orang dapat menjelajah lebih jauh dalam
petualangan Cyberspace yaitu seks lewat internet. Seks imajiner
sensual, erotisme yang dapat berkembang kearah kepuasan seksual
baik secara batin maupun fisik, dan kemudian lahirlah istilah
Cybersex
Secara terminologi Cybersex berasal dari kata Cyber dan Sex,
Cyber yang berarti serat-serat optik yang berupa kabel-kabel dari
alat/media komunikasi dan informasi seperti telepon, radio, TV,
komputer dan internet yang dapat difungsikan untuk mengirimkan
24
suara, gambar, dan daya/tenaga untuk menggerakkan alat/ barang,
sehingga dapat dijelaskan bahwa cybersex merupakan alternatif
kehidupan seks baru dalam media teknologi komunikasi atau
jaringan luas yang menyajikan gambar-gambar pornografi, dan
pornoaksi dari sebuah jaringan komputer, (Seputar Semarang , 2 Mei
2005:14).
J adi cybersex di Internet ini merupakan suatu sistem
komunikasi yang menggunakan suatu rangkaian gambar elektronik
yang dipancarkan secara cepat, berurutan dan diiringi unsur audio
visual. Khususnya Internet dapat mempengaruhi sikap perilaku
sehari-hari seseorang, dengan menggunakan media Internet sebagai
sarana layanan informasi secara global. Adapun tanggapan tentang
suatu fenomena merupakan bayangan / gambaran yang tinggal pada
ingatan seseorang setelah orang tersebut mengadakan pengamatan
terhadap suatu fenomena mempengaruhi terhadap perilaku orang
tersebut. Perilaku seseorang merupakan aksi orang tersebut terhadap
tanggapannya tentang fenomena yang terjadi (Soedarmo,1999:43).
Lesmana (1994: 34) menyebutkan bahwa ada lima tipe
manusia dalam menanggapi masalah cybersex yaitu :
a. Tipe Visual ( indera penglihatan )
b. Tipe Auditif ( indera pendengaran)
c. Tipe Taktil ( indera perabaan/setuhan)
d. Tipe Gustatif (indera pengecapan)
25
e. Tipe Olfatoris(indera penciuman)
Seseorang digolongkan mempunyai tipe tersebut, apabila dalam
menanggapi masalah tersebut lebih dominan dibandingkan dengan
indera lainya. Dengan ini penulis mengunakan teori efek media, dan
stimulus respons. Teori komunikasi ini menunjukan adanya efek-
efek media terhadap individu, kelompok maupun terhadap kehidupan
sosial secara umum. Sebuah proses efek media terhadap kehidupan
sosial seseorang dapat dilihat dari dua sisi. Pertama dilihat dari sisi
waktu efek pengaruh dan yang kedua dilihat dari bagaimana bentuk
kesengajaan efek itu ada di masyarakat.
J adi hubungan perilaku seks tidak hanya berkaitan dengan
respon atau reaksi terhadap stimulus secara fisiologis akan tetapi
juga melibatkan pengetahuan, keyakinan, dan penalaran individu
berperilaku tertentu terhadap suatu situasi eksternal dan internal
karena ada motif dorongan ketertarikan atau suasana hati yang
sesuai (J awa Pos, 2000:II ).
Kadang-kadang individu melihat, mendengar sesuatu, namun
tidak tertarik tentang apa yang didengar dan dilihatnya. J adi dalam
situasi demikian perilaku, atau aksi individu didasarkan atas apa
yang dilihat dan dipelajari serta suasana hati tertentu dengan melalui
perasaaan yang tidak bersifat inderawi semata-mata.


