PROGRAM STUDI PKLH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2014
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat serta hidayah penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas individu mata kuliah Demografi/Kependudukan dengan baik. Makalah ini berjudul Dinamika Penduduk Provinsi Papua Barat. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Demografi/Kependudukan yaitu Dr. Sarwono, M.Pd. Penulis sepenuhnya sadar, penyusunan makalah ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa arahan, bimbingan, dan petunjuk dari beliau. Penulis juga menyadari, makalah ini masih jauh dari sempurna dan membutuhkan perbaikan untuk menjadi lebih baik. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan.
Surakarta, Juni 2014 Penulis
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 3
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI ...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... A. Latar Belakang ..................................................................................... B. Rumusan Masalah ................................................................................ C. Tujuan Penulisan .................................................................................. BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ A. Kondisi Fisik Provinsi Papua Barat ..................................................... B. Pertumbuhan Penduduk Provinsi Papua Barat ..................................... C. HDI di Provinsi Papua Barat................................................................. D. Ketercapaian MDGs di Provinsi Papua Barat ...................................... E. Masalah dan Kebijakan Penduduk di Provinsi Papua Barat ................ BAB III SIMPULAN ...................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 1 2 3
4 4 5 5 6 6 6 11 18 39 42 43
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 33 provinsi. Sebagai negara kepulauan tentunya banyak tantangan yang dihadapi oleh negara Indonesia, baik itu masalah aksesbilitas, penduduk, pendidikan maupun kesehatan. Salah satu provinsi di Indonesia yangmasih mengalami banyak masalah adalah provinsi Papua Barat. Provinsi Papau Barat, merupakan salah satu provinsi di belahan timur. Permasalahan kemiskinan dan pembangunan kualitas sumber daya manusia dan membuka mengatasi hambatan geografis merupakan sejumlah tantangan besar yang dihadapi oleh pemerintah Provinsi Papua Barat. Pada awal terbentuknya pada tahun 2006, tingkat kemiskinan di Provinsi Papua Barat sangat tinggi. Persentase penduduk miskin mencapai 41,34 persen atau 284,1 ribu penduduk. Papua Barat menempati lima provinsi dengan persentase penduduk miskin tertinggi di Indoneisa bersama Provinsi Papua, Provinsi Maluku, Provinsi Gorontalo dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selain itu, tingkat kedalaman kimiskinan dan tingkat keparahan kemiskinan di Papua Barat tertinggi di Indonesia. Hal ini menggambarkan kondisi kemiskinan di Papua Barat yang sangat buruk pada saat itu. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua Barat pada tahun 2006 berada pada posisi ke-30 dari 33 provinsi yang dihitung IPM- nya. Selain persoalan kemiskinan, permasalahan pembangunan manusia di Papua Barat masih sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan, salah satu komponen pembentuk IPM yaitu rata-rata lama sekolah masih sangat rendah yaitu sebesar 7,20 tahun. Selain itu, persentase penduduk 15 tahun atau lebih yang buta huruf mencapai 11,45 persen. Indikator tersebut menggambarkan sejumlah permasalahan penyelenggaraan pendidikan di Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 5
Tanah Papua terkait akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan bagi masyarakatnya. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia di Papua Barat berdampak nyata pada kontribusi Papua Barat terhadap pembangunan nasional. Kontribusi perekonomian Provinsi Papua Barat terhadap perkonomian nasional yang diukur dari PDRB berdasarkan harga berlaku hanya 0,3 persen pada tahun 2008. Di sisi lain, tingkat pengangguran terbuka pada tahun yang sama mencapai 32 ribu orang ( 9,03 persen). Melihat berbagai permasalahan dalam latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menulis makalah dengan judul Dinamika Penduduk Provinsi Papua Barat.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah dalam makalah ini adalah: 1. Bagaimana kondisi wilayah Papua Barat? 2. Bagaimana pertumbuhan penduduk di Papua Barat? 3. Bagaimana tingkat HDI di Papua Barat? 4. Bagaimana ketercapaian MDGs di Papua Barat? 5. Apakah masalah penduduk di Papua Barat dan kebijakan?
C. Tujuan Penulisan Sesuai dengan rumusan masalah di atas, dalam makalah ini akan dibahas tentang: 1. Kondisi fisik Papua Barat. 2. Pertumbuhan penduduk di Papua Barat. 3. Tingkat HDI di Papua Barat. 4. Ketercapaian MDGs di Papua Barat. 5. Masalah dan Kebijakan Penduduk di Papua Barat.
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 6
BAB II PEMBAHASAN
A. Kondisi Fisik Provinsi Papua Barat Provinsi Papua Barat secara geografis terletak pada 124-132 BT dan 0- 4 LS, tepat berada di bawah garis khatulistiwa dengan ketinggian 0-100 meter dari permukaan laut. Batas wilayah Provinsi Papua Barat, sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik, sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Banda (Provinsi Maluku), sebelah Barat berbatasan dengan Laut Seram (Provinsi Maluku), dan sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Papua.
Gambar 1. Provinsi Papua Barat
B. Pertumbuhan Penduduk Provinsi Papua Barat 1. Kepadatan Penduduk Papua Barat Kepadatan dapat dilihat dari beberapa pendekatan yaitu kepadatan bruto, netto dan kepadatan agraris. Karena tidak adanya data lahan terbangun, maka kepadatan penduduk yang diuraikan ini adalah kepadatan bruto. Kepadatan bruto penduduk di Provinsi Papua Barat tidak terdistribusi secara merata. Karakter pola pemukiman loncat katak, dari Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 7
kota/kabupaten satu ke kota/kabupaten lainnya. Secara umum, kepadatan penduduk di Provinsi Papua Barat relatif sangat rendah dengan kepadatan berkisar antara 4-12 jiwa/km2. Kota Sorong merupakan kota yang memiliki kepadatan penduduk paling tinggi, yaitu 147 jiwa/km2 atau 147 jiwa setiap km2. Kota ini hanya memiliki luasan tak lebih dari 1105 km2 dan di kota ini terdapat banyak fasilitas sosial perekonomian sehingga di wilayah ini terjadi pemusatan penduduk. Sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat di Kabupaten Kaimana, yaitu 2 jiwa/km2. 2. Jumlah Penduduk Papua Barat Provinsi Papua Barat berdasarakan hasil sementara Sensus Penduduk Tahun 2010 (SP2010) dihuni oleh 760.855 jiwa terdiri dari 402.587 penduduk laki-laki dan 358.268 penduduk perempuan. Penduduk Provinsi Papua Barat terkonsentrasi di Kota Sorong dan Kabupaten Manokwari dengan persentase penduduk terhadap total provinsi sebesar 25,02 dan 24,66 persen. Sedangkan kabupaten lain masing-masing dihuni kurang dari 10 persen penduduk. Kabupaten dengan penduduk terkecil adalah Kabupaten Tambraw, kabupaten pemekaran dari Kabupaten Sorong, dengan jumlah penduduk 6.393 jiwa (0,84 persen). Pada tahun 2000, Provinsi Papua Barat masih merupakan bagian dari Provinsi Papua. Pada awalnya, provinsi ini terdiri dari 3 kabupaten dan 1 kota yaitu Kabupaten Fakfak, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Sorong dan Kota Sorong. Kabupaten Manokwari merupakan kabupaten tertua di Papua Barat. Berdiri sejak 8 November 1898 sebagai bagian dari keresidenan Ternate. Manokwari sendiri secara etnologi berasal dari bahasa Biak Mnukwar yang bermakna Kampung Tua. Sebagai pusat pemerintahan, Manokwari juga merupakan pusat konsentrasi penduduk di Papua Barat. Sekitar 24,09 persen terhadap seluruh penduduk kabupaten/kota yang menjadi bagian Papua Barat tahun 2000 berdomisili di Kabupaten Manokwari (127.622 jiwa). Dilihat dari letak geografis, Kota Sorong diuntungkan oleh posisinya sebagai pintu gerbang pertama memasuki Pulau Papua. Distribusi barang menuju Manokwari, Bintuni, Fakfak dan Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 8
Kaimana bermula dari Kota Sorong. Karena itu, sejak awal berdirinya pada tahun 1999, Kota Sorong telah menjadi pusat perniagaan dan menjadi pusat konsentrasi penduduk di Papua Barat. Pada tahun 2000, sekitar 22,62 persen penduduk dari kabupaten/kota yang menjadi wilayah provinsi Papua Barat tinggal di Kota Sorong (119.800 jiwa). Total penduduk kabupaten/kota yang menjadi wilayah Papua Barat pada tahun 2000 tercatat 529.689 jiwa.
