You are on page 1of 44

TUMOR PALPEBRA

2.2. TUMOR JINAK


2.2.1 HEMANGIOMA
Hemangioma kapiler merupakan tumor palpebra yang paling sering ditemukan pada anak.
Hemangioma kapiler atau hemangioma strawberry dapat mengenai kulit pada 10% bayi dan
tampaknya lebih sering pada bayi prematur dan anak kembar. Tumor ini biasanya muncul pada
waktu lahir atau segera sesudah lahir sebagai lesi yang berwarna merah terang, bertambah besar
dalam beberapa minggu hingga bulanan, dan mengalami involusi pada usia sekolah.
1

Hemangioma merupakan pertumbuhan hamartomatous yang terdiri dari sel-sel endotel kapiler yang
berproliferasi. Hemangioma ditemukan pada fase awal pertumbuhan aktif pada bayi dengan periode
selanjutnya berupa regresi dan involusi.
2



2.2.1.1 Klasifikasi
Secara histologik hemangioma dibedakan berdasarkan besarnya pembuluh darah yang terlibat,
menjadi 3 jenis, yaitu:
3

1. Hemangioma kapiler yang terdiri atas:
1. hemangioma kapiler pada anak (nevus vasculosus, strawberry nevus)
2. granuloma piogenik
3. cherry-spot (ruby-spot), angioma senilis
2. Hemangioma kavernosum
1. hemangioma kavernosum (hemangioma matang)
2. hemangioma keratotik
3. hamartoma vaskular.
3. Telangiektasis
1. nevus flameus
2. angiokeratoma
3. spider angioma
Dari segi praktisnya, umumnya para ahli memakai sistem pembagian sebagai berikut:
3

1. Hemangioma kapiler
2. Hemangioma kavernosum
3. Hemangioma campuran


Perkembangan dalam karakteristik biologi dari lesi vaskuler telah merevisi klasifikasi dari
hemangioma. Klasifikasi lesi vaskuler yang digunakan saat ini mampu membedakan dengan jelas
gambaran klinis, histopatologi, dan prognosis antara hemangioma dan malformasi vaskuler. Istilah
lama hemangioma kapiler dan hemangioma strawberry diubah menjadi satu istilah saja yaitu
hemangioma. Sebaliknya, hemangioma kavernosa, port-wine stains, dan limfangioma merupakan
bagian dari malformasi vaskuler. Penamaan ini telah dimasukkan ke dalam literatur kedokteran
tetapi belum digunakan secara konsisten pada literature mata.
2



2.2.1.2 Etiologi
4

Sampai saat ini, patogenesis terjadinya hemangioma masih belum diketahui. Meskipungrowth
factor, hormonal, dan pengaruh mekanik di perkirakan menjadi penyebab proliferasi abnormal pada
jaringan hemangioma, tapi penyebab utama yang menimbulkan defek pada hemangiogenesis masih
belum jelas. Dan belum terbukti sampai saat ini tentang pengaruh genetik.
Vaskularisasi kulit mulai terbentuk pada hari ke-35 gestasi, yang berlanjut sampai beberapa bulan
setelah lahir. Maturasi sistem vaskular terjadi pada bulan ke-4 setelah lahir. Faktor angiogenik
kemungkinan mempunyai peranan penting pada fase proliferasi dan involusi hemangioma.
Pertumbuhan endotel yang cepat pada hemangioma mempunyai kemiripan dengan proliferasi
kapiler pada tumor.
Proliferasi endotel dipengaruhi oleh agen angiogenik. Angiogenik bekerja melalui dua cara:
1. Secara langsung mempengaruhi mitosis endotel pembuluh darah,
2. Secara tidak langsung mempengaruhi makrofag, mast cell, dan sel T helper.
Heparin yang dilepaskan makrofag menstimuli migrasi sel endotel dan pertumbuhan kapiler. Di
samping heparin sendiri berperan sebagai agen angiogenesis. Efek angiogenesis ini dihambat oleh
adanya protamin, kartilago, dan beberapa kortikosteroid. Konsep inhibisi kortikosteroid ini
diterapkan untuk terapi pada beberapa jenis hemangioma pada fase involusi.
Angioplastin, salah fragmen internal dari plasminogen merupakan inhibitor potent dan spesifik
untuk proliferasi endotel. Makrofag meghasilkan stimulator ataupun inhibitor angiogenesis. Pada
fase proliferasi, jaringan hemangioma di infiltrasi oleh makrofag dan mast cell, sedangkan pada fase
involusi terdapat infiltrasi monosit.
Diperkirakan infiltrasi makrofag dipengaruhi oleh Monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1),
suatu glikoprotein yang berperan sebagai kemotaksis mediator. Zat ini dihasilkan oleh sel otot polos
pembuluh darah pada fase proliferasi, tetapi tidak dihasilkan oleh hemangioma pada fase involusi
ataupun malformasi vaskuler. Keberadaan MCP-1 dapat di-down-regulasi oleh deksametason dan
interferon alfa. Interferon alfa terbukti menghambat migrasi endotel yang disebabkan oleh stimulus
kemotaksis. Hal ini memberikan efek tambahan interferon alfa dalam menurunkan jumlah dan
aktifitas makrofag. Bukti-bukti di atas menjelaskan efek deksametason dan interferon alfa pada
hemangioma pada fase proliferasi.


2.2.1.3 Epidemiologi
4

Prevalensi hemangioma infantil 1- 3% pada neonatus dan 10% pada bayi sampai dengan umur 1
tahun. Lokasi tersering yaitu pada kepala dan leher (60%), dan faktor resiko yang telah
teridentifikasi, terutama neonatus dengan berat badan lahir di bawah 1500 gram. Rasio kejadian
perempuan disbanding laki-laki 3:1. Hemangioma infantil lebih sering terjadi di ras kaukasia daripada
ras di Afrika maupun Amerika.
Lesi hemangioma infantil tidak ada pada saat kelahiran. Seiring dengan bertambahnya usia, resiko
hemangioma infantil, pada usia 5 tahun meningkat 50%, pada usia 7 meningkatkan 70%, dan 90%
pada usia 9 tahun. Mereka bermanifestasi pada bulan pertama kehidupan, menunjukkan fase
proliferasi yang cepat dan perlahan-lahan berinvolusi menuju bentuk lesi yang sempurna.


2.2.1.4 Gambaran Klinis
Gambaran klinis hemangioma berbeda-beda sesuai dengan jenisnya. Hemangioma kapiler tampak
beberapa hari sesudah lahir. Strawberry nevus terlihat sebagai bercak merah yang makin lama makin
besar. Warnanya menjadi merah menyala, tegang dan berbentuk lobular, berbatas tegas, dan keras
pada perabaan. Ukuran dan dalamnya sangat bervariasi, ada yang superfisial berwarna merah
terang, dan ada yang subkutan berwarna kebiru-biruan. Involusi spontan ditandai oleh memucatnya
warna di daerah sentral, lesi menjadi kurang tegang dan lebih mendatar.
5

Hemangioma kavernosa tidak berbatas tegas, dapat berupa macula eritematosa atau nodus yang
berwarna merah sampai ungu. Biasanya merupakan tonjolan yang timbul dari permukaan, bila
ditekan mengempis dan pucat lalu akan cepat menggembung lagi apabila dilepas dan kembali
berwarna merah keunguan. Lesi terdiri atas elemen vaskular yang matang. Lesi ini jarang
mengadakan involusi spontan, kadang-kadang bersifat permanen.
5

Gambaran klinis hemangioma campuran merupakan gabungan dari jenis kapiler dan jenis
kavernosum. Lesi berupa tumor yang lunak, berwarna merah kebiruan yang pada perkembangannya
dapat memberikan gambaran keratotik dan verukosa. Sebagian besar ditemukan pada ekstremitas
inferior dan biasanya unilateral.
5



2.2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
Ketersediaan alat-alat canggih saat ini memungkinkan pencitraan massa orbita untuk dibedakan
secara non-invasif dalam banyak kasus. Untuk evaluasi diagnostik pada orbita, CT-Scan memiliki
sensitivitas yang tinggi terhadap tulang, sedangkan MRI terutama untuk jaringan lemak. Selain itu, di
tangan yang berpengalaman, USG juga dapat memberikan informasi penting dalam diagnosis massa
orbita.
2

Jika diagnosis hemangioma belum jelas secara klinis, MRI sangat berguna untuk membedakan
hemangioma dari neurofibroma pleksiformis, malformasi limfatik, dan rhabdomiosarkoma, dimana
masing-masing berhubungan dengan pertumbuhan dan proliferasi yang cepat atau proptosis yang
progresif. MRI atau USG Doppler dapat menggambarkan perluasan tumor ke posterior apabila tidak
dapat dipastikan secara klinis.
2

Gambaran histopatologi tergantung dari stadium perkembangan hemangioma. Lesi awal tampak
banyak sel dengan sarang-sarang padat sel endotel dan selalu berhubungan dengan pembentukan
lumen vaskuler yang kecil. Lesi yang terbentuk secara khas menunjukkan saluran kapiler yang
berkembang dengan baik, rata, dan mengandung endotel dengan konfigurasi lobuler. Lesi involusi
menunjukkan peningkatan fibrosis dan hyalinisasi dinding kapiler dengan oklusi lumen.
2





2.2.1.6 Penatalaksanaan
Observasi dilakukan apabila hemangioma berukuran kecil dan tidak ada risiko terjadinya ambliopia,
baik akibat obstruksi aksis visual maupun astigmat terinduksi.
2

Hemangioma yang belum mengalami komplikasi sebagian besar mendapat terapi konservatif, baik
hemangioma kapiler, kavernosa maupun campuran. Hal ini disebabkan lesi ini kebanyakan akan
mengalami involusi spontan. Pada banyak kasus hemangioma yang mendapatkan terapi konservatif
mempunyai hasil yang lebih baik daripada terapi pembedahan baik secara fungsional maupun
kosmetik. Terdapat dua cara pengobatan pada hemangioma, yaitu:
3

Terapi konservatif
Pada perjalanan alamiahnya lesi hemangioma akan mengalami pembesaran dalam bulan-bulan
pertama, kemudian mencapai besar maksimum dan sesudah itu terjadi regresi spontan sekitar umur
12 bulan, lesi terus mengadakan regresi sampai umur 5 tahun. Hemangioma superfisial atau
hemangioma strawberry sering tidak diterapi. Apabila hemangioma ini dibiarkan hilang sendiri,
hasilnya kulit terlihat normal.
5

Terapi aktif
Hemangioma yang memerlukan terapi secara aktif, antara lain adalah hemangioma yang tumbuh
pada organ vital, seperti pada mata, telinga, dan tenggorokan; hemangioma yang mengalami
perdarahan; hemangioma yang mengalami ulserasi; hemangioma yang mengalami infeksi;
hemangioma yang mengalami pertumbuhan cepat dan terjadi deformitas jaringan.
3



Terapi kompresi
Terdapat dua macam terapi kompresi yang dapat digunakan yaitu continous compressiondengan
menggunakan bebat elastik dan intermittentpneumatic compression dengan menggunakan
pompa Wright Linear. Diduga dengan penekanan yang diberikan, akan terjadi pengosongan
pembuluh darah yang akan menyebabkan rusaknya sel-sel endothelial yang akan menyebabkan
involusi dini dari hemangioma.12