26
2.1.2. Deskripsi Teoritik Variabel Dependen Perilaku Seks Mahasiswa IAIN
Walisongo Semarang
2.1.2.1 Teori Perilaku Seks
Perilaku seks merupakan sikap seseorang terhadap tingkah
laku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis. Perilaku
ini sangat luas sifatnya. Contohnya antara lain mulai dari
berdandan, mejeng, merayu, menggoda, bersiul sekaligus juga
yang terkait dengan aktivitas dan hubungan seksual. Aktivitas
seksual merupakan kegiatan yang dilakukan dalam upaya
memenuhi dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan
kesenangan organ kelamin atau seksual melalui berbagai perilaku.
Contoh; berfantasi, masturbasi, menonton atau baca pornografi,
cium pipi, cium bibir, petting, bahkan berhubungan intim.
(http://www,ifokomputer,com/Aktual)
Perilaku seks muncul dikarenakan kematangan seksual pada
usia dewasa, sehingga munculnya minat untuk melakukan aktivitas
seksual, dan keingintahuan tentang seks. Sejalan dengan
meningkatnya minat terhadap kehidupan mahasiswa selalu
berusaha untuk mencari informasi secara obyektif mengenai seks.
Oleh karena itu, hal yang paling membahayakan adalah bila
informasi yang diterima berasal dari sumber yang kurang tepat
akhirnya melampiaskan dengan cara kurang tepat, akibatnya dari
kurang memahami terhadap masalah seksual (Centera Mitra
Mahasiswa, Edisi 2 J uli 2004).
27
Perilaku seks yang normal ialah yang dapat menyesuaikan
diri bukan saja dengan tuntutan masyarakat akan tetapi juga dengan
kebutuhan individu mengenai kebahagiaan dan pertumbuhan yaitu
perwujudan diri sendiri atau peningkatan kemampuan individu
untuk mengembangkan kepribadiannya agar menjadi lebih
baik.(Zubaidah,2001:22).
J adi kesimpulan dari beberapa pakar definisi perilaku seks ini
adalah ada indikasi hubungan khusus antara pria dan wanita yang
sifatnya eksotis. Perilaku seks yang dicetuskan individu merupakan
implikasi suatu proses mental terhadap situasi, dan kondisi konkrit
jasmani yang mengarah pada pemenuhan kepuasan psikis. Perilaku
seks adalah perilaku yang dihayati oleh seksualitas. Seksualitas
yang dimaksud adalah manifestasi manusia dalam keseluruhan
hidup dan kehidupannya dari naluri seksual. J adi seksualitas disini
bukan hanya menyangkut masalah alat reproduksi saja, akan tetapi
menyangkut pula segala bentuk ekspresi yang berhubungan dengan
adanya perbedaan jenis kelamin yaitu aspek biologis dan aspek
psikologis, sosial.





28
2.1.2.2 Bentuk-Bentuk Perilaku Seks
Soedarmo (1999:76 ) membagi pola perilaku seksual menjadi
lima bagian meliputi:
1. Awakening Exponation
Merupakan perilaku seks yang berkaitan dengan
keinginan untuk menimbulkan rangsangan pada diri sendiri,
misal berfantasi, membaca buku porno.
2. Autosexuality: Masturbation
Kegiatan seks yang dilakukan dengan cara merangsang
diri sendiri sampai puas, keinginan ini kadang menimbulkan
rasa bersalah pada beberapa orang.
3. Heteroseksuality: Necking dan Patting
Kegiatan seks yang dilakukan dengan pasangan yang
berbeda jenis, namun masih dalam batas yang ringan yaitu
berciuman dan mencium leher.
4. Heterosexsuality: Heavy Petting
Kegiatan seks yang dilakukan dengan pasangan yang
berbeda jenis, namun sudah termasuk tahap yang tergolong
berat yaitu sudah mulai mencium sampai dengan rangsangan
pada bagian tubuh yang sensitive (peka terhadap sesuatu) pada
masing-masing pasangan sampai keduanya merasa puas.


