You are on page 1of 26

Sken 1

Agrippina Perdiani
102010264
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
agrippinaperdiani@yahoo.com

Pendahuluan


Tanatologi
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan
logos(ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari
kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi
perubahan tersebut.
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul
dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan peredaran
darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang, kulit pucat
dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pascamati yang jelas yang
memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti
kematian berupa lebam mayat (hipostasis atau ilvidiias pasca-mati), kaku mayat (rigor mortis),
penurunan suhu tubuh, pembusukan, mumifikasi dan adiposera.
Tanda pasti kematian.
Lebam mayat (livor mortis)
Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya tarik bumi
(gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna merah ungu (livide) pada bagian
terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras.
Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal dari endotel pembuluh darah.
Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya
bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum waktu ini, lebam mayat
masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat berpindah jika posisi mayat diubah.
Memucatnya lebam akan lebih cepat dan lebih sempurna apabila penekanan atau perubahan
posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6 jam pertama setelah mati klinis. Tetapi, walaupun
setelah 24 jam, darah masih tetap cukup cair sehingga sejumlah darah masih dapat mengalir dan
membentuk lebam mayat di tempat terendah yang baru. Kadang-kadang dijumpai bercak per-
darahan berwarna biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam mayat
disebabkan oleh bertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit
berpindah lagi. Selain itu kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit
perpindahan tersebut.
Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian; memperkirakan sebab kematian,
misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna kecoklatan pada
keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan
setelah terjadinya lebam mayat yang menetap; dan memperkirakan saat kematian.
Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap dilakukan
perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk lebam mayat
baru di daerah dada dan perut. Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada
penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat pemeriksaan.
Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka keadaan ini
digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi). Bila pada
daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna merah darah
akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah tidak menghilang.
Kaku mayat (rigor mortis)
Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolisme tingkat seluler masih
berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini
digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin
dan miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk
lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku.
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak kira-kira 2
jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah dalam
(sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal. Setelah
mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian
menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai pemendekan serabut
otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi teregang, maka saat kaku
mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot. Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku
mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan
otot-otot kecil dan suhu lingkungan tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan
tanda pasti kematian dan memperkirakan saat kematian.
Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat:
Cadaveric spasm (instantaneous rigor), adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi pada saat
kematian dan menetap. Cadaveric spasm sesungguhnya merupakan kaku mayat yang timbul
dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah akibat
habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena
kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal. Cadaveric spasm ini jarang
dijumpai, tetapi sering terjadi dalam masa perang. Kepentingan medikolegalnya adalah
menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda
yang diraihnya pada kasus tenggelam, tangan yang menggenggam senjata pada kasus bunuh diri.
Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-otot berwarna
merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada korban mati
terbakar. Pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi
leher, siku, paha dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini
tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab atau cara
kematian.
Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi pembekuan
cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, sehingga bila
sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi.
Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang
lebih dingin, melalui cara radiasi,konduksi, evaporasi dan konveksi. Grafik penurunan suhu
tubuh ini hampir berbentuk kurva sigmoid atau seperti huruf S. Kecepatan penurunan suhu
dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi tubuh,
pakaian. Selain itu suhu saat mati perlu diketahui untuk perhitungan perkiraan saat kematian.
Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin
dengan kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau
berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil.
Berbagai rumus kecepatan penurunan suhu tubuh pasca mati ditemukan sebagai hasil dari
penelitian di negara barat, namun ternyata sukar dipakai dalam praktek karena faktor-faktor yang
berpengaruh di atas berbeda pada setiap kasus, lokasi, cuaca dan iklim. Meskipun demikian
dapat dikemukakan di sini formula Marshall dan Hoare (1962) yang dibuat dari hasil penelitian
terhadap mayat telanjang dengan suhu lingkungan 15.5 derajat Celcius, yaitu penurunan suhu de-
ngan kecepatan 0.55 derajat Celcius tiap jam pada 3 jam pertama pasca mati, 1,1 derajat Celcius
tiap jam pada 6 jam berikutnya, dan kira-kira 0.8 derajat Celcius tiap jam pada periode
selanjutnya. Kecepatan penurunan suhu ini menurun hingga 60% bila mayat berpakaian. Peng-
gunakan formula ini harus dilakukan dengan hati-hati mengingat suhu lingkungan di Indonesia
biasanya lebih tinggi (kurva penurunan suhu lebih landai).
Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat mati melalui pengukuran
suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Caranya adalah
dengan melakukan 4-5 kali penentuan suhu rektal dengan interval waktu yang sama (minimal 15
menit). Suhu lingkungan diukur dan dianggap konstan karena faktor-faktor lingkungan dibuat
menetap, sedangkan suhu saat mati dianggap 37 derajat Celcius bila tidak ada penyakit demam.
Penelitian membuktikan bahwa perubahan suhu lingkungan kurang dari 2 derajat Celcius tidak
mengakibatkan perubahan yang beimakna. Dari angka-angka di atas, dengan menggunakan
rumus atau grafik dapat ditentukan waktu antara saat mati dongan, saat pemeriksaan. Saat ini
telah tersedia program kom puter guna penghitungan saat mati melalui cara ini.
Pembusukan (decomposition, putrefaction)
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan keija bakteri.
Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolisis
timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pascamati dan hanya dapat dicegah
dengan pembekuan jaringan.
Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan.
Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh. Sebagian besar bakteri
berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. Pada proses pembusukan ini
terbentuk gas-gas alkana, H2S dan HCN, serta asam amino dan asam lemak.
Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut kanan
bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta terletak dekat
dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-hemo-globin. Secara
bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau busukpun mulai
tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna hijau
kehitaman. Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan
kemerahan berbau busuk.
Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan mengakibatkan
tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas yang terdapat di
dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik (krepitasi). Gas ini me-
nyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar terdapat di daerah
dengan jaringan longgar, seperti skrotum dan payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti
petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat
terkumpulnya gas pembusukan di dalam rongga sendi.
Selanjutnya, rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah menggembung dan
berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem, bibir tebal, lidah
membengkak dan sering terjulur diantara gigi. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan wajah
asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga. Hewan pengerat akan merusak
tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati, terutama bila mayat dibiarkan tergeletak di daerah
rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat khas berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi
bergerigi.
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira 36-48 jam
pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca mati, di alis mata,
sudut mata, lubang hidung dan diantara bibir. Telur lalat tersebut kemudian akan menetas
menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang
larva, maka dapat diketahuf usia larva tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan
saat mati, dengan asumsi bahwa lalat biasanya secepatnya meletakkan telur setelah seseorang
meninggal (dan tidak lagi dapat mengusir lalat yang hinggap).
Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda. Perubahan
warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu kecoklatan. Mukosa
saluran napas menjadi kemerahan, en-dokardium dan intima pembuluh darah juga kemerahan,
akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu mengakibatkan warna coklat
kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi berongga seperti spons, limpa
melunak dan mudah robek. Kemudian alat-dalam akan mengerut. Prostat dan uterus non gravid
merupakan organ padat yang paling lama bertahan terhadap perubahan pembusukan.
Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26.5 derajat Celcius hingga
sekitar suhu normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh
gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat terdapat juga berperan.
Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan yang terdapat
dalam air atau dalam tanah. Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang berada dalam
tanah : air : udara adalah 1 : 2 : 8. Bayi baru lahir umumnya lebih lambat membusuk, karena
hanya memiliki sedikit bakteri dalam tubuhnya dan hilangnya panas tubuh yang cepat pada bayi
akan menghambat pertumbuhan bakteri.
Adiposera atau lilin mayat
Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau berminyak, berbau
tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu disebut sebagai saponifikasi,
tetapi istilah adiposera lebih disukai karena menunjukkan sifat-sifat dian-tara lemak dan lilin.
Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis lemak
dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca mati yang tercampur
dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi (Mant dan Furbank, 1957)
dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial (Evans, 1962). Adiposera terapung di air, bila
dipa-naskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut di dalam alkohol panas dan eter.
Adiposera dapat terbentuk di sebarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi lemak
superfisial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat terlihat di
pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak tubuh berubah
menjadi adiposera.
Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga bertahun-
tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih dimungkinkan. Faktor-
faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban dan lemak tubuh yang
cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir yang membuang elektrolit. Udara
yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan mempercepat. Invasi
bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan mempercepat pembentukannya.
Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan dehidrasi
jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0.5% asam lemak bebas, tetapi
dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12 minggu menjadi 70%
atau lebih. Pada saat ini adiposera menjadi jelas secara makroskopik sebagai bahan berwarna
putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian lunak tubuh. Pada stadium
awal pembentukannya sebelum makroskopik jelas, adiposera paling baik dideteksi dengan
analisis asam palmitat.
Mummifikasi
Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat
sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan.
Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan tidak membusuk
karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Mumifikasi terjadi bila
suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang
lama (12-14 minggu). Mumifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.
Perkiraan saat kematian
Selain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk
memperkirakan saat mati.
