You are on page 1of 43

DINAMIKA PENDUDUK

PROVINSI PAPUA BARAT



Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Demografi/Kependudukan

Pengampu : Dr. Sarwono, M.Pd



Oleh:
Yuhana Dwi Krisnawati (S881402013)
Semester Februari-Juni 2014



PROGRAM STUDI PKLH
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2014

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat rahmat serta hidayah penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai
tugas individu mata kuliah Demografi/Kependudukan dengan baik. Makalah ini
berjudul Dinamika Penduduk Provinsi Papua Barat.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen
pengampu mata kuliah Demografi/Kependudukan yaitu Dr. Sarwono, M.Pd.
Penulis sepenuhnya sadar, penyusunan makalah ini tidak akan terlaksana dengan
baik tanpa arahan, bimbingan, dan petunjuk dari beliau.
Penulis juga menyadari, makalah ini masih jauh dari sempurna dan
membutuhkan perbaikan untuk menjadi lebih baik. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari pembaca sangat kami harapkan.


Surakarta, Juni 2014
Penulis











Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
3

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
A. Latar Belakang .....................................................................................
B. Rumusan Masalah ................................................................................
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................
A. Kondisi Fisik Provinsi Papua Barat .....................................................
B. Pertumbuhan Penduduk Provinsi Papua Barat .....................................
C. HDI di Provinsi Papua Barat.................................................................
D. Ketercapaian MDGs di Provinsi Papua Barat ......................................
E. Masalah dan Kebijakan Penduduk di Provinsi Papua Barat ................
BAB III SIMPULAN ......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
1
2
3

4
4
5
5
6
6
6
11
18
39
42
43







Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
4

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 33 provinsi.
Sebagai negara kepulauan tentunya banyak tantangan yang dihadapi oleh
negara Indonesia, baik itu masalah aksesbilitas, penduduk, pendidikan
maupun kesehatan. Salah satu provinsi di Indonesia yangmasih mengalami
banyak masalah adalah provinsi Papua Barat. Provinsi Papau Barat,
merupakan salah satu provinsi di belahan timur. Permasalahan kemiskinan
dan pembangunan kualitas sumber daya manusia dan membuka mengatasi
hambatan geografis merupakan sejumlah tantangan besar yang dihadapi
oleh pemerintah Provinsi Papua Barat.
Pada awal terbentuknya pada tahun 2006, tingkat kemiskinan di
Provinsi Papua Barat sangat tinggi. Persentase penduduk miskin mencapai
41,34 persen atau 284,1 ribu penduduk. Papua Barat menempati lima
provinsi dengan persentase penduduk miskin tertinggi di Indoneisa
bersama Provinsi Papua, Provinsi Maluku, Provinsi Gorontalo dan
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selain itu, tingkat kedalaman kimiskinan
dan tingkat keparahan kemiskinan di Papua Barat tertinggi di Indonesia.
Hal ini menggambarkan kondisi kemiskinan di Papua Barat yang sangat
buruk pada saat itu.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua Barat pada
tahun 2006 berada pada posisi ke-30 dari 33 provinsi yang dihitung IPM-
nya. Selain persoalan kemiskinan, permasalahan pembangunan manusia di
Papua Barat masih sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan, salah satu
komponen pembentuk IPM yaitu rata-rata lama sekolah masih sangat
rendah yaitu sebesar 7,20 tahun. Selain itu, persentase penduduk 15 tahun
atau lebih yang buta huruf mencapai 11,45 persen. Indikator tersebut
menggambarkan sejumlah permasalahan penyelenggaraan pendidikan di
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
5

Tanah Papua terkait akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan
bagi masyarakatnya.
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia di Papua Barat
berdampak nyata pada kontribusi Papua Barat terhadap pembangunan
nasional. Kontribusi perekonomian Provinsi Papua Barat terhadap
perkonomian nasional yang diukur dari PDRB berdasarkan harga berlaku
hanya 0,3 persen pada tahun 2008. Di sisi lain, tingkat pengangguran
terbuka pada tahun yang sama mencapai 32 ribu orang ( 9,03 persen).
Melihat berbagai permasalahan dalam latar belakang di atas,
penulis tertarik untuk menulis makalah dengan judul Dinamika Penduduk
Provinsi Papua Barat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah dalam
makalah ini adalah:
1. Bagaimana kondisi wilayah Papua Barat?
2. Bagaimana pertumbuhan penduduk di Papua Barat?
3. Bagaimana tingkat HDI di Papua Barat?
4. Bagaimana ketercapaian MDGs di Papua Barat?
5. Apakah masalah penduduk di Papua Barat dan kebijakan?

C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, dalam makalah ini akan
dibahas tentang:
1. Kondisi fisik Papua Barat.
2. Pertumbuhan penduduk di Papua Barat.
3. Tingkat HDI di Papua Barat.
4. Ketercapaian MDGs di Papua Barat.
5. Masalah dan Kebijakan Penduduk di Papua Barat.


Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
6

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kondisi Fisik Provinsi Papua Barat
Provinsi Papua Barat secara geografis terletak pada 124-132 BT dan 0- 4
LS, tepat berada di bawah garis khatulistiwa dengan ketinggian 0-100 meter
dari permukaan laut. Batas wilayah Provinsi Papua Barat, sebelah Utara
berbatasan dengan Samudera Pasifik, sebelah Selatan berbatasan dengan Laut
Banda (Provinsi Maluku), sebelah Barat berbatasan dengan Laut Seram
(Provinsi Maluku), dan sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Papua.

Gambar 1. Provinsi Papua Barat

B. Pertumbuhan Penduduk Provinsi Papua Barat
1. Kepadatan Penduduk Papua Barat
Kepadatan dapat dilihat dari beberapa pendekatan yaitu kepadatan
bruto, netto dan kepadatan agraris. Karena tidak adanya data lahan
terbangun, maka kepadatan penduduk yang diuraikan ini adalah kepadatan
bruto. Kepadatan bruto penduduk di Provinsi Papua Barat tidak
terdistribusi secara merata. Karakter pola pemukiman loncat katak, dari
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
7

kota/kabupaten satu ke kota/kabupaten lainnya. Secara umum, kepadatan
penduduk di Provinsi Papua Barat relatif sangat rendah dengan kepadatan
berkisar antara 4-12 jiwa/km2. Kota Sorong merupakan kota yang
memiliki kepadatan penduduk paling tinggi, yaitu 147 jiwa/km2 atau 147
jiwa setiap km2. Kota ini hanya memiliki luasan tak lebih dari 1105 km2
dan di kota ini terdapat banyak fasilitas sosial perekonomian sehingga di
wilayah ini terjadi pemusatan penduduk. Sedangkan kepadatan penduduk
terendah terdapat di Kabupaten Kaimana, yaitu 2 jiwa/km2.
2. Jumlah Penduduk Papua Barat
Provinsi Papua Barat berdasarakan hasil sementara Sensus
Penduduk Tahun 2010 (SP2010) dihuni oleh 760.855 jiwa terdiri dari
402.587 penduduk laki-laki dan 358.268 penduduk perempuan. Penduduk
Provinsi Papua Barat terkonsentrasi di Kota Sorong dan Kabupaten
Manokwari dengan persentase penduduk terhadap total provinsi sebesar
25,02 dan 24,66 persen. Sedangkan kabupaten lain masing-masing dihuni
kurang dari 10 persen penduduk. Kabupaten dengan penduduk terkecil
adalah Kabupaten Tambraw, kabupaten pemekaran dari Kabupaten
Sorong, dengan jumlah penduduk 6.393 jiwa (0,84 persen). Pada tahun
2000, Provinsi Papua Barat masih merupakan bagian dari Provinsi Papua.
Pada awalnya, provinsi ini terdiri dari 3 kabupaten dan 1 kota yaitu
Kabupaten Fakfak, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Sorong dan Kota
Sorong. Kabupaten Manokwari merupakan kabupaten tertua di Papua
Barat. Berdiri sejak 8 November 1898 sebagai bagian dari keresidenan
Ternate. Manokwari sendiri secara etnologi berasal dari bahasa Biak
Mnukwar yang bermakna Kampung Tua. Sebagai pusat pemerintahan,
Manokwari juga merupakan pusat konsentrasi penduduk di Papua Barat.
Sekitar 24,09 persen terhadap seluruh penduduk kabupaten/kota yang
menjadi bagian Papua Barat tahun 2000 berdomisili di Kabupaten
Manokwari (127.622 jiwa). Dilihat dari letak geografis, Kota Sorong
diuntungkan oleh posisinya sebagai pintu gerbang pertama memasuki
Pulau Papua. Distribusi barang menuju Manokwari, Bintuni, Fakfak dan
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
8

Kaimana bermula dari Kota Sorong. Karena itu, sejak awal berdirinya
pada tahun 1999, Kota Sorong telah menjadi pusat perniagaan dan menjadi
pusat konsentrasi penduduk di Papua Barat. Pada tahun 2000, sekitar
22,62 persen penduduk dari kabupaten/kota yang menjadi wilayah
provinsi Papua Barat tinggal di Kota Sorong (119.800 jiwa). Total
penduduk kabupaten/kota yang menjadi wilayah Papua Barat pada tahun
2000 tercatat 529.689 jiwa.


