You are on page 1of 4

TAKDIR

A. Merenungi Konsep Takdir dan Nasib


Salah kaprah mengenai konsep takdir dan nasib telah menjadikan umat islam kontrsproduktif,
dan itu terjadi secara turun-temurun selama ratusan tahun. Umat islam terjebak dalam kebingungan
mengenai konsep hidup mereka sendiri, sehingga memunculkan perdebatan yang tak kunjung usai.
Banyak kalangan islam yang mengklaim bahwa manusia tidak memiliki peranan bebas dalam hal takdir.
Namun, sementara itu mereka harus berhadapan dengan kerasnya perjuangan untuk hidup. Akhirnya
mereka menemui kontradiasi, bingung dalam bersikap, dan sulit menentukan sikap. Mereka disini,
dibagi menjadi beberapa golongan.
Diantaranya adalah orang-orang yang percaya sepenuhnya bahwa nasib manusia sepenuhnya
telah ditentukan oleh Allah. Mereka tidak berusaha untuk meraih kebaikan-kebaikan dalam hidupnya.
Dalam paham mereka, rezeki, jodoh, dan kematian telah ditetapkan sebelum mereka dilahirkan.
Takdir dan nasib merupakan dua hal yang mirip, namun tak sama. Konsep takdir memberi
motivasi positif. Konsep takdir mengajarkan kepada umat manusia agar tegar, kreatif, produktif, dan
dinamis dalam menyikapi kehidupan. Berbeda dengan konsep takdir, konsep nasib cenderung memberi
motifasi negatif. Nasib cenderung mendorong kita untuk bersikap pasrah, malas, kontarproduktif, dan
statis.
Dalam ilmu psikologi, orang-orang yang pasrah dan berpegang pada konsep nasib termasuk pada
golongan pribadi tipe B. Mereka yang berada pada tipe B ini adalah golongan orang yang penyabar dan
mudah menerima kenyataan hidup separah dan sedahsyat apapun derita hidupnya. Orang-orang bertipe
B sangat pintar dalam me-manage kondisi kejiwaannya. Mereka jarang stress dan jarang pula kecewa.
Namun, orang-orang dari tipe B tidak punya semangat untuk maju. Mereka termasuk golongan
bertipikal pasrah pada keadaan. Cenderung ceroboh dalam bekerja. Standar kualitasnya rendah, dam
mengarah pada ke-mandekan.
Selain tipe B, ada pula tipe A, yang cirri-cirinya berkebalikan dengan tipe B. Tipe A merupakan
pribadi yang pantang menyerah dan pekerja keras. Namun sayangnya, mereka sering kali tidak mampu
me-manage emosinya dengan baik. Sehingga, orang-orang dari golongan A berpotensi terserang
penyakit kejiwaan.
Seorang muslim, hendaknya berada antara tipe A dan tipe B ini. Muslim yang bersemangat
dalam bekerja, berkeinginan untuk maju, dengan standar kualitas yang tinggi. Muslim yang selalu tegar
menghadapi setiap problematika kehidupan. Pantang mundur, dan pantang putus asa. Muslim yang
penyabar, tidak mudah stress, dan tidak gampang kecewa.
Orang-orang yang beriman kepada takdir mestiny a dapat menyeimbangkan antara kenikmatan
duniawi dengan kenikmatan ukhrawi secara simultan.
Seperti yang dijelaskan Allah SWT dalam Al Quran surah Al Baqarah ayat 112 yang artinya,
(tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat
kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.