Gambar 2. Jumlah Penduduk Papua Menurut Jenis Kelamin Tahun 2010
3. Laju Pertumbuhan Penduduk Papua Barat 2000-2010 Penduduk di Papua Barat selama tahun 2000-2010 bertambah. Pertumbuhan penduduk Papua Barat mencapai 3,69% per tahun. Jadi di atas pertumbuhan penduduk (LPP) Indonesia yang hanya mencapai 1,47% per tahun. Laju pertumbuhan penduduk terendah di Kabupaten Sorong. Selama 10 tahun terakhir, laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sorong hanya 1,10% per tahun. Sebaliknya, laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Kota Sorong yaitu 4,74% per tahun. Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 9
Perbandingan LPP antar kabupaten tidak memperhitungkan Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Maybrat. LPP Kaupaten Sorong Selatan dan Maybrat terlalu fantastis untuk daerah pemekaran baru yang secara ekonomis tidak dapat menjelaskan sebagai daerah penarik mobilitas penduduk. Hasil pelaksanaan SP2010 di Kabupaten Maybrat tidak sepenuhnya terlaksana sesuai SOP dapat dijamin karena pelaksanaan verifikasi data tidak berjalan dengan baik. Verifikasi data tidak dapat dilakukan karena masyarakat menolak adanya uji petik atas hasil SP2010 dan Post Enumeration Survey (PES) SP2010 yang merupakan bagian dari pelaksanaan Sensusu Penduduk tahun 2010.
Gambar 3. LPP Papuan Barat Tahun 2000-2010
4. Sek Rasio Papua Barat tahun 2010 Propinsi Papua Barat dihuni oleh lebih banyak penduduk laki-laki dari pada penduduk perempuan. Hasil sensus penduduk baik pada tahun 2000 maupun tahun 2010, rasio jenis kelamin (sex rasio) di Papua Barat selalu lebih besar dari 100. Fenomena tersebut terjadi di semua kabupaten atau kota di Papua Barat. Secara nasional sex rato. Papua Barat menduduki peringkat pertama dan angkanya melebihi sex ratio Indonesia (101). Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 10
Teori kelima dari tujuh teori migrasi (The Law of Migration) oleh E.G Ravenstein menyatakan bahwa perempauan melakukan migrasi pada jarak dekat. Tampaknya teori ini masih sangat relevan menjelaskan fenomena penduduk Penduduk Papau Barat lebih banyak laki-laki daripada perempuan.
Gambar 4. Sex ratio Papua Barat tahun 2010
5. Distribusi Penduduk Papua Barat Tahun 2010 Pada tahun 2010 penduduk Papua Barta terkonsentrasi di Kota Sorong dan kabupaten Manokwari. Hampir separuh total penduduk Papua barat terbagi di kedua kabupaten kota ini yaitu 25,02% di Kota Sorong dan 24,66% di Kabupaten Manukwari. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kota Sorong diikuti oleh Kabupaten Manokwari, sedangkan yang memiliki jumlah penduduk pealing sedikit adalah Kabupaten Tambrauw (0,84%).
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 11
Gambar 5. Distribusi Penduduk di Papua Barat tahun 2010
C. Human Development Index (HDI) di Papua Barat 1. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan indikator kualitas sumberdaya manusia di suatu wilayah. Di Papua Barat sampai dengan tahun 2006, jumlah penduduk yang tidak pernah atau belum pernah sekolah mencapai 6,05% atau sebesar 45.643 jiwa. Sedangkan lulusan paling banyak penduduk lulusan SD, yaitu berjumlah 212.275 jiwa atau 30,23%. Jumlah penduduk dengan tingkat kelulusan pada bangku Sekolah Dasar menggambarkan bahwa tingkat pendidikan penduduk masih cenderung rendah. Bahkan, untuk mencapai jenjang wajib belajar 9 tahun pun dirasakan sulit. Terbatasnya kondisi ekonomi masyarakat dan sarana prasarana pembelajaran baik formal maupun non formal sampai ke daerah terpencil adalah salah satu kendala. Jumlah tenaga pengajar yang tercermin dari rasio guru dan murid pun masih sangat kecil. Kesenjangan Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 12
ini sangat signifikan apabila dibandingkan dengan kondisi sumberdaya manusia di sejumlah provinsi di wilayah Indonesia Barat. Salah satu kendala pemerintah dalam upaya pemerintah membangun sektor pendidikan di Papua Barat adalah sulitnya jangkauan di daerah pedalaman yang mengakibatkan sebagian besar penduduknya berpendidikan rendah. Karena luasnya medan atau area lahan Papua Barat dan sulitnya jangkauan letak sekolah dengan tempat penjualan-bahan makanan serta barang-barang lain kebutuhan sehari-hari, sering kali tidak dapat memperoleh tenaga guru untuk sekolah yang bersangkutan. Sebagai contoh, di Kabupaten Sorong untuk tingkat SLTP tercatat belum ada sekolah kejuruan (dari data BPS tahun 2005). Pemerintah telah mengusahakan sejumlah upaya untuk memberikan peluang kepada masyarakat untuk belajar ke wilayah Jawa, mengenyam pendidikan tinggi di luar wilayah namun lulusan perguruan masih tergolong sedikit yaitu sekitar 2,47% dari jumlah total penduduk yang tercatat. Sumberdaya manusia di Kabupaten Teluk Bintuni dan Teluk Wondama juga masih sangat terbatas. Prosentase tidak pernah mengenyam pendidikan masih sangat tinggi, dan prosentase menikmati dunia pendidikan tingkat atas masih sangat sedikit. Bahkan, beberapa kabupaten seperti Sorong, Raja Ampat, Teluk Bintuni dan Teluk Wondama tidak memiliki sumberdaya unggul dalam arti penduduk yang tamat universitas. Hal ini menjadi masalah secara internal karena kelemahan yang datang dari dalam ini bertemu dengan ancaman dari luar karena realitanya kualitas SDM pendatang memang secara empirik jauh lebih baik dan pendatang yang dalam ini memang datang untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam Provinsi Papua Barat, bekerja pada sektor pertambangan dan perindustrian dan sektor kehutanan. Perkembangan kondisi pendidikan menurut indikator Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Angka Partisipasi Sekolah (APS), secara umum kondisi pendidikan di Provinsi Papua Baratmenunjukkan perbaikan dalam lima tahun terakhir (2005-2011). Pada Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 13
tahun 2011 Rata-rata Lama Sekolah mencapai 8,90 tahun dan Angka Melek Huruf mencapai 93,39% berada diatas rata-rata nasional. Sementara untuk perbandingan RLS antar kabupaten/kota, RLS tertinggi terdapat di Kota Sorong (11,39 tahun) dan terendah Kabupaten Tambrauw (5,78 tahun). Sementara untuk AMH mencapai 93,39 persen lebih tinggi dari AMH nasional (92,99%), dengan AMH tertinggi di Kota Sorong (99,14%) dan terrendah di Kabupaten Tambrauw (77,33%).
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 14
2. Kesehatan Tingkat kesejahteraan keluarga berdasarkan kategori dari BPS di Provinsi Papua Barat masih cukup rendah. Keluarga yang masih ada pada tahap Pra Sejahtera hampir mencapai separuh keluarga yang ada di Provinsi Papua Barat yaitu 39,19% atau sebanyak 46.380 KK. Sedangkan untuk Keluarga Sejahtera III dan III plus hanya 7,66%. Angka yang sungguh sangat memprihatinkan. Tapi untuk perkembangan derajat kesehatan penduduk antar provinsi di wilayah Papua Barat selama periode terakhir menunjukkan kondisi perbaikan, yang diindikasikan oleh menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB), dan meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH).Kondisi ini sejalan dengan perkembangan perbaikan kondisi kesehatan secara nasional yang cenderung terus membaik. Angka Kematian Balita (AKB), Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), kondisi AKB menunjukan perbaikan dalam lima tahun terakhir (2005-2010), AKB tahun 2010 sebesar 29,5 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Namun kondisi AKB Provinsi Papua Barat masih tergolong tinggi dan berada di atas rata-rata AKB nasional. Status Gizi Balita, Kondisi kesehatan masyarakat berdasarkan indikator status gizi balita, merupakan gangguan pertumbuhan bayi yang terjadi sejak usia dini (4 bulan) yang ditandai dengan rendahnya berat badan dan tinggi badan, dan terus berlanjut sampai usia balita. Hal tersebut terutama disebabkan rendahnya status gizi ibu hamil.Perkembangan status gizi balita untuk persentase balita gizi buruk/kurang meningkat pada tahun 2010 dibandingkan tahun 2007, namun masih tinggi dibandingkan nasional. Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 15
Angka Harapan Hidup (AHH), perkembangan AHH Provinsi Papua Barat dan kabupeten/kota dalam lima tahun terakhir meningkat, sejalan dengan perkembangan AHH secara nasional. AHH Provinsi Papua Barat tahun 2011 mencapai 68,81 tahun masih lebih rendah dibandingkan terhadap AHH nasional. Sementara untuk perbandingan AHH antar kabupaten/kota taun 2011 di Provinsi Papua Barat, AHH tertinggi berada di Kota Sorong 72,36 tahun lebih tinggi dari AHH provinsi dan nasioanl, dan terrendah di KabupatenTambauw (66,31 tahun).
