You are on page 1of 23

BAB 1

PENDAHULUAN

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi
atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Otitis media supuratif
akut atau otitis media akut (OMA) merupakan bentuk akut dari otitis media
supuratif, yang dapat berkembang menjadi OMSK bila tidak diterapi dengan baik.
Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab dasar terjadinya OMA.
Fungsi tuba sebagai barier masuknya mikroba ke telinga tengah menjadi
terganggu dan bakteri yang biasanya tidak patogen dapat berkolonisasi dalam
telinga tengah akibat adanya sumbatan tuba. Salah satu faktor pencetus terjadinya
gangguan fungsi tuba adalah infeksi saluran napas atas.
1,2
Makin sering seseorang,
terutama anak-anak, mengalami infeksi saluran napas atas, makin besar
kemungkinannya mengalami OMA.

Bakteri penyebab OMA yang utama adalah
bakteri piogenik seperti Streptococcus haemolitikus, Staphyllococcus aureus, dan
Pneumococcus. Kadang dapat juga disebabkan oleh Haemophilus influenzae,
Escherichia colli, Streptococcus anhaemoliticus, Proteus vulgaris, dan
Pseudomonas aurugenosa.
1
Perubahan telinga tengah sebagai akibat infeksi dibagi atas lima stadium,
berdasarkan gambaran membran timpani yang tampak dari luar, yaitu: (1) stadium
oklusi tuba Eustachius, yang ditandai adanya retraksi membran timpani akibat
tekanan negatif dalam telinga tengah; (2) stadium hiperemis, yang ditandai adanya
edema, hiperemia, dan pelebaran pembuluh darah pada membran timpani; (3)
stadium supurasi, yaitu terbentuknya eksudat yang purulen di dalam telinga
tengah, menyebabkan bulging membran timpani, dan nyeri di telinga bertambah
berat; (4) stadium perforasi, yang terlihat dengan adanya ruptur membran timpani
dan nanah mengalir ke telinga luar; dan (5) stadium resolusi, yaitu bila keadaan
telinga tengah kembali normal dan perforasi membran timpani tertutup. Bila pada
stadium resolusi penyembuhan tidak berjalan dengan baik, maka perforasi bisa
menetap dengan sekret yang mengalir terus atau menghilang, berkembang
menjadi OMSK.
1
Otitis media akut banyak ditemukan pada anak-anak dan merupakan salah
satu penyakit infeksi yang paling sering menyerang anak dan bayi. Diperkirakan
dua pertiga anak usia kurang dari tiga tahun telah mengalami sedikitnya satu
episode OMA, dan sepertiga diantaranya berulang. Angka kejadian OMA
bervariasi di setiap negara.
3
Di Amerika Serikat, 70% anak terserang OMA
sebelum usia 2 tahun. Insiden penyakit ini akan meningkat pada masyarakat
dengan sosial-ekonomi rendah.
4
Di Italia, insidensi OMA sebesar 16,8% pada
anak usia nol hingga enam tahun.
3
Di Indonesia sendiri belum ada data akurat
yang ditemukan untuk menunjukkan angka kejadian OMA. Suheryanto
menyatakan OMA merupakan penyakit yang sering dijumpai dalam praktik
sehari-hari, di poliklinik THT RSUD dr.Soetomo Surabaya pada tahun 1995
OMA menduduki peringkat dua dari sepuluh besar penyakit terbanyak, sedangkan
di poliklinik THT RSUD dr.Saiful Anwar Malang pada tahun 1997 OMA
menduduki peringkat kelima.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

a. Anatomi Telinga
Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbangan.
Telinga terdiri atas 3 bagian yaitu:
6
a. Telinga luar
b. Telinga tengah
c. Telinga dalam

Gambar 1. Anatomi telinga.
6

Anatomi Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga atau pinna dan liang telinga sampai
membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang
telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar
dan rangka tulang pada dua pertiga bagian dalam. Panjang liang telinga kira-kira
2,5 3 cm.
7
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (modifikasi kelenjar keringat) dan rambut halus. Kelenjar terdapat pada
seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai
kelenjar serumen.
7
Serumen menjaga membran timpani tetap lunak dan tahan-air
serta melindungi telinga tengah dan dalam dari benda asing berukuran kecil dan
serangga.
6

Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah adalah suatu ruang yang terisi udara yang terletak di bagian
petrosum tulang pendengaran. Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas
sebagai berikut:
7
Batas luar: membran timpani
Batas depan: tuba Eustachius
Batas bawah: vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas: tegmen timpani (meningen/ otak)
Batas dalam: Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan
promontorium.

