1. Dokumen tersebut membahas tentang jalan menuju keimanan yang utuh melalui pemahaman aqidah yang benar. Aqidah merupakan keyakinan yang dibentuk berdasarkan bukti-bukti akal dan naqli mengenai Allah sebagai pencipta alam semesta.
2. Untuk membentuk keimanan yang utuh diperlukan pemahaman menyeluruh tentang tiga unsur utama yaitu manusia, alam semesta, dan kehidupan, serta hub
1. Dokumen tersebut membahas tentang jalan menuju keimanan yang utuh melalui pemahaman aqidah yang benar. Aqidah merupakan keyakinan yang dibentuk berdasarkan bukti-bukti akal dan naqli mengenai Allah sebagai pencipta alam semesta.
2. Untuk membentuk keimanan yang utuh diperlukan pemahaman menyeluruh tentang tiga unsur utama yaitu manusia, alam semesta, dan kehidupan, serta hub
1. Dokumen tersebut membahas tentang jalan menuju keimanan yang utuh melalui pemahaman aqidah yang benar. Aqidah merupakan keyakinan yang dibentuk berdasarkan bukti-bukti akal dan naqli mengenai Allah sebagai pencipta alam semesta.
2. Untuk membentuk keimanan yang utuh diperlukan pemahaman menyeluruh tentang tiga unsur utama yaitu manusia, alam semesta, dan kehidupan, serta hub
Dari segi istilah, kita sering mendengar istilah aqidah dan iman. Kedua istilah tersebut sebenarnya merupakan dua istilah yang mempunyai konotasi yang sama. Bedanya, istilah aqidah ini digunakan oleh ulama Usluhuddin, sedangkan istilah iman digunakan oleh al-Quran dan Hadits. Sebab, di dalam al-Quran maupun Hadits tidak ada istilah lain selain iman. Iman adalah keyakinan yang dibenarkan oleh hati dan diterima oleh akal, dibuktikan secara lisan juga perbuatan. keimanan haruslah bulat, tidak boleh setengah-setengah, harus 100%, tidak bisa kurang sedikitpun. Adapun dalil yang bisa menghasilkan keyakinan dengan yakin 100% dan berhasil membentuk akidah adalah: 1. Dalil aqli; bukti yang dibawa akal, dan bukan bukti yang dipahami oleh akal. Yang dimaksud dengan bukti yang dibawa akal adalah bukti yang bisa dijangkau oleh akal, ketika bukti tersebut dihasilkan oleh akumulasi dari realitas, penginderaan, otak dan informasi awal. Misalnya, bukti bahwa al-Quran adalah kalam Allah adalah bukti yang dibawa oleh akal, bukan bukti yang dipahami oleh akal. Ini setelah realitas gaya bahasanya diindera oleh penginderaan manusia, lalu dibandingkan dengan gaya bahasa manusia, maka dari sana bisa disimpulkan bahwa al-Quran bukanlah kalam manusia, tetapi kalam Allah SWT. 2. Dali naqli; bukti yang dipahami oleh akal melalui proses penukilan. Misalnya, bukti bahwa di surga ada bidadari yang menjadi isteri manusia, yang selalu disucikan oleh Allah, adalah bukti yang dipahami oleh akal manusia melalui penukilan, bukan bukti yang dibawa oleh akal. Karena realitasnya hanya bisa dipahami, tetapi tidak bisa dijangkau oleh indera manusia. Agar manusia mendapatkan keimanan haruslah melalui proses berpikir, sebab pemikiranlah yang membentuk dan memperkuat mafahim (persepsi) terhadap sesuatu. Disamping itu, manusia selalu mengatur tingkah lakunya di dalam kehidupan ini sesuai mafahimnya terhadap kehidupan. Sebagai contoh, mafahim seseorang terhadap orang yang dicintainya dengan orang yang dibencinya akan membentuk perilaku yang 2
berbeda-beda, begitu juga terhadap orang yang sama sekali tidak dikenalnya. Jadi, tingkah laku manusia selalu berkaitan erat dengan mafahim yang dimilikinya. Dengan demikian bila kita hendak mengubah tingkah laku manusia yang rendah menjadi luhur, maka tidak ada jalan lain kecuali harus mengubah mafhumnya terlebih dulu. Dalam hal ini, Allah SWT berfirman: ..Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka.. (TQS. Ar-Rad (13): 11). Untuk mendapatkan mafahim yang benar tentang kehidupan maka perlu mewujudkan suatu pemikiran yang mendasar tentang kehidupan dunia sehingga terwujud mafahim yang benar tentang kehidupan tersebut. Namun, pemikiran seperti ini tidak akan melekat erat dan memberikan hasil yang berarti, kecuali apabila terbentuk dalam dirinya pemikiran tentang alam semesta, manusia, dan hidup; tentang Zat yang ada sebelum kehidupan dunia dan apa yang ada sesudahnya; disamping juga keterkaitan kehidupan dunia dengan Zat yang ada sebelumnya dan apa yang ada sesudahnya. Semua itu dapat dicapai dengan memberikan kepada manusia pemikiran menyeluruh dan sempurna tentang apa yang ada di balik tiga utama unsur tadi. Sebab pemikiran yang menyeluruh dan sempurna merupakan landasan berpikir (qaidah al-fikriyah) yang melahirkan seluruh pemikiran cabang tentang kehidupan dunia. Memberikan pemikiran menyeluruh mengenai tiga unsur mendasar tadi, merupakan solusi fundamental pada diri manusia. Apabila solusi fundamental tadi teruraikan, maka terurailah berbagai masalah lainnya. Sebab, seluruh problematika kehidupan pada dasarnya merupakan cabang dari problematika pokok tadi. Namun demikian, pemecahan itu tidak akan mengantarkan kita pada keimanan yang benar, kecuali jika pemecahan itu sendiri adalah benar, yaitu sesuai fitrah manusia, memuaskan akal dan memberikan ketenangan hati. Islam telah menuntaskan problematika pokok ini dan dipecahkan untuk manusia dengan cara yang sesuai dengan fitrahnya, memuaskan akal, serta memberikan ketenangan jiwa. Di tetapkannya pula bahwa untuk memeluk agama islam, tergantung sepenuhnya kepada pengakuan terhadap pemecahan ini, yaitu pengakuan yang betul-betul muncul dari akal. Oleh karena itu Islam dibangun di atas satu dasar, yaitu aqidah. Aqidah menjelaskan bahwa dibalik alam semesta, manusia, dan hidup, terdapat Pencipta (Al- 3
Kholiq) yang telah menciptakan ketiganya, serta yang menciptakan segala sesuatu yang lainnya, Dialah Allah SWT. Bahwasannya Pencipta telah menciptakan segala sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Ia bersifat wajibul wujud, wajib adanya, sebab kalau tidak demikian, berarti Ia tidak mampu menjadi Kholiq. Ia bukanlah makhluk, karena sifat- Nya sebagai Pencipta memastikan bahwa diri-Nya bukan makhluk. Pasti pula bahwa Ia mutlak adanya, karena segala sesuatu yang menyandarkan wujud atau eksistensinya kepada diri-Nya; sementara Ia tidak bersandar kepada apapun. Bukti bahwa segala sesuatu mengharuskan adanya Pencipta yang menciptakannya, dapat diterangkan sebagai berikut: bahwa segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh akal terbagi dalam tiga unsur, yaitu manusia, alam semesta, dan hidup. Tiga unsur ini bersifat terbatas, lemah, serba kurang, dan saling membutuhkan kepada yang lain. Misalnya manusia, manusia sifatnya terbatas, karena ia tumbuh dan berkembang sampai pada batas tertentu yang tidak dapat dilampauinya lagi. Ini menunjukkan bahwa manusia sifatnya terbatas. Begitu pula halnya