B. Beriman Bukan Sekedar Percaya
Beriman kepada takdir bukan hanya sekedar percaya begitu saja, melainkan dengan memahami
maksudnya menggunakan akal pikiran kita.
Allah SWT berfirman dalam QS Yunus: 100 yang artinya,
Dan tidak ada seorang pun akan beriman kepada Allah kecuali atas izin-Nya. Dan Allah menimpakan
kemurkaan kepada orang-orang yang tidak menggunakan akalnya.
Beriman adalah sebuah proses keyakinan secara aqli, yakni menggunakan potensi kecerdasan.
Beriman disini termasuk kepada beriman kepada takdir. Kita harus paham terlebih dahulu tentang
takdir. Barulah kemudian dengan sendirinya kita meyakini konsep tersebut.
Konsep takdir sengaja diperkenalkan oleh Allah dengan suatu tujuan tertentu. Yaitu untuk
mendorong kehidupan kita agar sukses dunia dan akhirat. Lewat firman-Nya dalam surah Muhammad
ayat 36 Allah dengan sangat jelas menerangkan bahwa sebenarnya hidup adalah permainan. Karena itu
di dalamnya dikenal istilah menang dan kalah.

C. Takdir sebagai Produk dari Mekanisme Sebab-akibat
Takdir tidak terjadi jika tidak ada proses yang mendahuluinya. Takdir merupakan akibat dari
proses yang sudah terjadi. Dan jika dicermati memang begitulah Allah membuat sunatullah hokum
alam yang mengikat segala peristiwa.
Konsep sebab-akibat mengenai takdir bukanlah konsep sebab-akibat ala barat. Dimana konsep
barat mengaggap hukum sebab-akibat sebagai mekanisme murni atas usaha mereka. Jika misalnya
mereka gagal walaupun sudah berusaha mati-matian, mereka mencari kambing hitam dari kegagalan
mereka, yang mereka sebut faktor x. mereka berhenti di sana, tidak memikirkan mengapa itu terjadi?
Siapa yang berperan atas semua hasil yang mereka peroleh?
Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang tidak dapat termakan oleh logika konsep barat. Dan
pertanyaan itu diselesaikan secara tuntas dalam konsep sebab-akibat di dalam Islam. Jawaban dari
mengapa itu terjadi adalah karena ada kekuatan yang mengatur semuanya. Dan jawaban dari siapa
yang berperan atas semua hasil yang mereka peroleh adalah Allah. Kekuatan itu adalah Allah SWT.
Yang sangat menarik dari hal ini adalah, bahwa ternyata Allah tidak sewenang-wenang dalam
menentukan hasil itu. Allah melihat usaha kita, dan mendengar jerit tangis doa-doa kita. Lantas,
barulah Allah memberikan ketetapan-Nya. Dan apa yang Allah putuskan adalah kehendak Allah,
manusia tidak bisa menghalang-halangi sesuatu apapun jua. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam QS Ar
Rad ayat 11.
Hukum sebab-akibat ini disimpulkan dalam bentuk segitiga sebab-akibat. Berikut disajikan
model diagram segitiga sebab akibat.
Meskipun formulasi takdir berada di dalam bingkai hukum sebab-akibat, tidaklah mudah untuk
memprediksi hasilnya. Karena takdir dipengaruhi oleh jutaan variable. Banyak hal-hal yang tak pernah
disangka-sangka yang akan mempengaruhi hasil takdir yang kita terima. Variable-variabel tersebut akan
bekerja membentuk resultan gaya.



D. Takdir sebagai Perpaduan Qadar dan Qadla
Qadar adalah ketetapan yang ditentukan sepenuhnya oleh Allah tanpa bisa diganngu-gugat oleh
makhluk-Nya. Qadla adalah ketetapan Allah yang berdasarkan ras usaha tertentu. Dan takdir berada di
tengah-tengahnya, yaaitu perpaduan antara qada dan qadla.
Allah menetapkan qadar pada seluruh makhluk ciptaan-Nya. Manusia diberi keleluasaan untuk
mengubah qadar menjadi takdir yaitu lewat qadla, alias usaha.