Gambar 2. Telinga tengah.
7

Organ telinga tengah terdiri dari:
A. Membran timpani.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Sharpnell) sedangkan bagian bawah disebut pars tensa
(membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah
lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia,
seperti epitel mukosa saluran pernapasan. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi di
tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang
berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam.
7
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah
bawah, yaitu pada arah jam 5 untuk membran timpani kanan, sementara membran
timpani kiri pada arah jam 7. Refleks cahaya adalah cahaya dari luar yang
dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat dua serabut
yaitu sirkuler dan radier sehingga menyebabkan timbulnya refleks cahaya.
7


Membran timpani dibagi menjadi empat kuadran dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian/kuadran, yaitu atas-depan, atas-belakang, bawah
depan, dan bawah belakang.
7
Vaskularisasi membran timpani telah dipelajari dengan berbagai cara.
Cabang-cabang dari arteri karotis eksterna dalam meatus auditori eksternal,
memberikan suplai darah pada pars flaksida, bagian manubrial dari pars tensa dan
persimpangan antara cincin fibrokartilaginosa dari membran timpani dan sulkus
timpanikum pada tulang temporal.
8
Pembuluh darah yang mensuplai daerah pars flaksida dan bagian manubrial
cincin fibrokartilaginosa terdapat dibawah lapisan epitel skuamosa, dekat dengan
sel mast dan bundel saraf. Pembuluh darah yang berasal dari rongga timpani yang
juga berasal dari arteri karotis eksterna mensuplai daerah perifer dari pars tensa
dengan cabang-cabang kecil, terlokalisasi tepat dibawah epitel membran timpani.
Jika dibandingkan dengan bagian manubrial, pars tensa memiliki vaskularisasi
yang lebih sedikit. Sehingga bagian sentral dan sebagian besar dari pars tensa
mendapatkan nutrisi secara difusi intra sel. Keadaan kurangnya pembuluh darah
ini juga menyebabkan imunitas pada pars tensa ini lebih sedikit dari bagian
lainnya. Sehingga kecenderungan terjadinya perforasi akibat infeksi sering berada
pada bagian ini.
8

Gambar 3. Membran timpani.
7

B. Rongga timpani.
Epitel yang melapisi rongga timpani dan setiap bangunan di dalamnya
merupakan epitel selapis gepeng atau kuboid rendah, tetapi di bagian anterior
pada celah tuba auditiva (tuba Eustachius) epitelnya selapis silindris bersilia.
Lamina propria tipis dan menyatu dengan periosteum.
9


C. Tulang pendengaran.
Tulang pendengaran terdiri dari tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga
tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus
melekat pada membran timpani. Tulang maleus dan inkus tergantung pada
ligamen tipis di atap ruang timpani. Lempeng dasar stapes melekat pada tingkap
celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam.
9

D. Otot
Terdapat 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran.
Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran
berfrekuensi tinggi. Otot tersebut adalah:
9
Muskulus tensor timpani. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di
atas tuba auditiva, tendonnya berjalan mula-mula ke arah posterior
kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi
rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam
gagang maleus.
Muskulus stapedius. Tendon otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang
berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk
berinsersi ke dalam leher stapes.

E. Dua buah tingkap.
Tingkap oval pada dinding medial ditutupi oleh lempeng dasar stapes,
memisahkan rongga timpani dari perilimfe dalam skala vestibuli koklea. Oleh
karenanya getaran-getaran membrana timpani diteruskan oleh rangkaian tulang-
tulang pendengaran ke perilimf telinga dalam. Untuk menjaga keseimbangan
tekanan di rongga-rongga perilimf terdapat suatu katup pengaman yang terletak
dalam dinding medial rongga timpani di bawah dan belakang tingkap oval dan
diliputi oleh suatu membran elastis yang dikenal sebagai tingkap bulat (fenestra
rotundum). Membran ini memisahkan rongga timpani dari perilimf dalam skala
timpani koklea.
9