Gambar 2. Jumlah Penduduk Papua Menurut Jenis Kelamin Tahun 2010

3. Laju Pertumbuhan Penduduk Papua Barat 2000-2010
Penduduk di Papua Barat selama tahun 2000-2010 bertambah.
Pertumbuhan penduduk Papua Barat mencapai 3,69% per tahun. Jadi di
atas pertumbuhan penduduk (LPP) Indonesia yang hanya mencapai 1,47%
per tahun. Laju pertumbuhan penduduk terendah di Kabupaten Sorong.
Selama 10 tahun terakhir, laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten
Sorong hanya 1,10% per tahun. Sebaliknya, laju pertumbuhan penduduk
tertinggi di Kota Sorong yaitu 4,74% per tahun.
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
9

Perbandingan LPP antar kabupaten tidak memperhitungkan
Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Maybrat. LPP Kaupaten Sorong
Selatan dan Maybrat terlalu fantastis untuk daerah pemekaran baru yang
secara ekonomis tidak dapat menjelaskan sebagai daerah penarik mobilitas
penduduk. Hasil pelaksanaan SP2010 di Kabupaten Maybrat tidak
sepenuhnya terlaksana sesuai SOP dapat dijamin karena pelaksanaan
verifikasi data tidak berjalan dengan baik. Verifikasi data tidak dapat
dilakukan karena masyarakat menolak adanya uji petik atas hasil SP2010
dan Post Enumeration Survey (PES) SP2010 yang merupakan bagian dari
pelaksanaan Sensusu Penduduk tahun 2010.


Gambar 3. LPP Papuan Barat Tahun 2000-2010

4. Sek Rasio Papua Barat tahun 2010
Propinsi Papua Barat dihuni oleh lebih banyak penduduk laki-laki
dari pada penduduk perempuan. Hasil sensus penduduk baik pada tahun
2000 maupun tahun 2010, rasio jenis kelamin (sex rasio) di Papua Barat
selalu lebih besar dari 100. Fenomena tersebut terjadi di semua kabupaten
atau kota di Papua Barat. Secara nasional sex rato. Papua Barat
menduduki peringkat pertama dan angkanya melebihi sex ratio Indonesia
(101).
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
10

Teori kelima dari tujuh teori migrasi (The Law of Migration) oleh
E.G Ravenstein menyatakan bahwa perempauan melakukan migrasi pada
jarak dekat. Tampaknya teori ini masih sangat relevan menjelaskan
fenomena penduduk Penduduk Papau Barat lebih banyak laki-laki
daripada perempuan.


Gambar 4. Sex ratio Papua Barat tahun 2010

5. Distribusi Penduduk Papua Barat Tahun 2010
Pada tahun 2010 penduduk Papua Barta terkonsentrasi di Kota
Sorong dan kabupaten Manokwari. Hampir separuh total penduduk Papua
barat terbagi di kedua kabupaten kota ini yaitu 25,02% di Kota Sorong dan
24,66% di Kabupaten Manukwari. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di
Kota Sorong diikuti oleh Kabupaten Manokwari, sedangkan yang
memiliki jumlah penduduk pealing sedikit adalah Kabupaten Tambrauw
(0,84%).

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
11


Gambar 5. Distribusi Penduduk di Papua Barat tahun 2010

C. Human Development Index (HDI) di Papua Barat
1. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan indikator kualitas sumberdaya
manusia di suatu wilayah. Di Papua Barat sampai dengan tahun 2006,
jumlah penduduk yang tidak pernah atau belum pernah sekolah mencapai
6,05% atau sebesar 45.643 jiwa. Sedangkan lulusan paling banyak
penduduk lulusan SD, yaitu berjumlah 212.275 jiwa atau 30,23%.
Jumlah penduduk dengan tingkat kelulusan pada bangku Sekolah
Dasar menggambarkan bahwa tingkat pendidikan penduduk masih
cenderung rendah. Bahkan, untuk mencapai jenjang wajib belajar 9 tahun
pun dirasakan sulit. Terbatasnya kondisi ekonomi masyarakat dan sarana
prasarana pembelajaran baik formal maupun non formal sampai ke daerah
terpencil adalah salah satu kendala. Jumlah tenaga pengajar yang
tercermin dari rasio guru dan murid pun masih sangat kecil. Kesenjangan
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
12

ini sangat signifikan apabila dibandingkan dengan kondisi sumberdaya
manusia di sejumlah provinsi di wilayah Indonesia Barat.
Salah satu kendala pemerintah dalam upaya pemerintah
membangun sektor pendidikan di Papua Barat adalah sulitnya jangkauan
di daerah pedalaman yang mengakibatkan sebagian besar penduduknya
berpendidikan rendah. Karena luasnya medan atau area lahan Papua Barat
dan sulitnya jangkauan letak sekolah dengan tempat penjualan-bahan
makanan serta barang-barang lain kebutuhan sehari-hari, sering kali tidak
dapat memperoleh tenaga guru untuk sekolah yang bersangkutan. Sebagai
contoh, di Kabupaten Sorong untuk tingkat SLTP tercatat belum ada
sekolah kejuruan (dari data BPS tahun 2005). Pemerintah telah
mengusahakan sejumlah upaya untuk memberikan peluang kepada
masyarakat untuk belajar ke wilayah Jawa, mengenyam pendidikan tinggi
di luar wilayah namun lulusan perguruan masih tergolong sedikit yaitu
sekitar 2,47% dari jumlah total penduduk yang tercatat.
Sumberdaya manusia di Kabupaten Teluk Bintuni dan Teluk
Wondama juga masih sangat terbatas. Prosentase tidak pernah mengenyam
pendidikan masih sangat tinggi, dan prosentase menikmati dunia
pendidikan tingkat atas masih sangat sedikit. Bahkan, beberapa kabupaten
seperti Sorong, Raja Ampat, Teluk Bintuni dan Teluk Wondama tidak
memiliki sumberdaya unggul dalam arti penduduk yang tamat universitas.
Hal ini menjadi masalah secara internal karena kelemahan yang datang
dari dalam ini bertemu dengan ancaman dari luar karena realitanya
kualitas SDM pendatang memang secara empirik jauh lebih baik dan
pendatang yang dalam ini memang datang untuk memanfaatkan potensi
sumberdaya alam Provinsi Papua Barat, bekerja pada sektor pertambangan
dan perindustrian dan sektor kehutanan.
Perkembangan kondisi pendidikan menurut indikator Angka Melek
Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Angka Partisipasi
Sekolah (APS), secara umum kondisi pendidikan di Provinsi Papua
Baratmenunjukkan perbaikan dalam lima tahun terakhir (2005-2011). Pada
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
13

tahun 2011 Rata-rata Lama Sekolah mencapai 8,90 tahun dan Angka
Melek Huruf mencapai 93,39% berada diatas rata-rata nasional. Sementara
untuk perbandingan RLS antar kabupaten/kota, RLS tertinggi terdapat di
Kota Sorong (11,39 tahun) dan terendah Kabupaten Tambrauw (5,78
tahun). Sementara untuk AMH mencapai 93,39 persen lebih tinggi dari
AMH nasional (92,99%), dengan AMH tertinggi di Kota Sorong (99,14%)
dan terrendah di Kabupaten Tambrauw (77,33%).





Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
14

2. Kesehatan
Tingkat kesejahteraan keluarga berdasarkan kategori dari BPS di
Provinsi Papua Barat masih cukup rendah. Keluarga yang masih ada pada
tahap Pra Sejahtera hampir mencapai separuh keluarga yang ada di
Provinsi Papua Barat yaitu 39,19% atau sebanyak 46.380 KK. Sedangkan
untuk Keluarga Sejahtera III dan III plus hanya 7,66%. Angka yang
sungguh sangat memprihatinkan.
Tapi untuk perkembangan derajat kesehatan penduduk antar
provinsi di wilayah Papua Barat selama periode terakhir menunjukkan
kondisi perbaikan, yang diindikasikan oleh menurunnya Angka Kematian
Bayi (AKB), dan meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH).Kondisi ini
sejalan dengan perkembangan perbaikan kondisi kesehatan secara nasional
yang cenderung terus membaik.
Angka Kematian Balita (AKB), Menurut hasil Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI), kondisi AKB menunjukan perbaikan
dalam lima tahun terakhir (2005-2010), AKB tahun 2010 sebesar 29,5
lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Namun kondisi AKB
Provinsi Papua Barat masih tergolong tinggi dan berada di atas rata-rata
AKB nasional.
Status Gizi Balita, Kondisi kesehatan masyarakat berdasarkan
indikator status gizi balita, merupakan gangguan pertumbuhan bayi yang
terjadi sejak usia dini (4 bulan) yang ditandai dengan rendahnya berat
badan dan tinggi badan, dan terus berlanjut sampai usia balita. Hal tersebut
terutama disebabkan rendahnya status gizi ibu hamil.Perkembangan status
gizi balita untuk persentase balita gizi buruk/kurang meningkat pada tahun
2010 dibandingkan tahun 2007, namun masih tinggi dibandingkan
nasional.
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
15




Angka Harapan Hidup (AHH), perkembangan AHH Provinsi
Papua Barat dan kabupeten/kota dalam lima tahun terakhir meningkat,
sejalan dengan perkembangan AHH secara nasional. AHH Provinsi Papua
Barat tahun 2011 mencapai 68,81 tahun masih lebih rendah dibandingkan
terhadap AHH nasional. Sementara untuk perbandingan AHH antar
kabupaten/kota taun 2011 di Provinsi Papua Barat, AHH tertinggi berada
di Kota Sorong 72,36 tahun lebih tinggi dari AHH provinsi dan nasioanl,
dan terrendah di KabupatenTambauw (66,31 tahun).



Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
16

Indikator kesehatan lainnya yang menggambarkan kinerja dari
pelayanan kesehatan bagi masyarakat adalah kondisi kesehatan ibu dan
bayi yang berkaitan dengan proses melahirkan. Kondisi ini dapat
ditunjukkan melalui data persentase kelahiran balita menurut penolong
kelahiran terakhir.Perkembangan dari persentase persalinan yang ditolong
oleh tenaga medis dalam lima tahun terakhir di Provinsi Papua Barat terus
meningkat, namun masih rendah dibandingkan angka rata-rata nasional.


Gambar 14. Perkembangan Persentase Kelahiran Balita ditolong Tenaga
Medis terhadap Nasional
3. Kondisi Perekonomian Papua Barat
PDRB Provinsi Papua Barat menurut lapangan usaha Atas Dasar
Harga Berlaku (ADHB) dengan migas tahun tahun 2012 mencapai 42.760
miliar rupiah lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. PDRB ADHB
dengan migas Provinsi Papua Barat menyumbang sebesar 0,64 persen
terhadap PDB nasional (33 provinsi). Sementara untuk PDRB ADHK
tahun 2000 dengan migas sebesar 13.781 miliar rupiah, sementara tanpa
migas sebesar 6.997 miliar rupiah.
Struktur perekonomian Provinsi Papua Barat 2011, didominasi
bersarnya kontribusi dari sektor pertambangan dan penggalian dengan
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
17

kontribusi sebesar 26,45%, sektor industry pengolahan dengan kontribusi
sebesar 51,67 %, sektor pertanian (13,76%), dan pertambangan dan
penggalian (7,23%). Selain ketiga sektor diatas, sektor lainnya yang
memiliki kontribusi cukup besar adalah sektor industri pengolahan
(11,87%), dan sektor bangunan (7,14%).


Gambar15. Struktur Perekonomian PDRB Papua Brat Tahun 2011

Jika dilihat perbandingan nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
(ADHB) dengan migas 2011 kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat,
menunjukan adanya kesenjangan pendapatan yang cukup tinggi, dimana
PDRB tertinggi mencapai 15.118 miliar rupiah (Kabupaten Teluk Bintuni)
dan PDRB terrendah sebesar 46 miliar rupiah(Kabupaten Tambraum).
PDRB perkapita dengan migas ADHB Provinsi Papua Barat dan
kabupaten/kota dari tahun 2005-2012 meningkat setiap tahunnya, PDRB
perkapita tahun 2012 Papua Barat mencapai sebesar 52.384 ribu/jiwa lebih
tinggi dari PDRB perkapita nasional (33.748 ribu/jiwa). Sementara untuk
perbandingan PDRB perkapita kabupaten/kota di Papua Barat
kecenderungan adanya kesenjangan yang cukup tinggi, dimana sebagian
besar kabupaten/kota memiliki PDRB perkapita dibawah rata-rata PDRB
perkapita provinsi, dengan PDRB perkapita tertinggi mencapai 277.934
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
18

ribu/jiwa terdapat di Kabupaten Teluk Bintuni dan terrendah sebesar 6.215
ribu/jiwa di Kabupaten Maybrat.

D. Ketercapaian MDGs di Provinsi Papua Barat
Papau Barat, sebagai salah satu provinsi di belahan timur Indonesia
juga memiliki komitmen untuk melaksanakan tujuan pembangunan milenium
dalam upaya untuk mengejar ketertinggalan dalam mewujudkan hak-hak
dasar masyarakat. Permasalahan kemiskinan dan pembangunan kualitas
sumber daya manusia dan membuka mengatasi hambatan geografis
merupakan sejumlah tantangan besar yang dihadapi oleh pemerintah Provinsi
Papua Barat.
Pada tahun 2010, BPS Provinsi Papua Barat terlibat aktif dalam
penyelenggaraan Sensus Penduduk tahun 2010 atau SP2010. Dengan
suksesnya pelaksanaan SP2010, kebutuhan data kependudukan, kesehatan,
dan perumahan dapat disajikan sampai tingkat pedesaan sekalipun. Jangkauan
penyajian data pada tingkat small area tersebut memungkinkan untuk
melakukan kajian capaian dari tujuan pembangunan milenium di Papua Barat.
Meskipun tidak semua indikator tujuan pembangunan milenium tersebut
dapat diperoleh dari SP2010 tetapi beberapa indikator yang ada dapat
disajikan sampai tingkat terkecil (desa atau kelurahan). Hasil ketercapaian
MDGs di Provinsi Papua Barat berdasarkan sensus penduduk 2010 adlah
sebagai berikut:
1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan
Target 1A yaitu: Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk
dengan tingkat pendapatan kurang dari USD 1,00 (PPP) per hari dalam
kurun waktu 1990-2015. Ketercapaian target tersebut dapat dilihat dalam
tabel 16.

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
19


Gambar 16. Ketercapaian MDGs Target 1A

Papua Barat telah berhasil mengurangi persentase penduduk
miskin. Dengan menggunakan garis kemiskinan Provinsi Papua Barat,
persentase penduduk miskin turun dari 41,34 persen pada tahun 2006
menjadi 31,92 persen pada bulan Maret tahun 2011. Di tahun 2014,
pemerintah pusat menargetkan persentase penduduk miskin di Papua Barat
kurang dari seperlima penduduk yaitu antara 18,78 hingga 19,94 persen
(Bappenas, 2010). Meskipun persentase penduduk miskin di Papua Barat
telah berkurang, namun dengan memperhatikan target penurunan
persentase penduduk miskin di tahun 2014 tersebut diperlukan perhatian
serius pemerintah Provinsi Papua Barat untuk mencapainya.


Gambar 17. Kemajuan dalam mengurang kemiskinan ekstrim
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
20


Tingkat kemiskinan di Provinsi Papua Barat termasuk dalam 10
provinsi dengan persentase penduduk miskin tertinggi di Indonesia. Papua
Barat sendiri menempati peringkat kedua setelah Provinsi Papua.
Persentase penduduk miskin di Papua Barat tahun 2010 (34,88 persen)
melebihi dua kali lipat dari persentase penduduk miskin nasional ( 13,33
persen).
Target 1B yaitu: Menciptakan kesempatan kerja penuh dan produktif dan
pekerjaan layak untuk semua, termasuk perempuan dan kaum muda.

Gambar 18. Ketercapaian MDGs Target 1B

Keadaan ketenagakerjaan telah menunjukkan kecenderungan yang
semakin membaik dan kecenderungan jangka panjang penciptaan
lapangan pekerjaan juga mengindikasikan ke arah yang positif. Tingkat
pengangguran terbuka (TPT) telah berhasil diturunkan dari 10,17 persen
pada tahun 2006 menjadi 7,68 persen pada tahun 2010. Indikator lainnya
yang menandakan perbaikan situasi ketenagakerjaan adalah meningkatnya
proporsi pekerja formal secara keseluruhan dan sebaliknya proporsi
pekerja nformal telah menurun dalam beberapa tahun terakhir. Dengan
kecenderungan seperti ini, maka sasaran yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah di dalam RPJMN 2010-2014, dengan menurunkan tingkat
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
21

pengangguran terbuka di Papua Barat sekitar 5,1 5,6 persen pada tahun
2014, diperkirakan akan tercapai.
Pertumbuhan produk domestik bruto per pekerja, tahun 2006
2010 bervariasi, dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 24,07 persen.
Pertumbuhan produktifitas pekerja terus meningkat disebabkan oleh
pertumbuhan PDRB yang jauh lebih besar dibandingkan penambahan
pekerja setiap tahunnya. Besarnya pertumbuhan ini disumbang oleh
tingginya produktifitas pekerja di sektor manufaktur (pertambangan,
industri, konstruksi, listrik dan gas) yang meningkat setiap tahunnya.
Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia kerja dalam kurun
waktu 2006 2010 mengalami perubahan yang relatif kecil, dan cukup
dinamis. Pertumbuhan ekonomi yang kuat tiap tahunnya memungkinkan
pertumbuhan lapangan kerja melampaui pertumbuhan angkatan kerja.
Kesempatan kerja yang tercipta telah menyerap tenaga kerja yang baru
memasuki pasar kerja.
Pada periode 2006 2007, terdapat penurunan rasio kesempatan
kerja terhadap penduduk usia kerja dari 64 persen menjadi 60 persen
namun kemudian meningkat terus hingga tahun 2010 mencapai 63 persen.
Penurunan ini menandakan bahwa pertambahan penduduk usia kerja lebih
banyak terserap pada bukan angkatan kerja. Preferensi melanjutkan
sekolah ke jenjang selanjutnya lebih tinggi daripada mencari kerja setelah
lulus. sebaliknya sejak 2007 peningkatan yang terjadi mengindikasikan
bahwa tambahan penduduk usia kerja ini terserap dalam lapangan
pekerjaan.
Pada tingkat kabupaten/kota, rasio kesempatan kerja terhadap
penduduk usia kerja pada tahun 2007 dan 2010 pada umumnya meningkat.
Kabupaten dengan rasio yang menurun adalah Fakfak, Raja Ampat dan
Teluk Wondama. Sedangkan yang mengalami peningkatan adalah Sorong
Selatan, Sorong, Teluk Bintuni, Manokwari, Kota Sorong, dan Kaimana.
Kabupaten Tambrauw dan Maybrat tidak dapat dibandingkan karena
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
22