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 16
Indikator kesehatan lainnya yang menggambarkan kinerja dari pelayanan kesehatan bagi masyarakat adalah kondisi kesehatan ibu dan bayi yang berkaitan dengan proses melahirkan. Kondisi ini dapat ditunjukkan melalui data persentase kelahiran balita menurut penolong kelahiran terakhir.Perkembangan dari persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga medis dalam lima tahun terakhir di Provinsi Papua Barat terus meningkat, namun masih rendah dibandingkan angka rata-rata nasional.
Gambar 14. Perkembangan Persentase Kelahiran Balita ditolong Tenaga Medis terhadap Nasional 3. Kondisi Perekonomian Papua Barat PDRB Provinsi Papua Barat menurut lapangan usaha Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dengan migas tahun tahun 2012 mencapai 42.760 miliar rupiah lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. PDRB ADHB dengan migas Provinsi Papua Barat menyumbang sebesar 0,64 persen terhadap PDB nasional (33 provinsi). Sementara untuk PDRB ADHK tahun 2000 dengan migas sebesar 13.781 miliar rupiah, sementara tanpa migas sebesar 6.997 miliar rupiah. Struktur perekonomian Provinsi Papua Barat 2011, didominasi bersarnya kontribusi dari sektor pertambangan dan penggalian dengan Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 17
kontribusi sebesar 26,45%, sektor industry pengolahan dengan kontribusi sebesar 51,67 %, sektor pertanian (13,76%), dan pertambangan dan penggalian (7,23%). Selain ketiga sektor diatas, sektor lainnya yang memiliki kontribusi cukup besar adalah sektor industri pengolahan (11,87%), dan sektor bangunan (7,14%).
Gambar15. Struktur Perekonomian PDRB Papua Brat Tahun 2011
Jika dilihat perbandingan nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dengan migas 2011 kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat, menunjukan adanya kesenjangan pendapatan yang cukup tinggi, dimana PDRB tertinggi mencapai 15.118 miliar rupiah (Kabupaten Teluk Bintuni) dan PDRB terrendah sebesar 46 miliar rupiah(Kabupaten Tambraum). PDRB perkapita dengan migas ADHB Provinsi Papua Barat dan kabupaten/kota dari tahun 2005-2012 meningkat setiap tahunnya, PDRB perkapita tahun 2012 Papua Barat mencapai sebesar 52.384 ribu/jiwa lebih tinggi dari PDRB perkapita nasional (33.748 ribu/jiwa). Sementara untuk perbandingan PDRB perkapita kabupaten/kota di Papua Barat kecenderungan adanya kesenjangan yang cukup tinggi, dimana sebagian besar kabupaten/kota memiliki PDRB perkapita dibawah rata-rata PDRB perkapita provinsi, dengan PDRB perkapita tertinggi mencapai 277.934 Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 18
ribu/jiwa terdapat di Kabupaten Teluk Bintuni dan terrendah sebesar 6.215 ribu/jiwa di Kabupaten Maybrat.
D. Ketercapaian MDGs di Provinsi Papua Barat Papau Barat, sebagai salah satu provinsi di belahan timur Indonesia juga memiliki komitmen untuk melaksanakan tujuan pembangunan milenium dalam upaya untuk mengejar ketertinggalan dalam mewujudkan hak-hak dasar masyarakat. Permasalahan kemiskinan dan pembangunan kualitas sumber daya manusia dan membuka mengatasi hambatan geografis merupakan sejumlah tantangan besar yang dihadapi oleh pemerintah Provinsi Papua Barat. Pada tahun 2010, BPS Provinsi Papua Barat terlibat aktif dalam penyelenggaraan Sensus Penduduk tahun 2010 atau SP2010. Dengan suksesnya pelaksanaan SP2010, kebutuhan data kependudukan, kesehatan, dan perumahan dapat disajikan sampai tingkat pedesaan sekalipun. Jangkauan penyajian data pada tingkat small area tersebut memungkinkan untuk melakukan kajian capaian dari tujuan pembangunan milenium di Papua Barat. Meskipun tidak semua indikator tujuan pembangunan milenium tersebut dapat diperoleh dari SP2010 tetapi beberapa indikator yang ada dapat disajikan sampai tingkat terkecil (desa atau kelurahan). Hasil ketercapaian MDGs di Provinsi Papua Barat berdasarkan sensus penduduk 2010 adlah sebagai berikut: 1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan Target 1A yaitu: Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk dengan tingkat pendapatan kurang dari USD 1,00 (PPP) per hari dalam kurun waktu 1990-2015. Ketercapaian target tersebut dapat dilihat dalam tabel 16.
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 19
Gambar 16. Ketercapaian MDGs Target 1A
Papua Barat telah berhasil mengurangi persentase penduduk miskin. Dengan menggunakan garis kemiskinan Provinsi Papua Barat, persentase penduduk miskin turun dari 41,34 persen pada tahun 2006 menjadi 31,92 persen pada bulan Maret tahun 2011. Di tahun 2014, pemerintah pusat menargetkan persentase penduduk miskin di Papua Barat kurang dari seperlima penduduk yaitu antara 18,78 hingga 19,94 persen (Bappenas, 2010). Meskipun persentase penduduk miskin di Papua Barat telah berkurang, namun dengan memperhatikan target penurunan persentase penduduk miskin di tahun 2014 tersebut diperlukan perhatian serius pemerintah Provinsi Papua Barat untuk mencapainya.
Gambar 17. Kemajuan dalam mengurang kemiskinan ekstrim Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 20
Tingkat kemiskinan di Provinsi Papua Barat termasuk dalam 10 provinsi dengan persentase penduduk miskin tertinggi di Indonesia. Papua Barat sendiri menempati peringkat kedua setelah Provinsi Papua. Persentase penduduk miskin di Papua Barat tahun 2010 (34,88 persen) melebihi dua kali lipat dari persentase penduduk miskin nasional ( 13,33 persen). Target 1B yaitu: Menciptakan kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan layak untuk semua, termasuk perempuan dan kaum muda.
