You are on page 1of 17

PERUBAHAN PUPIL CYCLE TIME PADA PENDERITA GLAUKOMA SIMPLEKS

TAMBAR MALEM BANGUN



Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Saat ini penduduk Negara Indonesia adalah 210 juta orang dengan usia
harapan hidup 62 tahun untuk pria dan 65 tahun untuk wanita. Pertambahan
adalah 1,6 % pertahun maka pada akhir tahun 2010, penduduk Negara Republik
Indonesia akan mencapai 250 juta orang.
1

Glaucoma simplex cenderung meningkat, pada usia diatas 40 tahun, jadi
dengan peningkatan usia harapan hidup, prevalensinya cenderung meningkat.
2,3,4

glaucoma adalah penyebab kebutaan nomor 2 di Indonesia dengan prevalensi
0,4%. Deteksi dini terhadap glaucoma sangat penting mengingat perjalanannya
yang sangat progresif lambat berupa optic neuropatyh dan cenderung
asimtomatik.
2,3,4

Pada glaucoma simplex visus sentral masih baik walaupun kerusakan
akson sudah mencapai 40%.
2,3
Kerusakan akson tersebut diawali oleh gangguan
transport protein lewat akson akibat tekanan intraokuler yaitu secara mekanis
maupun vaskuler.
2,3,5
Apabila gangguan ini bersifat kronis akan mengakibatkan
kematian sel gangglion pada seluruh lapisan retina.
2,3

Sel gangglion adalah awal dari perjalanan syaraf di mata baik untuk
penglihatan maupun rangsangan pupil, maka manifestasi dari kerusakan sel
gangglion ini berupa penurunan fungsi pupil dan penurunan lapangan pandang.
6,7

Glaucoma simplex dapat dideteksi dengan melihat proses perjalanan syaraf yang
terganggu tersebut.
7
Salah satunya adalah dengan melihat pupil cycle time,
untuk menilai kerusakan sel gangglion di retina. Dimana pada glaucoma simplex
hal ini terjadi terutama kerusakan akson pada daerah sentral.
2,5,8
Masih
sedikitnya data yang menunjukkan perubahan pupil cycle time pada penderita
glaucoma simplex membuat peneliti ingin melakukan penelitian terhadap
penderita glaucoma simplex. Hal inilah yang menjadi latar belakang penelitian
ini.

1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
Apakah perubahan pupil cycle time dapat digunakan sebagai parameter
untuk deteksi dini adanya optic neuropathy pada penderita glaucoma simplex.

1.3. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan pupil cycle time
pada penderita glaucoma simplex, sebagai deteksi adanya optic neuropathy.

1.4. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah:
2003 Digitized by USU digital library 1
a. Dapat diketahui perubahan pupil cycle time pada penderita glaucoma
simplex.
b. Dengan mengetahui adanya perubahan pupil cycle time pada penderita
glaucoma simplex, dapat digunakan sebagai parameter awal terjadinya optic
neuropathy pada penderita glaucoma simplex.

1.5. HIPOTESA
Terjadi pemanjangan pupil cycle time pada penderita glaucoma simplex.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KERANGKA TEORI
Glaucoma adalah suatu kumpulan penyakit dengan karakteristik optic
neuropathy yang dihubungkan dengan penyempitan lapangan pandang dan
peningkatan intra oculi sebagai faktor resiko utama.
2
Di Indonesia prevalensi
glaucoma 0,4%.
2,3
Di Amerika Serikat 60 -70% penderita glaucoma adalah
glaukoma simplek.
2
Glaucoma simplex ditandai dengan progresive optic
neuropathy secara lambat, tekanan intra okuler yang meningkat, sudut
iridokornea yang terbuka dan kelainan lapangan pandang yang khas serta
perubahan papil lambat dan biasanya mengenai dua mata atau bilateral.
2,6

Glaucoma simplex gejalanya sering tidak dirasakan pada awalnya dan biasanya
penderita merasakan apabila penyakitnya sudah berat atau lapang
pandangannya sudah sempit.
2

Perubahan pada papil saraf optik dan lapangan pandang yang terjadi pada
glaucoma disebabkan oleh tingginya tekanan intra okuler (TIO) dan resistensi
aksin papil saraf optik.
2
Pada kebanyakan kasus perubahan lapangan pandang
dan papil saraf optic berhubungan dengan kenaikan TIO, tetapi pada beberapa
kasus dengan TIO yang normal dapat juga mengganggu fungsi papil saraf optic.
2

Glaucoma menyebabkan atrofi sel gangglion retina disertai kerusakan akan
hilangnya akson-akson serabut saraf optik.
2,3,6,8