Terapi kortikosteroid
Steroid digunakan selama fase proliferatif tumor untuk menghentikan pertumbuhan dan
mempercepat involusi lesi. Steroid dapat digunakan secara topikal, intralesi, atau sistemik. Krim
clobetasol propionate 0,05% topikal dapat digunakan pada lesi superfisial yang kecil. Injeksi intralesi
kombinasi antara steroid kerja panjang dan kerja singkat sering digunakan pada hemangioma
periorbita terlokalisir (sebaiknya digunakan sediaan steroid yang terbukti dapat digunakan untuk
suntikan intralesi). Jika hemangioma difus atau meluas ke posterior orbita, digunakan steroid
sistemik dengan dosis anjuran prednison atau prednisolon 2-5 mg/kg BB/hari. Terapi dengan
kortikosteroid dalam dosis besar kadang-kadang akan menimbulkan regresi pada lesi yang tumbuh
cepat.
2

Steroid dihubungkan dengan banyak komplikasi sehingga perlu dipertimbangkan keuntungan dan
kerugiannya. Supresi adrenal dan retardasi pertumbuhan dapat terjadi pada semua cara
penggunaan, termasuk krim topikal. Injeksi intralesi berisiko menyebabkan emboli arteri retinalis
bilateral, atrofi lemak subkutan linier, dan depigmentasi palpebra. Imunisasi perlu ditunda pada
anak-anak yang mendapat terapi steroid dosis tinggi. Dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter
spesialis anak.
2

Kriteria pengobatan dengan kortikosteroid ialah:
1. Apabila melibatkan salah satu struktur yang vital,
2. Tumbuh dengan cepat dan mengadakan destruksi kosmetik,
3. Secara mekanik mengadakan obstruksi salah satu orifisium,
4. Adanya banyak perdarahan dengan atau tanpa trombositopenia,
5. Menyebabkan dekompensasio kardiovaskular.
7

Hemangioma kavernosum yang tumbuh pada kelopak mata dan mengganggu penglihatan umumnya
diobati dengan steroid injeksi untuk mengurangi ukuran lesi secara cepat, sehingga penglihatan bisa
pulih. Hemangioma kavernosum atau hemangioma campuran dapat diobati bila steroid diberikan
secara oral dan injeksi langsung pada hemangioma. Penggunaan kortikosteroid peroral dalam waktu
yang lama dapat meningkatkan infeksi sistemik, tekanan darah, diabetes, iritasi lambung, serta
pertumbuhan terhambat.
7



Terapi pembedahan
Indikasi pembedahan tergantung dari ukuran dan lokasi hemangioma yang akan dieksisi. Karena itu
pemeriksaan radiologi dan penunjang lainnya sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosa secara
akurat. Adapun indikasi dilakukannya terapi pembedahan pada hemangioma adalah:
1. Terdapat tanda-tanda pertumbuhan yang terlalu cepat, misalnya dalam beberapa minggu
lesi menjadi 3-4 kali lebih besar,
2. Hemangioma raksasa dengan trombositopenia,
3. Tidak ada regresi spontan, misalnya tidak terjadi pengecilan sesudah 6-7 tahun.
6

Eksisi hemangioma periorbita dapat dilakukan dengan mudah pada beberapa lesi yang terlokalisir
dengan baik. Pada kasus lain, pembedahan rekonstruksi dapat dilakukan bertahun-tahun setelah
terapi medis.
2

Embolisasi sebelum pembedahan dapat sangat berguna apabila hemangioma yang akan dieksisi
mempunyai ukuran yang besar dan lokasi yang sulit dijangkau dengan pembedahan. Embolisasi akan
mengecilkan ukuran hemangioma dan mengurangi resiko perdarahan pada saat pembedahan.
6



Terapi radiasi
Pengobatan radiasi pada tahun-tahun terakhir ini sudah banyak ditinggalkan karena:
1. Penyinaran berakibat kurang baik pada anak-anak yang pertumbuhan tulangnya masih
sangat aktif,
2. Komplikasi berupa keganasan yang terjadi pada jangka panjang,
3. Menimbulkan fibrosis pada kulit yang masih sehat yang akan menyulitkan bila diperlukan
suatu tindakan.
3



Terapi sklerotik
Terapi ini diberikan dengan cara menyuntikan bahan sklerotik pada lesi hemangioma, misalnya
dengan namor rhocate 50%, HCl kinin 20%, Na-salisilat 30%, atau larutan NaCl hipertonik. Akan
tetapi cara ini sering tidak disukai karena rasa nyeri dan menimbulkan sikatriks.
3



Terapi pembekuan
Aplikasi dingin dengan memakai nitrogen cair. Dianggap cukup efektif diberikan pada hemangioma
tipe superfisial, akan tetapi terapi ini jarang dilakukan karena dilaporkan menyebakan sikatrik paska
terapi.
6



Terapi embolisasi
Embolisasi merupakan tehnik memposisikan bahan yang bersifat trombus kedalam lumen pembuluh
darah melalui kateter arteri dengan panduan fluoroskopi. Embolisasi dilakukan apabila modalitas
terapi yang lain tidak dapat dilakukan atau sebagai persiapan pembedahan. Pembuntuan pembuluh
darah ini dapat bersifat permanen, semi permanen atau sementara, tergantung jenis bahan yang
digunakan. Banyak bahan embolisasi yang digunakan, antara lain
methacrylate spheres, balon kateter, cyanoacrylate, karet silicon, wol, katun, spon gelatin, spon
polyvinyl alcohol.
6



Terapi laser
Penyinaran hemangioma dengan laser dapat dilakukan dengan menggunakan pulsed-dye laser (PDL),
dimana jenis laser ini dianggap efektif terutama untuk jenis Port-Wine stain.Pulsed-dye laser dapat
digunakan untuk mengobati hemangioma superfisial dengan beberapa komplikasi, tetapi berefek
kecil terhadap komponen tumor yang lebih dalam. Jenis laser ini memiliki keuntungan bila
dibandingkan dengan jenis laser lain karena efek keloid yang ditimbulkan minimal.
5



Kemoterapi
Vincristine merupakan alternatif yang dapat dipertimbangkan tetapi masih dalam penelitian.
Vinkristin merupakan terapi lini kedua lainnya yang dapat digunakan pada anak-anak yang tidak
berhasil diterapi dengan kortikosteroid dan juga dianggap efektif pada anak-anak yang menderita
Sindrom Kassabach-Merritt. Vinkristin diberikan secara intravena dengan angka keberhasilan lebih
dari 80%. Efek samping dari terapi ini adalah peripheral neuropathy, konstipasi dan rambut rontok.
Siklofosfamid jarang digunakan pada tumor vaskuler yang jinak karena mempunyai efek toksisitas
yang sangat besar.
5



2.2.1.7 Komplikasi
Morbiditas hemangioma mata sangat bergantung dari seberapa besar ukurannya mengisi rongga
mata. Komplikasi yang paling sering dari hemangioma adalah ambliopia deprivasi pada mata yang
terkena jika lesi cukup besar untuk menghalangi aksis visual. Hal ini dapat ditemukan pada 43-60%
pasien dengan hemangioma palpebra. Jika lesi cukup besar untuk menyebabkan
distorsi kornea dan astigmat, maka ambliopia anisometrik dapat terjadi.
1,2

Selain itu, perdarahan juga merupakan komplikasi yang paling sering terjadi. Penyebabnya ialah
trauma dari luar atau ruptur spontan dinding pembuluh darah karena tipisnya kulit di atas
permukaan hemangioma, sedangkan pembuluh darah di bawahnya terus tumbuh.
6

Ulkus dapat menimbulkan rasa nyeri dan meningkatkan resiko infeksi, perdarahan dan sikatrik. Ulkus
merupakan hasil dari nekrosis. Ulkus dapat juga terjadi akibat ruptur.
6





1. MOLLUSCUM CONTAGIOSUM
2.2.2.1 Definisi
Molluscum contagiosum adalah infeksi virus pada epidermis yang sering mengenai kelopak mata.
Dahulunya molluscum contagiosum paling sering mengenai anak anak tapi baru baru ini telah
diketahui bahwa penyakit ini lebih sering terdapat pada orang dewasa dengan sindrom defisiensi
imun (AIDS). Pada anak anak, penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan
individu yang terinfeksi dan autoinokulasi sedangkan pada orang dewasa umumnya menular melalui
hubungan seksual. Molluscum contagiosum merupakan infeksi pox virus pada kulit yang juga bisa
menyebabkan lesi pada wajah, batang tubuh dan bagian proksimal ekstremitas.
8



1. Epidemiologi
Molluskum contagiosum lebih sering terlihat pada anak dibawah usia 15 tahun, sekitar 80 % kasus
dilaporkan bahwa anak anak yang terkena pada usia 1 4 tahun yang paling parah keadaannya.
9



1. Etiologi
Penyebab molluskum contagiosum adalah Poxvirus. Virus ini bereplikasi di dalam sel epitel host.
Masa inkubasi dari virus ini adalah sekitar 2 minggu.
10



1. Manifestasi Klinik
Infeksi molluskum contagiosum biasanya muncul sebagai satu atau lebih lesi yang terpisah satu
dengan yang lain, lesi berupa papul yang berukuran 1 5 mm. Setiap lesi biasanya memiliki
umbilisasi di tengahnya dimana dari bagian tengah lesi tersebut dapat muncul detritus. Sebagai
akibat dari penyebaran partikel virus ke dalam konjungtiva forniks dapat mengakibatkan
konjungtivitis follicular kronik yang jika tidak diobati maka hal ini akan dapat menyebabkan pannus
kornea dan dapat menimbulkan trachoma. Molluscum contagiosum juga dapat menyebabkan
dermatitis eksematosa di periorbita. Pada pasien yang terinfeksi HIV, lesi cenderung lebih besar dan
lebih agresif. Keterlibatan kelopak mata bilateral dapat terjadi pada anak anak dengan
immunosupresan. Infeksi molluscum kontagiosum bisa menjadi tanda awal dari AIDS.
8



1. Patologi
Secara histopatologi, khas dari lesi molluscum kontagiosum menunjukkan acanthosis invasive dan
degenerasi sel sel epitel yang mengisi bagian tengah lesi dan terdapat juga sejumlah badan inklusi
intrasitoplasma.
8



1. Tatalaksana
Pengobatan yang paling umum digunakan adalah insisi dan kuretase dari bagian tengah lesi.
Krioterapi dan kularpengobatan dengan laser telah digunakan sebagian besar untuk lesi
ekstraokular. Krioterapi hiperfokal dengan anestesi local dilaorkan menjadi metode yang lebih aman
untuk molluscum kontagiosum kelopak mata yang multiple pada pasien AIDS. Topikal trichoroacetic
acid tretinoin, asam salisilat dan cantharidhin juga telah digunakan. Sekali lesi dihilangkan secara
total, hal ini akan memperkecil angka kekambuhan.
8



1. NEVUS
2.2.3.1 DEFINISI
Sel nevus berpigmen adalah pigmentasi tahi lalat yang umum terjadi pada kebanyakan orang. Nevus
berasal dari melanosit,yaitu sel yang memproduksi pigmen. Permukaan dari nevus bisa halus
ataupun berbenjol benjol tergantung pada jumlah keratin yang dikandungnya. Pada tahi lalat bisa
terdapat beberapa rambut dengan ukuran panjangnya yang bervariasi. Warna dari nevus bervariasi
mulai dari sewarna kulit hingga coklat dan hitam tergantung pada jumlah dan lokasi dari melanin
dan pigmen di dalam tumor. Nevus dengan warna yang lebih gelap memiliki pigmen yang lebih dekat
ke permukaan.
11