1. Perubahan pada mata. Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, skiera di kiri-kanan
kornea akan berwarna kecolkatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di
tepi kornea (taches noires sclrotiques). Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis.
Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air,
tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan
tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati. Baik
dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10-12 jam
pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas. Setelah kematian
tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada penekanan bola mata.
Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati. Perubahan pada retina
dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. Hingga 30 menit pasca mati
tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus optikus. Kemudian hingga 1
jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi. Selama dua jam pertama
pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning. Warna kuning juga
tampak disekitar makula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola vaskular koroid
yang tampak sebagai bercak-bercak dengan latar belakang merah dengan pola segmentasi
yang jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam
menjadi homogen dan lebih pucat. Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur
dan hanya pembuluhpembuluh besar yang mengalami segmentasi yang dapat dilihat
dengan latar belakang kuning-kelabu. Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai
tepi retina dan batas diskus akan sangat kabur. Pada 12 jam pasca mati diskus hanya
dapat dikenali dengan adanya konvergensi beberapa segmen pembuluh darah yang
tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina
dan diskus, hanya makula saja yang tampak berwarna coklat gelap.
2. Perubahan dalam lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga
tidak dapat digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan
saat mati. Namun keadaan lambung dan isinya mungkin membantu dalam membuat
kepu-tusan. Ditemukannya makanan tertentu (pisang, kulit tomat, biji-bijian) dalam isi
lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal telah
makan makanan tersebut.
3. Perubahan rambut. Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0.4
mm/hari, panjang rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk memperkirakan
saat kematian. Cara ini hanya dapat digunakan bagi pria yang mempunyai kebiasaan
mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat terakhir ia mencukur.
4. Pertumbuhan kuku. Sejalan dengan hal rambut tersebut di atas, pertumbuhan kuku yang
diperkirakan sekitar 0,1 mm per hari dapat digunakan untuk memperkirakan saat
kematian bila dapat diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku.
5. Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg%
menunjukkan ke-matian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang dari
80mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari 5 mg% dan 10
mg% masing-masing menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam dan 30 jam.
6. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar Kalium yang cukup akurat untuk
memperkirakan saat kematian antara 24 hingga 100 jam pasca mati.
7. Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca
mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya.
Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan
permeabilitas dari sel yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses
ke-matian dapat menimbulkan perubahan dalam darah bahkan sebelum kematian itu
terjadi. Hingga saat ini belum ditemukan perubahan dalam darah yang dapat digunakan
untuk memperkirakan saat mati dengan lebih tepat.
8. Reaksi supravital, yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama
seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Beberapa uji dapat dilakukan
terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik masih dapat menimbulkan
kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati dan mengakibatkan sekresi kelenjar
keringat sampai 60-90 menir pasca mati, sedangkan trauma masih dapat menimbulkan
perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.

TRAUMATOLOGI FORENSIK
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya dengan
berbagai kekerasan (rudapaksa), sedangkan yang dimaksudkan dengan luka adalah suatu
keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan.
Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat:
Mekanik:
Kekerasan oleh benda tajam
Kekerasan oleh benda tumpul
Tembakan senjata api
Fisika:
Suhu
Listrik dan petir
Perubahan tekanan udara
Akustik
Radiasi
Kimia:
Asam atau basa kuat
LUKA AKIBAT KEKERASAN BENDA SETENGAH TAJAM
Yang dimaksud dengan kekerasan benda setengah tajam adalah cedera akibat kekerasan
benda tumpul yang mempunyai tepi rata, misalnya tepi meja, lempengan besi, gigi dan
sebagainya. Luka yang terjadi adalah luka dengan ciri-ciri luka akibat kekerasan tumpul namun
bentuknya beraturan.
Jejas-gigit (bite-mark) merupakan luka lecet tekan atau hematoma berbentuk garis lengkung
terputus-putus. Pada luka tersebut dilakukan pengukuran, pemotretan berskala dan swab air liur
(untuk penentuan golongan darah pelaku). Cetakan gigi tersangka perlu dibuat untuk digunakan
pada perbandingan. Pada korban hidup, luka gigitan umumnya masih 'baik' bentuk dan
ukurannya sampai 3 jam pasca trauma, setelah itu dapat berubah bentuk akibat elastisitas kulit.

LUKA AKIBAT KEKERASAN BENDA TAJAM
Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini adaiah benda yang
memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-alat seperti
pisau golok, dan sebagainya hingga keping kaca, gelas, logam, sembilu, bahkan tepi kertas atau
rumput.