Lebih dari 100 tahun telah diketahui bahwa lapangan pandang merupakan
tanda klinik yang utama dari kerusakan papil saraf optic yang disebabkan oleh
glaucoma. Pemeriksaan lapangan pandang pada penderita ini memberi arti untuk
menentukan diagnosis, prognosis, dan untuk mengetahui secara efektif bagian
lapangan pandang yang masih baik sehingga dapat menentukan tindakan
selanjutnya.
2,6
Kerusakan lapangan pandang adalah manifestasi dari terjadinya optic
neuropathy pada glaucoma simplex.
9
Glaucoma merupakan penyebab kebutaan
yang kedua setelah katarak, dan prevalensi kebutaan yang disebabkan oleh
glaucoma di Indonesia 0,4%. Di Amerika Serikat glaucoma merupakan penyebab
kebutaan yang paling sering.
2,6,10

2.2. POLA KERUSAKAN AKSON PADA GLAUCOMA SIMPLEX
Saraf optic terdiri dari kumpulan serabur syaraf atau akson, glia, vaskuler
dan jaringan ikat.
2,3,6,7,10
Jaringan akson saraf optic tersusun dari sel gangglion
retina dalam brntuk lapisan serbut-serabut saraf retina dan dibagi menjadi dua
kelompok. Sebagian besar akson (92%) melayani penglihatan sentral atau 25%
dari penglihatan, sedangkan sisanya terdiri dari serabut saraf yang berasal dari
bagian temporal retina dibagi oleh rafe horizontal menjadi saraf bagian atas dan
2003 Digitized by USU digital library 2
bawah makula berjalan melingkari serabut papilomakuler dan disebut serabut
arkuata.
6,8,11



























Gambar 1. Penampang lintang dinding bolamata manusia dengan lapisan-lapisan
retina.



















Gambar 2. Gambaran saraf retina dan pembuluh darah retina.

2003 Digitized by USU digital library 3
Serabut yang berasal dari sel gangglion retina atas akan menempati papil
saraf optic bagian atas, sedang yang berasal sel gangglion retina bagian bawah
menempati papil bagian bawah. Serabut saraf dari makula (papillomacular
bundle), dilapisi oleh mielin yang tipis dan bentuknya kecil, menempati papil
sedikit di bawah daerah midpouint bagian temporal.
2,12
Serabut saraf dari bagian
nasal berjalan relatif lurus dan memasuki papil bagian dari bagian nasal. Anatomi
serabut saraf retina dan saraf optic menentukan gambaran yang khas dari
kelainan pandang glaucoma.
2,6

Pada glaucoma kerusakan serabut saraf pada papil terutama terletak di
bagian superotemporal dan inferotemporal. Tempat ini diduga paling rentan
terhadap kenaikan tekanan intra okuler karena merupakan area watershed pada
pertemuan vaskularisasi pembuluh darah silier.
2,7
Gambaran yang khas dari
kelainan lapang pandangan pada glaucoma oleh karena kerusakan pada masing-
masing kumpulan serabut saraf (bundle) dari saraf papil.
2,7

Kerusakan serabut saraf menyangkut serabut saraf arkuata atas dan
bawah dari makula dan sepanjang rafe horizontal, akan memberi gambaran
kelainan lapang pandangan berupa defek lapang pandangan yang meluas dari
bagian nasal titik fiksasi meluas ke perifer. Bentuk, ukuran dan lokasi dari
skotoma tergantung dari luas dan tempat kerusakan kumpulan serabut saraf
papil saraf optik.
2,3,4,12

Kerusakan serabut saraf pada glaucoma ada dua mekanisme yaitu
gangguang transport akson dan gangguan vaskularisasi.
2,3,7
Transport akson
adalah aliran yang melewati serabut saraf yang berasal dari sel bodi maupun
yang menuju ke sel bodi.
7
Dengan adanya kenaikan TIO akan terjadi gangguan
transport akson plasma dan gangguan perfusi pada saraf optic sehingga aliran
darah ke saraf optik berkurang.
2,4,8

2.3. GAMBARAN LAPANGAN PANDANG PADA GLAUCOMA SIMPLEX
Gambaran kelainan lapangan pandang pada glaucoma simplex ada
bermacam-macam.
2,3,4,13,14,15
Pada stadium awal glaucoma gambarannya sebagai
depresi umum, dan apabila proses berjalan terus gambaran bisa berubah
menjadi defek arkuata dan pada stadium akhir berupa defek altitudinal.
2,6