1. Klasifikasi
1. Junctional nevus
Junctional nevus biasanya datar dan berbatas tegas dengan warna coklat yang seragam. Dinamakan
junctional nevus karena sel sel nevus ini terletak pada perbatasan antara epidermis dan dermis.
Nevus ini memiliki potensi yang rendah untuk berubah menjadi suatu keganasan.
2. Intradermal nevus
Intradermal nevus umumnya meninggi di atas kulit dan merupakan jenis nevus yang paling umum.
Nevus ini biasanya berwarna coklat hingga hitam. Nevus intradermal sering terdapat pada pinggir
kelopak mata dan bulu mata pada kelopak mata yang ditumbuhi nevus tersebut dapat tumbuh
normal diatas nevus. Nevus ini juga bisa tumbuh pada alis mata dan bulu bulu alis mata juga dapat
tumbuh baik pada nevus. Oleh karena itu sebagian besar ahli berpendapat bahwa nevus ini tidak
memiliki potensi keganasan.
3. Compound nevus
Compound nevus adalah nevus yang berasal dari gabungan dari komponen jaringan pembatas
antara epidermis dan dermis dengan komponen jaringan dermis kulit. Nevus ini memiliki potensi
keganasan yang rendah.
4. Nevus biru
Nevus biru biasanya datar tetapi dapat pula berupa nodul yang berbatas tegas. Nevus ini dapat
berwarna biru, abu abu hingga hitam. Warna biru-hitam dari nevus ini dikarenakan karena
letaknya yang jauh lebih dalam dari kulit yang di atasnya.
5. Congenital oculodermal melanocytosis (nevus of Ota)
Adalah jenis dari nevus biru dari kulit di sekitar bola mata yang berhubungan dengan nevus biru dari
konjungtiva dan perluasan dari nevus di uvea. Nevus ini biasa mengenai ras kulit hitam dan oriental
dan jarang mengenai ras kaukasia. Nevus ini berpotensi untuk menjadi ganas khususnya jika
mengenai ras kaukasia.
11



2. Tatalaksana
Walaupun dari tampilan klinis dan riwayat penyakit membantu dalam membuat diagnosis klinis,
biopsy biasanya diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis nevus. Biopsi insisi bisa dilakukan jika
lesi berukuran besar dan untuk memastikan diagnosis. Biopsi eksisi juga dapat dilakukan jika nevus
ingin dihilangkan karena alasan kosmetik selain juga untuk konfirmasi diagnosis. Nevus tidak
sensitive terhadap radioterapi sehingga bedah eksisi adalah cara terbaik untuk menghilangkan
tumor ini.
11





2.2.4 XANTHELASMA
2.2.4.1 Defenisi
Xanthelasma adalah salah satu bentuk xantoma planum, merupakan jenis yang paling sering
dijumpai dari beberapa tipe klinik xantoma yang dikenal. Selain itu Xanthelasma diartikan pula
sebagai kumpulan kolesetrol di bawahkulit dengan batas tegas berwarna kekuningan biasanya di
permukaan anterior papelbra,sehingga sering disebut xanthelasma palpebra.
12,13

2.2.4.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat jarang ditemukan xanthelasma. Secara global,xanthelasma juga merupakan kasus
jarang di populasi umum. Pada studikasus pasien dengan xanthomatosis, xanthelasma lebih sering
dijumpai padawanita dengan persenan 32% dan 17,4% pada laki-laki. Onset timbulnya xanthelasma
berkisar antara 15 73 tahun dengan puncak pada decade 40an dan 50 an. Xanthelasma jarang
ditemukan pada anak-anak dan remaja.
12



2.2.4.3 Patofisiologi
Setengah pasien xanthelasma mempunyai kelainan lipid. Erupsi Xanthomasdapat ditemui pada
hiperlipidemia primer dan sekunder. Kelainan geneticprimer termasuk dislipoproteinemia,
hipertrigliseridimia dan defisiensi lipaselipoprotein yang diturunkan. Diabetes yang tidak terkontrol
jugamenyebabkan hiperlipidemia sekunder. Xanthelasma juga bisa terjadi padapasien dengan lipid
normal dalam darah yang mempunyai HDL kolesterolrendah atau kelainan lain lipoprotein.
12

2.2.4.4 Manifestasi Klinis
Timbul plak irregular di kulit, warna kekuningan sering kali disekitar mata. Ukuran xanthelasma
bervariasi berkisar antara 2 30 mm, ada kalanya simetris dan cenderung bersifat permanen. Pasien
tidak mengeluh gatal, biasanya mengeluh untuk alasan estetika. Xanthelasma atau xanthelasma
palpebra biasanya terdapat di sisi medial kelopak mata atas. Lesi berwarna kekuningan dan lembut
berupa plaque berisi deposit lemak dengan batas tegas. Lesi akan bertambah besar danbertambah
jumlahnya. Biasanya lesi-lesi ini tidak mempengaruhi fungsi kelopak mata, tetapi ptosis harus
diperiksa bila ditemukan.
12


Xanthelasma palpebrarum
2.2.4.5 Pemeriksaan Laboratorium
Karena 50% pasien dengan xanthelasma mempunyai gangguan lipid, makadisarankan untuk
pemeriksaan plasma lipid juga HDL dan LDL. Xanthelasmabiasanya dapat didiagnosa dengan jelas
secara klinis dan jarang kelainan lain memberi gambaran klinis sama. Jika ada keraguan, eksisi bedah
dan analisispatologi sebaiknya dilakukan.
12



2.2.4.6 Pemeriksaan Histologi
Xanthelasma tersusun atas sel-sel xanthoma. Sel-sel ini merupakan histiosit dengan deposit lemak
intraseluler terutama dalam retikuler dermis atas. Lipid utama yang disimpan pada hiperlipidemia
dan xanthelasma normolipid adalah kolesterol. Kebanyakan kolesterol ini adalah yang
teresterifikasi.
12

2.2.4.7 Tatalaksana


Pembatasan diet dan penggunaan obat-obatan penurun lipid serum, hanya memberikan respon
pengobatan yang kecil terhadap xanthelasma.
1

Terdapat beberapa pilihan tindakanuntuk menghilangkanxanthelasmapalpebrarum, yaitu
eksisibedah,argon dankarbondioksidaablasilaser,kauterisasikimia,electrodesiccation, dan
cryotherapy.
12,13

Eksisi Bedah
12

Pada lesi liniar yang kecil, eksisi lebih disarankan, karena scar akan berbaur dengan
jaringan sekitar.
Pada eksisi lebih tebal, kelopak mata bawah cenderung mudah terjadi scar karena
jaringan yang diambil juga lebih tebal. Eksisi sederhana pada lesi yang lebih luas
beresiko menyebablan retraksi kelopak mata, ektropion, sehingga
membutuhkan cara rekonstruksi lain. Pengangkatan xanthelasma sudah menjadi bagian dari bedah
kosmetik.
Pengangkatan dengan laser karbondioksida dan argon: menambah hemostasis, memberikan
visualisasi lebih baik, tanpa penjahitan dan lebih cepat, namun scar dan perubahan pigmen
dapat terjadi.
12

Kauterisasi kimia: penggunaan chloracetic acid efektif untuk menghilangkan xanthelasma.
zat ini mengendapkan dan mengkoagulasikan protein dan lipid. Monochloroacetic acid,
dichloroacetic acid, dan trichloroacetic acid dilaporkan memberi hasil yang baik. Haygood
menggunakan kurang dari 0.01ml dari 100% dichloracetic acid dengan hasil yang sempurna
dan scar minimal.
12

Elektrodesikasi dan cryoterapi dapat menghancurkan xanthelasma superficial tetapi
membutuhkan terapi berulang. Cryoterapi dapat menyebabkan scardan hipopigmentasi.
12

2.2.4.8 Prognosis
Kekambuhan sering terjadi. Pasien harus mengetahui bahwa dari penelitianyang dilakukan pada
eksisi bedah dapat terjadi kekambuhan pada 40%pasien. Persentase ini lebih tinggi dengan eksisi
sekunder. Kegagalan ini terjadi pada tahun pertama dengan persentase 26% dan lebih sering
terjadipada pasien dengan sindrom hiperlipidemia dan bila terjadi pada 4 kelopakmata sekaligus.
12



1. TUMOR GANAS
Klasifikasi Tumor Ganas Palpebra
Tumor ganas palpebra:
13



1. Karsinoma
a. Karsinoma sel basal
b. Karsinoma sel skuamosa
c. Karsinoma kelenjar sebasea


2. Sarkoma


3. Melanoma




1. Karsinoma Sel Basal


2.3.1.1 Definisi dan Epidemiologi
Karsinoma sel basal berasal dari lapisan basal epitel kulit atau dari lapis luar sel folikel rambut.
Berupa benjolan yang transparan, kadang dengan pinggir yang seperti mutiara. Bagian sentral
benjolan tersebut lalu mencekung dan halus, seakan-akan menyembuh. Tumbuhnya lambat dengan
ulserasi. Jenis ulkus rodiens tumbuh lebih cepat dan dapat menyebabkan kerusakan hebat
disekitarnya.
17

Karsinoma sel basal merupakan tumor ganas paling banyak di kelopak mata dengan frekuensi 90
95 % dari seluruh tumor ganas di kelopak mata. Karsinoma sel basal banyak berlokasi di kelopak
mata bawah bagian pinggir atau palpebra inferior (50 60 %) dan di daerah kantus medial (25
30%). Selebihnya juga bisa tumbuh di kelopak mata atas atau palpebra superior (15 %) dan di kantus
lateral (5 %).
14

2.3.1.2 Faktor Resiko
Pasien yang memiliki faktor resiko tinggi untuk terjadinya karsinoma sel basal adalah yang memiliki
corak kulit putih, mata biru, rambut pirang, usia pertengahan dan usia tua pada keturunan Inggris,
Irlandia, Skotlandia, dan Skandinavia. Pasien biasanya juga memiliki riwayat terpapar sinar matahari
dalam jangka waktu lama pada usia dekade dua kehidupan. Riwayat merokok cerutu juga
merupakan resiko unruk terjadinya karsinoma sel basal. Pasien dengan karsinoma sel basal
sebelumnya, memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk berkembang menjadi kanker kulit.
14

Karsinoma sel basal terlihat meningkat frekuensinya pada pasien yang lebih muda dan ditemukan
lesi ganas di kelopak mata pada pasien ini atau mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan
kelainan sistemik lain seperti basal cell nevus syndromeatau xeroderma pigmentosum.Basal cell
nevus syndrome (Gorlin syndrome)adalah kelainan autosomal dominan, kerusakan multisitem yang
ditandai dengan karsinoma sel basal nevoid yang multipel yang muncul lebih awal dalam kehidupan
yang diikuti dengan anomali skeletal khususnya pada mandibula, maksila dan vertebra. Xeroderma
pigmentosum merupakan kelainan resesif autosomal yang ditandai dengan sangat sensitif terhadap
paparan sinar matahari dan kerusakan mekanisme repair terhadap sinar matahari sehingga
merangsang kerusakan DNA pada sel kulit.
14


2.3.1.3 Gejala Klinis
Tumor ini umumnya ditemukan di daerah berambut, bersifat invasif, jarang mempunyai anak
sebar atau bermetastasis. Dapat merusak jaringan di sekitarnya terumata bagian permukaan bahkan
dapat sampai ke tulang (bersifat lokal destruktif), serta cenderung untuk residif lebih bila
pengobatannya tidak adekuat. Ulserasi dapat terjadi yang menjalar dari samping maupun dari arah
dasar, sehingga dapat merusak bola mata sampai orbita.
15

Karsinoma sel basal merupakan tumor yang bersifat radiosensitif dengan diagnosis pasti dilihat
dengan biopsi. Angka kematian untuk karsinoma sel basal adalah 2 3 % karena tumor ini jarang
bermetastasis.
16


2.3.1.4 Klasifikasi
Secara klinis dan secara patologi, karsinoma sel basal di bagi menjadi empat tipe, yaitu :
1. Karsinoma sel basal tipe nodular merupakan manifestasi klinis terbanyak dari karsinoma sel
basal, keras, berbatas tegas, nodul seperti mutiara dan disertai dengan telangiectasia and
sentral ulkus. Secara histologi, tumor ini terbentuk dari sekumpulan sel basal yang asalnya
dari lapisan sel basal epitelium dan terlihat seperti pagar di bagian pinggir.
14