Gambaran umum luka yang diakibatkannya adaiah tepi dan dinding luka yang rata, berbentuk
garis, tidak terdapat jembatan-jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau titik. Luka akibat
kekerasan benda tajam dapat berupa luka iris atau sayat, luka tusuk dan luka bacok.
Selain gambaran umum luka tersebut di atas, luka iris atau sayat dan luka bacok mempunyai
kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka. Sudut luka yang lancip
dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat pergeseran senjata sewaktu ditarik atau
akibat bergeraknya korban. Bila dibarengi gerak memutar, dapat menghasilkan luka yang tidak
selalu berupa garis.
Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah berupa
pisau bermata satu atau bermata dua. Bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul, berarti
benda penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. Bila kedua sudut luka lancip, luka tersebut
dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata satu dapat menimbulkan
luka tusuk dengan kedua sudut luka lancip apabila hanya bagian ujung benda saja yang
menyentuh kulit, sehingga sudut luka dibentuk oleh ujung dan sisi tajamnya. Kulit di sekitar luka
akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukkan adanya luka lecet atau luka memar,
kecuali bila bagian gagang turut membentur kulit.
Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam penyebabnya,
demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang benda tajam tersebut.
Hal ini disebabkan oleh faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban. Umumnya luka akibat
kekerasan benda tajam pada kasus pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan memiliki ciri-ciri
berikut:
Pembunuhan Bunuh diri Kecelakaan
Lokasi luka sembarang terpilih terpapar
Jumlah luka banyak banyak tunggal/banyak
Pakaian terkena tidak terkena terkena
Luka tangkis ada tidak ada tidak ada
Luka percobaan tidak ada ada tidak ada
Cedera sekunder mungkin ada tidak ada mungkin ada

Ciri-ciri pembunuhan di atas dapat dijumpai pada kasus pembunuhan yang disertai perkelahian.
Tetapi bila tanpa perkelahian maka lokasi luka biasanya pada daerah fatal dan dapat tunggal.
Luka tangkis merupakan luka yang terjadi akibat perlawanan korban dan umumnya ditemukan
pada telapak dan punggung tangan, jari-jari tangan, punggung lengan bawah dan tungkai.
Pemeriksaan pada kain (baju) yang terkena pisau bertujuan untuk melihat interaksi antara pisau-
kain-tubuh, yaitu melihat letak/lokasi kelainan, bentuk robekan, adanya partikel besi (reaksi
biru berlin dilanjutkan dengan pemeriksaan spektroskopi), serat kain dan pemeriksaan terhadap
bercak darahnya.
Bunuh diri yang menggunakan benda tajam biasanya diarahkan pada tempat yang cepat
mematikan misalnya leher, dada kiri, pergelangan tangan, perut (harakiri) dan lipat paha. Bunuh
diri dengan senjata tajam tentu saja akan menghasilkan luka-luka pada tempat yang terjangkau
oleh tangan korban serta biasanya tidak menembus pakaian karena umumnya korban
menyingkap pakaian terlebih dahulu.
Luka percobaan khas ditemukan pada kasus bunuh diri yang menggunakan senjata tajam,
sehubungan dengan kondisi kejiwaan korban. Luka percobaan tersebut dapat berupa luka sayat
atau luka tusuk yang dilakukan berulang dan biasanya sejajar.
Yang dimaksud dengan kecelakaan pada tabel di atas adalah kekerasan tajam yang terjadi tanpa
unsur kesengajaan misalnya kecelakaan industri, kecelakaan pada kegiatan sehari-hari;
sedangkan cedera sekunder adalah cedera yang terjadi bukan akibat benda tajam penyebab,
misalnya luka yang terjadi akibat terjatuh.
INTRAVITALITAS ATAU REAKSI VITAL TERHADAP LUKA
Pada tubuh manusia yang masih hidup, adanya trauma akan menyebabkan timbulnya reaksi
tubuh terhadap trauma tersebut. Dengan menemukan reaksi tubuh terhadap trauma, maka dapat
dipastikan bahwa saat terjadi trauma, yang bersangkutan masih hidup, atau dengan perkataan
lain, luka terjadi intravital. Reaksi vital yang umum adalah perdarahan berupa ekimosis,
petechiae dan terjadinya emboli.
Pada penilaian terhadap perdarahan, harus diiakukan dengan teliti terutama bila luka terletak di
daerah hipostasis. Luka-luka pada korban harus diperhatikan dengan seksama termasuk saluran
luka/ kerusakan jaringan bawah kulit.