29
5. Heterosexsuality: Copulation
Hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan berbeda
jenis selayaknya kegiatan yang dilakukan oleh suami isteri.
Bentuk-bentuk perilaku seks yang lain adalah homoseksual.
Homoseksual secara terminologi berasal dari kata Homos dalam
kata yunani yang berarti sama atau sejenis, oleh sebab itu istilah
homoseksual adalah ketertarikan seksual terhadap individu yang
seksnya sama. Bila seseorang sudah berkali-kali menunjukkan
perilaku tersebut, berarti sudah terbentuk suatu pola homoseksual,
walaupun hal ini tidak dianggap sebagai pilihan utama .
Perilaku seks yang normal adalah lawan jenisnya. Pada
akhirnya menuju persenggamaan untuk dapat saling menikmati.
Seringkali terjadi perbedaan pengertian antara perilaku seks dengan
hubungan seksual. Perilaku seksual ditanggapi sebagai sesuatu hal
yang selalu negatif. Padahal tidak demikian halnya. Untuk itu, juga
perlu membentengi diri, dengan pendidikan agama dan
mempertebal iman dan takwa agar tidak terjadi penyimpangan
perilaku seksual pada mahasiswa.
2.1.2.3 Teori Perilaku Seks Menyimpangan
Penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan
sebagai suatu pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau
masyarakat. Dengan demikian, perilaku seks yang menyimpang
bukan hanya sebuah tindakan semata, tetapi sebuah konsekuensi
30
dari adanya norma dan penerapan sanksi yang dilakukan oleh
orang lain terhadap pelaku tindakan tersebut.
Ada tiga karakteristik perilaku seks yang menyimpang yang
ada hubungan dengan pathologi sosial, yaitu ,relatif, normal
fungsional. Perilaku seks menyimpang bersifat relatif yaitu kadang
sebuah perilaku itu disebut menyimpang, namun kadang pula
dipandang tidak menyimpang oleh orang lain. Karena itu, Paul
B.Horton dan Chester L. Hunt mengatakan, penyimpangan itu
dapat ditolak namun dapat pula diterima. (Bungin, 2001:38)
Perilaku seks menyimpang terkadang dipandang pula sebagai
perilaku normal, akan tetapi bagi anggota atau masyarakat normal,
perilaku seks menyimpang adalah cermin memudarnya
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perkawinan dan norma
seksual pada umumnya di masyarakat tersebut, serta pola-pola
budaya lain di sekitar norma pengaturan perilaku seks di
masyarakat.
Melihat gejala perilaku seks yang terjadi di masyarakat, baik
itu dalam bentuk berita erotica yang diramu dalam paket informasi
dan ditayangkan melalui media massa atau seperti yang terjadi
dikalangan mahasiswa. Dengan kata lain mengacu pada sebuah
teori adaptif Merton, maka perilaku itu dikategorikan sebagai
perilaku seks yang menyimpang. Dalam teori tersebut dijelaskan
bahwa aktor (individu) beradaptasi dengan pola-pola sosial budaya
31
dalam memilih tujuan-tujuan (goals) dan alat-alat atau cara
(means) yang digunakan.( Bungin, 2001:39)
2.1.2.4 Kajian Mahasiswa
Mahasiswa adalah sekumpulan orang terpelajar yang hidup di
lembaga pendidikan perguruan tinggi atau dikenal kaum
intelektual. Artinya, keberadaan mahasiswa sebagai salah satu
generasi intelektual bangsa bersama segenap sivitas akademika
lainya diharapkan, harus mampu berperan aktif menjalankan tugas
serta tanggung jawabannya masing-masing untuk bersama-sama
memberi yang terbaik untuk kemajuan masyarakat sekitar.
Mahasiswa yang dimaksud dalam objek penelitian ini
adalah, mahasiswa yang berada di linkungan kampus IAIN
Walisongo Semarang. Artinya mahasiswa apabila sering menonton
cybersex tersebut bisa mencetus terjadinya perilaku seks
menyimpang, dan tindak asusila. Misalnya, user atau netter bisa
melakukan komunikasi erotik melalui komputer. Mulai yang
bersifat lelucon porno, pencarian dan tukar-menukar informasi
porno serta diskusi terbuka tentang seks lewat Chatting,( berbicara
lewat tulisan ) dan Email .