dengan hidup, sifatnya terbatas, karena penampakkannya bersifat individual, apa yang kita saksikan selalu menunjukkan bahwa hidup ini selalu berakhir apda satu individu saja. Jadi, hidup juga bersifat terbatas. Sama halnya dengan alam semesta yang memiliki sifat terbatas. Alam semesta merupakan himpunan dari benda-benda angkasa, yang setiap bendanya memiliki keterbatasan. Himpunan segala sesuatu yang terbatas, tentu terbatas pula sifatnya. Walhasil, manusia, hidup, dan alam semesta, ketiganya bersifat terbatas. Apabila kita melihat kepada segala sesuatu yang bersifat terbatas, akan kita simpulkan bahwa semuanya tidak azali. Jika bersifat azali (tidak berawal dan tidak berakhir), tentu tidak mempunyai keterbatasan. Dengan demikian segala sesuatu yang bersifat terbatas pasti diciptakan oleh oleh sesuatu yang lain, sesuatu yang lain inilah yang disebut Al-Kholiq. Dialah yang menciptakan manusia, hidup dan alam semesta. Dalam menentukan keberadaan Pencipta, akan kita dapati tiga kemungkinan. Pertama, Ia diciptakan oleh yang lain. Kedua Ia menciptakan dirinya sendiri. Ketiga Ia bersifat azali dan wajibul wujud. Kemungkinan yang pertama bahwa Ia diciptakan oleh yang lain adalah kemungkinan yang bathil, tidak dapat diterima oleh akal. Sebab, bila benar demikian, tentu Ia bersifat terbatas. Begitu pula dengan kemungkinan yang kedua, yang menyatakan bahwa Ia menciptakan diri-Nya sendiri, jika demikian berarti Dia 4
sebagai makhluk dan kholiq pada saat bersamaan. Hal ini jelas tidak dapat diterima. Oleh karena itu, Al-Kholiq harus bersifat azali dan wajibul wujud. Dialah Allah SWT. Siapa saja yang mempunyai akal akan mampu membuktikan bahwa di balik semua benda-benda yang dapat diinderanya, pasti terdapat Pencipta yang telah menciptakannya. Fakta menunjukkan bahwa semua benda itu bersifat serba kurang, sangat lemah, dan saling membutuhkan. Hal ini menggambarkan segala sesuatu yang ada hanyalah makhluk. Jadi untuk membuktikan adanya Al-Kholiq Yang Maha Pengatur, sebenarnya cukup dengan mengarahkan perhatian manusia terhadap benda- benda yang ada di alam semesta, fenomena hidup, dan diri manusia sendiri. Oleh karena itu dalam Al-Quran terdapat ajakan untuk mengalihkan perhatian manusia terhadap benda-benda yang ada, seraya mengajaknya turut mengamati dan memfokuskan perhatian terhadap benda-benda tersebut dan segala sesuatu yang ada di sekelilingnya, atau yang berhubungan dengannya, agar dapat membuktikan adanya Allah SWT. Dengan mengamati benda-benda tersebut, bagaimana satu dengan yang lain saling membutuhkan, akan memberikan suatu pemahaman yang meyakinkan dan pasti, akan adanya Allah Yang Maha Pencipta lagi Maha Pengatur. Al-Quran telah membeberkan ratusan ayat yang berkenaan dengan hal ini, antara lain firman-firman Allah SWT: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian siang dan malam terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal (TQS. Ali Imran (3): 190). (Dan diantara tanda-tanda (kebesaranNya) ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang yang mengetahui.) (TQS. Ar-Rum (30): 22) Apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan? (TQS. Al-Ghosyiyah (88): 17-20). Banyak lagi ayat serupa lainnya, yang mengajak manusia untuk memperhatikan benda- benda yang ada di alam dengan seksama, dan melihat apa yang ada disekelilingnya maupun yang berhubungan dengan keberadaan dirinya. Ajakan itu untuk dijadikan 5
petunjuk akan adanya Pencipta yang Maha Pengatur, sehingga imannya kepada Allah SWT menjadi iman yang mantap, yang berakal pada akal dan bukti yang nyata. Memang benar, iman kepada adanya Pencipta Yang Maha Pengatur merupakan hal yang fitri pada setiap manusia. Hanya saja iman yang fitri ini muncul dari perasaan yang berasal dari hati nurani belaka. Cara seperti ini bila dibiarkan begitu saja, tanpa dikaitkan dengan akal, sangatlah riskan akibatnya serta tidak dapat dipertahankan lama. Dalam kenyataannya, perasaaan tersebut sering menambah-nambah apa yang diimani, dengan sesuatu yang tidak ada hakikatnya. Bahkan ada yang mengkhayalkannya dengan sifat-sifat tertentu yang dianggap lumrah terhadap apa yang diimaninya. Tanpa sadar, cara tersebut justru menjerumuskannya ke arah kekufuran dan kesesatan. Penyembahan berhala, khurafat (cerita bohong) dan ajaran kebatinan, tidak lain merupakan akibat kesalahan perasaan hati ini. Islam tidak membiarkan perasaan hati sebagai satu-satunya jalan menuju iman. Hal ini dimaksudkan agar seseorang tidak menambah sifat-sifat Allah SWT dengan sifat yang bertentangan dengan sifat-sifat ketuhanan, atau memberi kesempatan untuk mengkhayalkan penjelmaan-Nya dalam bentuk materi, atau beranggapan bahwa untuk mendekatkan diri kepada-Nya dapat ditempuh melalui penyembahan benda-benda, sehingga menjurus ke arah kekufuran, syirik, khurafat, dan imajinasi keliru yang senantiasa ditolak oleh iman yang lurus. Oleh karena itu, islam menegaskan agar senantiasa menggunakan akal disamping adanya perasaan hati. Islam mewajibkan setiap umatnya untuk menggunakan akal dalam beriman kepada Allah SWT, serta melarang bertaqlid dalam masalah aqidah. Untuk itulah islam telah menjadikan akal sebagai timbangan dalam beriman kepada Allah SWT, sebagaimana firman Allah: Dengan demikian setiap muslim wajib menjadikan imannya betul-betul dari proses berpikir, selalu meneliti dan memperhatikan serta senantiasabertakhim (merujuk) kepada akalnya secara mutlak dalam beriman kepada (adanya) Allah SWT. Ajakan untuk memperhatikan alam semesta dengan seksama, dalam rangka mencari sunnatullah serta untuk memperoleh petunjuk agar beriman terhadap Penciptanya, telah disebut ratusan kali oleh Al-Quran dalam berbagai surat yang berbeda. Semuanya ditujukan kepada potensi akal manusia untuk diajak berpikir dan merenung, sehingga imannya betul-betul muncul dari akal dan bukti yang nyata. Disamping untuk 6