Emboli lemak dapat terjadi pada kasus patah tulang dan trauma tumpul jaringan lemak
sedangkan emboli udara terjadi bila ada vena superfisial yang terbuka dan emboli jaringan dapat
terjadi bila alat dalam, misalnya hati mengalami kerusakan.
Kadar laktat darah dapat digunakan sebagai cerminan reaksi adrenergik, adalah parameter
terjadinya suatu situasi stres premortal, misalnya pada kecelakaan pesawat terbang.
Reaksi radang, sepsis dan terjadinya ulcus duodeni/ventrikulus (curling's ulcer) dapat pula
sebagai indikator intravitalitas. Luka bakar intravital dapat ditentukan dengan dengan melihat
adanya eritema di sekeliling vesikel/bullae dan pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
pelebaran kapiler, sebukan lekosit PMN, perdarahan dan edema.
Adanya jelaga pada saluran napas dan lambung serta CO-Hb darah (10%), serta cyanida
(kadang-kadang) menunjukkan bahwa orang tersebut masih hidup sewaktu terbakar. Reaksi
intravital terhadap trauma dapat pula tampak sebagai peningkatan kadar histamin bebas serta
serotonin pada jaringan yang mengalami trauma. Demikian pula perubahan aktivitas enzimatik
LDH pada jaringan yang mengalami perlukaan, reaksi penyembuhan dan terjadinya granulasi
serta terjadinya sebukan sel radang baik yang akut maupun yang kronik, semuanya menunjukkan
bahwa luka yang terjadi adalah luka semasa korban masih hidup.

IDENTIFIKASI FORENSIK
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk
menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam
kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam
penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan.
Penentuan identitas personal dapat menggunakan metode idetiiikasi sidik jari, visual, dokumen,
pakaian dan perhiasan, medik, gigi, seiologik dan secara eksklusi. Akhir akhir ini dikembangkan
pula metode identifikasi DNA.
PEMERIKSAAN SIDIK JARI
Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante mortem.
Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi
ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang.
Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap {ari tangan
Jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah
dengan kantung plastik.
METODE VISUAL
Metode Ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa
kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum
membusuk sehingga masih mungkin dikenal wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu
orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut
berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.
PEMERIKSAAN DOKUMEN
Dokumen seperti kartu identifikasi (KTP, SIM, Paspor dsb.) yang kebetulan dijumpai dalam
saku pakaian yang dikenakan akan sangat membantu mengenali jenazah tersebut.
Perlu diingat bahwa pada kecelakaan masai, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang
berada dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.
PEMERIKSAAN PAKAIAN DAN PERHIASAN
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui merek atau nama
pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge, yang semuanya dapat membantu identifikasi
walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut.
Khusus anggota ABRJ, masalah identifikasi dipermudah dengan adanya nama serta NRP yang
tertera pada kalung logam yang dipakainya.
IDENTIFIKASI MEDIK
Metode ini menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata,
cacat/kelainan khusus, tatu (rajah).
Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan
menggunakan berbagai cara/modifikasi {termasuk pemeriksaan dengan sinar-X}, sehingga
ketepatannya cukup tinggi. Bahkan pada tengkorak/kerangkapun masih dapat dilakukan metode
identifikasi ini.
Melalui metode ini, diperoleh data tentang jenis kefamin, ras, perkiraan umur dan tinggi badan,
kelainan pada tulang dan sebagalnya.
PEMERIKSAAN GIGI
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan manual. sinar-X dan pencetakan gigi serta rahang.
Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambatan, protesa gigi dan
seoagainya.
Seperti halnya dengan sidik jari, maka setiap Individu memiliki susunan gigi yang khas. Dengan
demikian, dapat dilakukan identifikasi dengan cara membandingkan data temuan dengan data
pembanding ante mortem.
PEMERIKSAAN SEROLOGIK
Pemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah. Penentuan
golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa rambut,
kuku dan tulang.
METODE EKSKLUSI
Metode ini digunakan pada kecelakaan masai yang melibatkan sejumlah orang yang dapat
diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut dan sebagainya.
Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya
dengan menggunakan metode-metode identifikasi /ain, sedangkan Identitas sisa korban tidak
dapat ditentukan dengan metode-metode tersebut di atas. maka sisa korban diidentifikasi
menurut daftar penumpang.
IDENTIFIKASI POTONGAN TUBUH MANUSIA (KASUS MUTILASI)
Pemeriksaan bertujuan untuk menentukan apakah potongan berasal dari manusia atau binatang.
Bila terasal dari manusia, ditentukan apakah potongan-potongan tersebut berasal dari satu tubuh.
