Pengertian, Batasan dan Istilah Hukum Internasional
1. Hukum Internasional: Pengertian dan Batasan Yang dimaksudkan dengan istilah hukum internasional dalam pembahasan ini ialah hukum internasional publik, yang harus kita bedakan dari hukum perdata internasional. Hukum perdata internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara. Dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan perdata antara para pelaku hukum yang masing masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan. Hukum internasional public ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara: 1. Negara dengan negara 2. Negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain Karena dengan istilah hukum internasional di sini dimaksudkan hukum internasional publik, tidak termasuk dalam batasan di atas hubungan atau persoalan internasional yang diatur oleh hukum perdata internasional.
2. Istilah Hukum Internasional Istilah huum internasional ini tidak mengandung keberatan, karena perkataan internasional walaupun menurut asal katanya searti dengan antarbangsa sudah lazim dipakai orang untuk segala hal atau peristiwa yang melintasi batas wilayah suatu negara. Lagi pula dimaksudkan mengadakan pembedaan dalam penggunaan beberapa istilah tersebut diatas, sehingga masing masing akan menandakan suatu taraf perkembangan tertentu dalam pertumbuhan hukum internasional. Hukum bangsa bangsa akan dipergunakan untuk menunjukan pada kebiasaan dan aturan yang berlaku dalam hubungan antara raja raja zaman dahulu, ketika hubungan demikian baik karena jarangnya maupun karena sifat hubungannya, belum dapat dikatakan merupakan hubungan antara anggota suatu masyarakat bangsa bangsa. Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara akan dipergunakan untuk menunjuk pada kompleks kaidah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa bangsa atau negara negara yang kita kenal sejak munculnya negara dalam bentuknya yang modern sebagai negara nasional. Dengan hukum internasional akan dimaksudkan hukum internasional modern yang selain mengatur hubungan antara negara dengan negara, mengatur pula hubungan antara negara dengan subjek hukum lainnya bukan negara dan antara subjek hukum bukan negara satu sama lainnya. Tarag perkembangan hukum internasional terakhir ini yang ditandai oleh muncul dan berkembangnya berbagai organisasi internasional, setelah Perang Dunia I dan II, lebih lebih lagi dari hukum antarnegara yang tradisional dicirikan oleh berbagai perubahan yang radikal kea rah suatu hukum internasional modern pada dewasa ini boleh dikatakan sedang mengalami masa peralihan yang maha hebat.
3. Bentuk perwujudan khusus Hukum Internasional: Hukum Internasional Regional dan Hukum Internasional Khusus Dalam mempelajari hukum internasional, kita akan jumpai beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku disuatu bagian dunia tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa disamping hukum internasional yang berlaku umum terdapat pula hukum internasional regional, yang terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti misalnya apa yang lazim dinamakan hukum internasional Amerika atau hukum internasonal Amerika Latin. Adanya berbagai lembaga hukum internasional regional demikian disebabkan oleh keadaan yang khusus terdapat di bagian dunia itu. Walaupun menyimpang, hukum internasional regional itu tidak usah bertentangan dengan hukum internasional yang berlaku umum. Bahkan, ada kalanya suatu lembaga atau konsep hukum yang mula mula timbul dan tumbuh sebagai suatu konsep atau lembaga hukum internasional regional, kemudian diterima sebagai bagian dan hukum internasional umum. Bentuk perwujudan lain dari hukum internasional khusus, selain hukum internasional regional, kita jumpai dalam bentuk kompleks kaidah yang khusus berlaku bagi negara negara tertentu saja, seperti misalnya konvensi Eropa mengenai Hak hak Asasi Manusia. Berbeda dengan hukum internasional regional yang biasanya tumbuh melalui proses hukum kebiasaan, hukum internasional khusus demikian diatur dalam konvensi multilateral. Lagi pula para pesertanya tidak usah terbatas pada suatu bagian dunia tertentu. Beberapa bentuk hukum internasional khusus yang telah diterangkan di atas merupakan pencerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integrasi yang berbeda beda dari bagian masyarakat internasional yang berlainan. Dilihat dalam rangka proses perkembangan hukum internasional, baik hukum internasional regional maupun hukum internasional khusus merupakan gejala yang wajar ke ara terwujudnya suatu hukum internasional yang benar benar bersifat universal dan berlaku bagi seluruh anggota masyarakat internasional, apapun sistem politik ekonomi, kebangsaan atau kebudayaannya. Karena itu, ketentuan hukum internasional regional dan hukum internasional khusus ini, walaupun dapat dibedakan dari hukum internasional umum karena memiliki cirri cirri yang khas, merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan darinya.