F. Tuba auditiva (tuba Eustachius).
Tuba auditiva menghubungkan rongga timpani dengan nasofaring, lumennya
gepeng, dengan dinding medial dan lateral bagian tulang rawan biasanya saling
berhadapan menutup lumen. Epitelnya bervariasi dari epitel bertingkat, hingga
selapis silindris bersilia dengan sel goblet dekat faring. Dengan menelan dinding
tuba saling terpisah sehingga lumen terbuka dan udara dapat masuk ke rongga
telinga tengah. Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi membran timpani
menjadi seimbang.
9

b. Otitis Media Akut

Definisi
Zainul A. Djafaar, dkk (2007) dalam Buku Ajar THT-KL mendefinisikan
otitis media sebagai peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga, tuba
Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Sedangkan otitis media akut atau
otitis media supuratif akut adalah bentuk supuratif dan akut dari otitis media.
1

Epidemiologi
Otitis media akut banyak ditemukan pada anak-anak dan merupakan salah
satu penyakit infeksi yang paling sering menyerang anak dan bayi. Diperkirakan
dua pertiga anak usia kurang dari tiga tahun telah mengalami sedikitnya satu
episode OMA, dan sepertiga diantaranya berulang. Angka kejadian OMA
bervariasi di setiap negara. Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian
otitis media yaitu usia, jenis kelamin, ras, latar belakang genetik, status
sosioekonomi, derajat paparan terhadap rokok, ada tidaknya alergi pada sistem
respirasi, musim, dan status vaksinasi pneumokokus.
3
Di Amerika Serikat, 70% anak terserang OMA sebelum usia 2 tahun. Insiden
penyakit ini akan meningkat pada masyarakat dengan sosial-ekonomi rendah.
4
Di
Italia, insidensi OMA sebesar 16,8% pada anak usia nol hingga enam tahun.
3
Di
Indonesia sendiri belum ada data akurat yang ditemukan untuk menunjukkan
angka kejadian OMA. Suheryanto menyatakan OMA merupakan penyakit yang
sering dijumpai dalam praktik sehari-hari, di poliklinik THT RSUD dr.Soetomo
Surabaya pada tahun 1995 OMA menduduki peringkat dua dari sepuluh besar
penyakit terbanyak, sedangkan di poliklinik THT RSUD dr.Saiful Anwar Malang
pada tahun 1997 OMA menduduki peringkat kelima.
5


Patogenesis
Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor dasar penyebab OMA. Karena
sumbatan ini, fungsi tuba dalam pencegahan invasi kuman ke telinga tengah
terganggu sehingga kuman masuk ke telinga tengah dan terjadi infeksi.
1
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di
saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya
saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah
putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai
hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan
jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di
telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu
karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga
dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas.
Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan
halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan
pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga
juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut
akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. OMA dapat
berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung
lebih dari 2 bulan, hal ini berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene,
terapi yang terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang
kurang baik.
1























Bagan 1. Patogenesis terjadinya otitis media.
1

Faktor Risiko dan Etiologi
Faktor pencetus terjadinya otitis media akut yaitu:
1
a. Terganggunya faktor pertahanan tubuh, yaitu terganggunya silia pada
mukosa tuba Eustachius.
b. Sumbatan tuba Eustachius.
c. Infeksi saluran napas atas, semakin sering terkena ISPA (infeksi saluran
napas akut) maka makin besar kemungkinan anak mengalami OMA.
d. Pada anak anatomi tuba Eustachius juga terlibat mempermudah terjadinya
OMA.
Bakteri piogenik merupakan penyebab utama OMA (otitis media akut),
seperti Streptococcus haemolyticus, Stafilococcus aureus, pneumakokus. Kadang-
Gangguan tuba
Etiologi:
Perubahan tekanan
udara tiba-tiba
Alergi
Infeksi
Sumbatan: sekret,
tampon, tumor
Tekanan negative
telinga tengah
Efusi
Sembuh/normal
Fungsi tuba
tetap
terganggu
Infeksi (-)
OME (otitis
media efusi)
Fungsi tuba tetap
terganggu
Infeksi (+)
OMA (otitis media akut)
Sembuh OME OMSK (otitis media
supuratif kronik)
kadang Haemophylus influenza, Escherichia coli, Proteus vulgaris, dan
Pseudomonas aurugenosa ditemukan juga.
1