Gambar 18. Ketercapaian MDGs Target 1B
Keadaan ketenagakerjaan telah menunjukkan kecenderungan yang semakin membaik dan kecenderungan jangka panjang penciptaan lapangan pekerjaan juga mengindikasikan ke arah yang positif. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) telah berhasil diturunkan dari 10,17 persen pada tahun 2006 menjadi 7,68 persen pada tahun 2010. Indikator lainnya yang menandakan perbaikan situasi ketenagakerjaan adalah meningkatnya proporsi pekerja formal secara keseluruhan dan sebaliknya proporsi pekerja nformal telah menurun dalam beberapa tahun terakhir. Dengan kecenderungan seperti ini, maka sasaran yang telah ditetapkan oleh Pemerintah di dalam RPJMN 2010-2014, dengan menurunkan tingkat Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 21
pengangguran terbuka di Papua Barat sekitar 5,1 5,6 persen pada tahun 2014, diperkirakan akan tercapai. Pertumbuhan produk domestik bruto per pekerja, tahun 2006 2010 bervariasi, dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 24,07 persen. Pertumbuhan produktifitas pekerja terus meningkat disebabkan oleh pertumbuhan PDRB yang jauh lebih besar dibandingkan penambahan pekerja setiap tahunnya. Besarnya pertumbuhan ini disumbang oleh tingginya produktifitas pekerja di sektor manufaktur (pertambangan, industri, konstruksi, listrik dan gas) yang meningkat setiap tahunnya. Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia kerja dalam kurun waktu 2006 2010 mengalami perubahan yang relatif kecil, dan cukup dinamis. Pertumbuhan ekonomi yang kuat tiap tahunnya memungkinkan pertumbuhan lapangan kerja melampaui pertumbuhan angkatan kerja. Kesempatan kerja yang tercipta telah menyerap tenaga kerja yang baru memasuki pasar kerja. Pada periode 2006 2007, terdapat penurunan rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia kerja dari 64 persen menjadi 60 persen namun kemudian meningkat terus hingga tahun 2010 mencapai 63 persen. Penurunan ini menandakan bahwa pertambahan penduduk usia kerja lebih banyak terserap pada bukan angkatan kerja. Preferensi melanjutkan sekolah ke jenjang selanjutnya lebih tinggi daripada mencari kerja setelah lulus. sebaliknya sejak 2007 peningkatan yang terjadi mengindikasikan bahwa tambahan penduduk usia kerja ini terserap dalam lapangan pekerjaan. Pada tingkat kabupaten/kota, rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia kerja pada tahun 2007 dan 2010 pada umumnya meningkat. Kabupaten dengan rasio yang menurun adalah Fakfak, Raja Ampat dan Teluk Wondama. Sedangkan yang mengalami peningkatan adalah Sorong Selatan, Sorong, Teluk Bintuni, Manokwari, Kota Sorong, dan Kaimana. Kabupaten Tambrauw dan Maybrat tidak dapat dibandingkan karena Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 22
daerah pemekaran dan datanya belum tersedia, namun pada tahun 2010 termasuk daerah dengan rasio tertinggi. Kualitas pekerja di Papua Barat tidak begitu jauh dengan kondisi Nasional, hampir separuh pekerja adalah mereka yang berpendidikan rendah yaitu tamatan SD ke bawah. Meskipun demikian, keadaan tahun 2010 lebih baik dibandingkan 2007. Proporsi pekerja dengan pendidikan rendah semakin berkurang dan sebaliknya proporsi pekerja dengan pendidikan tinggi yaitu SMA ke atas semakin meningkat. Rasio pekerja yang bekerja di sektor informal terus menurun diakibatkan oleh tumbuhnya lapangan usaha berupah. Sebaliknya sektor formal terus mengalami perbaikan dari tahun ke tahun. Proporsinya bertambah dari 26,05 persen pada tahun 2006 menjadi 32,61 persen pada tahun 2010. 2. Mencapai Pendidikan Dasar Untuk Semua Target 2A: Menjamin pada tahun 2015 semua anak laki-laki maupun perempuan dimanapun dapat menyelesaikan pendidikan dasar.
Gambar 19. Ketercapaian MDGs Target 2A
Prioritas pembangunan pendidikan sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2010 2014 adalah peningkatan akses, kualitas dan relevansi pendidikan. Di wilayah Papua Barat, target wajib belajar sembilan tahun belum tercapai. Rata-rata lama sekolah selama tahun 20072010 menunjukkan peningkatan tetapi belum melewati ambang batas 9 tahun Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 23
wajib belajar. Rata-rata lama sekolah dari penduduk berumur 15 tahun atau lebih di Papua Barat pada tahun 2010 sebesar 8,01 tahun. Indikator ini setidaknya memberikan gambaran nyata bahwa layanan sekolah dasar di Papua Barat sudah mencukupi. Fakta ini didukung oleh angka partisipasi murni SD telah mencapai 91,91 persen dan angka partisipasi kasar SD mencapai 115 persen. Data APM SD/sederajat selama empat tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang stagnan. Peningkatan APM SD kurang dari satu persen setiap tahun selama tahun 20072010. Hingga saat ini, masih ada tiga kabupaten dengan capaian APM SD kurang dari 90 persen yaitu Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Teluk Wondama. Meskipun layanan pendidikan sekolah dasar cukup memadai, tetapi tidak untuk jenjang di atasnya (SMP, SMA dan PT). Penyebaran guru di Provinsi Papua Barat tidak merata dan sebagian besar berkonsentrasi di kota. Sebagian lagi meninggalkan tugas karena menjadi kepala distrik atau pejabat teras bupati akibat pemekaran kabupaten baru. APM SMP Provinsi Papua Barat hingga tahun 2010 kurang dari 50 persen. Ini berarti, kurang separuh penduduk berumur 1315 tahun yang masih bersekolah di SMP/sederajat. Hanya ada tiga kabupaten dengan APM SMP lebih dari 55 persen yaitu Kota Sorong, Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Teluk Wondama. Capaian APM SMP di delapan kabupaten yang lain masih sangat rendah. Di sisi lain, perkembangan angka melek huruf dari penduduk berumur 1524 tahun menunjukkan peningkatan yang cukup tajam. Angka melek huruf tersebut meningkat dari 94,19 persen pada tahun 2007 menjadi 97,45 persen pada tahun 2010. Itu berarti, ada penambahah 3,26 persen dalam kurun tiga tahun. Dengan demikian, target bebas buta aksara bagi penduduk 1524 tahun pada tahun 2015 optimis dapat tercapai. Tiga kabupaten bahkan telah mencapai target ini di tahun 2010. Mereka adalah Kota Sorong, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Maybrat. Tiga Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 24
kabupaten lain perlu perhatian serius. Persentase penduduk 1524 tahun yang melek huruf di Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Tambrauw masih kurang dari 95 persen. 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 3A: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015. Salah satu tujuan pembangunan manusia di Indonesia adalah mencapai kesetaraan gender dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Berbagai kemajuan telah dicapai dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender di bidang pendidikan, ketenagakerjaan , dan politik. Di bidang pendidikan melalui pemberian akses dan partisipasi yang sama bagi perempuan maupun laki-laki merupakan upaya mendorong kesetaraan gender. Keberhasilan dari upaya tersebut dapat dilihat dari indeks paritas gender/IPG (Gender Parity Index/GPI) angka partisipasi murni (APM) yaitu rasio APM perempuan terhadap APM laki-laki pada semua jenjang pendidikan (SD, SMP SMA). Indikator IPG APM dapat dimanfaatkan untuk melihat apakah capaian kesetaraan gender yang merupakan salah satu sasaran dari MDG pada tahun 2015 akan tercapai. Data Susenas tahun 2007-2009 menunjukkan bahwa IPG APM pada jenjang pendidikan dasar semakin meningkat, sedangkan jenjang pendidikan menengah dan tingkat tinggi fluktuatif dan cenderung menurun. Namun demikian angkanya menunjukkan nilai yang semakin baik yang berkisar pada angka 92 118. Pada tahun 2010, IPG APM SD sederajat telah mencapai 99,69; pada SMP sederajat sebesar 100,55 dan pada SMA sederajat mencapai 96,13. Disparitas antar kabupaten/kota masih menjadi perhatian utama. Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin besar perbedaan IPG APM. Data Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa IPG APM SD berkisar 98,03 (Manokwari) dan 102,56 (Raja Ampat) dengan IPG APM yang Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 25
hampir sama di semua kabupaten/kota (Gambar 3.2A). IPG APM SMP berkisar antara 97,73 (Kota Sorong) dan 134,33 (Tambrauw) (Gambar 3.2B). Sementara pada jenjang pendidikan SMA berkisar 86,81 (Raja Ampat) dan 144,64 (Fakfak). Dibeberapa kabupaten/kota (Gambar 3.3C), IPG APM melebihi angka 100, yang berarti APM perempuan lebih tinggi dibandingkan APM laki-laki. Tersisa 3 kabupaten dengan IPG APM kurang dari 90 yaitu Manokwari, Teluk Bintuni dan Raja Ampat. Selain itu, sasaran MDG untuk rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki pada kelompok usia 15 24 tahun telah tercapai. Pada tahun 2010, IPG Papua Barat untuk melek huruf kelompok usia 15 24 tahun hampir mendekati 100, dengan tingkat melek huruf perempuan sebesar 99,30 persen dan tingkat melek huruf pada laki-laki mencapai 99,33. Hampir seluruh kabupaten/kota di Papua Barat memiliki IPG AMH mendekati 100, kecuali Kabupaten Tambrauw dengan nilai sebesar 88,44 yang menandakan tingkat melek huruf kelompok usia 15 -24 tahun masih jauh lebih tinggi laki-laki dibandingkan tingkat melek huruf perempuan. Di bidang ketenagakerjaan, data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) perempuan menurun lebih dari 6 persen, dari 16,65 persen pada tahun 2006 menjadi 9,89 persen pada tahun 2010. Sementara TPT laki-laki justru meningkat 0,20 persen, yaitu dari 6,17 persen menjadi 6,37 persen dalam periode yang sama. Sementara itu, tingkat pertisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan tidak mengalamai perubahan yang berarti berkisar pada angka 54 persen. Angka yang jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan TPAK laki-laki yang rata-rata 85 persen pada periode yang sama. Selain itu kemajuan di bidang ketenagakerjaan juga dapat dilihat dari persentase perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor non pertanian. Data menunjukkan bahwa kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor non pertanian mengalami peningkatan yang sangat berarti, dari 19,58 persen pada tahun Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 26