Pada tahap permulaan, sangat sulit ditentukan malah dapat berwarna seperti kulit normal atau
menyerupai kutil.Kumpulan sel atipik merusak permukaan epitel, nekrosis di tengah karena lebih
cekung dan timbul ulkus bila sudah berdiameter 0,5 cm yang pada pinggir tumor awalnya
berbentuk papular, meninggi, anular. Bila telah berkembang lebih lanjut, dapat melekat di dasarnya.
Dengan trauma ringan atau bila krustanya diangkat mudah terjadi perdarahan.
15

2. Karsinoma sel basal tipe morphea merupakan jenis yang paling sedikit ditemukan, tetapi
tumor ini bersifat lebih agresif karena dapat berkembang lebih cepat daripada karsinoma sel
basal tipe nodular. Lesi tipe morphea bersifat keras, lebih datar dengan pinggir yang secara
klinis susah ditentukan. Secara histologi, lesi tidak terlihat seperti pagar di pinggirnya tetapi
berbentuk seperti kawat tipis yang menyebar di daerah pinggir. Di sekitar stroma terlihat
proliferasi dari jaringan penyambung menjadi pola fibrosis.
14

Karsinoma sel basal mulai menstimulasi inflamasi kronis dari bagian pinggir kelopak mata dan sering
disertai dengan rontoknya bulu mata (madarosis).
14

Invasi dari karsinoma sel basal ke orbita bisa terjadi karena pengobatan yang tidak adekuat, klinis
yang terlambat ditemukan serta karsinoma sel basal dengan tipe morphea.
14

1. Karsinoma sel basal tipe ulserative
16

2. Karsinoma sel basal tipe multisentrik atau superfisial terjadi akibat blefaritis kronis dan bisa
menyebar ke bagian pinggir kelopak mata tanpa di sadari.
14

Ukurannya dapat berupa plakat dengan eritema, skuamasi halus dengan pinggir yang agak keras
seperti kawat dan agak meninggi. Warnanya dapat hitam berbintik-bintik atau homogen.
15



2.3.1.5 Tatalaksana
Biopsi diperlukan untuk mengkonfirmasi kecurigaan secara klinis dari karsinoma sel basal.
Diagnosis yang sangat akurat bisa dijamin jika pada setiap biopsi insisional jaringan yang akan
diperiksa:
1. Mewakili keadaan lesi secara klinis
2. Ukuran yang tepat untuk pemeriksaan secara histopatologi
3. Tidak menambah trauma atau kerusakan
4. Mengikutsertakan jaringan normal di bagian pinggir sekitar daerah yang dicurigai
Biopsi insisi merupakan salah satu prosedur yang bisa digunakan untuk menkonfirmasi kecurigaan
terhadap tumor ganas. Area dari biopsi insisi seharusnya di potret atau di gambar dengan
pengukuran sehingga daerah asal tumor menjadi tidak sulit untuk ditemukan pada saat prose
pengangkatan tumor berikutnya.
14

Biopsi eksisi bisa menjadi pertimbangan ketika lesi di kelopak mata kecil dan tidak terlibatnya daerah
di pinggir kelopak mata atau saat lesi di pinggir kelopak mata yang berlokasi di sentral jauh dari
kantus lateral atau pungtum lakrimal. Biopsi eksisi harus diarahkan secara vertikal sehingga tidak
terjadi traksi pada kelopak mata. Jika pinggir dari daerah kelopak mata yang di eksisi positif terdapat
sel tumor, maka area yang terlibat harus di reeksisi secara pembedahan dengan teknik Mohs
micrographic untuk mengetahui batas bawah atau teknik frozen-section untuk mengetahui batas
samping.
14

Untuk menatalaksana karsinoma sel basal dapat ada beberapa pilihan terapi, diantaranya :
1. Bedah dilakukan dengan mengeksisi tumor sampai dengan benar-benar meninggalkan sisa.
Pilihan terapi bedah :
Eksisi dengan potong beku (frozen section)
Bedh mikrografi Mohs
Bedah dengan laser CO2
Eksisi tanpa potong beku
Bedah merupakan pilihan terapi dari karsinoma sel basal di kelopak mata. Bedah eksisi memberikan
keuntungan dari diangkatnya tumor secara keseluruhan dengan batas areanya dikontrol secara
histologi. Tingkat kekambuhan tumor pada terapi bedah lebih sedikit dan lebih jarang jika
dibandingkan jika diterapi dengan modalitas terapi lain.
14

Ketika karsinoma sel basal bertempat di daerah kantus medial, sistem aliran air mata juga bisa
terangkat jika dilakukan eradikasi tumor secara komplet. Jika sistem drainase air mata telah
terangkat setelah proses eradikasi tumor, rekonstruksi sistem aliran keluar air mata tidak bisa
dilakukan sampai pasien benar-benar bebas dari tumor. Beberapa tumor bisa menyebar ke daerah
subkutan dan tidak dapat diketahui sebelum operasi
14

Kambuhnya tumor yang sudah diangkat secara total, infiltrasi yang lebih dalam, atau tumor tipe
morphea dan tumor yang berada di kantus medial dikelola dengan cara bedah mikrografi Mohs.
Jaringan diangkat secara lapis demi lapis dan dibuat tipis yang dilengkapi dengan gambar 3 dimensi
untuk mengangkat tumor. Reseksi tumor secara mikrografik Mohs paling sering digunakan untuk
mengeksisi karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa.
14

Mikrografi eksisi bisa menjamin secara maksimal jumlah jaringan yang sehat untuk tidak terlibat
sehingga hanya area tumor yang terangkat secara komplet. Kekurangan dari bedah mikrografi Mohs
ini adalah dalam mengidentifikasi batas tumor ketika tumor sudah menginvasi daerah orbita.
14

Setelah dilakukan reseksi tumor, kelopak mata seharusnya direkonstruksi dengan prosedur
okuloplastik yang terstandar. Rekonstruksi ini penting walaupun bukan merupakan hal yang
mendesak, pembedahan awal bertujuan untuk melindungi secara maksimal bola mata lalu diikuti
dengan memperbaiki sisa kelopak mata yang masih baik. Jika rekonstruksi tidak bisa dilakukan
segera, kornea harus dilindungi dengan cara menempelkan atau sementara dengan cara menutup
kelopak mata. Jika defeknya kecil, maka granulasi jaringan secara spontan bisa menjadi alternatif
terapi.
14

Untuk lesi yang nodular, angka kekambuhan jika diterapi dengan cryotherapy lebih besar daripada
setelah diterapi secara pembedahan. Saat cryotherapy digunakan untuk menangani diffuse
sclerosing lesion, angka kekambuhan tinggi. Selain itu, secara histologi pinggir area tidak bisa
dievaluasi dengan cryotherapy. Akibatnya, modalitas terapi ini dihindari untuk lesi yang kambuh, lesi
dengan diameter lebih dari 1 cm, dan lesi tipe morphea. Lagipula, cryotherapy menimbulkan
depigmentasi dan atropi pada jaringan. Maka dari itu, cryotherapy untuk karsinoma sel basal pada
kelopak mata dijadikan cadangan terapi untuk pasien yang intoleran terhadap pembedahan seperti
pasien yang sangat tua yang aktifitasnya terbatas di tempat tidur, atau pasien dengan kondisi medis
yang serius yang kontraindikasi untuk dilakukan intervensi bedah.
14

Jika tumor terbatas pada adneksa dilakukan eksisi 3-5 mm dari batas makroskopis. Sedangkan jika
tumor sudah menginvasi orbita, maka ada dua pilihan terapi secara eksentrasi yaitu dengan
mengangkat seluruh bola mata disertai dengan adneksa mata dengan meninggalkan bagian tulang
saja, selain itu juga bisa dilakukan radioterapi. Jika sudah menginvasi intrakranial harus
dikonsultasikan ke bagian bedah saraf.
16

1. Non bedah dilakukan jika lokasi cukup sulit untuk dilakukan pembedahan, respon dari terapi
non bedah cukup bagus tetapi memiliki efek samping yang cukup banyak. Pilihan terapi non
bedah yaitu :
Radioterapi
Kemoterapi
Interferon
Terapi radiasi juga bisa dipertimbangkan sebagai terapi paliatif tetapi untuk lesi periorbita sebaiknya
dihindari. Seperti cryotherapy, terapi radiasi juga tidak bisa digunakan untuk memantau area pinggir
tumor secara histologi. Angka kekambuhan jika diterapi dengan radiasi juga lebih tinggi jika
dibandingkan dengan terapi pembedahan. Ditambah lagi, kekambuhan setelah radiasi sulit untuk
dideteksi. Kekambuhan ini timbulnya lebih lama setelah terapi awal dan lebih sulit untuk menangani
secara pembedahan karena telah terjadi perubahan dari struktur jaringan yang telah diradiasi
sebelumnya.
14

Komplikasi yang terjadi akibat terapi radiasi diantanya adalah timbulnya sikatrik pada kelopak mata,
pembentukan scar pada drainase air mata disertai dengan obstruksi, keratitis sica. Radiasi juga
merangsang timbulnya keganasan baru atau cedera pada bola mata yang timbul jika bola mata tidak
dilindungi selama terapi.
14





2.3.2 Karsinoma sel skuamosa


2.3.2.1 Definisi
Karsinoma sel skuamosa adalah suatu jenis tumor ganas intra epitelial yang bermanifestasi pada
mata di saerah limbus dan margo palpebra,yaitu didaerah peralihan epitel
(18)
. Margo palpebra
merupakan daerah peralihan epitel dari susunan sel gepeng berlapis epidermis menjadi sel silindris
konjungtiva tarsal,sedangkan pada daerah limbus terdapat peralihan berupa sel mukosa konjungtiva
bulbi menjadi epitel skuamosa kornea.Lesi-lesi yang berada di daerah peralihan ini perlu di
perhatikan karena cendrung dapat bersifat ganas
(18,20,21)

2.3.2.2 Epidemiologi
Karsinoma sel skuamosa relatif jarang dijumpai pada kelopak mata dan konjungtiva, frekuensinya
kurang lebih 9,2% dari seluruh keganasan pada kelopak mata
19
. Meskipun demikian kejadian
karsinoma sel skuamosa yang telah menyerang orbita,tercatat sebanyak 36 pasien diantara
486bpasien tumor orbita di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) selama tahun 1980-1990
19

Karsinoma sel skuamosa lebih banyak mengenai pria daripada wanita. Tumor ini sering terjadi
pada usia lanjut, walaupuin bdapat juga dijumpai pada dewasa muda. Tumor terutama didapat pada
daerah tropis dan sifat karsinoma sel skuamosa cendrung lebih invasif
(18,21,22)