Kelainan lapangan pandang sesuai dengan perjalanan penyakit juga berubah
menjadi lebih padat (denser) dan bertambah luas dimana pada awalnya hanya
mengenai separuh lapangan berubah menjadi seluruh lapangan. Para peneliti
membagi kelainan lapangan pandang pada glaucoma menjadi dua jenis, yaitu
kelainan berkas serabut saraf.
11,15
Gambaran depresi umum yang disebabkan oleh glaucoma, dengan
perimetri kinetik akan tampak sebagai penyempitan secara menyeluruh pada
isopterperifer dan sentral.
3,6
Depresi adalah suatu bentuk defek lapangan
pandang yang merupakan penurunan sensitivitas retina menyeluruh atau lokal
sehingga terjadi penyempitan isopter, terutama pada bagian nasal.
2,16
Penderita
dengan C/D ratio dan TIO lebih tinggi dan akan mengalami penyempitan isopter
lebih banyak dan bintik buta lebih lebar.
3,6
Apabila pemeriksa menemukan
gambaran seperti ini bisa menduga bahwa kerusakan saraf oleh glaucoma seperti
ini bisa menduga bahwa kerusakan saraf oleh glaucoma sudah terjadi terutama
apabila terjadi unilateral atau TIO tinggi dan cupping luas. Diduga kenaikan TIO
menyebabkan kerusakan yang diffus, tetapi kurang mempengaruhi
perkembangan kelainan yang lokal.
2,3,17

Kelainan lapangan pandang yang bersifat lokal dapat dibagi menjadi
beberapa macam antara lain kelainan daerah Bjerrum dan daerah perifer yang
2003 Digitized by USU digital library 4
disebabkan oleh kerusakan serabut saraf akan terlihat sebagai skotoma.
12,13,18

Skotoma adalah suatu daerah dengan defek lapangan pandang yang normal.
Gambaran skotoma pada glaucoma simplex pada awal kelainan 26% adalah
skotoma parasentral, 20% nasal step sentral maupun perifer, 51% skotoma
parasentral dan nasal step pada periode sangat awal kelainan lapangan pandang
dan 3% defek bentuk sektor. Beberapa bentuk skotoma pada glaucoma simplek
antara lain.
12,13

1. Skotoma daerah Bjerrum, yang menurut letaknya dapat dibedakan menjadi :
a. Nasal step atas dan bawah yang dibagi oleh meridian horizontal yang
menggambarkan berakhirya serabut saraf pada rafe horizontal,
disebabkan karena turunnya sensitivitas pada tempat masuknya serabut
saraf.
b. Defek arkuata atas dan bawah merupakan perluasan dari skotoma
Bjerrum yang kemudian menjadi satu sebagai lengkungan di sebelah atas
atau bawah titik fiksasi.
c. Skotoma arkuata daerah Bjerrum berupa skotoma-skotoma parasentral
pada daerah 10
0
- 20
0
dari ttik fiksasi akibat kerusakan serabut saraf
arkuata atas dan bawah. Skotoma yang terkecil terdapat pada sekitar
bintik buta.
d. Skotoma parasentral adalah skotoma yang mengenai daerah yang
berbatasan dengan titik fiksasi tetapi tidak mengenai titik fiksasi.
e. Skotoma sekosentral merupakan skotoma yang mengenai bintik buta dan
titik fiksasi.
f. Perluasan bintik buata karena terdapat skotoma-skotoma di sekitar bintik
buta.
g. Barring of blind spot yaitu bintik buta keluar dari isopter disertai depresi
isopter sentral.

2. Skotoma daerah perifer meliputi :
2,6

a. Depresi/penumpulan nasal, merupakan tanda awal penurunan lapangan
pandang pada glaucoma, bila terjadi bersamaan dengan kerusakan
serabut saraf merupakan tanda patognomonis untuk glaucoma.
b. Nasal step atas dan bawah biasanya gambarannya berbentuk baji. Nasal
step terjadi paling awal oleh karena penurunan sensitivitas semua serabut
saraf. Adanya gambaran nasal step berguna untuk menegakkan diagnosa
glaucoma apabila gambaran yang lain meragukan.
c. Defek sektor pada bagian temporal biasanya terjadi pada stadium akhir
perjalanan penyakit, tetapi gambaran hanya ada pada beberapa kasus.













2003 Digitized by USU digital library 5



















Gambar 3. Baring of blind spot merupakan tanda awal defek lapang pandandan
pada glaucoma.
13


















Gambar 4. Skotoma bilateral yang merupakan gambaran khas dari glaucoma
simplex.
11











2003 Digitized by USU digital library 6



















Gambar 5. Step pada isopter sentral dan perifer
11




















Gambar 6. Defek altitudinal dengan skotoma arkuata yang luas yang merupakan
gambaran lanjut glaucoma simplex
11


Perubahan lapangan pandang yang progresif pada glaucoma simplex ada
dua cara yaitu : (1) Perubahan lapangan pandang yang tiba-tiba disebabkan oleh
kerusakan serabut saraf yang baru.
2,6,11
Perubahan yang terjadi berupa skotoma
yang absolut atau relatif sesuai perubahan kerusakan serabut saraf yang terjadi,
misalnya skotoma parasentral yang terpisah menjadi skotoma arkuata. (2)
Kerusakan terjadi pada daerah yang berbatasan dengan kumpulan serabut saraf
maka skotoma menjadi bertambah luas, dan lapangan pandang bagian perifer
hilang, gambaran skotoma parasentral. Perubahan lapangan pandang yang
progresif ini disebabkan oleh kenaikan TIO.
2,6,7,11
2003 Digitized by USU digital library 7
2.4. PUPIL
Pupil merupakan indikator kinetik dari fungsi sensorik dan motorik mata
dengan retina dan hubungan keduanya.
5,12,18