Di bidang politik, kemajuan yang dicapai antara lain adalah dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Komisi Pemilihan Umum (KPU), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, disusul dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemihan Umum Anggotaa Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam Undang-Undang tersebut diamanatkan dengan jelas bahwa 30 persen keterwakilan perempuan dalam kepengurusan parpol di tingkat pusat dan daerah dalam daftar yang diajukan untuk calon legislative. Kuota untuk calon anggota legislatif perempuan sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang belum dipenuhi oleh seluruh partai politik yang mengikuti pemilihan umum 2009. Hasil Pemilu Legislatif pada tahun 2009 lalu menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif masih jauh dari kuota 30 persen. Meskipun demikian, ada peningkatan yang cukup signifikan keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua Barat yaitu dari 12 persen hasil Pemilu Legislatif tahun 2004 menjadi 16 persen hasil Pemilu Legislatif tahun 2009. 4. Menurunkan Angka Kematian Anak Target 4A: Menurunkan angka kematian balita (AKBA) hingga dua pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Saat ini keadaan kesehatan anak Papua Barat semakin membaik yang ditunjukkan oleh penurunan angka kematian bayi. Dari 80 pada tahun 1990 menjadi 36 kematian bayi per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI). Sebagian besar penyebab kematian balita, bayi dan neonatal dapat dicegah. Salah satu pencegahan yang efektif adalah melalui pemberian imunisasi. Secara keseluruhan, cakupan program imunisasi lengkap terus meningkat. Selama periode 2007 2010, cakupan beberapa program imunisasi utama yaitu BCG, DPT3, polio, dan hepatitis-yang telah diberikan pada balita masing-masing telah meningkat mencapai 92 Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 27
persen, 90 persen, 90 persen, dan 86 persen (Susenas , 2010). Sementara itu pencapaian imunisasi pada bayi berusia 1 tahun pada tahun 2009 sebesar 56,7 persen (Susenas, 2009). Terdapat 5 kabupaten/kota dengan cakupan imunisasi campak lebih rendah dari rata-rata provinsi. Tercatat kabupaten dengan cakupan paling rendah adalah Raja Ampat (42,85 persen) dan Manokwari (48,07 persen). Sebaliknya kabupaten dengan cakupan imunisasi tertinggi adalah Teluk Bintuni (71 persen). Meskipun telah terjadi peningkatan cakupan dari 55,3 persen pada tahun 2007 menjadi 56,7 persen pada tahun 2009, angka ini masih jauh di bawah angka nasional. 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu Target 5A: Menurunkan angka kematian ibu hingga tiga perempat dalam kurun waktu 1990-2015 Target 5B: Mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun 2015. Belum tersedianya data Angka Kematian Ibu Provinsi Papua Barat mengakibatkan belum bisa dilakukan penggambaran pola kematian tersebut. Sementara jika kita merefleksi angka kematian ibu pada tingkat nasional, maka target MDGs 2015 untuk kematian ibu yaitu terjadinya penurunan hingga kisaran 102 kematian per seribu kelahiran hidup. Jika diasumsikan Angka Kematian Ibu Papua Barat berkisar pada angka nasional atau lebih tinggi dan berdasarkan perkiraan WHO bahwa 15 -20 persen ibu hamil baik di Negara maju maupun berkembang akan mengalami resiko tinggi dan/atau komplikasi, maka salah satu cara yang dinyatakan paling efektif untuk menurunkan angka kematian ibu adalah melalui peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih. Di provinsi Papua Barat, terjadi peningkatan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih yaitu 60,4 persen pada tahun 2009 menjadi 68,76 persen pada tahun 2010 (Susenas). Ketimpangan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih antarwilayah masih menjadi masalah. Gambar di atas menunjukkan Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 28
keadaan tersebut dimana pada level nasional provinsi Papua Barat masih menduduki peringkat 5 terbawah meskipun posisinya masih lebih baik dibandingkan 3 wialayah lain di kawasan timur Indonesia yaitu Maluku, Maluku Utara, dan Papua. Disparitas pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih antar kabupaten/kota se provinsi Papua Barat masih nyata sekali. Susenas 2010 menunjukkan bahwa capaian tertinggi sebesar 83,31 persen di Manokwari sedangkan terendah sebesar 30,77 persen di Sorong Selatan. Pelayanan antenatal (antenaal care/ANC) penting untuk memastikan kesehatan ibu selama kehamilan dan menjamin ibu untuk melakukan persalinan di fasilitas kesehatan. Sekitar 80,4 persen ibu hamil memperoleh pelayanan antenatal dari tenaga kesehatan professional selama masa kehamilan paling sedikit satu kali kunjungan pemeriksaan selama masa kehamilan, sedangkan yang melakukan pemeriksaan kehamilan paling sedikit 4 kali kunjungan baru mencapai 49,8 persen saja. Jika dipisahkan antara wilayah perkotaan dan pedesaan ternyata persentase Ante Natal Care (ANC) di daerah pedesaan lebih rendah daripada daerah perkotaan. Persentase ANC di daerah pedesaan sebesar 75,1%, sedangkan di daerah perkotaan sebesar 90,8%. Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate- CPR) menunjukkan peningkatan dalam 2 tahun terakhir. Capaian CPR semua cara di provinsi Papua Barat meningkat dari 34,8 persen pada tahun 2009(Susenas) menjadi 36,8 persen pada tahun 2010(Susenas). Sementara itu, untuk CPR cara modern meningkat dari 33,8 persen pada tahun 2009 menjadi 35,1 persen pada tahun 2010. Selanjutnya, di antara CPR cara modern, KB suntik merupakan cara yang paling banyak digunakan (54,9 persen) dan diikuti pil KB sebesar 31,1 persen (Susenas 2010). Angka pemakaian kotrasepsi bervariasi antarkabupaten. Angka CPR terendah di kabupaten Tambrauw yaitu sebesar 8,06 persen dan tertinggi di kabupaten Sorong mencapai 38,05 persen. JIka dipisahkan Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 29
menurut cara pemakaian, maka persentase pemakaian cara modern tertinggi adalah kabupaten Kaimana, dan terendah kabupaten Maybrat. Masih tingginya dispritas CPR tersebut menandakan bahwa cakupan program KB belum merata di seluruh wilayah Papua Barat. Jumlah pasangan usia subur yang ingin menjarangkan kehamilan atau membatasi jumlah anak, tetapi tidak menggunakan kontrasepsi (Unmet need) mencapai 16,7 persen jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional sebesar 9,1 persen. Jika unmetneed ini terpenuhi penggunaan kontrasepsinya maka CPR bisa mencapai separuh lebih. Unmet Need cenderung bervariasi antar provinsi dan Papua Barat menduduki posisi keempat tertinggi. Age Spesific Fertility Rate(ASFR) usia 15-19 menurun dari 64 pada tahun2009 menjadi 59 kelahiran per 1000 perempuan menikah pada tahun 2010 (Susenas). Keadaan ini menunjukkan bahwa kelahiran pada kelompok yang beresiko tinggi terjadi kematian ibu mengalami penurunan. 6. Memerangi HI/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya Target 6A: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS hingga tahun 2015. Target 6B: Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV/AIDS bagi semua yang membutuhkan sampai dengan tahun 2010. Sejalan dengan kondisi secara nasional, jumlah kumulatif kasus AIDS di Papua Barat terus mengalami peningkatan. Jumlah yang dilaporkan di tahun 2010 sebesar 58 orang, sama dengan jumlah pada kondisi tahun 2009 (tidak adanya laporan yang masuk). Sementara itu, jumlah kumulatif kasus AIDS/IDU sebanyak orang dan jumlah penderita AIDS yang meninggal sebanyak 19 orang. Prevalensi kasus HIIV/AIDS di Papua Barat di tahun 2010 sebesar 8,93 per 100.000 penduduk, mengalami penurunan dibandingkan dengan prevalensi di tahun 2008 yang mencapai 10,24 per 100.000 penduduk. Angka ini berada di peringkat ke-12 dari 33 provinsi. Prevalensi kasus Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 30
HIV/AIDS tertinggi terjadi di Provinsi Papua yaitu mencapai 173,69 per 100.000 penduduk, sedangkan angka prevalensi kasus HIV/AIDS nasional berada sedikit diatas nilai prevalensi Papua Barat, yakni mencapai 10,46 per 100.000 penduduk. Selama ini obat untuk menyembuhkan HIV/AIDS belum ditemukan, maka strategi utama dalam pencegahan penyakit ini dilakukan dengan cara sosialisasi tentang cara penularan dan pencegahannya. Keberhasilan strategi ini sangat tergantung pada tingkat pengetahuan penduduk tentang cara penularan dan pencegahan serta persepsi penduduk mengenai HIV/AIDS. Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 2010, persentase penduduk Papua Barat usia 15 tahun keatas yang memiliki pengetahuan tentang cara penularan HIV/AIDS yang dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu hubungan seksual yang tidak aman (64,7 persen), penggunaan jarum suntik bersama (61,0 persen), dan transfuse darah yang tidak aman (57,7 persen). Dari ketiga kelompok tersebut ternyata seluruh persentasenya berada diatas angka nasional (53,6%; 51,4%; dan 46,6%). Hasil dari Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa untuk seluruh item tentang pengetahuan penduduk usia 15 tahun keatas dalam hal penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak yang dikandung, persepsi yang benar tentang cara penularan HIV/AIDS, dan pengetahuan yang benar tentang cara pencegahan HIV/AIDS persentasenya selalu berada diatas persentase nasional dan persentase Papua Barat dibandingkan dengan provinsi lain termasuk dalam kategori baik. Begitu pula bila dilihat dari pengetahuan secara komprehensif tentang penyebab dan penularan HIV/AIDS, Provinsi Papua Barat secara nasional berada pada peringkat ketiga (19,2 persen) berada diatas angka nasional yang hanya 11,4 persen. Melihat kondisi ini, dapat dikatakan bahwa tingkat pengetahuan penduduk usia 15 tahun keatas tentang HIV/AIDS sudah memadai, tetapi prevalensi kasus HIV/AIDS Papua Barat masih tergolong tinggi. Diduga penyebabnya adalah karena kebiasaan warga melakukan hubungan sex beresiko yang tidak mudah untuk dirubah dalam menghindari penyebab penularan Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 31
penyakit HIV/AIDS. Diperlukan usaha sosialisasi dan pengawalan dari pemangku kewenangan yang berkesinambungan untuk semakin memberikan pemahaman kepada masyarakat.