daerah pemekaran dan datanya belum tersedia, namun pada tahun 2010
termasuk daerah dengan rasio tertinggi.
Kualitas pekerja di Papua Barat tidak begitu jauh dengan kondisi
Nasional, hampir separuh pekerja adalah mereka yang berpendidikan
rendah yaitu tamatan SD ke bawah. Meskipun demikian, keadaan tahun
2010 lebih baik dibandingkan 2007. Proporsi pekerja dengan pendidikan
rendah semakin berkurang dan sebaliknya proporsi pekerja dengan
pendidikan tinggi yaitu SMA ke atas semakin meningkat.
Rasio pekerja yang bekerja di sektor informal terus menurun
diakibatkan oleh tumbuhnya lapangan usaha berupah. Sebaliknya sektor
formal terus mengalami perbaikan dari tahun ke tahun. Proporsinya
bertambah dari 26,05 persen pada tahun 2006 menjadi 32,61 persen pada
tahun 2010.
2. Mencapai Pendidikan Dasar Untuk Semua
Target 2A: Menjamin pada tahun 2015 semua anak laki-laki maupun
perempuan dimanapun dapat menyelesaikan pendidikan dasar.

Gambar 19. Ketercapaian MDGs Target 2A

Prioritas pembangunan pendidikan sebagaimana tertuang dalam
RPJMN 2010 2014 adalah peningkatan akses, kualitas dan relevansi
pendidikan. Di wilayah Papua Barat, target wajib belajar sembilan tahun
belum tercapai. Rata-rata lama sekolah selama tahun 20072010
menunjukkan peningkatan tetapi belum melewati ambang batas 9 tahun
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
23

wajib belajar. Rata-rata lama sekolah dari penduduk berumur 15 tahun
atau lebih di Papua Barat pada tahun 2010 sebesar 8,01 tahun. Indikator ini
setidaknya memberikan gambaran nyata bahwa layanan sekolah dasar di
Papua Barat sudah mencukupi. Fakta ini didukung oleh angka partisipasi
murni SD telah mencapai 91,91 persen dan angka partisipasi kasar SD
mencapai 115 persen.
Data APM SD/sederajat selama empat tahun terakhir menunjukkan
perkembangan yang stagnan. Peningkatan APM SD kurang dari satu
persen setiap tahun selama tahun 20072010. Hingga saat ini, masih ada
tiga kabupaten dengan capaian APM SD kurang dari 90 persen yaitu
Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Teluk
Wondama.
Meskipun layanan pendidikan sekolah dasar cukup memadai, tetapi
tidak untuk jenjang di atasnya (SMP, SMA dan PT). Penyebaran guru di
Provinsi Papua Barat tidak merata dan sebagian besar berkonsentrasi di
kota. Sebagian lagi meninggalkan tugas karena menjadi kepala distrik atau
pejabat teras bupati akibat pemekaran kabupaten baru. APM SMP Provinsi
Papua Barat hingga tahun 2010 kurang dari 50 persen. Ini berarti, kurang
separuh penduduk berumur 1315 tahun yang masih bersekolah di
SMP/sederajat. Hanya ada tiga kabupaten dengan APM SMP lebih dari 55
persen yaitu Kota Sorong, Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Teluk
Wondama. Capaian APM SMP di delapan kabupaten yang lain masih
sangat rendah.
Di sisi lain, perkembangan angka melek huruf dari penduduk
berumur 1524 tahun menunjukkan peningkatan yang cukup tajam.
Angka melek huruf tersebut meningkat dari 94,19 persen pada tahun 2007
menjadi 97,45 persen pada tahun 2010. Itu berarti, ada penambahah 3,26
persen dalam kurun tiga tahun. Dengan demikian, target bebas buta aksara
bagi penduduk 1524 tahun pada tahun 2015 optimis dapat tercapai. Tiga
kabupaten bahkan telah mencapai target ini di tahun 2010. Mereka adalah
Kota Sorong, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Maybrat. Tiga
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
24

kabupaten lain perlu perhatian serius. Persentase penduduk 1524 tahun
yang melek huruf di Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Wondama
dan Kabupaten Tambrauw masih kurang dari 95 persen.
3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
Target 3A: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan
dasar dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan
tidak lebih dari tahun 2015.
Salah satu tujuan pembangunan manusia di Indonesia adalah
mencapai kesetaraan gender dalam upaya meningkatkan kualitas sumber
daya manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Berbagai kemajuan
telah dicapai dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender di bidang
pendidikan, ketenagakerjaan , dan politik.
Di bidang pendidikan melalui pemberian akses dan partisipasi yang
sama bagi perempuan maupun laki-laki merupakan upaya mendorong
kesetaraan gender. Keberhasilan dari upaya tersebut dapat dilihat dari
indeks paritas gender/IPG (Gender Parity Index/GPI) angka partisipasi
murni (APM) yaitu rasio APM perempuan terhadap APM laki-laki pada
semua jenjang pendidikan (SD, SMP SMA). Indikator IPG APM dapat
dimanfaatkan untuk melihat apakah capaian kesetaraan gender yang
merupakan salah satu sasaran dari MDG pada tahun 2015 akan tercapai.
Data Susenas tahun 2007-2009 menunjukkan bahwa IPG APM pada
jenjang pendidikan dasar semakin meningkat, sedangkan jenjang
pendidikan menengah dan tingkat tinggi fluktuatif dan cenderung
menurun. Namun demikian angkanya menunjukkan nilai yang semakin
baik yang berkisar pada angka 92 118. Pada tahun 2010, IPG APM SD
sederajat telah mencapai 99,69; pada SMP sederajat sebesar 100,55 dan
pada SMA sederajat mencapai 96,13.
Disparitas antar kabupaten/kota masih menjadi perhatian utama.
Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin besar perbedaan IPG APM.
Data Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa IPG APM SD berkisar
98,03 (Manokwari) dan 102,56 (Raja Ampat) dengan IPG APM yang
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
25

hampir sama di semua kabupaten/kota (Gambar 3.2A). IPG APM SMP
berkisar antara 97,73 (Kota Sorong) dan 134,33 (Tambrauw) (Gambar
3.2B). Sementara pada jenjang pendidikan SMA berkisar 86,81 (Raja
Ampat) dan 144,64 (Fakfak). Dibeberapa kabupaten/kota (Gambar 3.3C),
IPG APM melebihi angka 100, yang berarti APM perempuan lebih tinggi
dibandingkan APM laki-laki. Tersisa 3 kabupaten dengan IPG APM
kurang dari 90 yaitu Manokwari, Teluk Bintuni dan Raja Ampat.
Selain itu, sasaran MDG untuk rasio melek huruf perempuan
terhadap laki-laki pada kelompok usia 15 24 tahun telah tercapai. Pada
tahun 2010, IPG Papua Barat untuk melek huruf kelompok usia 15 24
tahun hampir mendekati 100, dengan tingkat melek huruf perempuan
sebesar 99,30 persen dan tingkat melek huruf pada laki-laki mencapai
99,33. Hampir seluruh kabupaten/kota di Papua Barat memiliki IPG
AMH mendekati 100, kecuali Kabupaten Tambrauw dengan nilai sebesar
88,44 yang menandakan tingkat melek huruf kelompok usia 15 -24 tahun
masih jauh lebih tinggi laki-laki dibandingkan tingkat melek huruf
perempuan.
Di bidang ketenagakerjaan, data Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT)
perempuan menurun lebih dari 6 persen, dari 16,65 persen pada tahun
2006 menjadi 9,89 persen pada tahun 2010. Sementara TPT laki-laki
justru meningkat 0,20 persen, yaitu dari 6,17 persen menjadi 6,37 persen
dalam periode yang sama. Sementara itu, tingkat pertisipasi angkatan
kerja (TPAK) perempuan tidak mengalamai perubahan yang berarti
berkisar pada angka 54 persen. Angka yang jauh lebih rendah jika
dibandingkan dengan TPAK laki-laki yang rata-rata 85 persen pada
periode yang sama. Selain itu kemajuan di bidang ketenagakerjaan juga
dapat dilihat dari persentase perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor
non pertanian. Data menunjukkan bahwa kontribusi perempuan dalam
pekerjaan upahan di sektor non pertanian mengalami peningkatan yang
sangat berarti, dari 19,58 persen pada tahun
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
26