memperingatkannya agar tidak mengambil jalan yang telah ditempuh oleh nenek moyangnya, tanpa meneliti dan menguji kembali sejauh mana kebenarannya. Inilah iman yang diserukan oleh Islam. Iman semacam ini bukanlah seperti yang dikatakan orang sebagai imannya orang-orang lemah, melainkan iman yang berpijak pada pemikiran yang cemerlang dan meyakinkan, yang senantiasa mengamati (alam sekitarnya), berpikir dan berpikir. Mulai pengamatan dan perenungannya akan sampai kepada keyakinan tentang adanya Allah Yang Maha Kuasa. Kendati wajib atas manusia menggunakan akalnya dalam mencapai iman kepada Allah SWT, namun tidak mungkin ia menjangkau apa yang ada di luar batas kemampuan indera dan akalnya. Sebab akal manusia terbatas. Terbatas pula kekuatannya sekalipun meningkat dan bertambah sampai batas yang tidak dapat dilampauinya, terbatas pula jangkauannya. Melihat kenyataan ini, maka perlu diingat bahwa akal tidak mampu memahami Zat Allah dan hakekat-Nya. Sebab, Allah SWT berada di luar tiga unsur pokok (alam semesta, manusia, dan hidup) tadi. Sedangkan akal manusia tidak mampu memahami apa yang ada di luar jangkauannya. Ia tidak mampu memahami Zat Allah, tetapi bukan berarti dapat dikatakan Bagaimana mungkin orang dapat beriman kepada Allah SWT, sedang akalnya sendiri tidak mampu memahami Zat Allah? Tentu kita tidak mengatakan demikian, karena pada hakekatnya iman itu adalah percaya terhadap wujud Allah SWT, sedangkan wujudnya dapat diketahui melalui makhluk-makhluk- Nya, yaitu alam semesta, manusia dan hidup. Tiga unsur ini berada dalam batas jangkauan akal manusia. Dengan memahami ketiga hal ini, orang dapat memahami adanya Pencipta, yaitu Allah SWT. Oleh karena itu, iman terhadap adanya Allah SWT dapat dicapai melalui akal, dan berada dalam jangkauan akal. Usaha manusia untuk memahami hakekat Zat Allah SWT merupakan perkara yang mustahil untuk dicapai. Sebab, Zat Allah berada di luar unsur alam semesta, manusia dan hidup. Dengan kata lain berada di luar jangkauan kemampuan akal. Akal tidak mungkin memahami hakekat yang ada di luar batas kemampuannya, karena perannya amat terbatas. Seharusnya keterbatasnnya itu justru menjadi faktor penguat iman, bukan sebaliknya malah menjadi penyebab keragu-raguan dan kebimbangan. Apabila iman kita kepada Allah SWT telah dicapai melalui proses berpikir, maka kesadaran kita terhadap adanya Allah menjadi sempurna. Begitu pula jika perasaan hati 7
kita (yang timbul dari widjan, pent.) mengisyaratkan adanya Allah, lalu dikaitkan dengan akal, tentu perasaan tersebut akan mencapai suatu tingkat yang meyakinkan. Bahkan hal itu akan memberikan suatu pemahaman yang sempurna serta perasaan yang meyakinkan terhadap sifat-sifat ketuhanan. Dengan sendirinya, cara tersebut akan meyakinkan kita bahwa manusia tidak sanggup memahami hakekat Zat Allah. Sebaliknya hal ini justru akan memperkuat iman kita kepada-Nya. Disamping keyakinan seperti ini, kita wajib berserah diri terhadap semua yang dikabarkan Allah SWT tentang hal-hal yang tidak sanggup dicerna atau yang tidak dapat dicapai oleh akal. Ini disebabkan lemahnya akal manusia yang memiliki ukuran-ukuran nisbi yang serba terbatas kemampuannya, untuk memahami apa yang ada di luar jangkauan akalnya. Padahal untuk memahami hal semacam ini, diperlukan ukuran-ukuran yang tidak nisbi dan tidak terbatas, yang justru tidak dimiliki dan tidak akan pernah dimiliki manusia. Adapun bukti kebutuhan manusia terhadap para Rasul, dapat kita lihat dari fakta bahwa manusia adalah makhluk Allah SWT. Dan beragama adalh sesuatu yang fitri pada diri manusia, karena termasuk salah satu naluri yang ada pada manusia. Dalam fitrahnya manusia senantiasa mensucikan Penciptanya. Aktifitas inilah yang dinamakan ibadah, yang berfungsi sebagai tali penghubung antar manusia dengan Penciptanya. Apabila hubungan ini dibiarkan begitu saja tanpa aturan, tentu akan menimbulkan kekacauan ibadah, bahkan dapat menyebabkan terjadinya penyembahan kepada selain Pencipta. Jadi harus ada aturan tertentu, yang mengatur hubungan ini dengan peraturan yang benar. Hanya saja, aturan ini tidak boleh datang dari manusia. Sebab, manusia tidak mampu memahami hakekat Al-Kholiq sehingga dapat meletakkan aturan antara dirinya dengan Pencipta. Oleh karena itu, aturan ini harus datang dari Al-Kholiq. Karena aturan ini harus sampai ke tangan manusia, maka tidak boleh tidak harus ada Rasul yang menyampaikan agama Allah ini kepada umat manusia. Bukti lain kebutuhan manusia terhadap Rasul adalah bahwa pemuasan manusia terhadap tuntutan ghorizah (naluri) serta kebutuhan-kebutuhan jasmani, adalah keharusan yang sangat diperlukan. Pemuasan semacam ini jika dibiarkan berjalan tanpa aturan akan menjurus kearah pemuasan yang salah dan menyimpang, yang pada gilirannya akan menyebabkan kesengsaraan umat manusia. Dengan demikian, harus ada aturan yang 8
mengatur setiap naluri dan kebutuhan jasmani ini. Hanya saja aturan tersebut tidak boleh datang dari pihak manusia, sebab pemahaman manusia dalam mengatur naluri dan kebutuhan jasmani selalu berpeluang terjadi perbedaan, perselisihan, pertentangan dan terpengaruh lingkungan tempat tinggalnya. Apabila manusia dibiarkan membuat aturan sendiri, tentu aturan tersebut akan memungkinkan terjadinya perbedaan, perselisihan dan pertentangan yang justru akan menjerumuskannya ke dalam kesengsaraan. Maka aturan tersebut harus datang dari Allah SWT melalui para Rasul. Mengenai bukti Al-Quran itu datang dari Allah, maka dapat dilihat dari kenyataan bahwa Al-Quran adalah sebuah kitab berbahasa Arab yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW. Dalam menentukan darimana asal Al-Quran akan kita dapatkan tiga kemungkinan. Pertama, kitab itu adalah karangan orang Arab. Kedua, karangan Muhammad SAW. Ketiga, berasal dari Allah SWT. Tidak ada lagi kemungkinan selain dari yang tiga ini. sebab, Al-Quran adalah berciri khas Arab, baik dari segi bahasa maupun gayanya. Kemungkinan pertama yang mengatakan bahwa Al-Quran adalah karangan orang Arab, tidak dapat diterima. Sebab Al-Quran sendiri telah menantang mereka untuk membuat karya yang serupa, sebagaimana yang tertera dalam firman-Nya: Bahkan mereka mengatakan,:Dia Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu. Katakanlah: (Kalau demikian) maka datangkanlah sepuluh surat semisal dengannya (Al Quran) yang dibuat-buat, dan ajaklah siapa saja diantara kamu yang sanggup selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (TQS. Hud (11): 13). Dan dalam firman-Nya: Apakah pantas mereka mengatakan dia (Muhammad) yang telah membuat-buatnya? Katakanlah:Buatlah sebuah surah yang semisal dengan surah (Al Quran), dan ajaklah siapa saja diantara kamu orang yang mampu (membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (TQS. Yunus (10): 38). Orang-orang Arab telah berusaha keras mencobanya, akan tetapi tidak berhasil. Hal ini membuktikan bahwa Al-Quran bukan berasal dari perkataan mereka. Mereka tidak mampu menghasilkan karya yang serupa, kendati ada tantangan dari Al-Quran dan 9