32
Dimensi yang dapat mempengaruhi kehidupan seksual yang
benar meliputi 4 (empat) dimensi:
1. Dimensi rekreasi yaitu ada unsur pleasure ( kenikmatan).
2. Dimensi prokreasi yaitu dalam aktifitas seksual akan ada
konsekuensi reproduksi
3. Dimensi relasi yaitu aktifitas seksual yang merupakan
ekspresi cinta dan komunikasi yang terdalam dari seluruh
proses keintiman ( intimacy process).
4. Dimensi institusi yaitu hubungan seksual harus ditempatkan
dalam institusi pernikahan.
Dari empat dimensi tersebut dapat mempengaruhi keadaan
perilaku mahasiswa yang dapat menimbulkan perilaku seks antara
lain:
Eksperimentation (coba-coba) seperti membaca cerita porno
atau iseng pergi ketempat pelacuran.
Conquest ( usaha-usaha untuk mendapatkan pasangan) seperti
menggoda lawan jenis.
Switching patners ( berganti pasangan), berimajinasi seksual
dengan pasangan berbeda misalnya dengan mantan kekasih.
Group Sex (kelompok seks), berimajinasi melakukan
hubungan intim dengan melakukan hubungan intim dengan
lebih satu orang dalam waktu yang bersamaan.
33
Watching (melihat), perilaku seksual pasangan lain melalui
TV atau film.
Idyllic Encounter (pertemuan menarik dengan seseorang),
pertemuan dengan seseorang dengan suasanan romantis.
(Zubaidah, 2001: 22)
2.1.2.5. Kondisi Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang
Kondisi perkembangan mental baik dari segi perilaku
mahasiswa yang cederung ke pola hidoisme ( mencari kesenangan )
sesaat namun pada dasar usia mahasiswa merupakan masa remaja,
remaja membutuhkan makanan dan tidur yang banyak. Sebagian
emosi remaja kurang stabil banyak yang bersikap arogan dan
kurang sopan. Hal ini dikarenakan emosi remaja lebih
mendominasi ketimbang pola pikir yang logika mementingkan
realitas yang terjadi dimasyarakat ( Zulkifli, 1987: 65 - 66)
Keadaan psikis mahasiswa terdapat ego yang tinggi,
emosi terkadang kurang stabil/tidak terkendali terhadap kelakuan
dan tindakannya yang diperbuatnya, atau mungkin keinginan rasa
putus asa dan ingin menyendiri dan menutup diri terhadap
kehidupan sosial di sekitarnya, sehingga dia merasa harus terbebani
untuk bertingkah laku seperti orang dewasa agar dapat merasa
aman, nyaman dan tentram, rasa ingin dihormati, ingin dihargai.
Oleh karena itu perlu memperkuat kembali terhadap kelakuan yang
dituntut oleh masyarakat ( Zakiah Darajad ,1995 :20 )
34
Sebagian emosi remaja kurang stabil banyak yang bersikap
arogan dan kurang sopan. Hal ini dikarenakan emosi remaja lebih
mendominasi ketimbang pola pikir yang logika mementingkan
realitas yang terjadi dimasyarakat (Zulkifli, 1987: 65 - 66). Masa
remaja bisa dikatakan butuh akan pengendalian diri, karena dia
belum mempunyai pengalaman yang memadai mereka sangat peka
terhadap kehidupan sosial yang terjadi di linkungannya, karena
pertumbuhan fisik dan perilaku seks yang muncul berlangsung
dengan cepat terjadi gonjangan dan kebimbangan dalam dirinya,
baik dengan saudaranya teman sebaya, khususnya dalam
pergaulan dengan lawan jenis.
Perkembangan akan hormon seksual dan kelenjar endokrin
mulai memeproduksi hormon testoteron, sehingga menggalakkan
pertumbuhan organ seks yang tumbuh menuju kesempurnaan.
Organ seks menjadi besar disertai dengan kemampuan mejalankan
fungsinya, hingga pada remaja putri terjadi pembesaran pada
payudara dan membesarnya pinggul. Disamping itu meningkatkan
pula dengan cepat perkembagan berta badan dan tinggi badan,
sedangkan remaja putra mulai kelihatan,jakung dilehernya dan
suara menjadi parau (Darodjat,1993:15.)
Keadaan emosi para mahasiswa masih labil karena erat
hubungan dengan keadaan hormon seks pada remaja akibat dari
perubahan suasana masyarakat serta keadaan ekonomi ( Darodjat,
35
1993:30). J adi butuh kesadaran akan menjalankan syariat Islam
dan pengendalian diri secara pribadi itu yang diutamakan.
J adi dapat disimpulkan bahwa perilaku seks pada mahasiswa
merupakan sikap seks yang didasari oleh dorongan hasrat seksual
atau kegiatan aktivitas dengan tujuan untuk meraih kesenangan
organ seksual melalui berbagai macam perilaku. Boleh jadi
dorongan seks yang dirasakan membuatnya perilaku kurang pantas
menurut penilaian masyarakat.
2.1.3. Analisis Teoritik Pengaruh Antara Menonton Cybersex di Internet
Terhadap Perilaku Seks Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang
Analisis mengenai pengaruh antara menonton cybersex terhadap
pengaruh Peer Group terhadap sikap seks di kalangan mahasiswa. Peer
Group diteliti sebagai variabel bebas, juga diteliti bagaimana peran Peer
Group sebagai variabel antara.
Selain kerangka teoritik, serta kerangka konsep ini dibuat
berdasarkan penjelasan pada latar belakang masalah dan indentifikasi
masalah, bahwa sementara ini terdapat pengaruh dari media Internet
mempertontonkan erotika dan gaya sensualitas, untuk meningkatkan daya
jual suatu media.
Begitu pula dalam perkembangan pribadi mahasiswa juga
tergantung pada pengaruh Peer Group-nya. Di sisi lain (seperti yang
dijelaskan pada pembahasan indentifikasi masalah di muka), terdapat bukti
36
bahwa mahasiswa sering melakukan perilaku seks menyimpang sebelum
nikah.
Dengan demikian, diperkirakan bahwa tayangan cybersex jika
ditonton oleh para mahasiswa dengan melaui media masa Internet dalam
informasi dan pengalaman yang ada, diduga telah mempengaruhi sebagai
variabel bebas atau variabel independen dengan dependen yaitu antara
menonton cybersex terhadap sikap atau perilaku seks di kalangan
mahasiswa . (Bungin, 2001: 62 )