2.3.2.3 Etiologi
Penyebab karsinoma sel skuamosa ataupun tumor intraepitel belum diketahui,tetapi diduga sebagai
akibat terpapar oleh zat aktinik atau kimia,terapi radiasi, iritasi yang berlebihan, serta virus yang
akhir-akhir ini juga diduga sebagai penyebabnya,yaitu Virus papiloma humanum
2.3.2.4 Patofisiologi
Kelainan patologi karsinoma sel skuamosa dapat dijumpai dalam berbagai derajat keganansan
dimulai dari stadium awal pralesi displasia, karsinoma in situ sampai dengan stadium lanjut
invasif.
(18,20,22)
. Karsinoma sel skuamosa dapat didahului oleh berbagai macam tumor jinak seperti lesi
papiloma skuamosa atai diskeratosis sebelum berubah menjadi displasi. Pada displasia stadium awal
gambaran patologi belum menunjukan terjadi perubahab sel,yang terjadi hanya perubahan sel
menjadi atipik,dimana secara histologis belum termasuk kriteria keganasan.Displasia mempunyai
gradasi dari sel atipik yang ringan sampai berat,bergantung pada ketebalan perubahan sel
epitel.Karsinoma in situ sering dimasukan dalam kategori kelainan displasia berat oleh banyak
peneliti. Apabila sel yang telah berubahs sifat tersebut ,menembus membrana bsalis maka lesi
tersebut merupakan karsinoma invasif .Karsinoma sel skuamosa terjadi akibat progresivitas
karsinoma in situ dan displasia berat
2.3.2.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Ada riwayat perkembangan dari luka akibat paparan sinar matahari dan actinic keratosis
Ada riwayat kemoterapi dan transplantasi organ
Riwayat terpapar sinar matahari
Ada riwayat kekambuhan setelah pengobatan lesi kelopak mata
Perubahan kontur,ukuran,atau warna lesi seperti adanya ulserasi,luka,bintik merah dan
trikiasi.
1. Pemeriksaan fisik
Tumor ditemukan tumbuh lambat tanpa rasa sakit,berawal dari nodul hiperkeratotik yang dapat
berulkus dapat mengikis jaringan sekitar dan juga menyebar kelimfonodus regional melalui sistem
limfatik.
2. Pemeriksaan laboratorium
-Biopsi untuk memastikan tumor
-Tes fungsi hati atau CT scan jika terdapat metastasis


2.3.2.6 Tatalaksana
-Pembedahan dilaksanakan eksisi tumor
-Pembedahab radikal eksenterasi dengan atau tanpa kombinasi radiasi
18,20



2.3.2.7 Prognosis
Rekurensi karsinoma sel skuamosa terjadi sebanyak 20-40 % dan dilaporkan umumnya terjafi
setelah penderita mengalami eksisi tidak lengkap pada karsinoma sel skuamosa tergantung
beberapa faktor,baik derajat keganasan secara patologis ataupun berdasarkan lokasi dan ukuran
masa
20





2.3.3. Karsinoma kelenjar sebasea


2.3.3.1 Epidemiologi
Insiden karsinoma sel sebasea adalah 3,2% diantara tumor ganas dan 0,8% dari seluruh tumor
palpebra. Angka kematiannya berkisar sekitar 22%. Karsinoma sel sebasea paling sering terjadi pada
perempuan dibandingkan lelaki, terutama pada usia 70 tahun keatas.
23



2.3.3.2 Gejala dan Tanda
Karsinoma kelenjar sebasea bisa menunjukkan gambaran klinis berspektrum luas. Biasanya,
berbentuk nodul yang kecil, keras seperti khalazion. Sering terlihat seperti khalazion yang tidak khas
atau berulang, menunjukkan konsistensi yang kenyal. Beberapa pasien dengan karsinoma kelenjar
Meibom mempunyai penebalan berbentuk plak yang difus dari tarsus atau sebuah pertumbuhan
berbentuk jamur atau papilloma menyerupai papilloma sel skuamosa atau karsinoma sel skuamosa
papilla.
24

Tempat predileksinya terdapat pada palpebra superior dan terlihat massa bewarna kuning yang
berisi lemak, massa ini juga dapat berupa papil-papil.
23,24
Tumor pada pinggir palpebra bisanya
menyebabkan hilangnya bulu mata. Biasanya, lesi tidak nyeri, berindurasi atau berulkus diikuti
dengan hilangnya silia pada daerah khalazion berulang.
24

Pada kondisi inflamasi seperti blepharoconjungtivitis atau keratokonhungtivitis juga dapat menyertai
karsinoma sel sebasea.
24



2.3.3.3 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa pasti dari karsinoma sel sebasea ini dilakukan biopsi.
24



2.3.3.4 Diagnosis banding
Diagnosis banding karsinoma sel sebasea dapat dibagi menjadi dua. Yaitu, menurut gejala klinis
dapat di diagnosa banding dengan chalazion, blepharoconjungtivitis atau keratokonhungtivitis.
Secara histopatologis dapat didiagnosa banding dengan karsinoma sel basal, karsinoma
mukoepidermoid dan hemangioma.
25



2.3.3.5 Tatalaksana
Pada penatalaksanaan karsinoma sel sebasea dilakukan terapi bedah. Pengobatan bertujuan untuk
mengangkat lesi yang ganas untuk mencegah penyebaran local ataupun sistemik. Pengobatan dari
karsinoma kelenjar sebasea adalah operasi eksisi yang adekuat, dengan batasan operasi yang luas
dengan control potongan beku segar untuk menggambarkan pinggiran tumor. Evaluasi nodul limfatik
diperlukan untuk menilai metastase.
24

Jika terdapat keterlibatan difus dari kedua bola mata atas dan bawah, diperlukan tiindakan
eksentrasi. Buatkan biopsy pada area konjungtiva yang hyperemia yang dicurigai karsinoma kelenjar
sebasea pada waktu operasi.
24



2.3.3.6 Prognosis
Karsinoma kelenjar sebasea dari kelopak mata dapat berhubungan dengan bagian yangagresif dan
prognosa yang buruk. Identifikasi faktor-faktor risiko dengan pasti membantumenemukan pasien-
pasien yang mungkin memperoleh keuntungan dari terapi yang lebihagresif.
24,25

Indikator-indikator prognosa burukk, keterlibatan kelopak mata atas, durasi gejala lebihdari 6 bulan,
bentuk pertumbuhan yang infiltrative, diferensiasi sebasea sedang samapi buruk,asal multisentrik,
karsinoma intraepitel (penyebaran pagetoid), invasi vascular dan saluranlimfatik, invasi ke orbita,
ukuran lebih dari 10 mm.
24

Dengan eksisi luas dan tanpa bukti metastase, hasil operasi dapat mencegah keganasan.Meskipun
demikian, lesi-lesi sebasea mempunyai insiden kekambuhan dan metastase.
24,25



2.3.4 Melanoma Maligna Palpebra


2.3.4.1 Epidemiologi
Melanoma adalah tumor palpebra berpigmen yang jarang yang harus dibedakan dari Nevi dan
karsinoma sel basal.
26
Terdapat peningkatan 4% kejadian melanoma maligna yang didiagnosa setiap
tahun. Ada 51.400 kasus baru melanoma didiagnosa pada tahun 2002 dengan 7.800 kematian. 25%
pasien melanoma maligna dijumpai pada umur di bawah 40 tahun.
27

Meloma hanya ditemukan 1% dari keseluruhan lesi palpebra. Kenyataannya, walaupun hanya 3%
dari semua kanker kulit melanoma, ini sangat penting karena lebih dari dua pertiga dari semua
kematian akibat kanker kulit yang disebabkan melanoma maligna. Oleh karena itu, penting untuk
mengenali lesi jinak dan ganas kelopak mata, terutama ketika berpigmen.
28



2.3.4.2 Faktor Risiko
Mereka yang paling berisiko untuk berkembangnya melanoma adalah kelompok yang mempunyai
riwayat melanoma dalam keluarga dan pasien dengan nevus displastik. Kelompok berisiko tinggi
adalah pasien dengan xeroderma pigmentosa, pasien dengan limfoma non- Hodgkin, dan pasien
dengan transplantasi organ atau AIDS. Pasien melanoma memiliki risiko tinggi lima kali lipat untuk
mengidap melanoma kedua.
27



2.3.4.3 Diagnosis
Ciri khas dari melanoma maligna adalah pigmentasi variabel (yaitu sebuah lesi dengan tingkat warna
coklat, merah, putih, biru atau hitam gelap) batas tidak tegas, ulserasi dan perdarahan. Melanoma
palpebra yang melibatkan konjungtiva biasanya lebih agresif daripada yang terbatas di kulit
palpebra.
27

Perubahan tampilan pada lesi berpigmen memerlukan biopsi eksisi pada lesi. Evaluasi sistemik untuk
metastasis regional atau jauh diperlukan bila didiagnosis melanoma.
26

Clark dan Breslow membagi kedalaman invasi ke dalam lima tingkat anatomis:
27



Tingkat 1 hanya terbatas pada epidermis (in situ).
Tingkat 2 menembus papiler dermis.
Tingkat 3 mengisi papiler dermis.
Tingkat 4 meluas ke reticular dermis.
Tingkat 5 tumor meluas ke dalam jaringan subkutan.


2.3.4.4 Penatalaksanaan
Terapi bedah dapat dilakukan untuk alasan kosmetik atau kecurigaan keganasan pada lesi jinak
berpigmen. Prosedur pilihan untuk pengobatan melanoma maligna kulit kelopak mata adalah eksisi
bedah lebar dengan 1 cm margin kulit dikonfirmasi oleh histologi. Pemotongan kelenjar getah
bening regional harus dilakukan untuk tumor yang lebih besar dari 1,5 mm secara mendalam dan /
atau untuk tumor yang menunjukkan bukti penyebaran vaskular atau limfatik.
28

Laser dapat digunakan untuk lesi berpigmen kelopak mata tertentu, sebuah penelitian terbaru telah
menunjukkan kasus uveitis bilateral setelah terapi laser pada lesi kelopak mata berpigmen.
28



2.3.4.5 Prognosis
Tingkat 4 atau Tingkat 5 melanoma ganas kulit palpebra biasanya mempunyai prognosis buruk.
Breslow mengembangkan metode kuantitatif dengan mengukur kedalaman invasi dengan milimeter.
Pasien dengan tebal tumor kurang dari 0,75 mm memiliki prognosis sangat baik dengan dapat
bertahan hidup 5 tahun sebesar 100%. Pasien dengan lesi 0,75 mm sampai 1,5 mm memiliki
prognosis yang cukup baik, dan pasien dengan tumor lebih dari 1,5 mm memiliki prognosis yang
buruk dengan ketahanan hidup 5 tahun sebesar 50% sampai 60%.
28



2.3.5 Sarkoma Palpebra


2.3.5.1 Epidemiologi
Sarkoma Kaposi merupakan salah satu manifestasi yang sering dijumpai pada penderita AIDS (24%)
dan 20% dari sarkoma dapat mengenai mata, yaitu palpebra atas/bawah menyerupai hordeolum
atau hemangioma dan pada konjuntiva forniks, dan bulbi bagian inferior (menyerupai perdarahan
subkonjuntiva granuloma atau hemangioma). Tumor ini bersifat agresif, multifokal dan sering
kambuh.
29

Pada tahun 1872, Kaposi melaporkan sarkoma multiple-pigmented dari kulit yang idiopatik. Sarkoma
Kaposi endemik lazim di Afrika Tengah, terutama mempengaruhi laki-laki muda dengan lesi kulit
yang agresif dan viseral.
30



2.3.5.2 Etiologi
Penyebabnya belum diketahui pasti, tetapi beberapa faktor terlibat yang ditemui pada pasien
sarkoma Kaposi:
30

Human herpesvirus-8 (HHV-8) DNA atau sarkoma Kaposi terkait virus herpes (KSHV) telah
ditemui pada pasien yang HIV-negatif dan HIV-positive.
Laki-laki homoseksual dengan HIV mempunyai risiko yang tinggi. Risiko ini meningkat tajam
dengan jumlah pasangan yang banyak.
Pasien yang sudah pernah transplantasi organ, dan menggunakan agen imunosupresif dan
steroid berisiko tinggi.