E. Kronologi Terjadinya Takdir
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa takdir ditentukan oleh usaha manusia. Allah
melihat usaha manusia, dan mendengar jerit tangis doa-doa kita. Lantas, barulah Allah memberikan
ketetapan-Nya. Dan apa yang Allah putuskan adalah kehendak Allah, manusia tidak bisa menghalang-
halangi sesuatu apapun jua.
Manusia berusaha dalam memperjuangkan takdirnya. Dan hasil yang berupa takdir itu sendiri
ditentukan oleh Allah. Takdir manusia ditentukan seiring berjalannya waktu. Dengan kata lain, takdir
tidak ditentukan sebelum kejadian, melainkan seiring dengan proses yang sedang berlangsung. Takdir
yang dimaksud di sini adalah takdir terbaik (qadla), bukan takdir mendasar (qadar).
Kronologi terjadinya takdir adalah sebagai berikut.
1) Seluruh peristiwa di alam semesta terikat oleh waktu
2) Adanya relativitas waktu menyebabkan pergerakan waktu bisa berbeda-beda antara satu peristiwa
dengan peristwa lainnya.
3) Sebelum alam semesta diciptakan, waktu belum berjalan. Namun, seluruh potensi peristiwa telah
berada di dalam sebuah rumusan sunatullah. Seluruh cikal-bakal peristiwa telah termaktub dalam
Lauh Mahfuz.
4) Ketika alam semesta di ciptakan lewat ledakan dahsyat, seluruh parameter alam semesta berjalan,
termasuk waktu. Itulah saat waktu = nol.
5) Seluruh peristiwa pun terikat oleh waktu: dulu, sekarang, nanti, dan kelak.
6) Takdir ditentukan oleh Allah seiring dengan urutan waktu yang berjalan. Takdir hari ini ditentukan
berdasarkan kejadian-kejadian sebelumnya. Rakdir esok ditentukan oleh apa yang dilakukan hari ini.
7) Pemahamannya semakin kompleks ketika memasukkan factor relativitas waktu. Misalnya, ketika
Allah menyatakan bahwa 1 hari malaikat = 50.000 tahun waktu manusia.
8) Semakin besar gap relativitas yang terjadi, maka waktu manusia seakan-akan menjadi demikin
pendeknya, bagi sudut pandang yang berbeda.bagi Allah, waktu manusia = nol. Karena Allah
meliputi seluruh waktu. Takdir dulu, sekarang, dan esok sudah diketahui semuanya.
9) Poin yang di atas itu lah yang memperjelas bahwa Allah Maha Mengetahui. Allah berada di seluruh
waktu dan tempat secara bersamaan. Termasuk di sini takdir seseorang, yang oleh Allah sudah
diketahui sejak dulu hingga nanti. Dari waktu nol sampai pada waktu tak hingga, atau sampai pad
awaktu itu lenyap.
10) Manusia tidak berada pada semua waktu secara bersamaan. Manusia terikat oleh perjalanan waktu.
Oleh karena itu lah manusia terikat oleh hukum sebab akibat seirung berjalannya waktu, dengan
dipengaruhi ileh segala relativitasnya.
11) Bagi allah, seluruh waktu adalah sekarang.
12) Takdir ditetapkan oleh Allah sekali saja, yaitu sekarang, lewat kalimat kun fayakun. Dan kemudian
terurai dalam skala waktu mengikuti hukum sebab-akibat.
13) Takdir pun terurai lewat sebuah formula kompleks mengikuti model-model statistik multi variable.
Dan hasilnya pun multialternatif. Dengan kata lain, faktor-faktor penyebab takdir itu berjumlah tak
berhingga. Hasilnya pun memiliki kemungkinan yang tak berhingga.

Takdir tidak bersifat final. Seperti yang dijelaskan Allah dalam QS Faathir ayat 45, takdir
bersifat final jika seseorang telah mencapai ajalnya. Selama masih hidup, seseorang itu hanya
memperoleh takdir sementara, yang sewaktu-waktu bisa berubah.


Referensi

Anindya(2008). Resensi Buku : Mengubah Takdir.
http://lasyithaanindiya.blogspot.com/2008/12/resensi-buku-mengubah-takdir-agus.html, 29 Mei
2014

You might also like