Gejala Klinis
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan usia pasien. Pada
bayi didapatkan suhu tinggi mencapai 39,5C (pada stadium supurasi), gelisah,
sukar tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang anak memegang telinga. Bila terjadi
ruptur membran timpani maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun
dan anak tertidur tenang. Pada anak yang sudah dapat berbicara akan
mengeluhkan nyeri di dalam telinga dan demam, biasanya terdapat riwayat batuk
pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau dewasa mengeluh nyeri di
dalam telinga, rasa penuh di telinga, atau rasa kurang dengar.
1
Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah, OMA dibagi menjadi 5
stadium:
1

a. Stadium oklusi tuba Eustachius
Terjadi retraksi membran timpani karena adanya tekanan negatif di telinga
tengah akibat absorpsi udara.
kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat.
efusi tidak dapat dideteksi.
stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa karena virus atau
alergi.
b. Stadium hiperemis (presupurasi)
Tampak pelebaran pembuluh darah di membran timpani membran
timpani tampak hiperemis dan edem
Terbentuk sekret yang mungkin bersifat eksudat serosa sukar terlihat.
c. Stadium supurasi
Edema hebat pada mukosa telinga tengah, sel epitel superfisialis hancur,
terbentuk eksudat purulen di kavum timpani membran timpani
menonjol (bulging) ke arah telinga luar.
Pasien terlihat sangat sakit, peningkatan nadi dan suhu, pertambahan nyeri
telinga
Jika tekanan di kavum tidak berkurang karena tekanan nanah iskemik,
tromboflebitis pada vena-vena kecil, nekrosis mukosa dan submukosa
daerah ini tampak kekuningan dan lebih lembek akan terjadi rupture.
d. Stadium perforasi
Ruptur membran timpani sekret mengalir ke liang telinga luar Anak
menjadi tenang dan dapat tidur nyenyak.
e. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh akan kembali normal secara perlahan-
lahan.
Dapat terjadi tanpa pengobatan bila daya tahan tubuh baik atau virulensi
kuman rendah.
Bila perforasi menetap dan sekret keluar terus-menerus atau hilang timbul
OMSK.
Bila skret menetap dalam kavum timpani dan tidak terjadi perforasi
timbul gejala sisi berupa OM serosa.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya:
1

Stadium
oklusi

o Tujuan: membuka tuba tekanan negatif telinga tengah
hilang
o Diberi obat tetes hidung : HCl efedrin 0,5% dalam larutan
fisiologik (<12 tahun), atau HCl efedrin 1% dalam larutan
fisiologik (>12 tahun, dan dewasa)
o Obati sumber infeksi
Stadium
presupurasi

o Antibiotik (minimal selama 7 hari) : golongan penicilin (lini
pertama) (awalnya diberikan secara IM sehingga didapat
konsentrasi yang adekuat dalam darah tidak terjadi
mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai
gejala sisa, maupun kekambuhan).
o Jika alergi pensilin, beri eritromisin.
Dosis ampisilin anak: 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4
dosis
Atau amoksisilin (anak) 40 mg/kgBB/hari daibagi dalam 3
dosis
Atau eritromisin (anak) 40 mg/kgBB/hari
o Obat tetes hidung
o Analgetika
Stadium
supurasi

o Antibiotika
o Miringotomi (bila membran timpani masih utuh): dapat
menghindari ruptur, gejala klinis lebih cepat hilang
o Miringotomi ialah tindakan incisi pada pars tensa membran
timpani agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke
telinga luar
o Miringotomi memiliki banyak komplikasi (ex. Perdarahan,
trauma pada n. Facialis) tidak perlu dilakukan bila terapi
antibiotik yang adekuat dapat diberikan

Stadium
perforasi

o Obat cuci telinga H
2
O
2
3% selama 3-5 hari serta antibiotik
yang adekuat
o Biasanya dalam 7-10 hari sekret akan hilang dan perforasi
dapat menutup kembali
Jika tidak
terjadi
resolusi

o Lanjutkan antibiotik hingga 3 minggu jika sekret masih
tetap banyak mungkin terjadi mastoiditis
o Jika sekret terus keluar >3 minggu otitis media supuratif
subakut.
o Jika perforasi menetap dan sekret terus keluar >1,5-2 bulan
otitis media supuratif kronik (OMSK)