2.3.5.3 Patofisiologi
Sarkoma Kaposi kemungkinan besar disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk ekspresi deregulasi
dari onkogen dan gen oncosuppressor oleh KSHV/HHV-8 dikombinasikan dengan penurunan
kekebalan tubuh dan pelepasan sitokin (interleukin [IL] -6) dan faktor pertumbuhan dari HIV
bertindak ke atas terjadinya infeksi sel. IL-6 menginduksi signal transducers andactivators of
transcription 3 (STAT3), sehingga menyebabkan ekspresi onkogen. Meskipun mekanisme yang tepat
tentang KSHV/HHV-8 bertindak sebagai perantara oncogenesis belum sepenuhnya diketahui, banyak
KSHV/HHV-8 onkogen virus yang telah dikatakan dapat menyebabkan neoplasia.
30



2.3.5.4 Diagnosis
Sarkoma Kaposi pada mata biasanya asimptomatik, kadang-kadang disertai iritasi ringan. Tumor
sarkoma Kaposi berwarna kemerah-merahan, padat, dengan gambaran proliferasi vaskuler, sel-
sel spindle dan serat-serat retikulin, diduga berasal dari endotel.
29

Untuk mengidentifikasi faktor risiko pada sarkoma Kaposi, dokter harus anamnesa tentang hal-hal
berikut:
30

Demografi
Status kekebalan
Lesi kulit Sebelumnya
Pengobatan sebelumnya untuk sarkoma Kaposi
Riwayat infeksi oportunistik
Penggunaan obat saat ini


Gejala sarkoma Kaposi adalah sebagai berikut:
30

Sakit
Fotofobia
Mata merah atau perdarahan berulang
Iritasi dan sensasi benda asing
Epiphora
Kering mata
Keluarnya mukopurulen
Kelopak mata keras atau bengkak
Ketidakmampuan untuk menutup mata
Penglihatan kabur


Pemeriksaan Fisik
30

Pemeriksaan mata penuh harus mencakup sebagai berikut:
Inspeksi dan eversi kelopak mata dan bulu mata.
Lakukan slit lamp biomicroscopy.
Periksa palpebral dan konjungtiva bulbi dan forniks dengan terperinci.
Palpasi kelenjar lakrimal, dan pemeriksaan pada massa.


Lesi yang merah keunguan hingga merah terang dengan pembuluh telangiekstatik
sekitarnya, mungkin makula, seperti plak, atau nodular.
Dugel dkk menguraikan 3 tahapan klinis yang dapat membantu terapi langsung:
Tahap I dan II, tumor merata dan datar. Lesi ini memiliki tinggi ketebalan kurang dari
3 mm vertikal dan timbul kurang dari 4 bulan.
Tahap III, tumor nodular dan kenaikan tinggi vertikal yang lebih besar dari 3 mm,
cenderung timbul lebih dari 4 bulan.
Lesi sarkoma Kaposi oftalmik ditemukan di kelopak mata, konjungtiva, dan jarang
ditemukan di dalam orbital.
Keterlibatan konjungtiva dapat disertai pendarahan subkonjunctiva, injeksi, dan
kemosis.


Pemeriksaan Lab
30

Pada pasien dengan sarkoma Kaposi diindikasikan:
HIV enzyme-linked immunosorbent assay
HIV Western blot


Berhubung dengan kulit atau konjungtiva, biopsi dari lesi mungkin diperlukan untuk diagnosispasti.




2.3.5.5 Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan spesifik untuk sakoma Kaposi, hanya bersifat paliatif. Radioterapiemberikan
respon yang baik pada 93-100% penderita dengan sarkoma Kaposi.
29

Tujuan terapi pada pasien dengan sarkoma Kaposi adalah untuk meringankan iritasi mata,efek
massa, dan kerusakannya. Sarkoma Kaposi cenderung untuk mempunyai respon
terhadapkemoterapi. Jika pasien memiliki keterlibatan sistemik yang membutuhkan kemoterapi, lesi
mataseringkali teratasi atau berkurang drastis setelah memulai terapi ini. Namun, biasanya
terjadikekambuhan berikut setelah penghentian kemoterapi.
30

Pengobatan dengan Interferon hanya 10% memberikan respon baik, 20% memberikanrespons
partial sedangkan sebagian besar penderita tidak memberikan hasil yang baik.
29
Indikasiuntuk eksisi
lokal mencakup lesi mengganggu secara kosmetik, ketidaknyamanan, dan obstruksipenglihatan dari
bagian terbesar tumor. Pertimbangan dalam mengobati lesi untuk mencegahpembentukan
entropion dengan trikiasis dan keratopati eksposur dan ulkus kornea.
30



2.3.5.6 Komplikasi
Keterlibatan pada kelopak mata dapat menyebabkan kerusakan dan disfungsi kelopak.Lagofthalmos
dan trikiasis dapat menyebabkan iritasi mendalam dan kekeringan, infeksi, danjaringan parut pada
kornea. Keterlibatan konjungtiva dapat mengakibatkan pendarahansubkonjunctiva berulang. Pada
akhirnya, penglihatan bisa hilang dari disfungsi kelopak,perubahan permukaan kornea, atau
obstruksi penglihatan.
30

TUMOR JINAK KONJUNGTIVA

Ada 2 jenis pertumbuhan jinak yang bisa terjadi pada konjungtiva,yaitu pinguekula dan pterigium.

Pinguekula merupakan suatu pertumbuhan jinak pada konjungtiva yang sering terjadi. Pinguekula
berupa penonjolan berwarna putih kekuningan yang tumbuh pada konjungtiva di dekat kornea,
tetapi tidak sampai mengenai kornea.

Pterygium merupakan pertumbuhan jaringan konjungtiva di dekat kornea yang meluas sampai ke
kornea.

PENYEBAB

Penyebab pasti pingeuekula ataupun pterygium tidak diketahui. Keduanya sering terjadi pada orang
tua, kemungkinan disebabkan oleh paparan radiasi ultraviolet (sinar matahari) jangka lama dan
adanya iritasi mata.

Pterygium lebih sering terjadi pada orang-orang yang banyak terpapar sinar matahari dan angin,
misalnya pada pekerja lapangan. Faktor risiko terjadinya pterygium adalah lingkungan yang banyak
sinar matahari, berdebu, berpasir, atau banyak angin. Pterygium seringkali terjadi pada petani,
nelayan, dan orang-orang yang tinggal di dekat garis khatulistiwa.

Tumor Jinak Konjungtiva

Tumor Jinak Konjungtiva

GEJALA

Pinguekula

Pinguekula berupa penonjolan kecil berwarna putih kekuningan yang tumbuh pada konjungtiva di
dekat kornea, tetapi tidak sampai mengenai kornea. Pinguekula dapat muncul pada sisi luar maupun
sisi dalam kornea, tetapi lebih sering terjadi pada sisi bagian dalam kornea (dekat hidung).
Ukurannya bisa semakin besar. Pertumbuhan ini bisa tidak enak dilihat, tetapi umumnya tidak
menimbulkan gangguan yang signifikan dan tidak perlu dibuang.

Pterygium

Pterygium merupakan pertumbuhan jaringan konjungtiva di dekat kornea yang meluas sampai ke
kornea. Pterygium seringkali agak menonjol dengan adanya pembuluh darah yang terlihat.
Pterygium dapat terjadi pada satu atau kedua mata. Terkadang pterygium tidak menimbulkan gejala,
tetapi dapat meradang dan menyebabkan rasa seperti terbakar, iritasi, atau seperti ada benda asing
pada mata. Pterygium dapat tumbuh sampai mengenai kornea dan mengubah bentuk kornea
sehingga menyebabkan terjadinya astigmatisma. Akibatnya penglihatan menjadi kabur. Jika
pertumbuhan sampai ke daerah pupil dan mengganggu penglihatan, pterigium harus diangkat
melalui pembedahan.

DIAGNOSA

Pinguekula dan pterigium dapat dengan mudah dikenali karena tampilannya yang khas.

PENGOBATAN

Pinguekula dan pterygium biasanya tidak membutuhkan terapi. Menjaga agar mata tetap lembab
dengan menggunakan air mata buatan dapat mencegah terjadinya peradangan pada mata.
Penggunaan obat tetes mata steroid ringan sementara juga dapat membantu. Pada kasus tertentu,
pertumbuhan dapat diangkat dengan alasan kosmetik atau jika mengganggu penglihatan.

PENCEGAHAN
Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan jinak pada konjungtiva, sebaiknya para pekerja lapangan
menggunakan kacamata atau topi pelindung.
TUMOR ORBITA
1.1 Definisi
Tumor orbita mata adalah tumor yang menyerang rongga orbita (tempat bola mata) sehingga
merusak jaringan lunak mata, seperti otot mata, syaraf mata dan kelenjar air mata.
Rongga orbital dibatasi sebelah medial oleh tulang yang membentuk dinding luar sinus ethmoid dan
sfenoid. Sebelah superior oleh lantai fossa anterior, dan sebelah lateral oleh zigoma, tulang frontal
dan sayap sfenoid besar. Sebelah inferior oleh atap sinus maksilaris. (Dr. Syaiful Saanin,
Neurosurgeon)
Tumor sendiri dibagi menjadi jinak dan ganas. Tumor ganas sering disebut sebagai kanker. Tumor
pada mata disebut juga tumor orbita. Berdasarkan posisinya tumor mata dikelompokkan sebagai
berikut :
Tumor external yaitu tumor yang tumbuh di bagian luar mata seperti :
- tumor palpebra (tumor yang tumbuh pada kelopak mata)
- tumor konjungtiva (tumor yang tumbuh pada lapisan konjungtiva yang melapisi mata bagian
depan)
Tumor intraokuler yaitu tumor yang tumbuh di dalam bola mata
Tumor retrobulber yaitu tumor yang tumbuh dibelakang bola mata
Apabila ada massa tumor yang mengisi rongga mata maka bola mata akan terdorong ke arah luar
yang dalam bahasa kedokteran disebut proptosis (mata menonjol). Arah tonjolan bola mata
bergantung pada asal massa tumor.
Tumor mata bisa berasal dari semua jaringan disekitar bola mata atau karena penyebaran dari sinus,
otak, rongga hidung atau penyebaran dari organ lain ditubuh. Tumor mata dapat terjadi pada orang
dewasa ataupun anak-anak.

1.2 Klasifikasi Tumor mata berdasarkan sifatnya
Menurut Sidarta, ilyas (2002), Tumor mata dapat dibedakan menjadi 3 menurut sifatnya yaitu:
Tumor primer, biasanya tumor jinak pada orbita dengan gejala-gejala seperti gangguan pergerakkan
bola mata, gangguan penglihatan, gangguan lapang pandangan, pembendungan darah dalam orbita,
adanya perubahan fundus mata.
Contoh: Hemangioma, Meningioma, Kista dermoid, Neurofibroma, Sarkoma, Glioma saraf optik.
Tumor sekunder, adalah tumor yang berasal dari tempat-tempat yang berhubungan dengan rongga
orbita dan terjadi perluasan tumor ke dalam rongga orbita misalnya dari sinus, rongga otak atau
kelopak mata.
Contoh: Basalioma Carsinoma
Tumor metastasis, biasanya tumor ini dapat menjadikan metastasis ke hati, paru-paru dan tulang.

1.3 Etiologi Tumor Orbita
Mutasi gen pengendali pertumbuhan (kehilangan kedua kromosom dari satu pasang alel dominan
protektif yang berada dalam pita kromosom 13q14)
Malformasi congenital
Kelainan metabolism
Penyakit vaskuler
Inflamasi intraokuler
Neoplasma. dapat bersifat ganas atau jinak Neoplasma jinak tumbuh dengan batas tegas dan tidak
menyusup, tidak merusak tetapi menekan jaringan disekitarnya dan biasanya tidak mengalami
metastasis
Trauma

1.4 Patofisiologi
Tumor orbita dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk faktor genetik yang diyakini
ikut berpengaruh terhadap tumbuhnya tumor. Sebagian besar tumor orbita pada anak-anak bersifat
jinak dan karena perkembangan abnormal. Tumor ganas pada anak-anak jarang, tetapi bila ada akan
menyebabkan pertumbuhan tumor yang cepat dan prognosisnya jelek.
Tumor Orbita meningkatkan volume intraokular dan mempengaruhi masa. Meskipun masa
secara histologis jinak, itu dapat mengganggu pada struktur orbital atau yang berdekatan dengan
mata. Dan bisa juga dianggap ganas apabila mengenai struktur anatomis. Ketajaman visual atau
kompromi lapangan, diplopia, gangguan motilitas luar mata, atau kelainan pupil dapat terjadi dari
invasi atau kompresi isi intraorbital sekunder untuk tumor padat atau perdarahan. Tidak
berfungsinya katup mata atau disfungsi kelenjar lakrimal dapat menyebabkan keratopati eksposur,
keratitis, dan penipisan kornea.
Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui nervus optikus
ke otak, melalui sklera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh ke sumsum tulang
melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol ke dalam
badan kaca. Di permukaan terdapat neovaskularisasi dan pendarahan. Warna iris tidak normal.