Target 6C: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru malaria dan penyakit utama lainnya hingga tahun 2015. Malaria merupakan salah satu penyakit selain TB dan HIV/AIDS yang menjadi bagian komitmen global Millenium Development Goals (MDGs). Dalam MDGs ditargetkan untuk menghentikan penyebaran dan mengurangi insiden Malaria pada tahun 2015 yang dilihat dari indikator mnurunnya prevalensi dan kematian akibat Malaria. Annual Parasite Insidence (API) Nasional menunjukkan penurunan dari tahun 2008-2009 yaitu dari 2,47 per 1000 penduduk menjadi 1,85 per 1000 penduduk di tahun 2009. Sedangkan di tahun 2010, API nasional justru mengalami peningkatan menjadi 1,96 per 1000 penduduk (Ditjen PP dan PL Kemenkes, 2010). Sesuai dengan target Renstra Kemenkes tahun 2010-2011, API harus dapat diturunkan menjadi 1 per 1000 penduduk pada tahun 2014. Sehingga masih diperlukan upaya efektif untuk menurunkan angka pesakitan Malaria 0,96 per 1000 penduduk dalam kurun waktu empat tahun kedepan. Kondisi angka pesakitan Malaria yang digambarkan dengan besarnya nilai API di Papua Barat menunjukkan adanya perbaikan. Di tahun 2007 API Papua Barat mencapai 53,57 per 1000 penduduk. Angka ini sekaligus menjadi API provinsi tertinggi di Indonesia. API Papua Barat berangsur-angsur mengalami perbaikan di tahun 2008-2009, yaitu menurun menjadi 46,10 per 1000 penduduk dan 27,66 per 1000 penduduk, walaupun angka tersebut masih merupakan API tertinggi di Indonesia. Di tahun 2010, peringkat API Papua Barat mengalami perbaikan ke peringkat ke 32 dari 33 provinsi di Indonesia setelah Provinsi Papua. Seiring dengan perbaikan peringkat tersebut, angka API Papua Barat pun kembali menurun menjadi 17,86 per 1000 penduduk. Berdasarkan nilai API Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 32
tersebut, Papua Barat termasuk dalam stratifikasi daerah endemis tinggi malaria kategori II. Sedangkan bila dilihat dari segi period prevalence malaria, Papua Barat memiliki nilai yang tertinggi di Indonesia yaitu 10,6 persen diikuti oleh Provinsi Papua dan Nusa Tenggara Timur (10,1 persen dan 4,4 persen). Period prevalence malaria dalam satu bulan terakhir terdiri dari : (1) Kasus yang telah dipastikan dengan pemeriksan darah, dan (2) Kasus yang menunjukkan gejala klinis malaria atau tidak menunjukkan gejala namun pernah minum obat anti malaria. Data kasus baru malaria selama setahun terakhir pernah di diagnosis menderita malaria yang sudah dipastikan dengan pemeriksaan darah oleh tenaga kesehatan tahun 2010 menunjukkan bahwa angka kasus baru di Papua Barat termasuk tertinggi kedua di Indonesia, yaitu mencapai 253,4 per 1000 penduduk. Angka ini berada dibawah Provinsi Papua yang memiliki angka kasus baru malaria sebesar 261,5 per 1000 penduduk. Kedua wilayah ini memiliki angka kasus baru yang tergolong tinggi bila dibandingkan angka rata-rata nasional yang hanya mencapai 22,9 per 1000 penduduk. Pencegahan penyakit malaria dilakukan dengan perlindungan perorangan dengan menggunakan kelambu saat tidur. Cara ini dinilai cukup efektif dalam mencegah gigitan nyamuk yang membawa bibit penyakit malaria. Di tahun 2009, melalui bantuan dari Global Fund (GF) komponen malaria ronde 1 dan 6, di 16 provinsi telah dibagikan kelambu yang telah diproteksi dengan insektisida (kelambu berinsektisida). Sebanyak 33.950 buah kelambu berinsektisida telah dibagikan di Papua Barat. Persentase pemakaian kelambu (berinsektisida dan tidak) di Papua Barat mencapai 48,6 persen, sedangkan pemakaian kelambu berinsektisida bahkan mencapai 66,1 persen, atau merupakan persentase tertinggi penggunaan kelambu berinsektisida di Indonesia. Persentase kebiasaan pencegahan malaria pada penduduk usia 15 tahun keatas menurut cara pencegahan terbanyak di Papua Barat dilakukan dengan tidur dengan menggunakan kelambu (54,1 persen), memakai obat Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 33
nyamuk bakar/elektrik (41,1 persen), memasang kasa nyamuk pada jendela/ventilasi (27,7 persen), menggunakan repellent/bahan pencegah gigitan nyamuk (15,8 persen), rumah disemprot dengan obat nyamuk berinsektisida (24,3 persen), minum obat pencegah bila bermalam/berkunjung di daerah endemis malaria (8,3 persen), dan penggunaan lainnya (12,3 persen). Penderita malaria yang telah didiagnosis dengan pemeriksaan darah harus memperoleh pengobatan yang efektif, maksudnya adalah jenis obat yang dikonsumsi berupa Artemisinin-based Combination Therapy (ACT), obat tersebut diperoleh penderita maksimum 24 jam setelah sakit dan dosis obat diperoleh dalam tiga hari dan diminum seluruhnya. Pengobatan yang telah dilakukan secara efektif di Papua barat hanya mencapai 10,2 persen saja. Diantara lainnya hanya dilakukan tidak secara efektif (hanya sebagian syarat terpenuhi). Jika dilakukan secara terpisah, persentase pengobatan penderita malaria dengan ACT mencapai 15,9 persen, sementara penderita yang menggunakan ACT dan memperoleh obat tersebut labih dari 24 jam setelah sakit sebesar 75,4 persen, sedangkan 78,4 persen penderita malaria menerima dosisi ACT untuk tiga hari dan diminum habis. Upaya penggalakan pemberantasan malaria terus dilakukan yang dikenal dengan Gerakan Berantas Kembali Malaria Gebrak Malaria telah dicetuskan sejak tahun 2000. Gerakan ini merupakan embrio pengendalian malaria yang berbasis kemitraan dengan berbagai sektor dan menjadi pendorong program eliminasi malaria yang telah dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009 yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sehat, terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai dengan tahun 2030. Papua Barat, beserta dengan Provinsi Papua, Maluku, Maluku Utara, dan NTT menjadi daerah tersulit dan ditargetkan akan bebas malaria pada akhir tahun 2030. 7. Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 34
Target 7C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi layak hingga tahun2015. Air Minum Akses penduduk terhadap air minum layak menunjukkan perkembangan yang positif. Berdasarkan hasil SP2010, jumlah rumah tangga yang mengakses air minum layak sebanyak 113.728 rumah tangga atau 67,66 persen dari total rumah tangga yang ada di Provinsi Papua Barat. Pertumbuhan penduduk yang tinggi belum dapat diimbangi oleh penyediaan air minum layak oleh pemerintah daerah. Akses air minum layak bersumber dari air kemasan, air ledeng, pompa, sumur terlindung dan mata air terlindung yang berjarak sama atau lebih dari 10 meter dengan tempat akhir penampungan tinja, serta air hujan. Sumber air minum layak di daerah perkotaan dan pedesaan berbeda. Akses penduduk di perkotaan terhadap air minum layak lebih tinggi daripada penduduk di pedesaan. Jika di daerah perkotaan, kebanyakan penduduk mengakses air minum layak berupa air kemasan atau bersumber dari air ledeng, maka di daerah pedesaan tidak demikian. Penduduk di daerah pedesaan mengakses air minum layak melalui pompa, sumur terlindung atau mata air terlindung yang berjarak sama atau lebih dari 10 meter dengan tempat akhir penampungan tinja serta air hujan. Dengan kata lain, untuk mengkases air minum layak, penduduk di pedesaan lebih mengandalkan pada daya dukung alam. Sebaliknya di perkotaan, penduduk mengandalkan pada penyediaan sarana dan prasarana air minum. Hal ini mengindikasikan penyediaan infrastruktur air minum di pedesaan perlu diprioritaskan. Persentase penduduk yang mengakses air minum layak di Kabupaten Tambrauw terendah di Provinsi Papua Barat. Sebagai kabupaten terisolir di Papua Barat, kebanyakan penduduk memanfaatkan air sungai dan sumur tidak terlindung untuk air minum. Hal ini sangat berbeda dengan Kota Sorong. Lebih dari 80 persen penduduk Kota Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 35
Sorong telah mengakses air minum layak. Perbedaan akses air minum layak di kedua wilayah tersebut menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur air minum selama ini belum merata.