BAB 3
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama pasien : An. I
Umur : 6,5 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Pagutan, Kota Mataram
Pekerjaan : -
No. RM : 026843
Tanggal Pemeriksaan : 28 Mei 2014

II. Anamnesis
Keluhan utama
Keluar cairan dari telinga kanan

Riwayat penyakit sekarang
Pasien dibawa oleh ayahnya ke poliklinik THT RSU Provinsi NTB dengan
keluhan keluar cairan dari telinga kanan sejak 2 hari yang lalu. Awalnya
cairan yang keluar berwarna bening namun sejak kemarin cairan berubah
menjadi kekuningan dan kental namun tidak berbau maupun berdarah. Selain
itu, pasien juga mengeluh nyeri pada telinga kanan sejak 7 hari yang lalu.
Nyeri dirasakan semakin memberat sejak 2 hari yang lalu sampai membuat
pasien tidak bisa tidur tetapi sejak keluar cairan dari telinga nyeri dirasakan
berkurang. Keluhan pendengaran berkurang (-), telinga berdenging (-), pusing
berputar (-).
Ayah pasien mengatakan pasien sebelumnya mengalami batuk dan pilek
sejak 2 minggu yang lalu. Batuk yang dirasakan berdahak dengan dahak
berwarna kehijauan kental tetapi sekarang keluhan sudah berkurang. Nyeri
saat menelan (-). Pasien mengeluh sering keluar ingus sejak 2 minggu yang
lalu yang berwarna kuning kental namun tidak berbau dan keluhan tersebut
sekarang sudah berkurang. Selain itu, pasien juga mengalami demam sejak
1 minggu yang lalu dan sulit tidur.
Pasien tidak mengeluhkan kelainan pada telinga kiri.

Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah menderita keluhan yang sama seperti ini sebelumnya.
Tidak ada riwayat keluar cairan dari dalam telinga kiri maupun kanan.

Riwayat penyakit keluarga/sosial
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan serupa. Riwayat batuk dan
pilek di keluarga juga disangkal.

Riwayat pengobatan
Pasien sempat berobat ke dokter praktek umum dan diberikan obat
penurun panas dan antibiotik.

Riwayat alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, tidak pernah
meler dan bersin-bersin saat terkena debu atau dingin.

III. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Nadi : 120 x/menit
Respirasi : 26 x/menit
Suhu : 37,3 C
BB : 18 kg


Status Lokalis
Pemeriksaan telinga
No. Pemeriksaan
Telinga
Telinga kanan Telinga kiri
1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam
batas normal, hematoma (-),
nyeri tarik aurikula (-)
Bentuk dan ukuran dalam
batas normal, hematoma (-),
nyeri tarik aurikula (-)
3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (+)
di sekitar membran
timpani, furunkel (-),
edema (-), otorhea (+, aktif
mukopurulen)


Serumen (+), hiperemis (-),
furunkel (-), edema (-),
otorhea (-)
4. Membran timpani

Retraksi (-), bulging (+),
hiperemi (+), edema (+),
perforasi (+), sentral
postero-superior), cone of
light (-), gambaran pulsasi
(+)





Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi (-), edema (-),
perforasi (-), cone of light (+)






Hiperemis
sekret
Perforasi dgn sekret aktif
serumen
Pemeriksaan hidung






Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri
Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi (-),
nyeri tekan (-), deformitas (-)
Bentuk (normal), hiperemi (-),
nyeri tekan (-), deformitas (-)
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)
Cavum nasi Bentuk (normal), mukosa pucat
(+), hiperemia (-)
Bentuk (normal), mukosa pucat
(+), hiperemia (-)
Meatus nasi media Mukosa normal, sekret (+), massa
berwara putih mengkilat (-).
Mukosa normal, sekret (+),
massa berwarna putih mengkilat
(-).
Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemi (-) Edema (-), mukosa hiperemi (-)
Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus
(-)
Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus
(-)

Pemeriksaan Tenggorokan







Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)
Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda
Geligi Normal
Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)
Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-),
sekret (-)
Tonsila palatine Kanan Kiri
T1 T1
Fossa Tonsillaris
dan Arkus Faringeus
hiperemi (-) hiperemi (-)

IV. Diagnosis
Otitis media akut stadium perforasi dekstra

V. Diagnosis Banding
-

VI. Planning Diagnostik
- Kultur sekret telinga kanan

VII. Planning Terapi
a. Medikamentosa
Antibiotik sistemik :
o Amoxicillin 40 mg/kgBB/hari (20-50 mg/kgBB/hari) dibagi dalam
3 dosis.
o BB pasien 18 kg, maka dosis pemberiannya: 720 mg/hari (360-900
mg/hari), 240 mg (120-300 mg) per pemberian.
o Jadi diberikan Amoxicilin syrup 3 x 2 cth (selama 7 hari).