1.5 Manifestasi klinis
Nyeri orbital: jelas pada tumor ganas yang tumbuh cepat, namun juga merupakan gambaran khas
'pseudotumor' jinak dan fistula karotid-kavernosa.
Proptosis: pergeseran bola mata kedepan adalah gambaran yang sering dijumpai, berjalan
bertahap dan tak nyeri dalam beberapa bulan atau tahun (tumor jinak) atau cepat (lesi ganas).
Pembengkakan kelopak: mungkin jelas pada pseudotumor, eksoftalmos endokrin atau fistula
karotid-kavernosa.
Palpasi: bisa menunjukkan massa yang menyebabkan distorsi kelopak atau bola mata, terutama
dengan tumor kelenjar lakrimal atau dengan mukosel.
Pulsasi: menunjukkan lesi vaskuler; fistula karotidkavernosa atau malformasi arteriovenosa,
dengarkan adanya bruit.
erak mata: sering terbatas oleh sebab mekanis, namun bila nyata, mungkin akibat oftalmoplegia
endokrin atau dari lesi saraf III, IV, dan VI pada fisura orbital (misalnya sindroma Tolosa Hunt) atau
sinus kavernosus.
Ketajaman penglihatan: mungkin terganggu langsung akibat terkenanya saraf optik atau retina, atau
tak langsung akibat kerusakan vaskuler. (Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon)

1.6 Penatalaksanaan
Cara Pengobatannya:
Tumor jinak: memerlukan eksisi, namun bila kehilangan penglihatan merupakan hasil yang
tak dapat dihindarkan, dipikirkan pendekatan konservativ. Apabila terjadi eksisi atau pembedahan,
akan dilakukan perawatan di rumah sakit, yaitu :

Tirah baring dan aktivitas dibatasi agar pasien tidak mengalami komplikasi pada bagian tubuh lain.
tirah baring dilaksanakan kurang lebih 5 hari setelah operasi atau tergantung pada kebutuhan klien.
Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya untuk mencegah
cidera.
Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan harus dipertahannkan
sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif pada robekan retina.
Pasien tidak boleh terbaring telungkup.
Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan paska operasi (atropin).
(Sidarta, Ilyas. 2009)
Tumor ganas: memerlukan biopsi dan radioterapi. Limfoma juga bereaksi baik dengan
khemoterapi. Terkadang lesi terbatas (misal karsinoma kelenjar lakrimal) memerlukan reseksi
radikal. (Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon)

Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan radiologik : untuk melihat ukuran rongga orbita, terjadinya kerusakan tulang, terdapat
perkapuran pada tumor dan kelainan foramen optik.
Pemeriksaan ultrasonografi : untuk mendapatkan kesan bentuk tumor, konsistensi tumor,
teraturnya susunan tumor dan adanya infiltrasi tumor.
CT-scan : untuk menentukan ganas atau jinak tumor, adanya vaskularisasi pada tumor dan terjadinya
perkapuran pada tumor.
Arteriografi : untuk melihat besar tumor yang mengakibatkan bergesernya pembuluh darah disekitar
tumor, adanye pembuluh darah
TRAUMA MATA
Trauma mata adalah rusaknya jaringan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan atau rongga
orbita karena adanya benda tajam atau tumpul yang mengenai mata dengan keras/cepat ataupun
lambat.

Trauma mata dapat dibagi maenjadi:
I. Trauma Mekanik:
1. Trauma tumpul (contusio oculi)
2. Trauma tajam (perforasi trauma)

II. Trauma Fisika
1. Trauma radiasi sinar inframerah
2. Trauma radiasi sinar ultraviolet
3. Trauma radiasi sinar X dan sinart terionisasi

III. Trauma Kimia
1. Trauma asam
2. Trauma basa

Trauma pada mata dapat mengenai jaringan seperti kelopak mata, konjungtiva, kornea, uvea, lensa,
retina, papil saraf optik dan orbita secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata.

I. Trauma Mekanik
1. Trauma tumpul
Trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul,
dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi
kerusakn pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya.
Trauma tumpul biasanya terjadi karena aktivitas sehari-hari ataupun karena olah raga. Biasanya
benda-benda yang sering menyebabkan trauma tumpul berupa bola tenis, bola sepak, bola tenis
meja, shuttlecock dan lain sebagianya. Trauma tumpul dapat bersifat Counter Coupe, yaitu
terjadinya tekanan akibat trauma diteruskan pada arah horisontal di sisi yang bersebrangan sehingga
jika tekanan benda mengenai bola mata akan diteruskan sampai dengan makula.

a. Hematoma Kelopak
Hematoma palpebra merupakan pembengkakan atau penibunan darah di bawah kulit kelopak akibat
pecahnya pembuluh darah palpebra.
Gambaran klinis
Hematoma kelopak merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauna tumpul kelopak. Bila
perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk seperti kacamata
hitam yang sedang dipakai, maka keadaan ini disebut hematoma kacamata. Henatoma kacamata
terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada pecahnya
arteri oftalmika maka darah masuk kedalam kedua rongga orbita melalui fisura orbita.
Penatalaksanaan
Penanganan pertama dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan. Selanjutnya
untuk memudahkan absorpsidarah dapat dilakukan kompres hangat pada kelopak.

b. Edema konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifal lendir dapat menjadi kemotik pada setiap kelainan termasuk
akibat trauma tumpul.
Gambaran klinis
Edema konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga bertambah
rangsangan terhadap konjungtivanya.
Penatalaksanaan
Pada edem konjung tiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di
dalam selapt lendir konjungtiva. Pada edem konjungtiva yang berat dapat dilakukan disisi sehingga
cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.

c. Hematoma subkonjungtiva
Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat dibawah
konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya pembuluh darah ini bisa akibat
dari batu rejan, trauma tumpul atau pada keadaan pembuluh darah yang mudah pecah.
Gambaran klinis
Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan tidak terdapat robekan di
bawah jaringan konjungtiva atau sklera. Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan pada setiap
penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat trauma tumpul.
Penatalaksanaan
Pengobatan pertama pada hematoma subkonjungtiva adalh dengan kompres hangat. Perdarahan
subkonjungtiva akan hilang atau diabsorbsi dengan sendirinya dalam 1 2 minggu tanpa diobati.

d. Edema kornea
Gambaran klinis
Edema kornea dapat meberikan keluhan berupa penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar
bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh dengan uji plasedo yang
positif.
Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah larutan hiertonik seperti NaCL 5% atau larutan garam hipertonik 2
8%, glukosa 40% dan larutan albumin. Bila terjadi peninggian tekanan bola mata maka dapat
diberikan asetozolamida. Dapat diberikan lensa kontak lembek untuk menghilangkan rasa sakit dan
memperbaiki tajam penglihatan.

e. Erosi kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat mengakibatkan oleh
gesekan keras pada epitel kornea.
Gambaran klinis
Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea yang mempunyai serat
sensibel yang banyak, mata berair, fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh media yang
keruh.
Pada korne akan terlihat adanya defek efitel kornea yang bila diberi fuorosein akan berwarna hijau.
Penatalaksanaan
Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan rasa sakit
yang sangat. Anestesi topikal diberikan dengan hati-hati karena dapat menambah kerusakan epitel.
Epitel yan terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk mencegah terjadinya
infeksi dapat diberikan antibiotika spektrum luas seperti neosporin, kloramfenikol dan sufasetamid
tetes.
Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka dapat diberikan sikloplegik aksi-pendek
seperti tropikamida.
Untuk mengurangi rangsangan cahaya dan membuat rasa nyaman pada pasien, maka bisa diberikan
bebat tekan pada pasien minimal 24 jam.

f. Erosi kornea rekuren
Erosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran basal atau tukak metaherpetik.
Epitel akan sukar menutup dikarenakan terjadinya pelepasan membran basal epitel kornea sebagai
sebagai tempat duduknya sel basal epitel kornea.
Penatalaksanaan
Pengobatan terutama bertujuan melumas permukaan kornea sehingga regenerasi epitel tidak cepat
terlepas untuk membentuk membran basal kornea.
Pemberian siklopegik bertujuan untuk mengurangi rasa sakit ataupun untuk mengurangi gejala
radang uvea yang mungkn timbul.
Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk tetes dan mata ditutup untuk mempercepat pertumbuhan
epitel baru dan mencegah infeksi skunder.
Dapat digunakan lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren pada kornea dengan
maksud untuk mempertahankan epitel berada ditempatnya.

g. Iridoplegia
Kelumpuhan otot sfingter pupil yang isa diakibatkan karena trauma tumpul pada uvea sehingga
menyebabkan pupi menjadi lebar atau midriasis.
Gambaran klinis
Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi dan merasakan silau karena gangguan
pengaturan masuknya cahaya ke pupil. Pupil terlihat tidak sama besar atau anisokoria dan bentuk
pupil dapat menjadi ireguler. Pupil biasanya tidak bereaksi terhadap sinar.
Penatalaksanaan
Penanganan pada pasien dengan iridoplegia post trauma sebaiknya diberikan istirahat untuk
mencegah terjadinnya kelelahan sfingter dan pemberian roboransia.
h. Hifema
Hifema adalah darah di dalam bilik mata depan yang dapat terjadi akibat trauma tumpul sehingga
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.
Gambaran klinis
Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan
sangat menurun dan bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik mata
depan dan dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Zat besi di dalam bola ata dapat
menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan ftisis bulbi dan kebutaan.

Penatalaksanaan
Penanganan awal pada pasien hifema yaiu dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur
yang ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulansia dan mata ditutup. Pada pasien yang
gelisah dapat diberikan obat penenang. Bila terjadi glaukoma dapat diberikan Asetazolamida.
Parasentesis atau pengeluaran darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien dengan hifema
bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma skunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau
setelah 5 hari tidak terliaht tanda-tanda hifema berkurang.

i. Iridosiklitis
Yaitu radang pada uvea anterior yang terjadi akibat reaksi jaringan uvea pada post trauma.
Gambaran klinis
Pada mata akan terlihat mata merah, akbat danya darah yang berada di dalam bilik mata depan
maka akan terdapat suar dan pupil mata yang mengecil yang mengakibatkan visus menurun.
Sebaiknya pada mata diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa fundus dengan
midriatika.
Penatalaksanaan
Pada uveitis anterior diberikan tetes midriatik dan steroid topikal, bila terlihat tanda radang berat
maka dapat diberikan steroid sistemik.
Penanganan dengan cara bedah mata.

j. Subluksasi Lensa
Subluksasi Lensa adalah lensa yang berpindah tempat akibat putusnya sebagian zonula zinn ataupun
dapat terjadi spontan karena trauma atau zonula zinn yang rapuh (sindrom Marphan).
Gambaran klinis
Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Gambaran pada iris berupa
iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada, maka lensa akan menjadi cembung dan
mata akan menjadi lebih miopi. Lensa yang cembung akan membuat iris terdorong ke depan
sehingga bisa mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder.