Di bidang politik, kemajuan yang dicapai antara lain adalah dengan
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Komisi
Pemilihan Umum (KPU), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Partai Politik, disusul dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008
tentang Pemihan Umum Anggotaa Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam
Undang-Undang tersebut diamanatkan dengan jelas bahwa 30 persen
keterwakilan perempuan dalam kepengurusan parpol di tingkat pusat dan
daerah dalam daftar yang diajukan untuk calon legislative. Kuota untuk
calon anggota legislatif perempuan sebagaimana diamanatkan oleh
undang-undang belum dipenuhi oleh seluruh partai politik yang mengikuti
pemilihan umum 2009.
Hasil Pemilu Legislatif pada tahun 2009 lalu menunjukkan bahwa
keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif masih jauh dari kuota
30 persen. Meskipun demikian, ada peningkatan yang cukup signifikan
keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua
Barat yaitu dari 12 persen hasil Pemilu Legislatif tahun 2004 menjadi 16
persen hasil Pemilu Legislatif tahun 2009.
4. Menurunkan Angka Kematian Anak
Target 4A: Menurunkan angka kematian balita (AKBA) hingga dua
pertiga dalam kurun waktu 1990-2015.
Saat ini keadaan kesehatan anak Papua Barat semakin membaik
yang ditunjukkan oleh penurunan angka kematian bayi. Dari 80 pada
tahun 1990 menjadi 36 kematian bayi per 1000 kelahiran hidup pada
tahun 2007 (SDKI).
Sebagian besar penyebab kematian balita, bayi dan neonatal dapat
dicegah. Salah satu pencegahan yang efektif adalah melalui pemberian
imunisasi. Secara keseluruhan, cakupan program imunisasi lengkap terus
meningkat. Selama periode 2007 2010, cakupan beberapa program
imunisasi utama yaitu BCG, DPT3, polio, dan hepatitis-yang telah
diberikan pada balita masing-masing telah meningkat mencapai 92
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
27

persen, 90 persen, 90 persen, dan 86 persen (Susenas , 2010). Sementara
itu pencapaian imunisasi pada bayi berusia 1 tahun pada tahun 2009
sebesar 56,7 persen (Susenas, 2009).
Terdapat 5 kabupaten/kota dengan cakupan imunisasi campak
lebih rendah dari rata-rata provinsi. Tercatat kabupaten dengan cakupan
paling rendah adalah Raja Ampat (42,85 persen) dan Manokwari (48,07
persen). Sebaliknya kabupaten dengan cakupan imunisasi tertinggi adalah
Teluk Bintuni (71 persen). Meskipun telah terjadi peningkatan cakupan
dari 55,3 persen pada tahun 2007 menjadi 56,7 persen pada tahun 2009,
angka ini masih jauh di bawah angka nasional.
5. Meningkatkan Kesehatan Ibu
Target 5A: Menurunkan angka kematian ibu hingga tiga perempat dalam
kurun waktu 1990-2015
Target 5B: Mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada
tahun 2015.
Belum tersedianya data Angka Kematian Ibu Provinsi Papua Barat
mengakibatkan belum bisa dilakukan penggambaran pola kematian
tersebut. Sementara jika kita merefleksi angka kematian ibu pada tingkat
nasional, maka target MDGs 2015 untuk kematian ibu yaitu terjadinya
penurunan hingga kisaran 102 kematian per seribu kelahiran hidup. Jika
diasumsikan Angka Kematian Ibu Papua Barat berkisar pada angka
nasional atau lebih tinggi dan berdasarkan perkiraan WHO bahwa 15 -20
persen ibu hamil baik di Negara maju maupun berkembang akan
mengalami resiko tinggi dan/atau komplikasi, maka salah satu cara yang
dinyatakan paling efektif untuk menurunkan angka kematian ibu adalah
melalui peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
terlatih. Di provinsi Papua Barat, terjadi peningkatan persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih yaitu 60,4 persen pada tahun 2009
menjadi 68,76 persen pada tahun 2010 (Susenas).
Ketimpangan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih
antarwilayah masih menjadi masalah. Gambar di atas menunjukkan
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
28

keadaan tersebut dimana pada level nasional provinsi Papua Barat masih
menduduki peringkat 5 terbawah meskipun posisinya masih lebih baik
dibandingkan 3 wialayah lain di kawasan timur Indonesia yaitu Maluku,
Maluku Utara, dan Papua.
Disparitas pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih
antar kabupaten/kota se provinsi Papua Barat masih nyata sekali. Susenas
2010 menunjukkan bahwa capaian tertinggi sebesar 83,31 persen di
Manokwari sedangkan terendah sebesar 30,77 persen di Sorong Selatan.
Pelayanan antenatal (antenaal care/ANC) penting untuk
memastikan kesehatan ibu selama kehamilan dan menjamin ibu untuk
melakukan persalinan di fasilitas kesehatan. Sekitar 80,4 persen ibu hamil
memperoleh pelayanan antenatal dari tenaga kesehatan professional
selama masa kehamilan paling sedikit satu kali kunjungan pemeriksaan
selama masa kehamilan, sedangkan yang melakukan pemeriksaan
kehamilan paling sedikit 4 kali kunjungan baru mencapai 49,8 persen
saja. Jika dipisahkan antara wilayah perkotaan dan pedesaan ternyata
persentase Ante Natal Care (ANC) di daerah pedesaan lebih rendah
daripada daerah perkotaan. Persentase ANC di daerah pedesaan sebesar
75,1%, sedangkan di daerah perkotaan sebesar 90,8%.
Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate-
CPR) menunjukkan peningkatan dalam 2 tahun terakhir. Capaian CPR
semua cara di provinsi Papua Barat meningkat dari 34,8 persen pada
tahun 2009(Susenas) menjadi 36,8 persen pada tahun 2010(Susenas).
Sementara itu, untuk CPR cara modern meningkat dari 33,8 persen pada
tahun 2009 menjadi 35,1 persen pada tahun 2010. Selanjutnya, di antara
CPR cara modern, KB suntik merupakan cara yang paling banyak
digunakan (54,9 persen) dan diikuti pil KB sebesar 31,1 persen (Susenas
2010).
Angka pemakaian kotrasepsi bervariasi antarkabupaten. Angka
CPR terendah di kabupaten Tambrauw yaitu sebesar 8,06 persen dan
tertinggi di kabupaten Sorong mencapai 38,05 persen. JIka dipisahkan
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
29

menurut cara pemakaian, maka persentase pemakaian cara modern
tertinggi adalah kabupaten Kaimana, dan terendah kabupaten Maybrat.
Masih tingginya dispritas CPR tersebut menandakan bahwa cakupan
program KB belum merata di seluruh wilayah Papua Barat.
Jumlah pasangan usia subur yang ingin menjarangkan kehamilan
atau membatasi jumlah anak, tetapi tidak menggunakan kontrasepsi
(Unmet need) mencapai 16,7 persen jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan angka nasional sebesar 9,1 persen. Jika unmetneed ini terpenuhi
penggunaan kontrasepsinya maka CPR bisa mencapai separuh lebih.
Unmet Need cenderung bervariasi antar provinsi dan Papua Barat
menduduki posisi keempat tertinggi.
Age Spesific Fertility Rate(ASFR) usia 15-19 menurun dari 64 pada
tahun2009 menjadi 59 kelahiran per 1000 perempuan menikah pada tahun
2010 (Susenas). Keadaan ini menunjukkan bahwa kelahiran pada
kelompok yang beresiko tinggi terjadi kematian ibu mengalami
penurunan.
6. Memerangi HI/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya
Target 6A: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah
kasus baru HIV/AIDS hingga tahun 2015.
Target 6B: Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV/AIDS bagi
semua yang membutuhkan sampai dengan tahun 2010.
Sejalan dengan kondisi secara nasional, jumlah kumulatif kasus
AIDS di Papua Barat terus mengalami peningkatan. Jumlah yang
dilaporkan di tahun 2010 sebesar 58 orang, sama dengan jumlah pada
kondisi tahun 2009 (tidak adanya laporan yang masuk). Sementara itu,
jumlah kumulatif kasus AIDS/IDU sebanyak orang dan jumlah penderita
AIDS yang meninggal sebanyak 19 orang.
Prevalensi kasus HIIV/AIDS di Papua Barat di tahun 2010 sebesar
8,93 per 100.000 penduduk, mengalami penurunan dibandingkan dengan
prevalensi di tahun 2008 yang mencapai 10,24 per 100.000 penduduk.
Angka ini berada di peringkat ke-12 dari 33 provinsi. Prevalensi kasus
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
30