Penentuan juga meliputi jenis kelamin, ras, umur, tinggi badan dan keterangan lain seperti cacat
tubuh, penyakit yang pernah diderita, status sosial ekonomi, kebiasaan-kebiasaan tertentu dan
sebagainya serta cara pemotongan tubuh yang mengalami mutilasi.
Untuk memastikan bahwa potongan tubuh berasal dari manusia dapat digunakan beberapa
pemeriksaan seperti pengamatan Jaringan secara makroskopfk, mikroskopik dan pemeriksaan
serologik berupa reaksi antigen-antibodi (reaksi presipilin).
Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan pemeriksaan mak-roskopik dan diperkuat dengan
pemeriksaan mikroskopik yang bertujuan menemukan kromatin seks wanita seperti drum stick
pada lekosit dan Barr body pada sel epitel.
IDENTIFIKASI KERANGKA
Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah
kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan, ciri-cin khusus, detormitas
dan bila memungkinkan dapat dilakukan rekonstruksi wajah. Dicari pula tanda kekerasan pada
tulang. Perkirakan saat kematian dilakukan dengan memperhatikan keadaan kekeringan tulang.
Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka dilakukan Identifikasi dengan
membandingkannya dengan data ante mortom. Bila terdapat foto terakhir wajah orang tersebut
semasa hidup, dapat dilaksanakan metode superimposisi, yaitu dengan jalan menumpukkan foto
rontgen tuteng tengkorak di atas foto wajah yang dibuat berukuran sama dan diambil dari sudut
pemotretan yang sama. Dengan demikian dapat dicari adanya titik-titik persamaan.
Pemeriksaan anatomik dapat memastikan bahwa kerangka adalah kerangka manusia. Kesalahan
penafsiran dapat timbul bila hanya terdapat sepotong tulang saja, dalam hal Ini perlu dilakukan
pemeriksaan serologik (reaksi presipilin) dan histologik (jumlah dan diameter kanal-kanal
Havers).
Penentuan ras mungkin dilakukan dengan pemeriksaan antro-pologik pada tengkorak, gigi geligi
dan tulang panggul atau tulang (ainnya. Arkus zigomatikus dan gigi insisivus atas pertama yang
ber-bentuk seperti sekop memberi petunjuk kearah ras Mongoloid.
Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pemeriksaan tulang panggul, tulang tengkorak, sternum.
tulang panjang serta skapuJa dan metakarpal Pada panggul, indeks isio-pubis (panjang pubis
dikali seratus dibagi panjang isium) merupakan ukuran yang paling sering digunakan. Nilai laki-
laki sekitar 83.6, wanita 99,5.
Ukuran anatomik lain seperti indeks asetabulo-isiadikum, indeks cotulo-isiadikum, ukuran pintu
atas, tengah dan bawah panggul serta morfologi deskriptif seperti insisura isiadikum mayor yang
sempit dan dalam pada laki-laki, suikus preaurlkularli yang menonjol pada wanita, a/ku* sub-
pubis dan krista iliaka, juga jumlah beberapa ukuran pada tulang dada seperti panjang sternum
tanpa xyphoid, lebar sternum pada segmen I dan II, tebal minimum manubriun dan korpus
sternum segmen I dapat untuk menentukan jenis kelamin.
Tabel berikui menunjukkan ciri seks pada tengkorak:


Tanda Pria Wanita
Ukuran, volume endokranial besar Kecil
Arsitektur kasar Halus
lonfolan Suoraorbital sedana -> besar kecil > sedana
Prosesus mastotdeus sedana > besar kecil > sedang
Daerah oksipital, linea
muskularis dan Protuberensia
tidak jelas jelas/menonjol
Eminensia frontalis kecil besar
Eminensia parietale kecil besar
Orbita persegi, rendah relatif
kecil tepi tumpul
bundar, tinggi relatif besar tepi tajam
Dahi curam kurang
membundar
Membundar, penuh, infantil
Tulang pipi berat, arkus lebih ke
lateral
ringan, lebih memusat
Mandbula besar, simfisisnya tinggi,
ramus asendinanva lebar
kecil, dengan ukuran korpus dan
ramus lebih kecil
Palatum Besar dan tebar,
cenderung seperti huruf
U
kecil, cedecung seperti parabola
Kondilus oksipitalis
Gigi-geligi
Besar
besar, M1 bawah sering
5 kuspid.