mereka telah berusaha menjawab tantangan itu. Kemungkinan kedua yang mengatakan bahwa Al-Quran itu karangan Muhammad SAW, juga tidak dapat diterima oleh akal. Sebab Muhammad adalah orang Arab juga. Bagaimanapun jeniusnya, tetap ia seorang manusia yang menjadi salah satu anggota dari masyarakat atau bangsanya. Selama seluruh bangsa Arab tidak mampu menghasilkan karya yang serupa, maka masuk akal pula Muhammad yang juga salah seorang dari bangsa Arab tidak mampu menghasilkan karya yang serupa. Oleh karena itu jelas, bahwa Al-Quran itu bukan karangannya. Terlebih lagi dengan adanya banyak hadits-hadits shahih yang berasal dari Muhammad SAW yang sebagian malah diriwayatkan lewat cara yangtawatur yang kebenarannya tidak diragukan lagi. Apabila setiap hadits ini dibandingkan dengan ayat manapun dalam Al-Quran, maka tidak akan dijumpai adanya kemiripan dari segi gaya bahasanya padahal Nabi Muhammad SAW, disamping selalu membacakan setiap ayat- ayat yang diterimanya, dalam waktu yang bersamaan juga mengeluarkan hadits. Namun, ternyata keduanya tetap berbeda dari segi gaya bahasanya. Bagaimanapun kerasnya usaha seseorang untuk menciptakan berbagai macam gaya bahasa dalam pembicaraannya, tetap saja akan terjadi kemiripan antara gaya bahasa yang satu dengan yang lain, karena merupakan bagian dari ciri khasnya dalam berbicara. Karena tidak ada kemiripan antar gaya bahasa dalam al-Quran dengan gaya bahasa hadits, berarti Al- Quran itu bukan perkataan Nabi Muhammad SAW. Masing-masing keduanya terdapat perbedaan yang tegas dan jelas. Itulah sebabnya tidak seorangpun dari bangsa Arab orang-orang yang paling tahu gaya dan sastra bahasa Arab pernah menuduh nahwa Al-Quran itu perkataan Muhammad Saw, atau mirip dengan gaya bahasanya. Satu-satunya tuduhan yang mereka lontarkan adalah bahwa Al-Quran itu disadur Muhammad SAW dari seorang pemuda Nasrani yang bernama Jabr. Tuduhan ini telah ditolak keras oleh Allah SWT dalam firman-Nya: (Dan) sesungguhnya Kami mengetahui mereka berkata: bahwasannya Al-Quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad). Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya (adalah) bahasa ajami (non- Arab), sedangkan Al-Quran itu dalam bahasa arab yang jelas (TQS. An-Nahl (16): 103). 10
Apabila telah terbukti bahwa Al-Quran itu bukan karangan bangsa Arab, bukan pula karangan Muhammad SAW, berarti Al-Quran itu adalah kalamullah, yang menjadi mukjizat bagi orang yang membawanya. Dan karena Nabi Muhammad SAW adalah orang yang membawa Al-Quran yang merupakan kalamullah dan syariat Allah, serta tidak ada yang membawa syariat-Nya melainkan para Nabi dan Rasul maka berdasarkan dalil aqli dapat diyakinisecara pasti bahwa Muhammad SAW itu adalh seorang Nabi dan Rasul. Jadi dalil aqli adalah iman kepada Allah, kerasulan Muhammad SAW, dan bahwasannya Al-Quran itu merupakan kalamullah. Jadi, iman kepada Allah dapat dicapai melalui akal dan memang harus demikian. Iman kepada Allah akan menjadi dasar kuat bagi kita untuk beriman terhadap perkara-perkara ghoib dan segala hal yang dikabarkan Allah SWT. Jika kita telah beriman kepada Allah SWT yang memiliki sifat-sifat ketuhanan, maka wajib pula bagi kita untuk beriman terhadap apa saja yang dikabarkan oleh-Nya. Baik hal itu dapat dijangkau oleh akal maupun tidak, karena semuanya dikabarkan oleh Allah SWT. Dari sini kita wajib beriman kepada Hari Kebangkitan dan Pengumpulan di Padang Mahsyar, Surga dan Neraka, hisab dan siksa. Juga beriman terhadap adanya malaikat, jin dan syaitan, serta apa saja yang telah diterangkan Al-Quran dan hadits yang qothi. Iman seperti ini walaupun telah diperoleh dengan jalan mengutip (naql) dan mendengar (sama), akan tetapi pada hakekatnya merupakaniman yang aqli juga. Sebab dasarnya telah dibuktikan oleh akal. Jadi aqidah seorang muslim itu harus bersandar pada akal atau pada sesuatu yang telah terbukti dasar kebenarannya oleh akal. Seorang muslim wajib meyakini segala sesuatu yang telah terbukti dengan akal atau yang datang dari sumber berita yang yakin dan pasti (qathi), yaitu apapun yang yang telah ditetapkan oleh Al-Quran dan hadits qothi yaitu haditsmutawatir -. Apa saja yang tidak terbukti oleh kedua jalan tadi, yaitu akal serta nash Al-Quran dan hadits mutawatir, haram baginya untuk mengimani. Aqidah tidak boleh diambil kesuali dengan jalan yang pasti. Berdasarkan penjelasan ini, maka kita wajib beriman kepada apa yang ada sebelum kehidupan dunia, yaitu Allah SWT; dan kepada kehidupan setelah dunia, yaitu Hari Akhirat. Bila sudah diketahui bahwa penciptaan dan perintah-perintah Allah merupakan pokok pangkal kehidupan dunia, sedangkan perhitungan amal perbuatan manusia atas 11
apa yang telah dikerjakannya di dunia merupakan mata rantai dengan kehidupan setelah dunia, maka kehidupan ini harus dihubungkan dengan apa yang ada dengan sebelum dan sesudah kehidupan dunia. Manusia harus terikat dengan hubungan tersebut. Oleh karena itu, manusia wajib berjalan dalam kehidupan ini sesuai dengan peraturan Allah, dan wajib meyakini bahwa ia akan di-hisab di hari kiamat nanti atas seluruh perbuatan yang dilakukannya di dunia. Dengan demikian terbentuklah al-fikru al-mustanir tentang apa yang ada di balik alam semesta, hidup dan manusia. Telah terbentuk pula al-fikru al-mustanir tentang apa yang ada dengan sebelum dan sesudah kehidupan dunia. Bahwasannya kehidupan tersebut memiliki hubungan antara apa yang ada dengan sebelum dan sesudahnya, berarti terurailah problematika pokok secara sempurna dengan aqidah islamiyah. Apabila manusia berhasil memecahkan perkara ini, maka ia dapat beralih memikirkan kehidupan dunia serta mewujudkan mafahim yang benar dan produktif tentang kehidupan ini. Pemecahan inilah yang menjadi dasar bagi berdirinya suatu mabda (ideologi) yang dijadikan sebagai jalan menuju kebangkitan. Pemecahan itu pula yang menjadi dasar bagi berdirinya hadlarah yaitu suatu peradaban yang bertitik tolak dari mabda tadi. Disamping yang menjadi dasar yang melahirkan peraturan-peraturan dan dasar berdirinya Negara Islam. Dengan demikian, dasar berdirinya Islam baik secarafikrah (ide dasar) maupun thariqah (metoda pelaksanaan bagi fikrah) adalah aqidah islam. Allah SWT berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada Kitab yang diturunkan sebelumnya. Dan siapa saja yang mengingkari Allah dan Malaikat-Nya dan Kitab-Kitab-Nya dan Hari akhir maka ia telah sesat sejauh-jauh kesesatan (TQS. An-Nisa (4): 136). Apabila semua itu telah terbukti, sedangkan iman kepada-Nya adalah sesuatu keharusan, maka wajib bagi setiap muslim untuk beriman kepada syariat Islam secara total. Karena seluruh syariat ini telah tercantum dalam Al-Quran dan dibawa oleh Rasulullah SAW. Apabila tidak beriman berarti ia kafir. Oleh karena itu penolakan seseorang terhadap hukum-hukum syara secara keseluruhan, atau hukum-hukum qathi secara rinci dapat menyebabkan kekafiran, baik hukum- 12
hukum itu berkaitan dengan ibadat, muamalah, uqubat (sanksi), ataupun mathumat (yang berkaitan dengan makanan).