HIV/AIDS tertinggi terjadi di Provinsi Papua yaitu mencapai 173,69 per
100.000 penduduk, sedangkan angka prevalensi kasus HIV/AIDS
nasional berada sedikit diatas nilai prevalensi Papua Barat, yakni
mencapai 10,46 per 100.000 penduduk.
Selama ini obat untuk menyembuhkan HIV/AIDS belum
ditemukan, maka strategi utama dalam pencegahan penyakit ini dilakukan
dengan cara sosialisasi tentang cara penularan dan pencegahannya.
Keberhasilan strategi ini sangat tergantung pada tingkat pengetahuan
penduduk tentang cara penularan dan pencegahan serta persepsi penduduk
mengenai HIV/AIDS. Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 2010,
persentase penduduk Papua Barat usia 15 tahun keatas yang memiliki
pengetahuan tentang cara penularan HIV/AIDS yang dibedakan dalam
tiga kelompok, yaitu hubungan seksual yang tidak aman (64,7 persen),
penggunaan jarum suntik bersama (61,0 persen), dan transfuse darah yang
tidak aman (57,7 persen). Dari ketiga kelompok tersebut ternyata seluruh
persentasenya berada diatas angka nasional (53,6%; 51,4%; dan 46,6%).
Hasil dari Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa untuk seluruh item
tentang pengetahuan penduduk usia 15 tahun keatas dalam hal penularan
HIV/AIDS dari ibu ke anak yang dikandung, persepsi yang benar tentang
cara penularan HIV/AIDS, dan pengetahuan yang benar tentang cara
pencegahan HIV/AIDS persentasenya selalu berada diatas persentase
nasional dan persentase Papua Barat dibandingkan dengan provinsi lain
termasuk dalam kategori baik. Begitu pula bila dilihat dari pengetahuan
secara komprehensif tentang penyebab dan penularan HIV/AIDS,
Provinsi Papua Barat secara nasional berada pada peringkat ketiga (19,2
persen) berada diatas angka nasional yang hanya 11,4 persen. Melihat
kondisi ini, dapat dikatakan bahwa tingkat pengetahuan penduduk usia 15
tahun keatas tentang HIV/AIDS sudah memadai, tetapi prevalensi kasus
HIV/AIDS Papua Barat masih tergolong tinggi. Diduga penyebabnya
adalah karena kebiasaan warga melakukan hubungan sex beresiko yang
tidak mudah untuk dirubah dalam menghindari penyebab penularan
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
31

penyakit HIV/AIDS. Diperlukan usaha sosialisasi dan pengawalan dari
pemangku kewenangan yang berkesinambungan untuk semakin
memberikan pemahaman kepada masyarakat.

Target 6C: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah
kasus baru malaria dan penyakit utama lainnya hingga tahun 2015.
Malaria merupakan salah satu penyakit selain TB dan HIV/AIDS
yang menjadi bagian komitmen global Millenium Development Goals
(MDGs). Dalam MDGs ditargetkan untuk menghentikan penyebaran dan
mengurangi insiden Malaria pada tahun 2015 yang dilihat dari indikator
mnurunnya prevalensi dan kematian akibat Malaria.
Annual Parasite Insidence (API) Nasional menunjukkan
penurunan dari tahun 2008-2009 yaitu dari 2,47 per 1000 penduduk
menjadi 1,85 per 1000 penduduk di tahun 2009. Sedangkan di tahun 2010,
API nasional justru mengalami peningkatan menjadi 1,96 per 1000
penduduk (Ditjen PP dan PL Kemenkes, 2010). Sesuai dengan target
Renstra Kemenkes tahun 2010-2011, API harus dapat diturunkan menjadi
1 per 1000 penduduk pada tahun 2014. Sehingga masih diperlukan upaya
efektif untuk menurunkan angka pesakitan Malaria 0,96 per 1000
penduduk dalam kurun waktu empat tahun kedepan.
Kondisi angka pesakitan Malaria yang digambarkan dengan
besarnya nilai API di Papua Barat menunjukkan adanya perbaikan. Di
tahun 2007 API Papua Barat mencapai 53,57 per 1000 penduduk. Angka
ini sekaligus menjadi API provinsi tertinggi di Indonesia. API Papua Barat
berangsur-angsur mengalami perbaikan di tahun 2008-2009, yaitu
menurun menjadi 46,10 per 1000 penduduk dan 27,66 per 1000 penduduk,
walaupun angka tersebut masih merupakan API tertinggi di Indonesia. Di
tahun 2010, peringkat API Papua Barat mengalami perbaikan ke peringkat
ke 32 dari 33 provinsi di Indonesia setelah Provinsi Papua. Seiring dengan
perbaikan peringkat tersebut, angka API Papua Barat pun kembali
menurun menjadi 17,86 per 1000 penduduk. Berdasarkan nilai API
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
32

tersebut, Papua Barat termasuk dalam stratifikasi daerah endemis tinggi
malaria kategori II. Sedangkan bila dilihat dari segi period prevalence
malaria, Papua Barat memiliki nilai yang tertinggi di Indonesia yaitu 10,6
persen diikuti oleh Provinsi Papua dan Nusa Tenggara Timur (10,1 persen
dan 4,4 persen). Period prevalence malaria dalam satu bulan terakhir
terdiri dari : (1) Kasus yang telah dipastikan dengan pemeriksan darah, dan
(2) Kasus yang menunjukkan gejala klinis malaria atau tidak menunjukkan
gejala namun pernah minum obat anti malaria.
Data kasus baru malaria selama setahun terakhir pernah di
diagnosis menderita malaria yang sudah dipastikan dengan pemeriksaan
darah oleh tenaga kesehatan tahun 2010 menunjukkan bahwa angka kasus
baru di Papua Barat termasuk tertinggi kedua di Indonesia, yaitu mencapai
253,4 per 1000 penduduk. Angka ini berada dibawah Provinsi Papua yang
memiliki angka kasus baru malaria sebesar 261,5 per 1000 penduduk.
Kedua wilayah ini memiliki angka kasus baru yang tergolong tinggi bila
dibandingkan angka rata-rata nasional yang hanya mencapai 22,9 per 1000
penduduk.
Pencegahan penyakit malaria dilakukan dengan perlindungan
perorangan dengan menggunakan kelambu saat tidur. Cara ini dinilai
cukup efektif dalam mencegah gigitan nyamuk yang membawa bibit
penyakit malaria. Di tahun 2009, melalui bantuan dari Global Fund (GF)
komponen malaria ronde 1 dan 6, di 16 provinsi telah dibagikan kelambu
yang telah diproteksi dengan insektisida (kelambu berinsektisida).
Sebanyak 33.950 buah kelambu berinsektisida telah dibagikan di Papua
Barat. Persentase pemakaian kelambu (berinsektisida dan tidak) di Papua
Barat mencapai 48,6 persen, sedangkan pemakaian kelambu berinsektisida
bahkan mencapai 66,1 persen, atau merupakan persentase tertinggi
penggunaan kelambu berinsektisida di Indonesia.
Persentase kebiasaan pencegahan malaria pada penduduk usia 15
tahun keatas menurut cara pencegahan terbanyak di Papua Barat dilakukan
dengan tidur dengan menggunakan kelambu (54,1 persen), memakai obat
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
33

nyamuk bakar/elektrik (41,1 persen), memasang kasa nyamuk pada
jendela/ventilasi (27,7 persen), menggunakan repellent/bahan pencegah
gigitan nyamuk (15,8 persen), rumah disemprot dengan obat nyamuk
berinsektisida (24,3 persen), minum obat pencegah bila
bermalam/berkunjung di daerah endemis malaria (8,3 persen), dan
penggunaan lainnya (12,3 persen).
Penderita malaria yang telah didiagnosis dengan pemeriksaan
darah harus memperoleh pengobatan yang efektif, maksudnya adalah jenis
obat yang dikonsumsi berupa Artemisinin-based Combination Therapy
(ACT), obat tersebut diperoleh penderita maksimum 24 jam setelah sakit
dan dosis obat diperoleh dalam tiga hari dan diminum seluruhnya.
Pengobatan yang telah dilakukan secara efektif di Papua barat hanya
mencapai 10,2 persen saja. Diantara lainnya hanya dilakukan tidak secara
efektif (hanya sebagian syarat terpenuhi). Jika dilakukan secara terpisah,
persentase pengobatan penderita malaria dengan ACT mencapai 15,9
persen, sementara penderita yang menggunakan ACT dan memperoleh
obat tersebut labih dari 24 jam setelah sakit sebesar 75,4 persen,
sedangkan 78,4 persen penderita malaria menerima dosisi ACT untuk tiga
hari dan diminum habis.
Upaya penggalakan pemberantasan malaria terus dilakukan yang
dikenal dengan Gerakan Berantas Kembali Malaria Gebrak Malaria
telah dicetuskan sejak tahun 2000. Gerakan ini merupakan embrio
pengendalian malaria yang berbasis kemitraan dengan berbagai sektor dan
menjadi pendorong program eliminasi malaria yang telah dituangkan
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
293/MENKES/SK/IV/2009 yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
yang hidup sehat, terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai
dengan tahun 2030. Papua Barat, beserta dengan Provinsi Papua, Maluku,
Maluku Utara, dan NTT menjadi daerah tersulit dan ditargetkan akan
bebas malaria pada akhir tahun 2030.
7. Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
34