Kecil
kecil, molar biasanya 4 kuspid
Sumber: Krogmann (1955)
Tulang panjang laki-laki lebih panjang dan lebih masif dibandingkan dengan tulang wanita
dengan perbandingan 100:90. Pada tulang-tulang lamur, humanis dan ulna terdapat be berapa ciri
khas yang menunjukkan jenis kelamin seperti ukuran kaput dan kondilus, sudut antara kaput
femoris terhadap batangnya yang lebih kecil pada laki-laki. perforasi fosa olekrani menunjukkan
jenis wanita, serta adanya belahan pada sigmoid notch pada laki-laki.
Krogman menyimpulkan, penentuan jenis kelamin pada kerangka dewasa berketepatan 100% bla
lengkap, 90% bila tengkorak saja, 95% bila panggul saja, 98% bila tengkorak dan panggul dan
80% bila hanya tulang-tulang panjang. Kemungkinan penentuan jenis kelamin pada kerangka
pre-pubertas adalah 50% dengan harapan ketepatan maksimal sebesar 75-60 %.
Pemeriksaan terhadap pusat penulangan (osifikasi) dan penyatuan epifisis tulang sering
digunakan untuk perkiraan umur pada tahun-tahun pertama kehidupan. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan menggunakan foto radiologis atau dengan melakukan pemeriksaan langsung terhadap
pusat penulangan pada tulang.
Pemeriksaan terhadap penutupan sutura pada tulang-tulang atap tengkorak guna perkiraan umur
sudah lama diteliti dan telah berkembang berbagai metode, namun pada akhirnya hampir semua
ahli menyatakan bahwa cara Ini tidak dapat dipercaya/tidak akurat dan hanya dipakai dalam
lingkup dekade (umur 20-30-40 tahun) atau mid-dekade (umur 25-35-45 tahun) saja.
Pemeriksaan permukaan simfisis pubis dapat memberikan skala umur dari 16 hingga 50 th, baik
yang dikemukakan oleh Todd maupun oleh Mokern dan Stewart. Mokern dan Stewart membagi
simfisis pubis menjadi 3 komponen yang masing-masing diberi nilai. Jumlah miai tersebut
menunjukkan umur berdasarkan sebuah tabel.
Schranz mengajukan cara pemeriksaan tulang humerus dan femur guna penentuan umur.
Demikian pula tulang kavikula, sternum, tulang iga dan tulang belakang mempunyai ciri yang
dapat digunakan untuk memperkirakan umur.
Nemeskeri, Harsanyi dan Ascadi menggabungkan pemeriksaan penutupan sutura endokranial,
relief permukaan simfisis pubis dan struktur spongiosa humerus proksimal/epifise femur, dan
mereka dapat menentukan umur dengan kesalahan sekitar 2,55 tahun.
Perkiraan umur dari gigi dilakukan dengan melihat pertumbuhan dan perkembangan gigi
(intrauterin, gigi susu 6 bulan-3 tahun, masa statis gigi susu 3-6 tahun, geligi campuran 6-12
tahun).
Selain itu dapat juga digunakan metode Gustafson yang memperhatikan alrisj (keausan),
penurunan tepi gusi, pembentukan dentln sekunder, semen sekunder, transparansi dentin dan
penyempitan/penutupan foramen apikalis.
Tinggi badan seseorang dapat diperkirakan dari panjang tulang tertentu, menggunakan rumus
yang dibuat oleh banyak ahli. Rumus Antropologi Ragawi UGM untuk pria dewasa (Jawa):
Tinggi Badan= 897 + 1,74 y (femur kanan)
Tinggi Badan = 822 + 1,90 y (femur kiri)
Tinggi Badan = 679 -f 2,12 y (tibia kanan)
Tinggi Badan = 847 + 2,22 y (tibia kiri)
Tinggi Badan = 867 + 2.19 y (fibula kanan)
Tinggi Badan= 883 + 2.14 y (fibula kiri)
Tinggi Badan = 847 + 2.60 y (humerus kanan)
Tinggi Badan = 605 + 2.74 y (humerus kiri)
Tinggi Badan = 842 + 3,45 y (radius kanan)
Tinggi Badan = 662 + 3,40 y (radius kiri)
Tinggi Badan = 819 + 3,15 y (ulna kanan)
Tinggi Badan = 847 + 3,06 y (ulna kiri)
Catatan: Semua ukuran dalam satuan mm.