13
4 Sifat Penghuni Surga
Setiap muslim sangat menginginkan kebahagiaan abadi di surga kelak. Kenikmatannya tiada terkira. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Allah berfirman: Aku sediakan bagi hamba-hamba-Ku yang sholeh surga yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terbetik dalam hati manusia. Bacalah firman Allah Taala, Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan. (QS. As Sajdah 32: 17) (HR. Bukhari no. 3244 dan Muslim no. 2824)
Ada pelajaran penting dari surat Qaaf (surat yang biasa dibaca Nabi shallallahu alaihi wa sallam saat khutbah Jumat mengenai sifat-sifat penduduk surga. Ada 4 sifat penduduk surga yang disebutkan dalam surat tersebut sebagai berikut:
Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Rabb yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat, masukilah surga itu dengan aman, Itulah hari kekekalan. Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya. (QS. Qaf 50: 31-35)
Ada empat sifat yang disebutkan dalam ayat yang mulia ini, yaitu: (1) awwab (hamba yang kembali pada Allah), (2) hafiizh (selalu memelihara aturan Allah), (3) takut pada Allah, dan (4) datang dengan hati yang muniib (bertaubat).
Sifat Pertama: Awwab Yang dimaksud dengan awwab adalah kembali pada Allah dari maksiat kepada ketaatan pada-Nya, dari hati yang lalai mengingat-Nya kepada hati yang selalu mengingat-Nya. Ubaid bin Umair rahimahullah mengatakan, Awwab adalah ia mengingat akan dosa yang ia lakukan kemudian ia memohon ampun pada Allah atas dosa tersebut. Said bin Al Musayyib rahimahullah berkata, Yang dimaksud awwab adalah orang yang berbuat dosa lalu ia bertaubat, kemudian ia terjerumus lagi dalam dosa, lalu ia bertaubat.
Sifat Kedua: Hafiizh Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma mengatakan, Ia menjaga amanat yang Allah janjikan untuknya dan ia pun menjalankannya.Qotadah rahimahullah mengatakan, Ia menjaga kewajiban dan nikmat yang Allah janjikan untuknya. 14
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, Perlu diketahui nafsu itu ada dua kekuatan yaitu kekuatan offensive (menyerang) dan kekuatan defensive (bertahan). Yang dimaksud dengan awwab adalah kuatnya offensive dengan kembali pada Allah, mengharapkan ridho-Nya dan taat pada-Nya. Sedangkan hafiizh adalah kuatnya defensive yaitu menahan diri dari maksiat dan hal yang terlarang. Jadi hafiizh adalah menahan diri dari larangan Allah, sedangkan awwab adalah menghadap pada Allah dengan melakukan ketaatan pada-Nya.
Sifat Ketiga: Takut pada Allah Dalam firman Allah (yang artinya), Orang yang takut kepada Rabb yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya), terkandung makna pengakuan akan adanya Allah, akan rububiyah-Nya, akan ketentuan-Nya, akan ilmu dan pengetahuan Allah yang mendetail pada setiap keadaan hamba. Juga di dalamnya terkandung keimanan pada kitab, rasul, perintah dan larangan Allah. Begitu pula di dalamnya terkandung keimanan pada janji baik Allah, ancaman-Nya, dan perjumpaan dengan- Nya. Begitu pula di dalamnya terkandung keimanan pada janji baik Allah, ancaman- Nya, dan perjumpaan dengan-Nya. Seseorang dikatakan takut pada Allah (Ar Rahman) haruslah dengan memenuhi hal-hal yang telah disebutkan tadi.
Sifat Keempat: Datang dengan hati yang muniib Yang dimaksudkan dengan datang dengan hati yang muniib dijelaskan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, Kembali (dengan bertaubat) dari bermaksiat pada Allah, melakukan ketaatan, mencintai ketataan tersebut dan menerimanya.
Intinya yang dimaksud dengan sifat penghuni surga yang keempat adalah kembali kepada Allah dengan hati yang selamat, bertaubat pada-Nya, dan tunduk pada-Nya. Semoga dengan mengetahui empat sifat penghuni surga ini membuat kita semakin dekat pada Allah, bertaubat, menjauhi maksiat dan kembali taat pada-Nya. Sehingga kita dapat berjumpa dengan Allah dengan hati yang selamat. Aamiin Yaa Mujibas Saailin. Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihaat.
Pintu pertama Ini adalah pintu terbesar yang akan dimasuki setan yaitu hasad (dengki) dan tamak. Jika seseorang begitu tamak pada sesuatu, ketamakan tersebut akan membutakan, membuat tuli dan menggelapkan cahaya kebenaran, sehingga orang seperti ini tidak lagi mengenal jalan masuknya setan. Begitu pula jika seseorang memiliki sifat hasad, setan akan menghias-hiasi sesuatu seolah-olah menjadi baik sehingga disukai oleh syahwat padahal hal tersebut adalah sesuatu yang mungkar.
Pintu kedua Ini juga adalah pintu terbesar yaitu marah. Ketahuilah, marah dapat merusak akal. Jika akal lemah, pada saat ini tentara setan akan melakukan serangan dan mereka akan menertawakan manusia. Jika kondisi kita seperti ini, minta perlindunganlah pada Allah.
Pintu ketiga Yaitu sangat suka menghias-hiasi tempat tinggal, pakaian dan segala perabot yang ada. Orang seperti ini sungguh akan sangat merugi karena umurnya hanya dihabiskan untuk tujuan ini.