Fungsi pupil tergantung dari struktur pupillomotor pathway
5,12,18

1. Reseptor
2. Akson sel gangglion pada N. Optikus
3. Kiasma optikum
4. Traktus optikum (tetapi bukan lateral geniculate body)
5. Brachium dari colliculus superior
6. Area pretectal pada mesensefalon
7. Interconnecting neuron untuk pupilokonstriktor pada aculamotor nuclear
complex
8. Jalur eferan parasimpatis N. III
9. Jalur eferan simpatis dari hipotalamus ke m. dilator pupil.
Dua stimulus utama yang menyebabkan terjadinya perbedaan ukuran
pupil dan reaksinya. Ukuran pupil dapat berubah menurut umur. Pada neonatus
pupil lebih miotik dibandingkan dengan umur dekade ke dua.
5


2.5. JALUR REFLEKS CAHAYA
Cahaya adalah merupakan stimulus utama terjadinya refleks cahaya /
pupil. Cahaya yang jatuh retina akan menstimulasi sel-sel fotoreseptor di retina,
selanjutnya ke gangglion sel di retina. Stimulus ini akan dilanjutkan melalui
akson aferen N. Optikus menuju kiasma optikum selanjutnya berakhir dipretectal
nuclear complex.
5
Lateral geniculate nucleus dilewati oleh serabut-serabut
pupilomotor. Protectal nuclear complex berhubungan secara silang dan tidak
silang dengan nucleus motor parasimpatis Eedinger-Wwestpal yang terdiri dari
bagian dorsal nucleus okulomotor. Serabut parasimpatis preganglionik
meninggalkan midbrain (otak besar) sebagai N. III. Setelah bersinaps dengan
gangglion siliaris, serabut-serabut post gangglion menginervasi m. sfingter pupil.
Stimulus cahaya pada satu mata, akan menyebabkan terjadinya konstriksi pupil
bilateral dan simetris.
5,7,8,19,20





















2003 Digitized by USU digital library 8































Gambar 7. Jalur refleks cahaya
5


2.6. PEMERIKSAAN PUPIL CYCLE TIME
Pupil cycle time adalah metode klinik untuk mendeteksi disfungsi pupil
light reflex pathway, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk kontriksi dan redilatasi
pupil.
5,7,19,20
Pemeriksaan pupil cycle time dilakukan dengan rangsangan sinar
vertikal di tepi pupil, maka akan terjadi kontriksi pupil dan kemudian dilatasi
pupil tersebut. Pada saat retina terangsang akan terjadi konstriksi pupil yang
akan mengakibatkan sinar akan tertutup pada bagian pupil yang konstriksi,
akibatnya terjadi dilatasi pupil kembali.
22

Alat : - Stopwatch
- Slitlamp
Teknik :
21

- Seberkas sinar difokuskan di tepi pupil, digeser perlahan-lahan dari
arah limbus ke sentral (pupil)
- Dilihat konstriksi pupil
- Sinar dipertahankan pada posisi ini yaitu posisi sinar terhalang masuk
akibat miosis.
- Akibatnya pupil dilatasi (retina tidak disinari) kembali
2003 Digitized by USU digital library 9
- Sinar akan mengenai retina lagi, demikian terjadi seterusnya berulang-
ulang (osilasi pupil). Hal ini dihitung sampai 5 kali dan dicatat dengan
penggunaan stop watch. Selanjutnya angka yang didapat dibagi 5
sehingga didapatlah waktu pupil cycle time.
Nilai : Osilasi pupil terjadi setiap 752 milidetik900 milidetik. Bila pupil cycle
time memanjang (950 milidetik) atau berbeda 70 milidetik antara kedua
mata, berarti ada gangguan hantaran saraf optik.
20,21

B. KERANGKA KONSEPSIONAL
Glaucoma simplex adalah suatu penyakit optic neuropathy kronis
Optic neuropathy yang kronis akan merusak sel gangglion di retina.
Sel gangglion adalah awal dari perjalanan cahaya dari syaraf mata.
Pupil cycle time merupakan pemeriksaan dini terjadinya optic neuropathy
pada penderita glaucoma simplex


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. BENTUK PENELITIAN
Penelitian ini adlah suatu penelitian yang bersifat deskriptif analitik dengan
metode observasi klinik non randomize untuk melihat perubahan pupil cycle time
pada penderita glaocoma simplex

3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di SMF Penyakit Mata RSUP. H. Adam Malik Medan pada
setiap hari pukul 9.0012.00 Wib. Penelitian dimulai bulan Maret April 2003.