Humus Trotier dan Gleser untuk Mongoloid:
1.22 (fem + fib) + 70.24 (3,18 cm)
1.22(fem + fib) + 70,37 (3,24 cm)
2.40 (fib) +80,56 (3,24 cm)
2,39 (tib) + 61,45 (3,27 cm)
2,15 (fam) +72.57 ( 3,80 cm)
1,68 (hum+ ulna) +71,18 (4,14 cm)
1.67(hum + rad) + 74,83 (4,16 cm)
2,68 (hum) +83,19 ( 4,25 cm)
3,54 (rad) + 82,00 ( 4,60 cm)
3,48 (ulna) + 77,45( 4,66 cm)
Melari suatu. penelitian, Djaja Surya Atmadja menemukan rumus untuk populasi dewasa muda
di Indonesia:
Pria: TB = 72.9912 + 1,7227 (tib) + 0,7646 (fib) (+ 4.2961 cm)
TB = 75.9600 + 2.3922 (tib) ( 4.3672 cm) TB = 80,3078 + 2,2788 (fib) ( 4,6186 cm)
Wanita : TB = 71,2317 + 1,3346 (tib) + 1,0459 (fib) ( 4.6634 cm)
TB = 77,4717 + 2,1889 (tib) ( 4,9526 cm) 78 76.2772 + 2,2522 (fib) ( 5,0225 cm) Tul. r .9
yang diukur dalam keadaaan kering biasanya lebih pendek 2 mrr dari tulang yang segar,
sehingga dalam menghitung tinggi badan pe.lu diperhatikan.
Rata-rata tinggi laki-laki lebih besar dari wanita, maka perlu ada rumus yang terpisah antara laki-
laki dan wanita. Apabila tidak dibedakan, maka diperhitungkan ratio laki-laki wanita adalah
100:90. Selain itu penggunaan lebih dari satu tulang dianjurkan. (Khusus untuk rumus Djaja SA,
panjang tulang yang diguna-kan adalah panjang tulang yang diukur dari luar tubuh, berikut kulit
di luarnya).
Ukuran pada tengkorak, tulang dada dan telapak kaki juga dapat digunakan untuk menilai tinggi
badan.
Bila tidak ada individu yang dicurigai sebagai korban, maka dapat dilakukan upaya rekonstruksi
wajah pada tengkorak dengan Jalan 'menambal
1
tulang tengkorak tersebut menggunakan data
ketebalan jaringan funak pada pelbagai titik di wajah, yang kemudian diberitakan kepada
masyarakat untuk memperoleh masukan mengenai kemungkinan identitas kerangka tersebut.

4. Kejahatan Terhadap Tubuh Dan Jiwa Manusia
Pasal 89 KUHP
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.
Pasal 90 KUHP
Luka berat berarti:
o jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali,
atau yang menimbulkan bahaya maut;
o tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
o kehilangan salah satu pancaindra;
o mendapat cacat berat;
o menderita sakit lumpuh;
o terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
o gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Pasal 170
(1) Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap
orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Yang bersalah diancam:
1: dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika dengan sengaja menghancurkan barang
atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka
2: dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat.
3:dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.
(3) Pasal 89 tidak berlaku bagi pasal ini
Pasal 338 KUHP
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339 KUHP
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan
dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk
melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan,
ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum,
diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh
tahun.
Pasal 340 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain,
diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima tahun.
Pasal 351 KUHP
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak 4500 rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4)Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5)Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
HR 25 Juni 1894
Menganiaya adalah dengan sengaja menimbulkan sakit atau luka. Kesengajaan ini harus
dituduhkan dalam surat tuduhan.
HR 21 Oktober 1935
Kesengajaan harus ditujukan untuk menimbulkan luka pada badan atau terhadap kesehatan.
Dalam hal ini dalam surat tuduhan cukup dengan menyatakan ada "penganiayaan. Ini bukan
saja merupakan suatu kwalifikasi akan tetapi juga suatu pengertian yang nyata.
HR 8 April 1929
Adalah cukup bahwa terdapat suatu hubungan sebab akibat antara penganiayaan dan adanya
luka-luka berat. Tidaklah menjadi persoalan bahwa dalam keadaan normal akibatnya tidaklah
demikian.
Pasal 352 KUHP
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai
penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang
melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pttsal 353 KUHP
(1)Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4
tahun.
(2)Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama tujuh tahun,
(3)Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama 9 tahun.
Pasal 354 KUHP
(1)Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan
penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
(2)Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama
sepuluh tahun.
Pasal 355 KUHP
(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dabulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama 15
tahun.
Pasal 356 KUHP
Pidana yang ditemukan dalam pasal 351,353,354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga:
1: bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya, menurut undang-undang,
isterinya atau anaknya;
2: jika kejahatan dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena menjalankan tugasnya
yang sah.
3: jika kejahatan dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau
kesehatan untuk dimakan atau diminum.

You might also like