Pintu keempat Yaitu kenyang karena telah menyantap banyak makanan. Keadaan seperti ini akan menguatkan syahwat dan melemahkan untuk melakukan ketaatan pada Allah. Kerugian lainnya akan dia dapatkan di akhirat.
Pintu kelima Yaitu tamak pada orang lain. Jika seseorang memiliki sifat seperti ini, maka dia akan berlebih-lebiha n memuji orang tersebut padahal orang itu tidak memiliki sifat seperti yang ada pada pujiannya. Akhirnya, dia akan mencari muka di hadapannya, tidak mau memerintahkan orang yang disanjung tadi pada kebajikan dan tidak mau melarangnya dari kemungkaran. 16
Pinta keenam Yaitu sifat selalu tergesa-gesa dan tidak mau bersabar untuk perlahan-lahan. Padahal terdapat sebuah hadits dari Anas, di mana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu berasal dari setan. (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Yala dalam musnadnya dan Baihaqi dalam Sunanul Qubro. Syaikh Al Albani dalam Al Jami Ash Shoghir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Pintu ketujuh Yaitu cinta harta. Sifat seperti ini akan membuat berusaha mencari harta bagaimana pun caranya. Sifat ini akan membuat seseorang menjadi bakhil (kikir), takut miskin dan tidak mau melakukan kewajiban yang berkaitan dengan harta.
17
12 GOLONGAN YANG DIDOAKAN MALAIKAT 1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci. "Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa 'Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci". (HR Imam Ibnu Hibban dari Abdullah bin Umar)
2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat. "Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya 'Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia' (HR Imam Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Muslim 469)
3. Orang-orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah. "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang - orang) yang berada pada shaf - shaf terdepan" (Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra' bin 'Azib)
4. Orang-orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf). "Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang-orang yang menyambung shaf-shaf" (Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah)
5. Para malaikat mengucapkan 'Amin' ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah. "Jika seorang Imam membaca 'ghairil maghdhuubi 'alaihim waladh dhaalinn', maka ucapkanlah oleh kalian 'aamiin', karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu" (HR Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari 782)
18
6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat. "Para malaikat akan selalu bershalawat ( berdoa ) kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, 'Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia'" (HR Imam Ahmad dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106)
7. Orang-orang yang melakukan shalat shubuh dan 'ashar secara berjama'ah. "Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat 'ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat 'ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, 'Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?', mereka menjawab, 'Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat'" (HR Imam Ahmad dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 9140)
8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan. "Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata 'aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan' (HR Imam Muslim dari Ummud Darda', Shahih Muslim 2733)
9. Orang-orang yang berinfak. "Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, 'Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak'. Dan lainnya berkata, 'Ya Allah, 19
hancurkanlah harta orang yang pelit'" (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari 1442 dan Shahih Muslim 1010)
10. Orang yang sedang makan sahur. "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat (berdoa ) kepada orang- orang yang sedang makan sahur" Insya Allah termasuk disaat sahur untuk puasa"sunnah" (HR Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, dari Abdullah bin Umar)
11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit. "Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh" (HR Imam Ahmad dari 'Ali bin Abi Thalib, Al Musnad 754)
12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain. "Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain" (HR Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily)
Wallahualam bish shawwab. Sumber : Syaikh Dr. Fadhl Ilahi, Orang-Orang yang Didoakan Malaikat, Pustaka Ibnu Katsir,
20
Buah Ranum dari Keridhaan
.Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. (QS. Al- Bayyinah 98: 8) Keridhaan memiliki buah yang melimpah berupa keimanan. Orang yang ridha hatinya akan terangkat hingga tempat yang paling tinggi, yang kemudian mempengaruhi keyakinannya yang semakin mendalam dan kuat mengakar. Pengaruhnya kemudian adalah kejujuran dalam berucap, berbuat dan berperilaku. Kesempurnaan ubudiyahnya lebih disebabkan kemampuannya menjalankan konsekuensi-konsekuensi hukum yang sebenarnya berat baginya. Tapi, ketika hanya hukum-hukum yang ringan saja yang ia jalankan maka itu akan membuat jarak ubudiyahnya dengan Rabbnya semakin jauh. Dalam konteks bahwa ubudiyah itu berarti kesabaran, tawakal, keridhaan, rasa rendah diri, rasa membutuhkan, ketaklukan, dan ketundukkan, maka ubudiyah itu tidak akan sempurna kecuali dengan menjalankan keharusan yang memang berat untuk dilakukan. Keridhaan terhadap qadha bukan berarti ridha terhadap qadha , yang tidak memberatkan, tapi terhadap yang menyakitkan dan memberatkan. Hamba tidak berhak mengatur qadha dan qadar Allah, dengan menerima yang ia mau dan tidak menerima yang tidak ia mau. Karena pada dasarnya manusia itu tidak diberi hak untuk memilih: hak itu mutlak wewenang Allah karena Dia lebih mengetahui, lebih bijaksana, lebih agung dan lebih tinggi. Karena Allah mengetahui alam ghaib, mengetahui segala rahasia, dan mengetahui akibat dari segala hal. Saling Meridhai Satu hal yang harus disadari adalah bahwa keridhaan hamba kepada Allah dalam segala hal akan membuat Rabbnya ridha kepadanya. Ketika hamba ridha dengan rizki yang sedikit, maka Rabbnya akan ridha kepadanya dengan amal sedikit yang dia persembahkan. Ketika hamba ridha terhadap semua keadaan yang melingkupinya dan tetap mempertahankan kualitas keridhaannya itu maka Allah akan cepat meridhainya ketika dia meminta keridhaan-Nya. Dengan kacamata itu, lihatlah orang-orang yang ikhlas, 21