Target 7C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa
akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi layak hingga
tahun2015.
Air Minum
Akses penduduk terhadap air minum layak menunjukkan
perkembangan yang positif. Berdasarkan hasil SP2010, jumlah rumah
tangga yang mengakses air minum layak sebanyak 113.728 rumah tangga
atau 67,66 persen dari total rumah tangga yang ada di Provinsi Papua
Barat. Pertumbuhan penduduk yang tinggi belum dapat diimbangi oleh
penyediaan air minum layak oleh pemerintah daerah. Akses air minum
layak bersumber dari air kemasan, air ledeng, pompa, sumur terlindung
dan mata air terlindung yang berjarak sama atau lebih dari 10 meter
dengan tempat akhir penampungan tinja, serta air hujan.
Sumber air minum layak di daerah perkotaan dan pedesaan
berbeda. Akses penduduk di perkotaan terhadap air minum layak lebih
tinggi daripada penduduk di pedesaan. Jika di daerah perkotaan,
kebanyakan penduduk mengakses air minum layak berupa air kemasan
atau bersumber dari air ledeng, maka di daerah pedesaan tidak demikian.
Penduduk di daerah pedesaan mengakses air minum layak melalui pompa,
sumur terlindung atau mata air terlindung yang berjarak sama atau lebih
dari 10 meter dengan tempat akhir penampungan tinja serta air hujan.
Dengan kata lain, untuk mengkases air minum layak, penduduk di
pedesaan lebih mengandalkan pada daya dukung alam. Sebaliknya di
perkotaan, penduduk mengandalkan pada penyediaan sarana dan
prasarana air minum. Hal ini mengindikasikan penyediaan infrastruktur
air minum di pedesaan perlu diprioritaskan.
Persentase penduduk yang mengakses air minum layak di
Kabupaten Tambrauw terendah di Provinsi Papua Barat. Sebagai
kabupaten terisolir di Papua Barat, kebanyakan penduduk memanfaatkan
air sungai dan sumur tidak terlindung untuk air minum. Hal ini sangat
berbeda dengan Kota Sorong. Lebih dari 80 persen penduduk Kota
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
35

Sorong telah mengakses air minum layak. Perbedaan akses air minum
layak di kedua wilayah tersebut menunjukkan bahwa pembangunan
infrastruktur air minum selama ini belum merata.

Sanitasi
Sanitasi dasar yang layak didefinisikan sebagai sarana yang aman,
higienis, dan nyaman yang dapat menjauhkan pengguna dan lingkungan di
sekitarnya dari kontak dengan kotoran manusia, meliputi kloset dengan
leher angsa yang terhubung dengan sistem pipa saluran pembuangan atau
tangki septik, termasuk jamban cemplung (pit latrine) terlindung dengan
segelslab dan venti lasi; serta toilet kompos. Data sanitasi dasar yang layak
yang dapat diperoleh dari SP2010 terbatas pada kepemilikan jamban dan
tempat penampungan akhir tinja/kotoran. Hasil sensus tersebut mencatat,
sebesar 65,25 persen rumah tangga telah menggunakan septik tank sebagai
tempat akhir penampungan tinja/kotoran. Persentase rumah tangga di
perkotaan (85,57 persen) lebih tinggi daripada di pedesaan (56,63 persen).
Ada kesenjangan yang cukup signifikan dalam hal akses terhadap
sanitasi dasar yang layak antar kabupaten/kota dan antar desa dan kota.
Hanya empat wilayah yang akses terhadap sanitasi dasar yang layak lebih
besar dari rata-rata provinsi. Ketiga wilayah itu adalah Kota Sorong,
Kabupaten Fakfak, Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Kaimana.
Penggunaan tangki septik di Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Sorong
Selatan dan Kabupaten Maybrat masih sangat rendah. Secara umum,
persentase penggunaan tangki septik di daerah perkotaan lebih tinggi
daripada di pedesaan. Hal ini disebabkan oleh tingkat kesadaran dan
kebutuhan penduduk perkotaan terhadap sistem sanitasi yang higienis
lebih tinggi daripada penduduk di pedesaan.

Target 7D: Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan
penduduk miskin di permukiman kumuh (miniml 100 juta) pada tahun
2020.
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
36

Rumah tangga kumuh di perkotaan merupakan salah satu ekses
dari perkembangan urbanisasi yang semakin cepat. Laju pertumbuhan
penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan pemukiman layak
berdampak pada tumbuhnya rumah-rumah kumuh. Indikator yang
digunakan untuk mengidentifikasi rumah tangga kumuh perkotaan
mengacu pada definisi permukiman kumuh dalam Undang-Undang No. 4
Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, yaitu tidak adanya akses
sumber air minum layak, tidak adanya akses sanitasi dasar yang layak,
luas minimal lantai hunian per kapita dan daya tahan material hunian.
Berdasarkan empat kriteria tersebut dan ketersediaan informasi yang dapat
diperoleh dari SP2010 maka rumah tangga kumuh dikenali dari: 1) Luas
Lantai Per Kapita Kurang dari 8 meter per segi; 2) Jenis lantai terluas
berupa papan, bambu, atau tanah; 3) Tidak memiliki jamban atau memiliki
jamban tetapi tidak menggunakan septik tank; dan 4) Sumber air minum
berasal dari sumur tidak terlindung, mata air tidak terlindung, atau air
sungai. Rumah tangga dikategorikan kumuh apabila memenuhi minimum
tiga dari empat kategori tersebut.
Berdasarkan kriteria rumah tangga di atas, jumlah rumah tangga
yang teridentifikasi kumuh sebanyak 30.703 rumah tangga atau 18,26
persen dari total rumah tangga di Provinsi Papua Barat. Rumah tangga
kumuh di perkotaan tercatat sebanyak 3.265 rumah tangga atau 6,53
persen dari total rumah tangga di perkotaan.
Persentase rumah kumuh perkotaan di Provinsi Papua Barat paling
besar di Kabupaten Teluk Bintuni. Secara absolut, jumlah rumah tangga
kumuh di Kabupaten Teluk Bintuni hanya 353 rumah tangga. Sebaliknya,
jumlah rumah tangga kumuh perkotaan di Kota Sorong sebanyak 1.855
rumah tangga. Namun, karena jumlah rumah tangga di perkotaan di Kota
Sorong lebih dari delapan kali lipat jumlah rumah tangga di Kabupaten
Teluk Bintuni, persentase rumah tangga kumuh perkotaan di Kota Sorong
lebih rendah daripada Kabupaten Teluk Bintuni yaitu 7,08 persen.
8. Membantu Kemitraan Global untuk pembangunan
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
37

Target 8F: Berkerjasama dengan swasta dalam memanfaatkan teknlogi
baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.
Kondisi geografis Papua Barat yang sulit, menghambat
pertumbuhan infrastruktur jaringan telekomunikasi PSTN. Hingga
pertengahan 2010, jumlah pelanggan telepon kabel (PSTN) kurang dari
10 persen. Sebaliknya, perkembangan penggunaan telepon seluler sangat
pesat. Hingga kini, sekitar 58,37 persen rumah tangga memiliki telepon
seluler.
Terdapat disparitas penggunaan telepon seluler antara kota dan
desa dan antar kabupaten/kota. Penggunaan telepon seluler lebih banyak
di daerah perkotaan daripada di pedesaan. Pengguna telepon seluler
terbanyak di Kota Sorong, Kabupaten Sorong dan Kabupaten Manokwari.
Sebaliknya, penggunaan telepon seluler di Kabupaten Sorong Selatan,
Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Maybrat kurang dari 30 persen.
Tidak ada jaringan telekomunikasi seluler di Kabupaten Tambrauw.

Akses Internet
Perbedaan pembangunan infrastruktur teknologi, informasi dan
komunikasi (TIK) juga berdampak pada perbedaan akses rumah tangga
terhadap layanan internet di perkotaan dan di pedesaan serta antar
kabupaten/kota. Akses penduduk perkotaan terhadap layanan internet
hampir dua kali lebih tinggi daripada di pedesaan. Pengguna internet
terbanyak di Kota Sorong yaitu sebanyak 6.560 rumah tangga atau 15,55
persen dan di Kabupaten Manokwari yaitu sebanyak 6.427 rumah tangga
atau 15,06 persen.
Akses internet di kabupaten pemekaran yaitu kabupaten
Tambrauw, Kabupaten Maybrat, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten
Teluk Wondama, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Raja Ampat dan
Kabupaten Kaimana masih cukup rendah. Persentase rumah tangga
pengguna internet di ketujuh wilayah tersebut kurang dari 10 persen. Hal
ini disebabkan oleh kurangnya infrastruktur telekomunikasi baik PSTN
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
38

maupun nirkabel di Papua Barat secara umum. Survei Susenas tahun 2010
menunjukkan, tiga dari empat pengguna internet memanfaatkan teknologi
telepon seluler sebagai media untuk mengakses internet. Rumah tangga
yang memiliki telepon selular terbanyak di Kota Sorong, Kabupaten
Sorong dan Kabupaten Manokwari. Singkat kata, ada keterkaitan antara
kepemilikan telepon selular dan akses internet. Persentase rumah tangga
yang mengakses internet cukup tinggi di wilayah-wilayah dengan
persentase kepemilikan telepon seluler yang juga tinggi.