3.3. POPULASI DAN SAMPEL
Populasi : semua penderita yang sudah didiagnosa glaucoma simplex pada Sub
Bagian Glaucoma SMF Penyakit Mata RSUP. H. Adam Malik Medan.

3.4. BAHAN DAN ALAT YANG DIGUNAKAN
- Snellen chart
- Senter
- Binocular loupe
- Direct Ophtalmoscope
- Stopwatch
- Slitlamp merk Inami-Japan L-0185 dengan lampu 6V, 30W halogen.
- Perimetri Goldmann
- Lensa Trimiror

3.5. BESAR SAMPEL
Jumlah sample yang diambil ditentukan berdasarkan rumus :


Z adalah nilai baku normal yang besarnya tergantung pada nilai yang
ditentukan. Untuk = 0,05, maka Z adalah 1,96. P adalah jumlah penderita
glaucoma yang berobat ke SMF Penyakit Mata RSUP H. Adam Malik Medan dan
diasumsi 0,25. Q = 1- 0,25 = 0,75. D adalah tingkat ketepatan yang diinginkan
= 15 %. Maka jumlah sampel minimal adalah : 32 mata.
2
d
N =
( )
2
PQ Z

2003 Digitized by USU digital library 10
3.6. CARA PENGUMPULAN DATA
Terhadap semua subjek penelitian dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
1. Identitas dicatat pada formulir meliputi : nomor MR, nomor penelitian, nama
lengkap, jenis kelamin, umur.
2. Dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan.
3. Dilakukan pemeriksaan segmen anterior dengan slitlamp, funduskopi dengan
menggunakan direct ophthalmoscope.
4. Dilakukan pemeriksaan sudut bilik mata, tekanan intra okuli dan lapangan
pandang.
5. Dilakukan pemeriksaan pupil cycle time dengan menggunakan stitlamp merk
InamiJapan L-0185 dan stopwatch pada kedua mata. Pupil cycle time
dilakukan sebanyak 5 kali osilasi pupil.

3.7. MANAJEMEN DATA
Setelah data didapat lalu dikumpulkan dan kemudian ditabulasi. Untuk menilai
perubahan pupil cycle time pada penderita glaucoma simplex dilakukan uji-test.

3.8. DEFINISI OPERASIONAL
Kriteria inklusi :
- Semua penderita yang didiagnosa glaucoma simplex oleh Sub Bagian
Glaucoma SMF Penyakit Mata RSUP H. Adam Malik Medan.
- Bersedia diikutsertakan dalam penelitia
Kriteria eksklusi :
- penderita hipertensi
- penderita diabetes mellitus
- ophthalmoplegi
- penyakit infeksi mata segmen anterior dan atau posterior
- kekeruhan media refraksi
- tidak mendapatkan pengobatan dengan carpin 2 minggu sebelum
penelitian.
- penderita dengan ketergantungan obat.
- myopia sedang danberat

3.9. PERSONALIA PENELITIAN
Peneliti : Dr. Tambar Malem Bangun
Pembantu peneliti : PPDS Bagian Ilmu Penyakit Mata FK USU
Paramedis SMF Penyakit Mata RSUP. H. Adam Malik Medan.
Biaya Penelitian : ditanggung peneliti


BAB IV
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan mulai tanggal 1 Maret 2003 sampai
dengan 10 Mei 2003 di SMF Mata Rumah Sakit H. Adam Malik Medan. Subjek
yang diamati sebanyak 34 mata dari 20 orang penedrita yang datang berobat ke
SMF Mata RS. H. Adam Malik Medan dan 20 orang pembanding.



2003 Digitized by USU digital library 11
Tabel 1. Gambaran Umur Penderita
N Minimum Maximum Mean SD
Umur

20

16 64 42,80 15,31

Tabel 1 menunjukkan umur termuda 16 tahun dan tertua 64 tahun dengan rata-
rata 42,4 tahun.

Tabel 2. Distribusi jenis kelamin penderita
Jenis kelamin Frequency Percent
Laki-laki
Perempuan
14
6

70,0
30,0

Total 20 100,0

Tabel 2 menunjukkan bahwa laki-laki (70%) lebih banyak daripada perempuan
(30%)

Tabel 3. Distribusi suku penderita
Suku frequency Percent

Batak
Melayu
Jawa
India

15
3
1
1

75,0
15,0
5,0
5,0
Total 20 100,0

Tabel 3 menunjukkan bahwa suku Batak adalah penderita yang paling banyak
(75%) kemudian diikuti suku Melayu (15%), suku Jawa dan India maisng-masing
(5%)

Tabel 4. Distribusi pendidikan penderita
Pendidikan Frequency Percent
SD
SLTP
SLTA
Sarjana

2
4
10
4

10,0
20,0
50,0
20,0

Total 20 100,0

Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penderita paling banyak SLTA
(50%) kemudian SLTP dan Sarjana (20%) serta SD (10%).