Penatalaksanaan
Penanganan pada subluksasi lensa adalah dengan pembedahan. Bila tidak terjadi penyulit seperti
glaukoma dan uveitis, maka dapat diberi kaca mata koreksi yang sesuai.

k. Luksasi Lensa Anterior
Yaitu bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma sehingga lensa masuk ke dalam
bilik mata depan.
Gambaran klinis
Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak. Muncul gejala-gejala glaukoma kongestif
akut yang disebabkan karena lensa terletak di bilik mata depan yang mengakibatkan terjadinya
gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa
di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar.
Penatalaksanaan
Penanganan pada Luksasi lensa anterior sebaiknya pasien segera dilakukan pembedahan untuk
mengambil lensa. Pemberian asetazolamida dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan bola mata.

l. Luksasi Lensa Posterior
Yaitu bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma sehingga lensa jatuh ke dalam
badan kaca dan tenggelam di dataran bawah fundus okuli.
Gambaran klinis
Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangnya karena lensa mengganggu kampus.
Mata menunjukan gejala afakia, bilik mata depan dalam dan iris tremulans.
Penatalaksanaan
Penanganan yaitu dengan melakukan ekstraksi lensa. Bila terjadi penyulit maka diatasi penyulitnya.

m. Edem Retina
Edem Retina adalah terjadinya sembab pada daerah retina yang bisa diakibatkan oleh trauma
tumpul.
Gambaran klinis
Edema retina akan memberikan warna retina lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan koroid
melalui retina yang sembab. Pada edema retina akibat trauma tumpul mengakibatkan edema
makula sehingga tidak terdapat cherry red spot. Penglihatan pasien akan menurun.
Penatalaksanaan
Penanganan yaitu dengan menyuruh pasien istirahat. Penglihatan akan normal kembali setelah
beberapa waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunya daerah makula
oleh sel pigmen epitel.

n. Ablasi Retina
Yaitu terlepasnya retina dari koroid yang bisa disebabkan karena trauma. Biasanya pasien telah
mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina. Seperti adanya retinitis sanata, miopia dan proses
degenerasi retina lainnya.
Gambaran klinis
Pada pasien akan terdapat keluhan ketajaman penglihatan menurun, terlihat adanya selaput yang
seperti tabir pada pandangannya. Pada pemeriksaan fundus kopi akan terlihat retina berwarna abu-
abu dengan pembuluh darah yang terangkat dan berkelok-kelok.
Penatalaksanaan
Ablasi retina ditangani dengan melakukan pembedahan oleh dokter mata.

o. Ruptur Koroid
Ruptur biasanya terletak pada polus posterior bola mata dan melingkar konsentris di sekitar apil
saraf optik, biasanya terjadi perdarahan subretina akibat dari ruptur koroid.
Bila ruptur koroid terletak atau mengenai daerah makula lutea maka akan terjadi penurunan
ketajaman penglihatan

p. Avulasi saraf optik
Saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata yang bisa diakibatkan karena trauma
tumpul.
Gambaran klinis
Penderita akan mengalami penurunan tajam penglihatan yang sangat drastis dan dapat terjadi
kebutaan.
Penatalaksanaan
Penderita perlu dirujuk untuk menilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya.

2. Trauma Tembus
Trauma tembus pada mata dapat diakibatkan oleh benda tajam atau benda asing lainya yang
mengakibatkan terjadinya robekan jaringan-jarinagan mata secara berurutan, misalnya mulai dari
palpebra,kornea, uvea sampai mengenai lensa..
Gambaran klinis
Bila trauma yang disebabkan benda tajam atau benda asing lainya masuk kedalam bola mata maka
akan mengakibatkan tanda-tanda bola mata tembus seperti :
- Tajam penglihatan yang menurun
- Tekanan bola mata yang rendah
- Bilik mata dangkal
- Bentuk dan letak pupil yang berubah
- Terlihat adanya ruptur pada kornea atau sklera
- Terdapat jaringan yang prolaps, seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca atau retina
- Konjungtivis kemotis

Penatalaksanaan
Bila terlihat salah satu atau beberapa tanda diatas maka dicurigai adanya trauma tembus bola mata
maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotika topikal dan mata ditutup tetapi jangan terlalu
kencang dan segera dikirim ke dokter mata untuk dilakukan pembedahan dan penanganan lebih
lanjut.
Pembuatan foto bisa dilakukan untuk melihat adanya benda asing dalam bola mata. Benda asing
yang bersifat magnetik dapat dikeluarkan dengan magnet raksasa, dan benda asing yang tidak
bersifat magnetik dapat dikeluarkan dengan vitrektomi.
Komplikasi
Adanya benda asing intraokuler dapat mengakibatkan endoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina,
perdarahn intraokuler dan ptisis bulbi.

II. Trauma Fisika
1. Trauma Sinar Inframerah
Sinar inframerah dapat mengakibatkan kerusakan pada lensa, iris dan kapsul disekitar lensa. Hal ini
terjadi karena sinar yang terkumpul dan ditanglap oleh mata selama satu menit tanpa henti akan
menagkibatkan pupil melebar dan terjadi kenaikan suhu lensa sebanyak 9 derajat selsius, sehingga
mengakibatkan katarak dan eksfoliasi pada kapsul lensa. Sinar inframerah yang sering didapatkan
adalah dari sinar matahari dan dari tempat pekerjaan pemanggangan.
Gambaran klinis
Seseorang yang sering terpejan dengan sinar ini dapat terkena keratitis superfisial, katarak kortikal
anterior posterior dan koagulasi pada koroid. Biasanya terjadi penurunan tajam penglihatan,
penglihatan kabur dan mata terasa panas.
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang telah terjadi, kecuali mencegah sering terpapar
oleh sinar infra merah ini. Pemberian steroid sistemik dimaksudkan untuk mencegah terbentuknya
jaringn parut pada makula dan untuk mengurangi gejala radang yang timbul.

2. Trauma Sinar Ultra Violet
Sinar ultra violet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat, mempunyai panjang
gelombang antara 350 295 nM. Sinar ultra violet banyak dipakai pada saat bekerja las dan
menatap sinar matahari.
Sinar ultra violet akan segera merusak sel epitel kornea, kerusakan iniakan segera baik kembali
setelah beberapa waktu dan tidak memberikan gangguan tajam penglihatan yang menetap.
Gambaran klinis
Biasanya pasien akan memberikan keluhan 4 6 jam post trauma, pasien akan merasakn mata
sangat sakit, terasa seperti ada pasir, fotofobia, blefarospasme dan konjungtiva kemotik. Korne akan
menunjukan adanya infiltrat pada permukaanyayang kadang-kadang disetai dengan kornea yang
keruh. Pupil akan terlihat miosis.
Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal, analgetika dan mata ditutup selama
2 3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam.

3. Trauma Sinar Ionisasi dan Sinar X
Sinar Ionisasi dibedakan dalam bentuk:
- Sinar alfa yang dapat diabaikan
- Sinar beta yang dapat menembus 1 cm jaringan
- Sinar gamma
- Sinar X
Gambaran Klinis
Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan kerusakan pada kornea yang dapat bersifat
permanen. Katarak akibat pemecahan sel epitel yang tidak normal dan rusaknya retina dengan
gambarandilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris mata dan eksudat. Atrofi sel goblet pada
konjungtiva juga dapat terjadi dan mengganggu fungsi air mata.
Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal, steroid sistemik dan sikloplegik.
Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan.

III. Trauma Kimiawi
Trauma Kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di laboratorium, industri, pekerjaan yang
memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian dan peperangan yang memakai bahan kimia. Taruma
kimia pada mata memerlukan tindakan segera, irigasi pada daerah mata yang terkena bahan kimia
harus segera dilakukan untuk mencegah terjadinya penyulit yang berat.
Pembilasan dapat dilakukan dengan memakai garam fisiologik atau air bersih lainya selama 15 30
menit
1. Trauma Asam
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi pengendapan ataupun penggumpalan
bahan protein permukaan. Biasanya akan terjadi kerusakan pada bagian superfisisal saja, tetapi
bahan asam kuat dapat bereaksi yang mengakibatkan trauma menjadi lebih dalam.
Gambaran klinis
Pasien akan merasakan mata terasa pedih, seperti kering, seperti ada pasir dan ketajaman mata
biasanya menurun.
Penatalaksanaan
Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secara perlahan-lahan dan selama
mungkin dengan air bersih atau garam fisiologik minimal selama 15 menit.
Antibiotika topikal untuk mencegah infeksi
Sikloplegik bila terjadi ulkus kornea atau kerusakan lebih dalam.
EDTA bisa diberikan satu minggu post trauma.
Prognosis
Baik bila konsentrasi asam tidak nterlalu tinggi dan hanya terjadi kerusakan superfisisal saja.

2. Trauma Basa
Trauma basa pada mata akan memberikan reaksi yang gawat pada mata. Alkali dengan mudah dan
cepat dapat menembus jaringan kornea, bilik mata depan dan bagian retina. Hal ini terjadi akibat
terjadinya penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan
terjadi proses persabunan disertai dangan dehidrasi.
Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan menjadi :
Derajat 1: heperimi konjungtiva diikuti dengan keratitis pungtata.
Derajat 2: hiperemi konjungtiva dengan disertai hilangnya epitel kornea.
Derajat 3: hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea.
Derajat 4: Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50 %.

Menurut klasifikasi Hughes maka trauma mata diklasifikasikan menjadi:
a. Ringan
- Terdapat erosi epitel dan kekeruhan ringan kornea
- Tidak terdapat iskemi dan nekrosis kornea atau konjungtiva
- Prognosis baik
b. Sedang
- Terdapat kekeruhan kornea sehingga sukar melihat iris dan pupil secara detail
- Terdapat nekrosis dan iskemi ringan konjungtiva dan kornea
- Prognosis sedang
c. Berat
- terdapat kekeruhan kornea, sehingga pupil tidak dapat dilihat
- terdapat iskemia konjungtiva dan sklera, sehingga tampak pucat
- prognosis buruk

Gambaran klinis
Pasien akan merasakan mata terasa pedih, seperti kering, seperti ada pasir dan ketajaman mata
biasanya menurun. Pengujian dengan kertas lakmus saat pertama kali datang adalah menunjukan
suasana alkalis.

Penatalaksanaan
Tindakan yang dilakukan adalah dengan irigasi dengan garam fisiologik sekitar 60 menit segera
setelah trauma.
Penderita diberikan sikloplegia, antibiotika, EDTA diberikan segera setelah trauma 1 tetes tiap 5
menit selama 2 jam dengan maksud untuk mengikat sisa basa dan untuk menetralisir kolagenase
yang terbentuk pada hari ketujuh post trauma.
Diberikan antiiatik lokal untuk mencegah infeksi
Analgetik dan anestesik topikal dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri.
Komplikasi
Penyulit yang dapat timbul adalah simblefaron, kekeruhan kornea, katarak disertai dengan
terjadinya ftisis bola mata.

IV. Pencegahan
Trauma mata dapat dicegah dengan menghindarkan terjadinya trauma seperti:
- Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadnya trauma tajam akabiat alat
pekerjaannya
- Setiap pekerja yang bekerja di tempat bahan kimia sebaiknya mengerti bahan kimai apa yang
dipakainya, asam atau basa.
- Pada pekerja las sebaiknya melindungi matanya dari sinar dan percikan las.
- Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya untuk matanya.
- Pada olah ragawan seperti tinju ataupun bela diri lainya, harus melindungi bagian matanya dan
daerah sekitarnya dengan alat pelindung.

sorces : http://sanirachman.blogspot.com/2010/09/trauma-oculi.html#ixzz350loont1
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial

You might also like