Sanitasi Sanitasi dasar yang layak didefinisikan sebagai sarana yang aman, higienis, dan nyaman yang dapat menjauhkan pengguna dan lingkungan di sekitarnya dari kontak dengan kotoran manusia, meliputi kloset dengan leher angsa yang terhubung dengan sistem pipa saluran pembuangan atau tangki septik, termasuk jamban cemplung (pit latrine) terlindung dengan segelslab dan venti lasi; serta toilet kompos. Data sanitasi dasar yang layak yang dapat diperoleh dari SP2010 terbatas pada kepemilikan jamban dan tempat penampungan akhir tinja/kotoran. Hasil sensus tersebut mencatat, sebesar 65,25 persen rumah tangga telah menggunakan septik tank sebagai tempat akhir penampungan tinja/kotoran. Persentase rumah tangga di perkotaan (85,57 persen) lebih tinggi daripada di pedesaan (56,63 persen). Ada kesenjangan yang cukup signifikan dalam hal akses terhadap sanitasi dasar yang layak antar kabupaten/kota dan antar desa dan kota. Hanya empat wilayah yang akses terhadap sanitasi dasar yang layak lebih besar dari rata-rata provinsi. Ketiga wilayah itu adalah Kota Sorong, Kabupaten Fakfak, Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Kaimana. Penggunaan tangki septik di Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Maybrat masih sangat rendah. Secara umum, persentase penggunaan tangki septik di daerah perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan. Hal ini disebabkan oleh tingkat kesadaran dan kebutuhan penduduk perkotaan terhadap sistem sanitasi yang higienis lebih tinggi daripada penduduk di pedesaan.
Target 7D: Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (miniml 100 juta) pada tahun 2020. Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 36
Rumah tangga kumuh di perkotaan merupakan salah satu ekses dari perkembangan urbanisasi yang semakin cepat. Laju pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan pemukiman layak berdampak pada tumbuhnya rumah-rumah kumuh. Indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi rumah tangga kumuh perkotaan mengacu pada definisi permukiman kumuh dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, yaitu tidak adanya akses sumber air minum layak, tidak adanya akses sanitasi dasar yang layak, luas minimal lantai hunian per kapita dan daya tahan material hunian. Berdasarkan empat kriteria tersebut dan ketersediaan informasi yang dapat diperoleh dari SP2010 maka rumah tangga kumuh dikenali dari: 1) Luas Lantai Per Kapita Kurang dari 8 meter per segi; 2) Jenis lantai terluas berupa papan, bambu, atau tanah; 3) Tidak memiliki jamban atau memiliki jamban tetapi tidak menggunakan septik tank; dan 4) Sumber air minum berasal dari sumur tidak terlindung, mata air tidak terlindung, atau air sungai. Rumah tangga dikategorikan kumuh apabila memenuhi minimum tiga dari empat kategori tersebut. Berdasarkan kriteria rumah tangga di atas, jumlah rumah tangga yang teridentifikasi kumuh sebanyak 30.703 rumah tangga atau 18,26 persen dari total rumah tangga di Provinsi Papua Barat. Rumah tangga kumuh di perkotaan tercatat sebanyak 3.265 rumah tangga atau 6,53 persen dari total rumah tangga di perkotaan. Persentase rumah kumuh perkotaan di Provinsi Papua Barat paling besar di Kabupaten Teluk Bintuni. Secara absolut, jumlah rumah tangga kumuh di Kabupaten Teluk Bintuni hanya 353 rumah tangga. Sebaliknya, jumlah rumah tangga kumuh perkotaan di Kota Sorong sebanyak 1.855 rumah tangga. Namun, karena jumlah rumah tangga di perkotaan di Kota Sorong lebih dari delapan kali lipat jumlah rumah tangga di Kabupaten Teluk Bintuni, persentase rumah tangga kumuh perkotaan di Kota Sorong lebih rendah daripada Kabupaten Teluk Bintuni yaitu 7,08 persen. 8. Membantu Kemitraan Global untuk pembangunan Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 37
Target 8F: Berkerjasama dengan swasta dalam memanfaatkan teknlogi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi. Kondisi geografis Papua Barat yang sulit, menghambat pertumbuhan infrastruktur jaringan telekomunikasi PSTN. Hingga pertengahan 2010, jumlah pelanggan telepon kabel (PSTN) kurang dari 10 persen. Sebaliknya, perkembangan penggunaan telepon seluler sangat pesat. Hingga kini, sekitar 58,37 persen rumah tangga memiliki telepon seluler. Terdapat disparitas penggunaan telepon seluler antara kota dan desa dan antar kabupaten/kota. Penggunaan telepon seluler lebih banyak di daerah perkotaan daripada di pedesaan. Pengguna telepon seluler terbanyak di Kota Sorong, Kabupaten Sorong dan Kabupaten Manokwari. Sebaliknya, penggunaan telepon seluler di Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Maybrat kurang dari 30 persen. Tidak ada jaringan telekomunikasi seluler di Kabupaten Tambrauw.
Akses Internet Perbedaan pembangunan infrastruktur teknologi, informasi dan komunikasi (TIK) juga berdampak pada perbedaan akses rumah tangga terhadap layanan internet di perkotaan dan di pedesaan serta antar kabupaten/kota. Akses penduduk perkotaan terhadap layanan internet hampir dua kali lebih tinggi daripada di pedesaan. Pengguna internet terbanyak di Kota Sorong yaitu sebanyak 6.560 rumah tangga atau 15,55 persen dan di Kabupaten Manokwari yaitu sebanyak 6.427 rumah tangga atau 15,06 persen. Akses internet di kabupaten pemekaran yaitu kabupaten Tambrauw, Kabupaten Maybrat, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Kaimana masih cukup rendah. Persentase rumah tangga pengguna internet di ketujuh wilayah tersebut kurang dari 10 persen. Hal ini disebabkan oleh kurangnya infrastruktur telekomunikasi baik PSTN Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 38
maupun nirkabel di Papua Barat secara umum. Survei Susenas tahun 2010 menunjukkan, tiga dari empat pengguna internet memanfaatkan teknologi telepon seluler sebagai media untuk mengakses internet. Rumah tangga yang memiliki telepon selular terbanyak di Kota Sorong, Kabupaten Sorong dan Kabupaten Manokwari. Singkat kata, ada keterkaitan antara kepemilikan telepon selular dan akses internet. Persentase rumah tangga yang mengakses internet cukup tinggi di wilayah-wilayah dengan persentase kepemilikan telepon seluler yang juga tinggi.