2003 Digitized by USU digital library 12
Tabel 5. Distribusi berdasarkan Visus
Mata Total % C. Visus mata
OD % OS %
5/5

11

32,4

9

26,5

20

58,9
5/8

3

8,8

4

11,6

7

20,4

5/9

1

3

1

3

5/10

3

8,8

2

5,9

5

14,7

5/50 1

3

1

3

Total 18

53

16

47

34

100


Tabel 5 menunjukkan bahwa penderita dengan vusus 5/5 adalah yang terbanyak
yaitu 20 mata (58,9%).

Tabel 6. Distribusi berdasarkan skotoma daerah Bjerrum
Mata S k o t o m a
OD % OS %
Total %
Positive

17 50 15

44 32 94

Negative 1

3

1

3

2

6

Jumlah


18

53

16

47

34

100


Tabel 6 menunjukkan bahwa 32 mata (94%) menunjukkan skotoma daerah
bjerrum
Tabel 7. Distribusi berdasarkan penyempitan Lapangan pandang
Mata Penyempitan
Lapangan pandang OD % OS %
Total %

Positive


12


35,3


11

32,4


23

67,7

Negative
6


17,6

5


14,7


11


32,3

Jumlah

18

52,9 16

47,1

34

100


Tabel 7 menunjukkan terjadi penyempitan lapangan pandang pada 23 mata
(67,7%)




2003 Digitized by USU digital library 13
Tabel 8. Distribusi Tekanan Intra Okuli, Gonioscopy, CDR dengan Pupil
Cycle Time (PCT) pada mata kanan
OD OS
N X SD N X SD
TIO 18 26,78 2,32 16 26,00 5,56
GONIO 18 3,94 0,24 16 4,00 0,00
C/D R 18 0,439 0,07 16 0,438 0,05
PCT 18 906,22
64,96
16 900,5 67,26

Tabel 8 menunjukkan bahwa pada mata kanan TIO rata-rata 26,78 pada mata
kiri 26,00 sedangkan sudut bilik mata (diperiksa dengan gonoscopi) pada mata
kanan 3,94, pada mata kiri 4,00 C/D Ratio pada mata kanan 0,439 dan kiri 0,438
dengan pupil cycle pada mata kanan time 906,22 milidetik dan kiri 900,5
milidetik.

Tabel 9. Hasil uji t-test pupil cycle time mata kanan dan kiri pada
glaucoma simplex dibandingkan dengan kontrol.

Nilai rata-rata pembanding
a
= 842
PCT
N X SD Selisih
rata-rata
CI 95% bag.
selisih rata-
rata
Probabilitas
(P)
OD 18 906,22 64,96 64,22 [31,92 ; 96,52] 0,01*
OS 16 900,50 67,26 58,50 [22,66 ; 94,34] 0,03*
a
Nilai ini diambil dari peneliti terdahulu (Kepustakaan 25)

Pada tabel 9 didapatkan bahwa pemanjangan pupil cycle time pada penderita
glaucoma simplex dibandingkan rata-rata nilai normal PCT (842
a
) ternyata ada
perbedaan yang

bermakna baik pada mata kanan (p = 0,01) maupun mata kiri
(p = 0,03).