Gambar 2.2.
Bagan Cara Kerja Variabel Independen dan Dependen

Variabel Antara ( peer group)



( Berpengaruh )
Tanyangan
cybersex Sikap Seks Perilaku Seks
di Midia Internet Mahasiswa


Informasi
Dan pengalaman
Peer group
(Variabel bebas) (Variabel Tergantung)
37
Sesuai dengan teori cara kerja variabel Independen dengan variabel
dependen tersebut, memang ada hubungan antara menonton cybersex di
Internet mempengaruhi terhadap perilaku seks mahasiswa, ini terbukti
pada nilai, norma, dan etika kesopanan, dimana tidak ada satu sistem
kebudayaan yang mampu menjangkaunya. (Bungin,2001: 61 )
Menonton cybersex di Internet menciptakan semacam budaya
sendiri. Selain itu, pemblokiran yang dilakukan terhadap situs di Internet
akan mendapatkan tentangan yang luas karena menyalahi prinsip
kebebasan yang tak terbatas. Maka dari itu Internet sebagai media yang
kebanyakan komoditi layanan informasi dari kalangan para pelajar dan
mahasiswa harus bersinergi terhadap pola-pola kehidupan sosial yang ada
di masyarakat.
Cybersex merupakan fenomena seks terbaru dalam media
teknologi komunikasi atau jaringan luas yang menyajikan gambar-gambar
pornografi, dan pornoaksi melaui layar monitor komputer. Menurut Donny
( 2003 : 35) seorang pakar psikologi dan ahli sosial, menyimpulkan bahwa
seorang penonton cybersex di Internet, jika keseringan akan
mengakibatkan terjadinya perilaku seks.
Cybersex di Internet berdampak langsung bagi kehidupan netter
(pemakai), hal ini sangat menarik perlu untuk dikaji secara psikologis,
karena dampak dari perilaku seks tersebut akan berlangsung dalam waktu
jangka panjang. Perilaku seks yang dimaksud adalah berkaitan dengan
aktifitas seksual dari pengguna layanan cybersex di Internet.
38
Menghadapi fenomena tersebut, tergantung pada pengguna layanan
cybersex di Internet yang dianggap dapat mempengaruhi faktor internal
dan eksternal yang dipengaruhi individu, yang berarti tergantung pada apa
yang dilihat dari pengalaman yang telah diperoleh dari menonton cybersex
di Internet. Seseorang yang aktif / dinamis akan mengadakan aksi terhadap
fenomena yang dihadapi. Aksi tersebut merupakan perilaku seks dari
orang tersebut.
2.2 Hipotesis
Hipotesis adalah pertanyaan sementara tentang hubungan yang
diharapkan antara dua variabel atau lebih (Hajar,1999:61). Berdasarkan
pendapat tersebut penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut terdapat
pengaruh yang signifikan antara menonton cybersex di Internet terhadap
perilaku seks mahasiswa IAIN Walisongo Semarang.

You might also like