Kepemilikan Komputer Pribadi Indikator terakhir yang digunakan untuk mengukur pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi adalah kepemilikan komputer pribadi. Perkembangan selama tahun 2009 dan 2010, kepemilikan komputer pribadi di Papua Barat menunjukkan peningkatan dari 5,90 persen pada tahun 2009 menjadi 8,99 persen pada tahun 2010. Meskipun demikian, penyebaran kepemilikan komputer pribadi tersebut belum merata di semua kabupaten/ kota. Hanya dua wilayah dengan persentase kepemilikan komputer pribadi di atas 10 persen. Kedua wilayah tersebut adalah Kota Sorong (15,57 persen) dan Kabupaten Manokwari (12,01 persen). Perkembangan pendidikan yang lebih maju di Kota Sorong dibandingkan wilayah lain di Papua Barat berdampak pada tingginya permintaan penduduk terhadap media teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, Kota Sorong merupakan pintu gerbang pertama untuk masuknya produk-produk teknologi informasi ke Tanah Papua sebelum didistribusikan ke wilayah lain seperti Bintuni, Kaimana, Raja Ampat, Sorong Selatan dan sekitarnya. Rendahnya persentase kepemilikan komputer pribadi di wilayah lain selain Kota Sorong dan Kabupaten Manokwari terkait dengan keterbatasan infrastruktur. Di beberapa wilayah seperti Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Sorong Selatan, Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 39
Kabupaten Maybrat dan Kabupaten Tambrauw masih dihadapkan pada minimnya pasokan listrik. Di lima wilayah tersebut, akses rumah tangga terhadap layanan listrik dibatasi (belum 24 jam per hari). Akibatnya, banyak rumah tangga yang membatasi diri untuk memiliki produk teknologi informasi khususnya komputer pribadi.
E. Masalah dan Kebijakan Penduduk di Provinsi Papua Barat 1. Masalah Kemiskinan Penduduk Dalam mengentaskan kemiskinan, Pemerintah Provinsi Papua Barat dihadapkan pada sejumlah tantangan: a. Lokus penduduk miskin didominasi oleh penduduk di daerah terisolir. Hal ini terkait dengan tingginya biaya transportasi untuk akses masuk komoditi kebutuhan pokok masyarakat yang berakibat pada tingginya harga-harga kebutuhan pokok masyarakat tersebut. Dampaknya dapat di lihat dari tingginya persentase penduduk miskin di Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Maybrat dan Kabupaten Tambrauw. b. Kesenjangan distribusi pendapatan. c. Keterbatasan akses penduduk miskin kepada layanan pendidikan dan kesehatan. d. Rendahnya tingkat pendidikan penduduk miskin. Dalam rangka mengatasi sejumlah tantangan di atas, strategi Penanggulangan Kemiskinan diarahkan pada: a. Mempercepat pembangunan infrastruktur ekonomi diseluruh wilayah hingga ke kampung-kampung; b. Meningkatkan dan mengembangkan usaha perekonomian masyarakat, khususnya di daerah pedesaan/pedalaman, sekaligus untuk mengurangi ketergantungan terhadap daerah lain atas produk-produk pertanian yang semestinya dapat dihasilkan di daerah ini. 2. Masalah Pendidikan Tantangan dunia pendidikan di Papua Barat adalah: Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 40
a. Distribusi fasilitas pendidikan khususnya pendidikan menengah atas dan perguruan tinggi tidak merata; b. Kurangnya jumlah tenaga guru dan distribusi guru yang ada tidak merata; c. Permasalahan guru yang bertugas di pedalaman terkait ketersediaan sarana pendukung; Beberapa kebijkan di bidang pendidikan antara lain: a. Meningkatkan akses dan mutu pendidikan; b. Penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun; c. Meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru/pendidik; d. Meningkatkan cakupan atau jangkauan pendidikan ke daerah remote. 3. Masalah Kesehatan Maslah terkait dengan kesehatan antara lain masih terbatasnya skses pelayanan kesehatan yang mengakibatkan rendahnya pula cakupan imunisasi dan upaya pengendalian faktor resiko lingkungan. Sehingga banyak mengakibatkan kematian bayi dan ibu saat melahirkan. Untuk mengatasi hal tersebut kebijakan di Papua Barat dilakukan dnegan: a. Meningkatkan upaya perubahan perilaku, melalui peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di tingkat rumah tangga. b. Meningkatkan pelayanan kesehatan neonatal dan ibu. c. Menambah jumlah dan meratakan penyebaran fasilitas pelayanan kesehatan dasar/primer melalui : 1) pemenuhi kebutuhan tenaga medis profesional dalam jangka pendek seperti Pegawai Tidak Tetap dan kontrak; 2) mengembangkan sistem pelayanan kesehatan mobile dan semistatic yang menunjang pelayanan kesehatan static; 3) menata peran dukun dalam konteks kemitraan dengan bidan berupa prinsip keterbukaan, kesetaraan dan saling menguntungkan 4. Masalah HIV/AIDS Tanah Papua termasuk sebagai daerah epidemi HIV/AIDS. Oleh karena itu harus diberikan perlakuan khusus terkait dengan pencegahan Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 41
penularan, perawatan, dan pengobatan penderita HIV/AIDS. Kebijakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi maslah tersebut anatara lain: a. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan untuk mengantisipasi dan menghadapi epidemi yang ada . b. Memperkuat sistem informasi dan sistem monitoring dan evaluasi, me- lalui: 1) pelaksanaan monitoring dan analisis kesehatan, khususnya sur-veilans generasi kedua; 2) menyediakan informasi kepada para pembuat kebijakan.
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 42
BAB IV SIMPULAN
Provinsi Papua Barat berdasarakan hasil sementara Sensus Penduduk Tahun 2010 (SP2010) dihuni oleh 760.855 jiwa terdiri dari 402.587 penduduk laki-laki dan 358.268 penduduk perempuan. Penduduk di Provinsi Papua Barat selama tahun 2000 2010 bertambah. Pertumbuhan penduduk Papua Barat mencapai 3,69 persen per tahun. Jauh di atas laju pertumbuhan penduduk (LPP) Indonesia yang hanya mencapai angka 1,47 persen per tahun. Laju pertumbuhan penduduk terendah di Kabupaten Sorong. Selama 10 tahun terakhir, laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sorong hanya 1,10 persen per tahun. Sebaliknya, laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Kota Sorong yaitu 4,74 persen per tahun Provinsi Papua Barat dihuni oleh lebih banyak penduduk laki-laki dari pada penduduk perempuan. Hasil sensus penduduk baik pada tahun 2000 maupun tahun 2010, rasio jenis kelamin (sex ratio) di Papua Barat selalu lebih besar dari 100. Fenomena tersebut terjadi di semua kabupaten/kota di Papua Barat. Secara nasional sex ratio Papua Barat menduduki peringkat pertama akhir, dan angkanya melebihi sex ratio Indonesia (101). Pada Tahun 2010 penduduk Papua Barat terkonsentrasi di Kota Sorong dan Kabupaten Manokwari. Hampir separuh total penduduk Papua Barat terbagi di kedua kabupaten kota ini yaitu 25,02 persen di Kota Sorong dan 24,66 persen di Kabupaten Manokwari. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kota Sorong diikuti oleh Kabupaten Manokwari, sedangkan kabupaten yang memiliki junlah penduduk paling sedikit adalah Kabupaten Tambrauw. Target MDGs di Provinsi Papua Barat pada dasarnya mengalami peningkatan walaupun tidak signifikan. Untuk itu perlu upaya lebih keras untuk mengatasi masalah kependudukan di Provinsi Papua Barat, antara lain terkait dengan: kemiskinan, kesehatan, ekonomi, pendidikan dan masalah HIV/AIDS.
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 43
DAFTAR PUSTAKA
Bappeda Provinsi Papua Barat. 2011. MDGs Papua Barat Hasil Sensus Penduduk 2010. http://www.scribd.com/doc/117710251/ Publikasi-BPS-Papua- Barat-Laporan-Capaian-MDGs-Papua-Barat-2010-Hasil-SP2010 (diakses 12 Juni 2014, pukul 21:13 WIB) BPS Provinsi Papua Barat. 2011. Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 Provinsi Papua Barat. http://www.bps.go.id/menutabs1.php?tab=2&aboutus =0&renstra=1&id_rens=101 (diakses 12 Juni 2014, pukul 20:16 WIB). ---------------. 2009. Profil Provinsi Papua Barat. http://www.papuansbehindbars. org/?page_id=652&lang=id (diakses 12 Juni 2014, pukul 20:06 WIB). --------------. 2013. Tentang Papua Barat. http://irjabar.bps.go.id/?no=230&pilih =eksekutif (diakses 12 Juni 2014, pukul 20:35 WIB) Julistiani, Anni. 2012. Kebijakan Percepatan Pembangunan Sebagai Katalisator Perdamaian dan Keadilan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Kemdagri: Jakarta.
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.