BAB V
DISKUSI DAN PEMBAHASAN

- Penelitian ini bertujuan untuk melihat perubahan Pupil Cycle time pada
penderita Glaucoma Simplex. Adanya perubahan Pupil Cycle Time pada
penderita Glaucoma Simplex akan digunakan sebagai parameter untuk deteksi
adanya optic neurophaty.
Penelitian ini bersifat observasional analitic dan telah dilaksanakan di SMF
Mata RS. H. Adam Malik Medan dari tanggal 1 Maret hingga 10 Mei terhadap
pasien yang didiagnosa Glaucoma Simplex.
Pada penelitian ini didapatkan penderita sebayak 20 orang dengan 34 mata
yang terdiri dari 18 mata kanan dan 16 mata kiri, ini sesuai dengan
peneelitian sebelumnya bahwa Glaucoma Simplex cenderung mengenai kedua
mata (bilateral)
2,6
. Dan usia termuda adalah 16 tahun dan tertua 64 tahun
dengan rata-rata 42,8 tahun, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
Glaucoma Simplex cenderung meningkat pada dekade IV seperti yang
disebutkan peneliti Edi S. Affandi dan Srinagar.
23
.
2003 Digitized by USU digital library 14
- Berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini didapatkan laki-laki : wanita 7 :
3, hal ini sangat berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mailangkai
HHB (1972) dimana beliau menemukan penderita laki-laki : wanita 1 : 2,5
perlu pengkajian lebih dalam apakah ada faktor lingkungan dan kultur maupun
pola hidup terhadap insiden Glaucoma Simplex mengingat bahwa pada tabel 3
terlihat kunjungan 75% adalah dari suku batak.
Berdasarkan tingkat pendidikan didapatkan bahwa kunjungan tertinggi adalah
tingkat SLTA (50%), dan hanya 10% yang berpendidikan dasar, ini dapat
diasumsikan bahwa kesadaran akan pentingnya fungsi kesehatan mata
meningkat sesuai dengan peningkatan pendidikan.
Pada tabel ini bahwa penderita yang datang berobat adalah dengan Visus yang
masih baik (20 mata) ini menunjukkan kesadaran tinggi terhadap fungsi
kesehatan mata keadaan ini bisa terjadi atas dasar asumsi bahwa jika
kerusakan akson < 40% maka belum berpengaruh terhadap pengelihatan
sentral.
2,3
dan seorang penderita dengan mata kanan 5/5 dan kiri 5/50 dan
masih bisa dikoreksi penuh dengan Sp-2,50 dioptri sehingga masih
dimasukkan kedalam penelitian ini.
Pada tabel 6 terlihat bahwa 32 mata terdapat Skotoma daerah Bjerrum, yang
berbentuk Nasal Step, Defec arkuata, Skotoma arcuata, pada penelitian ini
kita tidak membedakan skotoma tersebut kita lebih tertuju kepada telah
terjadinya optic Neurophati yang terutama diakibatkan oleh gangguan
transport akson dan gangguan Vascularisasi.
2,3,7
dan dua mata tidak
ditemukan Skotoma daerah Bjerrum tapi mempunyai penurunan lapangan
pandang yang diffus dan mempunyai TIO yang tinggi (29 mmHg), Tekanan
Intra Okuli yang tinggi biasanya tidak berpengaruh terhadap adanya Skotoma
daerah Bjerrum tapi lebih kepada penurunan lapangan pandang perifer.
2,3,17

Pada tabel 7 terlihat bahwa terjadi penyempitan lapangan pandang pada 23
mata dibandingkan dengan Skotoma daerah Bjerrum 32 mata maka Skotoma
tidak selalu diikuti oleh penyempitan lapangan pandang maupun penempitan
lapangan pandang tidak selalu diikuti oleh adanya Skotoma daerah Bjerrum.
Pada tabel 8 terlihat bahwa pada mata kanan (18 mata) rata rata TIO 26,78
mmHg dan sudut bilik mata mempunyai derajat rata-rata 3,94 artinya hanya
satu mata yang mempunyai derajat 3 dan rata Pupil Cycle Time adalah 906,22
mdetik dan rata-rata C/D ratio 0,49 dan pada mata kiri (16 mata) bahwa rata-
rata TIO 26,0 dan sudut bilik mata mempunyai derajat 4 dengan Pupil Cycle
Time 900,50 mdetik dengan C/D ratio 0,44 masih perlu pengkajian lebih
dalam apakah ada hubungan antara C/D ratio TIO, maupun Pupil Cycle Time.
Tabel 9 menunjukkan bahwa Pupil Cycle Time pada kelompok kontrol 842,00
mdetik. Adapun nilai normal dari ossilasi pupil terjadi setiap 752 mdetik 900
mdetik.
21,22
hasil uji t-test di dapatkan perbedaan yang bermakna pada mata
kanan p = 0,01 maupun mata kiri p = 0,03 hal ini menunjukkan bahwa terjadi
pemanjangan Pupil Cycle Time pada penderita Glaucoma Simplex.
Bila dilihat dari jalur refleks cahaya, maka pemanjangan Pupil Cycle Time
dapat dikarenakan oleh gangguan fotoreseptor retina, akson sel ganglion,
Nervus Optikus, Kiasma Optikum, Traktus Optikum, Area pretektal
mesensefalon, interconnecting neron, jalur efferent simpatis dan parasimpatis
samapai gangguan muskulus dilator pupil dan muskulus sfinter pupil.
4,8,22

walaupun demikian pemanjangan Pupil Cycle Time dapat merupakan pertanda
adanya Optik Neorophati.
2003 Digitized by USU digital library 15
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Pada penelitian yang telah dilakukan terhadap penderita Glaucoma Simplex
yang datang berobat ke SMF Mata RS. H. Adam Malik Medan dapat diambil
kesimpulan :
1. Terjadi pemanjangan Pupil Cycle Time pada penderita Glaucoma
Simplex.

SARAN
1. Dengan adanya pemanjangan Pupil Cycle Time pada penderita
Glaucoma Simplex maka data ini dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya Optik Neurophati.
2. Perlu penelitian lebih lanjut apakah ada hubungan pemanjangan Pupil
Cycle Time dengan luasnya Optik Neurophati pada Glaucoma Simplex.