walaupun ilmu mereka sedikit tapi Allah meridhai semua usaha mereka karena memang mereka ridha kepada Allah dan Allah meridhai mereka. Berbeda dengan orang-orang munafik yang selalu ditolak amalan mereka. Mereka tidak menerima apa yang telah Allah turunkan dan tidak suka terhadap keridhaan-Nya, maka Allah pun menyia- nyiakan amalan-amalan mereka. Faedah dari Keridhaan Keridhaan akan menciptakan ketenangan, hati yang dingin, ketegaran dalam menghadapi berbagai permasalahan yang tumpang tindih dan yang muncul deras sekali. Hati yang ridha akan yakin sepenuhnya kepada janji Allah dan Rasul-Nya. Hati orang seperti ini seakan dibisikan suara,Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul- Nya kepada kita. dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan. (QS. Al-Ahzab 33: 22) Sebaliknya, tidak menerima akan membuat hati tidak tenang, ragu dan cemas, tidak tegar, sakit hati dan bergejolak. Hati menjadi bergejolak dan terganggu, seakan didalamnya ada suara membisikan,Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada Kami melainkan tipu daya. Naudzubillahi Orang-orang yang memiliki hati seperti ini akan mengakui kebenaran jika datang kebenaran, dan akan berpaling jika mereka dituntut untuk memenuhi tugas mereka. Ketika mereka diberi kebaikan maka mereka akan merasa tenang, tapi ketika diuji maka mereka akan berubah menjadi buruk. Mereka akan merugi di dunia dan akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. QS. Al Hajj 22:11. Dan, keridhaan akan memberikan ketenangan, sesuatu yang paling berharga. Karena ketenangan akan membuat hati menjadi tegar, keadaan terkendali dan hati menjadi jernih. Dan tidak menerima hanya akan menjauhkannya dari ketenangan itu, jauh dekatnya tergantung pada besar kecilnya ketidakpuasan terhadap keadaan. Ketika ketenangan itu hilang maka dengan serta merta kegembiraan, rasa aman, dan kedamaian hidup, juga akan lenyap. Itu berarti bahwa nikmat terbesar yang Allah berikan kepada hamba-Nya adalah ketenangan di hati. Dan bagaimana itu bisa didapatkan? Tentunya, dengan keridhaannya kepada Allah bagaimana pun keadaan yang melingkupinya. 22
Keselamatan Itu Ada Bersama Keridhaan Keridhaan akan membukakan pintu keselamatan. Keridhaan akan membuat hati menjadi terbebas dan bersih dari tipu daya, kebusukan dan kedengkian. Karena hanya orang yang berhati bersihlah yang akan selamat dari adzab Allah, sebab hati yang bersih adalah hati yang jauh dari syubuhat, dari keraguan dari menyekutukan Allah dan dari jerat-jerat Iblis yang menyesatkan. Dalam hati seperti ini hanya ada satu: Allah. Katakanlah: Allah-lah (yang menurunkannya), kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain- main dalam kesesatannya. QS Al Anam 6:91. Adalah mustahil dalam hati yang bersih itu masih terdapat rasa tidak menerima. Semakin hamba itu ridha maka semakin bersih hatinya. Kotoran hati, kebusukan dan tipu daya adalah kaitan dari sikap tidak menerima. Sedangkan kebersihan, kelurusan dan kemuliaan hati adalah kaitan keridhaan. Kedengkian adalah buah dari sikap yang tidak menerima. Dan hati yang bersih dari unsur dengki, adalah buah dari keridhaan. Diibaratkan , keridhaan adalah pohon yang baik, yang disirami dengan air keikhlasan dan ditanam di kabut tauhid. Akarnya keimanan, dahan-dahannya adalah amal shaleh, dan buahnya sangat manis. Disebutkan dalam hadits: Yang akan mencicipi rasa iman adalah orang yang ridha kepada Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai Rasul. Atau, seperti disebutkan dalam hadits yang lain: Ada tiga hal yang bila ketiganya itu menyatu dalam dirinya maka dia akan mendapatkan manisnya iman (Mutafaq Alaih) Buah dari Keimanan adalah Rasa Bersyukur Keridhaan akan membuahkan rasa syukur yang merupakan level keimanan tertinggi, bahkan merupakan hakikat dari keimanan itu sendiri. Dalam tahapan iman, rasa syukur itu adalah puncaknya. Orang yang tidak ridha terhadap pemberian Allah, keputusan-Nya, penciptaan-Nya, pengaturan-Nya, terhadap yang diambil dan yang diberikan-Nya, tidak akan bisa bersyukur kepada Allah. Dan itu artinya, orang yang bersyukur adalah orang yang paling menikmati hidup.
23
7 Pintu Terbesar yang Dimasuki Syetan
Pintu pertama Ini adalah pintu terbesar yang akan dimasuki setan yaitu hasad (dengki) dan tamak. Jika seseorang begitu tamak pada sesuatu, ketamakan tersebut akan membutakan, membuat tuli dan menggelapkan cahaya kebenaran, sehingga orang seperti ini tidak lagi mengenal jalan masuknya setan. Begitu pula jika seseorang memiliki sifat hasad, setan akan menghias-hiasi sesuatu seolah-olah menjadi baik sehingga disukai oleh syahwat padahal hal tersebut adalah sesuatu yang mungkar.
Pintu kedua Ini juga adalah pintu terbesar yaitu marah. Ketahuilah, marah dapat merusak akal. Jika akal lemah, pada saat ini tentara setan akan melakukan serangan dan mereka akan menertawakan manusia. Jika kondisi kita seperti ini, minta perlindunganlah pada Allah.
Pintu ketiga Yaitu sangat suka menghias-hiasi tempat tinggal, pakaian dan segala perabot yang ada. Orang seperti ini sungguh akan sangat merugi karena umurnya hanya dihabiskan untuk tujuan ini.
Pintu keempat Yaitu kenyang karena telah menyantap banyak makanan. Keadaan seperti ini akan menguatkan syahwat dan melemahkan untuk melakukan ketaatan pada Allah. Kerugian lainnya akan dia dapatkan di akhirat.
Pintu kelima Yaitu tamak pada orang lain. Jika seseorang memiliki sifat seperti ini, maka dia akan berlebih-lebiha n memuji orang tersebut padahal orang itu tidak memiliki sifat seperti yang ada pada pujiannya. Akhirnya, dia akan mencari muka di hadapannya, tidak mau 24
memerintahkan orang yang disanjung tadi pada kebajikan dan tidak mau melarangnya dari kemungkaran.
Pintu keenam Yaitu sifat selalu tergesa-gesa dan tidak mau bersabar untuk perlahan-lahan. Padahal terdapat sebuah hadits dari Anas, di mana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu berasal dari setan. (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Yala dalam musnadnya dan Baihaqi dalam Sunanul Qubro. Syaikh Al Albani dalam Al Jami Ash Shoghir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Pintu ketujuh Yaitu cinta harta. Sifat seperti ini akan membuat berusaha mencari harta bagaimana pun caranya. Sifat ini akan membuat seseorang menjadi bakhil (kikir), takut miskin dan tidak mau melakukan kewajiban yang berkaitan dengan harta.