Analgetik-antipiretik :
o Parasetamol 10-15 mg/kgBB/pemberian.
o BB pasien 18 kg, maka dosisnya 180-270 mg/pemberian. Boleh
diulang hingga 4 - 6 kali perhari.
o Jadi diberikan Parasetamol syrup 3 x 1 cth.
Dekongestan:
o Pseudoefedrin syrup 3 x 1 cth
Untuk telinga kiri:
o Pembersihan serumen telinga kanan dengan kapas yang dililitkan di
pelilit kapas dan irigasi
o Bila tidak berhasil, maka diberikan dulu pelunak serumen:
Forumen tetes telinga 4 x 4 gtt AD (selama 3 hari).
b. KIE pasien
Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan telinga dan tidak
mengorek-ngorek liang telinga.
Antibiotik harus diminum sampai habis walaupun gejala sudah hilang,
agar penyembuhan berlangsung baik dan tidak terjadi komplikasi.
Menjaga higiene agar tidak terjadi ISPA.
Datang kembali untuk kontrol setelah 3 hari untuk evaluasi dan
membersihkan serumen serta memantau perkembangan stadium
OMA.

VIII. Prognosis
Dubia ad bonam.

BAB IV
PEMBAHASAN


Diagnosis Otitis Media Akut Stadium Perforasi didapatkan melalui hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik telinga yang dilakukan. Pada anamnesis,
tergambar jelas mengenai etiologi dan perjalanan penyakit pasien. Anamnesis
adanya riwayat batuk-pilek dengan sekret kuning keruh sebelum keluhan telinga
muncul menunjukkan penyebab terjadinya infeksi pada telinga tengah. Infeksi
pada hidung dan tenggorokan dapat menyebabkan gangguan tuba auditiva yang
selanjutnya menyebabkan tekanan negatif pada telinga tengah, bermanifestasi
sebagai rasa penuh pada telinga yang dirasakan pasien. Sumbatan tuba yang terus
berlanjut menyebabkan hipersekresi sel goblet pada mukosa telinga tengah. Sekret
merupakan media pertumbuhan bakteri yang baik, sehingga kemudian timbul
proses infeksi pada telinga tengah. Rasa nyeri pada telinga akibat proses
inflamasi. Hasil anamnesis menunjukkan proses perjalanan penyakit yang sesuai
dengan perjalanan penyakit pada OMA mulai dari stadium oklusi tuba, stadium
hiperemis, stadium supurasi dan stadium perforasi saat pasien datang berobat ke
Poliklinik.
Pemeriksaan fisik telinga mengkonfirmasi adanya proses inflamasi akibat
infeksi pada telinga tengah. Tampak sekret mukopurulen pada liang telinga kanan,
dengan daerah hiperemis pada MAE dekat membran timpani. Membran timpani
tampak hiperemis, edema, bulging, dengan pelebaran pembuluh darah pada
membran timpani. Pada membran timpani juga terlihat perforasi pada postero-
superior pars tensa dengan sekret yang aktif keluar melalui lubang perforasi.
Walaupun telah terjadi perforasi pada membran timpani pasien, membran timpani
yang bulging masih tampak. Hal ini disebabkan karena masih banyak terdapat
sekret di dalam telinga tengah dan perforasi sangat kecil sehingga sekret hanya
dapat keluar sedikit demi sedikit, pada titik perforasi juga tampak mukosa yang
edema menonjol keluar dan menutupi perforasi. Dengan keadaan ini, penekanan
membran timpani oleh sekret yang menyebabkan tampakan bulging masih terjadi.
Harus dibedakan antara OMA dan OMSK. Riwayat keluhan telinga yang
baru terjadi selama 7 hari dengan sekret keluar mulai 2 hari lalu, menunjukkan
adanya proses akut pada telinga. Pasien juga mengaku sebelumnya tidak pernah
keluar cairan dari telinga kanan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan lubang
perforasi sentral kecil tunggal, tidak terdapat penipisan pada bagian lain membran
timpani.
Penanganan ditujukan pada eradikasi infeksi dan simtomatis untuk
mengurangi gejala yang dirasakan pasien. Eradikasi infeksi pada OMA harus
adekuat sehingga infeksi tidak menetap dan berubah menjadi OMSK. Terapi lini
pertama diberikan pada pasien ini berupa antibiotik selama 7 hari. Pasien diminta
kembali lagi untuk kontrol setelah 7 hari untuk melihat perkembangan terutama
penutupan pada perforasi membran timpani. Dekongestan nasal topikal digunakan
untuk mengurangi sumbatan pada tuba Eustachius, sehingga drainase sekret lebih
lancar dan fungsi fisiologis proteksi tuba kembali normal. Pseudoefedrin HCl
dipilih dalam bentuk tablet oral untuk meringankan sumbatan pada rongga hidung
bagian posterior atar tuba Eustachius agar fungsi normal tuba kembali normal.
Sediaan murni pseudoefedrine HCl tidak ada, karena itu digunakan sediaan tablet
yang ada di pasaran, yang dicampur dengan antihistamin H1, digunakan selama 3
hari untuk menghindari efek samping berupa penurunan produksi sekret.
Kontrol diperlukan untuk menilai terapi telah adekuat atau belum, agar
dapat mencegah perkembangan penyakit menjadi OMSK. Antibiotik oral
diberikan pada pasien ini untuk menjamin adekuasi terapi. Antibiotic topikal
dapat diberikan pada pasien setelah dilakukan cuci telinga menggunakan H
2
0
2
3%
agar hasil dari penggunaan antibiotika topical dapat maksimal.