DAFTAR KEPUSTAKAAN

American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Sciences Course, Section
5, Neuro Ophthalmology, p 23-4, 100-8.
American Academy of ophthalmology. Basic and Clinical Science Course, Section
10 Glaucoma , California, 19971998, pp. 7.6680.
Andayani Gitalisa, Affandi ES. Artini W. Progresivitas Glaucoma Sudut Terbuka
Primer Berdasarkan Gambaran Nervus Optikus dan Lapangan Pandang
Ophthalomology Indonesiana, Volume 29 pp 107-116.
Ardjo SM, Glaucoma pada penderita diabetes melitus Dalam: Understanding
Ocular DiabeticBasic Science, Clinical Aspects and Didactic Course, FKUI
Jakarta, 1999, p 539.
Carioli J. Colberg. RO, Meller MJ. Measurement of Peripapillary Nerve Fibrie
Layer. Contour in Gloucoma, American Journal of Ophthalmology Vol. 108,
Oct 1989, pp. 404-13.
Chau han C.B et all. Visual Field Damage in Normal Tension and High Tension
Glaucoma, American Journal of Ophthalmology, Des 1989, 108, 636642.
Clive Migdal, Primary open angle glaucoma in Duane TD. Clinical ophthalmology
Vol III. Philadelphia : Revised Edition 1997, 52, 1-3
Daniel MA, Mendiagnosa Secara Dini Glaukoma Sudut Terbuka Dalam Rangka,
Mempercepat Penatalaksanaannya Untuk Mengurangi Angka Kebutaan Di
Indonesia, Skripsi, Lab. I.P. Mata. FK.USU/RS Pringadi Medan, 1987. p
28-9.
Drance SM. Visual field In Glaucoma In Duane TD. Clinical ophthalmology Vol. III
Philadelphia : Revised Edition 1997, 49, 1-18.
Endah S. A. Soemarsono, Suharjo, Uji Kepekaan Kontras pada Penderita
Glaucoma Sudut Terbuka, Ophthalmology Indonesia Volume XVI No. 4,
1996 p. 189-91.
Grant T. Liu, Nicholas J. Volve Steven L. gateta. Neoro ophthalmology, Diagnosis
and Management WB, Saunders Company pp. 75-81.
Howard Reed, The Essentials of Piemetry, London Oxford University Press, New
York Toronto 1960. Pp. 3545.
2003 Digitized by USU digital library 16
Iiyas S. Dasar Tehnik Pemeriksaan, Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FK UI,
Jakarta, 2000, p. 99.
Kanski JJ, Abnormal Pupillary Reaction Dalam Clinical Ophthalmology Third
Editon, Oxford 1994. p 465 7.
Langston. DP, Manual of Ocular. Diagnosis and Therapy Fourth Edition p.365-8.
Milton JG. Irregular Pupil Cycling asuransi a Charateristic Abnormality in Patient
with Demyelinative optic Neuropathy. American Journal of Ophthalmology.
Vol. 105, no.4, 1998 pp. 402-7.
Mon Fo Song, Martha J, Hans Glaucoma. The Sensitivy and Specificity of nerve
Fiber Layer Measurment in Glaucomas an dermined with Scanning Laser.
Polarimetri. Amerivan Journal of Ophthalmology 1997, Vol 1993 pp 6269.
Peter Allan Howarth, Gordon, H, Louise W. The Measurement of Pupil Cycle Time.
Dokument and Sitting. DeskPr. Human Biology Final Year Project.ht
Relle AS. Pupil Cycle time pada Penderita DM, Ophthalmology Indonesiana
Volume 29 2003 p. 146-53.
Robert L. Stamper MD, Marc F. Lieberment Michael V Brak MD. Becker Saffer
,
s
Diagnosis and therapy of the glaucomas. St. Louis: The CV Mosby
Company, Seventh Edition p. 286295.
SD. Miller, HS. Thomson, Edge-Light Pupil Cyle Time. Br. Journal of
Opthalmology, 1978, Vol 62, p 495-500.
Thomas L. Slamovits. Joel S. Glaser, The Pupil and Accomodation in Duane TD.
Clinical ophthalmology Vol II. Revised Edition 15, 1-7
Vaughan D, Asbury T. General Ophthalmology, 11
th
ed. California : Large Medical
Publication 1986. Pp. 7-35.
Whittakerl, Howarth P. A, The Accesment of Pupil Cycle Time in The Normal
Population. Dokument and Sitting. DeskPr. Human Biology Final Year
Project.ht
Wulandari N. Perubahan Pupil Cycle Time Pada Penderita Diabetes Melitus. Thesis
I.P Mata FK. USU Medan, 2002. p 21-9.
2003 Digitized by USU digital library 17

You might also like