25
7 karakter binatang yang ada di dalam diri manusia berdasarkan Al-Qur'an
Ketika manusia diciptakan oleh Allah, dalam Al Qur'an surat Az Zariyat 56, Allah berfirman "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu". maka Allah telah memuliakan kita.. menjadi hamba Allah yang mau tidak mau harus taat kepada Allah, mengikuti semua aturan-aturan Allah tanpa tawar menawar. Namun manusia adalah mahluk yang dzalim.. ketika Allah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung yang kemudian menolak tugas itu,.. manusia menyanggupi untuk memikul amanat itu.. (Al Ahzab:72-73) padahal.. seperti kita tahu.. kita adalah mahluk Allah yang paling banyak berbuat lalai, membuat kerusakan di darat dan dilaut. berikut ini 7 karakter binatang yang dikatakan Allah di dalam Al Quran yang ada di dalam diri manusia. 1. Seperti Anjing. "Dan kalau Kami menghendaki; sesungguhnya Kami tingikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan bawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami Maka ceritakanlan (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir Amat buruklah perummpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim'. (QS. 7:176-177) 2. Seperti Binatang Ternak, QS Al A'raf:179 "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk neraka jahanam banyak dari jin dan manusia yang mempunyai hati (tetapi) tidak mahu memahaminya dengannya (ayat-ayat Allah) dan yang mempunyai mata (tetapi) tidak mahu melihat dengannya (bukti keEsaan Allah) dan yang mempunyai telinga (tetapi) tidak mahu mendengar dengannya (ajaran dan nasihat); mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi; mereka itulah orang-orang yang lalai" 26
3. Seperti Kera, QS Al A'raf 165 "Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: "Jadilah kamu kera yang hina.Sebagian ahli tafsir memandang bahwa ini sebagai suatu perumpamaan , artinya hati mereka menyerupai hati kera, karena sama-sama tidak menerima nasehat dan peringatan. 4. Seperti Babi, "Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang- orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, Yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi[424] dan (orang yang) menyembah thaghut?". mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus" (QS. Al Maidah:60) 5. Seperti Laba-laba, "perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung- pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.(QS. Al Ankabut:41) 6. Seperti Nyamuk, ". Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu[33]. Adapun orang-orang yang beriman, Maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?." dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah[34], dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik. (QS Al Baqarah:26) 7. Seperti Keledai, ". perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya[1474] adalah seperti keledai yang membawa Kitab-Kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.(QS Al Jumuah:5)
27
9 Orang yang dicintai Allah Sebagai muslim, kita ingin Allah ridha terhadap kita dan ridha Allah itu diberikan kepada orang yang dicintaiNya. Al Qur'an menyebutkan 9 orang yang dicintai Allah Subhanahu wata'ala. 1. Orang yang mengikuti pola hidup Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. setiap muslim harus mengenal Rasulullah agar dia bisa mengikuti pola hidupnya sehingga bisa dicintai Allah sebagaimana firmanNya dalam Al Qur'an Surat Ali Imran: 31 "Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." 2. Orang yang beriman dengan benar. orang yang beriman dengan benar dan membutuhkannya dengan amal shaleh merupakan orang yang disayangi Allah sesuai dengan firmanNya: ". Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat- Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (QS Al Ahzab:43) 3. Orang yang bertaqwa. Ketaqwaan kepada Allah, membuat kita menjadi mulia dan memperoleh kecintaan Allah sebagaimana disebutkan dalam firmanNya; "(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa" (QS Ali Imran:76) 4. Orang yang berbuat baik, banyaknya kebaikan yang dilakukan dan membuat kehidupan di dunia ini terasa indah. Allah sangat cinta kepada hambaNya yang berbuat kebaikan sebagaimana dalam firmanNya: "dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang berbuat baik." 5. Orang yang menegakkan keadilan. berlaku adil kepada orang yang sedang berselisih merupakan hal yang sangat penting karena itulah Allah mencintai orang yang berlaku adil. dalam Al Qur'an surat Al Hujurat ayat 9 Allah berfirman:". dan 28
kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil." 6. Orang yang sabar, firman Allah dalam QS Ali Imran:146 "dan berapa banyaknya Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar". 7. Orang yang bertawakkal, manusia yang berserah diri kepada Allah semata, setelah melakukan upaya yang maksimal dan memohon yang terbaik serta ridha terhadap ketetapan Allah. Al Qur'an Surat Ali Imran: 159 "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang ertawakkal kepada-Nya." 8. Orang yang bertaubat. Al Baqarah:222 "....... Sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." 9. Orang yang berjuang di jalan Allah. Islam merupakan agama yang harus diperjuangkan secara berjamaah dengan kerjasama yang baik. As Shaff:4 "Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh"
Semoga kita bersama-sama berusaha untuk mendapatkan cinta dari Allah Subhanahu wa ta'ala
29
Jalan Menuju Ketenangan Jiwa
Dalam hidup ini manusia sering menghadapi ujian yang berat, yang mengakibatkan kecemasan, ketakutan, kegelisahan, ketidak tenangan. Bahkan tidak sedikit manusia yang akhirnya kalap sampai kepada titik yang paling lemah, yaitu.... BUNUH DIRI.
Oleh karena itu ketenangan dan kedamaian jiwa sangat diperlukan, Allah menyebutkan 5 jalan menuju ketenangan jiwa yang ada di dalam Al Qur'an sebagai berikut: 1. Dengan dzikrullah, yaitu selalu berdzikir kepada Allah. ketika kita ketakutan, kita berta'awudz. ketika kita melakukan kesalahan kita cepat beristighfar dengan sungguh-sungguh. ketika mendapat nikmat kita mengucapkan hamdalah, melihat kebesaran Allah kita mengucap subhanallahu, ketika kita menerima ujian atau musibah, kita mengucap innalillahi wa inna ilaihi rodjiuun. jadi hati kita terus menerus mengingat Allah. Allah berfirman dalam Al Qur'an surat 13 Ayat 28 "Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenteram". 2. Yakin dengan pertolongan Allah yang sangat dekat. ketika kita menghadapi ujian, kita yakin bahwa ujian layaknya sebagai tamu, yang tidak akan pernah tinggal lama, sehingga kita bersabar dan tetap bertawakkal kepada Allah dan selalu tidak pernah berhenti memohon pertolongan Allah,hanya bergantung kepadaNya. Allah berfirman dalam QS surat 8:10 "Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". ayat di atas, telah dikatakan sebelumnya di dalam Al Qur'an Surat Ali Imran:214, (dengan makna yang sama). Kemudian di dalam QS Al Baqarah: 214 "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang- orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan dengan bermacam-macam cobaan, sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya,"Bilakah datang pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat". 3. Memperhatikan bukti-bukti kekuasaan Allah. dengan memperhatikan bukti-bukti kekuasaan Allah hati akan menjadi tenteram. 4. Bersyukur, QS An Nahl = 16:112 5. Tilawah, tazmi, tadabbur Al Qur'an (QS 39 ayat 23)"Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik yaitu Al Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang. gemetar karenanya kulit orang-orang yang menjadi takut kepada TUhanNya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendakiNya. dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya". 30
Allah berfirman di dalam surat Al Fajr: 27-30 "Hai jiwa yang tenang kembalilah kepada TUhanmu dengan hati yang puas lagi diridhaiNya maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hambaKu dan masuklah ke dalam surgaKu".
31
4 Sikap Manusia terhadap Setan 1. Jangan jadikan setan itu sebagai saudara,dan jauhilah sifat-sifat syetan. salah satu sifat setan adalah boros. banyak dari kita memiliki harta untuk dibelanjakan bukan di jalan Allah, melainkan dengan berlebih-lebihan. hal ini tercantum dalam Al Qur'an (Al Isra:27) "sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhan-nya". 2. Janganlah setan dijadikan pemimpin dan pelindung. Qur'an An Nahl:99-100 "Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya" "sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah". 3. Janganlah setan dijadikan sebagai kawan. Qur'an Surat Al Hajj:3-4 "diantara manusia ada orang yang membantah tentang ALLAH tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap setan yang sangat jahat". "yang telah ditetapkan terhadap setan itu, bahwa barang siapa yang berkawan dengan dia akan menyesatkannya dan membawanya ke azab neraka". 4. Jadikanlah setan sebagai musuh. Qur'an Surat Al Baqarah:208 "hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu". Berdasarkan uraian di atas, maka manusia harus memahamkan di dalam akal dan pikirannya bahwa apa-apa yang datang dari Al Qur'an bukanlah kisah dongeng yang sembari lewat saja dan tidak berbekas di dalam hati. jika kita berpikir di dalam akal kita yang meyakini adanya Allah.. Mau lari kemana kita? mau sembunyi dimana kita? kita tetap akan bertemu dengan Allah. dan sungguh Allah maha Teliti perhitungannya. Sudah tahu setan itu musuh kita... tapi masih banyak diantara kita yang menjadikan setan sebagai kawan, dan pemimpin serta pelindung bagi kita? Naudzubillahimindzalik.