Kepemilikan Komputer Pribadi
Indikator terakhir yang digunakan untuk mengukur pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi adalah kepemilikan komputer pribadi.
Perkembangan selama tahun 2009 dan 2010, kepemilikan komputer
pribadi di Papua Barat menunjukkan peningkatan dari 5,90 persen pada
tahun 2009 menjadi 8,99 persen pada tahun 2010. Meskipun demikian,
penyebaran kepemilikan komputer pribadi tersebut belum merata di semua
kabupaten/ kota.
Hanya dua wilayah dengan persentase kepemilikan komputer
pribadi di atas 10 persen. Kedua wilayah tersebut adalah Kota Sorong
(15,57 persen) dan Kabupaten Manokwari (12,01 persen). Perkembangan
pendidikan yang lebih maju di Kota Sorong dibandingkan wilayah lain di
Papua Barat berdampak pada tingginya permintaan penduduk terhadap
media teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, Kota Sorong
merupakan pintu gerbang pertama untuk masuknya produk-produk
teknologi informasi ke Tanah Papua sebelum didistribusikan ke wilayah
lain seperti Bintuni, Kaimana, Raja Ampat, Sorong Selatan dan
sekitarnya.
Rendahnya persentase kepemilikan komputer pribadi di wilayah
lain selain Kota Sorong dan Kabupaten Manokwari terkait dengan
keterbatasan infrastruktur. Di beberapa wilayah seperti Kabupaten Teluk
Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Sorong Selatan,
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
39

Kabupaten Maybrat dan Kabupaten Tambrauw masih dihadapkan pada
minimnya pasokan listrik. Di lima wilayah tersebut, akses rumah tangga
terhadap layanan listrik dibatasi (belum 24 jam per hari). Akibatnya,
banyak rumah tangga yang membatasi diri untuk memiliki produk
teknologi informasi khususnya komputer pribadi.

E. Masalah dan Kebijakan Penduduk di Provinsi Papua Barat
1. Masalah Kemiskinan Penduduk
Dalam mengentaskan kemiskinan, Pemerintah Provinsi Papua Barat
dihadapkan pada sejumlah tantangan:
a. Lokus penduduk miskin didominasi oleh penduduk di daerah terisolir.
Hal ini terkait dengan tingginya biaya transportasi untuk akses masuk
komoditi kebutuhan pokok masyarakat yang berakibat pada tingginya
harga-harga kebutuhan pokok masyarakat tersebut. Dampaknya dapat
di lihat dari tingginya persentase penduduk miskin di Kabupaten Teluk
Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Sorong Selatan,
Kabupaten Maybrat dan Kabupaten Tambrauw.
b. Kesenjangan distribusi pendapatan.
c. Keterbatasan akses penduduk miskin kepada layanan pendidikan dan
kesehatan.
d. Rendahnya tingkat pendidikan penduduk miskin.
Dalam rangka mengatasi sejumlah tantangan di atas, strategi
Penanggulangan Kemiskinan diarahkan pada:
a. Mempercepat pembangunan infrastruktur ekonomi diseluruh wilayah
hingga ke kampung-kampung;
b. Meningkatkan dan mengembangkan usaha perekonomian masyarakat,
khususnya di daerah pedesaan/pedalaman, sekaligus untuk mengurangi
ketergantungan terhadap daerah lain atas produk-produk pertanian
yang semestinya dapat dihasilkan di daerah ini.
2. Masalah Pendidikan
Tantangan dunia pendidikan di Papua Barat adalah:
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
40

a. Distribusi fasilitas pendidikan khususnya pendidikan menengah atas
dan perguruan tinggi tidak merata;
b. Kurangnya jumlah tenaga guru dan distribusi guru yang ada tidak
merata;
c. Permasalahan guru yang bertugas di pedalaman terkait ketersediaan
sarana pendukung;
Beberapa kebijkan di bidang pendidikan antara lain:
a. Meningkatkan akses dan mutu pendidikan;
b. Penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun;
c. Meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru/pendidik;
d. Meningkatkan cakupan atau jangkauan pendidikan ke daerah remote.
3. Masalah Kesehatan
Maslah terkait dengan kesehatan antara lain masih terbatasnya skses
pelayanan kesehatan yang mengakibatkan rendahnya pula cakupan
imunisasi dan upaya pengendalian faktor resiko lingkungan. Sehingga
banyak mengakibatkan kematian bayi dan ibu saat melahirkan. Untuk
mengatasi hal tersebut kebijakan di Papua Barat dilakukan dnegan:
a. Meningkatkan upaya perubahan perilaku, melalui peningkatan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) di tingkat rumah tangga.
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan neonatal dan ibu.
c. Menambah jumlah dan meratakan penyebaran fasilitas pelayanan
kesehatan dasar/primer melalui : 1) pemenuhi kebutuhan tenaga medis
profesional dalam jangka pendek seperti Pegawai Tidak Tetap dan
kontrak; 2) mengembangkan sistem pelayanan kesehatan mobile dan
semistatic yang menunjang pelayanan kesehatan static; 3) menata
peran dukun dalam konteks kemitraan dengan bidan berupa prinsip
keterbukaan, kesetaraan dan saling menguntungkan
4. Masalah HIV/AIDS
Tanah Papua termasuk sebagai daerah epidemi HIV/AIDS. Oleh
karena itu harus diberikan perlakuan khusus terkait dengan pencegahan
Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
41

penularan, perawatan, dan pengobatan penderita HIV/AIDS. Kebijakan
yang mungkin dilakukan untuk mengatasi maslah tersebut anatara lain:
a. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan untuk mengantisipasi dan
menghadapi epidemi yang ada .
b. Memperkuat sistem informasi dan sistem monitoring dan evaluasi, me-
lalui: 1) pelaksanaan monitoring dan analisis kesehatan, khususnya
sur-veilans generasi kedua; 2) menyediakan informasi kepada para
pembuat kebijakan.























Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
42

BAB IV
SIMPULAN

Provinsi Papua Barat berdasarakan hasil sementara Sensus Penduduk
Tahun 2010 (SP2010) dihuni oleh 760.855 jiwa terdiri dari 402.587 penduduk
laki-laki dan 358.268 penduduk perempuan. Penduduk di Provinsi Papua Barat
selama tahun 2000 2010 bertambah. Pertumbuhan penduduk Papua Barat
mencapai 3,69 persen per tahun. Jauh di atas laju pertumbuhan penduduk (LPP)
Indonesia yang hanya mencapai angka 1,47 persen per tahun. Laju pertumbuhan
penduduk terendah di Kabupaten Sorong. Selama 10 tahun terakhir, laju
pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sorong hanya 1,10 persen per tahun.
Sebaliknya, laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Kota Sorong yaitu 4,74
persen per tahun
Provinsi Papua Barat dihuni oleh lebih banyak penduduk laki-laki dari
pada penduduk perempuan. Hasil sensus penduduk baik pada tahun 2000 maupun
tahun 2010, rasio jenis kelamin (sex ratio) di Papua Barat selalu lebih besar dari
100. Fenomena tersebut terjadi di semua kabupaten/kota di Papua Barat. Secara
nasional sex ratio Papua Barat menduduki peringkat pertama akhir, dan angkanya
melebihi sex ratio Indonesia (101).
Pada Tahun 2010 penduduk Papua Barat terkonsentrasi di Kota Sorong
dan Kabupaten Manokwari. Hampir separuh total penduduk Papua Barat terbagi
di kedua kabupaten kota ini yaitu 25,02 persen di Kota Sorong dan 24,66 persen
di Kabupaten Manokwari. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kota Sorong
diikuti oleh Kabupaten Manokwari, sedangkan kabupaten yang memiliki junlah
penduduk paling sedikit adalah Kabupaten Tambrauw.
Target MDGs di Provinsi Papua Barat pada dasarnya mengalami
peningkatan walaupun tidak signifikan. Untuk itu perlu upaya lebih keras untuk
mengatasi masalah kependudukan di Provinsi Papua Barat, antara lain terkait
dengan: kemiskinan, kesehatan, ekonomi, pendidikan dan masalah HIV/AIDS.


Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
43

DAFTAR PUSTAKA

Bappeda Provinsi Papua Barat. 2011. MDGs Papua Barat Hasil Sensus Penduduk
2010. http://www.scribd.com/doc/117710251/ Publikasi-BPS-Papua-
Barat-Laporan-Capaian-MDGs-Papua-Barat-2010-Hasil-SP2010 (diakses
12 Juni 2014, pukul 21:13 WIB)
BPS Provinsi Papua Barat. 2011. Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 Provinsi
Papua Barat. http://www.bps.go.id/menutabs1.php?tab=2&aboutus
=0&renstra=1&id_rens=101 (diakses 12 Juni 2014, pukul 20:16 WIB).
---------------. 2009. Profil Provinsi Papua Barat. http://www.papuansbehindbars.
org/?page_id=652&lang=id (diakses 12 Juni 2014, pukul 20:06 WIB).
--------------. 2013. Tentang Papua Barat. http://irjabar.bps.go.id/?no=230&pilih
=eksekutif (diakses 12 Juni 2014, pukul 20:35 WIB)
Julistiani, Anni. 2012. Kebijakan Percepatan Pembangunan Sebagai Katalisator
Perdamaian dan Keadilan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Kemdagri: Jakarta.

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

You might also like