DAFTAR PUSTAKA

1. Zainul A. Djaafar, Helmi, dan Ratna D.R. Kelainan Telinga Tengah.
Dalam: Efiaty A.Soepardi, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, edisi keenam. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. hlm 65-
69
2. Michael, M. Paparella, George, L.A., dan Samuel C.L. Penyakit Telinga
Tengah dan Mastoid. Dalam: George, L.A., dkk (editor). Boies Buku Ajar
Penyakit THT, edisi 6. Jakarta: EGC. 1994. hlm 96-97
3. Paola Marchisio, et al. Burden of Acute Otitis Media in Primary Care
Pediatrics in Italy: A Secondary Data Analysis from the Pedianet
Database. BioMed Central Pediatrics. 2012. Diakses dari
http://www.biomedcentral.com/1471-2431/12/185
4. John D. Donaldson. Acute Otitis Media. Medscape Reference. 2013.
Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/859316-
overview#a0156
5. Anonim. Otitis Media Akut. Universitas Sumatera Utara. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31376/5/Chapter%20I.pdf
6. Van De Graaff. Human Anatomy, 6th edition. New York: The McGraw-
Hill Companies. 2001. pg 516-519
7. Indro Soetirto, Hendarto H., dan Jennt B. Gangguan Pendengaran (Tuli).
Dalam: Efiaty A.Soepardi, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, edisi keenam. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. hlm 10
13
8. Hellstorm. Tympanic membrane vessel revisited: a study in an animal
model. Department of Clinical Science, Otorhinolaryngology, University
Hospital of Ume, Sweden. 2012. Diakses dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12806306
9. Seeley, Stephens, Tate. Anatomy and Physiology, 6th Ed. New York: The
McGrawHill Companies. 2004. chapter 15
10. Lawrence R. Boeis, Jr. Penyakit Telinga Luar. Dalam: George, L.A., dkk
(editor). Boies Buku Ajar Penyakit THT, edisi 6. Jakarta: EGC. 1994. hlm
76-77
11. Sosialisman, Alfian F.H., dan Helmi. Kelainan Telinga Luar. Dalam:
Efiaty A.Soepardi, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, edisi keenam. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. hlm 57-58
12. Timothy T.K. Jung dan Tae H. Jinn. Disease of External Ear. Dalam:
James B Snow Jr. dan John J. Ballenger. Ballengers Otorhinolaryngology
Head and Neck Surgery, 16th ed. Spain: BC Deker Inc. 2003. pg 233-234

You might also like