4. Hukum Internasional dan Hukum Dunia Dalam usaha menjelaskan pengertian hukum internasional, perlu juga kiranya dikemukakan perbedaannya dengan pengertian Hukum Dunia yang akhir akhir ini mulai dipergunakan orang. Kedua pengertian ini menunjukkan pada konsep mengenai tertib hukum masyarakat dunia yang berlainan pangkal tolaknya. Pengertian hukum internasional didasarkan atas pikiran adanya suatu masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara berdaulat dan merdeka dalam arti masing masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah, kekuasaan yang lain. Dalam rangka pikiran ini tidak ada suatu badan yang berdiri di atas negara negara, baik dalam bentuk negara dunia maupun badan supranasional yang lain. Dengan perkataan lain, hukum internasional merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota anggota masyarakat internasional yang sederajat. Anggota masyarakat internasional tunduk pada hukum internasional sebagai suatu tertib hukum yang mereka terima sebagai perangkat kaidah dan asas yang mengikat dalam hubungan antarmereka. Pengertian Hukum Dunia berpangkal pada dasar pikiran yang lain. Menurut konsep ini yang rupanya banyak dipengaruhi analogi dengan hukum tata negara, hukum dunia merupakan semacam negara dunia yang meliputi semua negara di dunia ini. Negara dunia secara hirarki berdiri di atas negara negara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum subordinasi. Kedua konsep mengenai tertib hukum masyarakat dunia tersebut diatas, kedua duanya mungkin. Jika diantara dua kemungkinan ini kita memilih konsep yang pertama, hal itu disebabkan karena tertib hukum internasional yang mengatur masyarakat internasional yang terdiri dari anggota yang sederajat lebih sesuai dengan kenyataan dunia dewasa ini. Kemungkinan terwujudnya suatu negara dunia yang diatur oleh hukum dunia merupakan suatu hal yang pada waktu sekarang masih jauh dari kenyataan.
BAB II Masyarakat dan Hukum Internasional 1. Adanya masyarakat Internasional sebagai landasan sosiologis hukum internasional a. Adanya suatu masyarakat internasional Adanya sejumlah besar negara di dunia ini merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah lagi, dan jelas bagi setiap orang yang memperhatikan kehidupan sehari hari. Jumlah negara di dunia pada dewasa ini melebihi seratus negara. Akan tetapi, adanya sejumlah besar negara saja belum berarti adanya suatu masyarakat internasional. Pertama pertama harus dapat pula ditunjukan adanya hubungan yang tetap antara anggota masyarakat internasional, apabila negara itu masing masing hidup terpencil satu dari ang lainnya. Adanya hubungan yang tetap dan terus menerus demikian, juga merupakan kenyataan yang tidak dapat dibantah lagi. Hubungan demikian timbul karena adanya kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan dunia. Misalnya, perniagaan yang bertujuan mempertukarkan hasil bumi dengan hasil industry merupakan salah satu hubungan terpenting yang terdapat antara bangsa bangsa didunia. Di samping hubungan perniagaan, terdapat pula hubungan di lapangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, keagamaan, social dan olahraga. Hubungan internasional ini dipermudah lagi dengan bertambah sempurnanya berbagai alat perhubungan sebagai akibat kemajuan teknik. Saling membutuhkan antara bangsa bangsa di berbagai lapangan kehidupan mengakibatkan timbulnya hubungan yang tetap dan terus menerus antara bangsa, mengakibatkan pula timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan demikian. Karena kebutuhan antara bangsa bangsa timbale balik sifatnya, kepentingan memelihara dan mengatur hubungan yang bermanfaat demikian merupakan suatu kepentingan bersama. b. Asas hukum yang bersamaan sebagai unsur masyarakat hukum internasional Kebutuhan bangsa bangsa untuk hidup berdampingan secara teratur ini merupakan suatu keharusan kenyataan social yang tidak dapat dielakkan. Hubungan yang teratur demikian itu tidak semata mata merupakan akibat dari fakta adanya sejumlah negara dan kemajuan dalam berbagai perhubungan. Fakta fisik demikian tidak dengan sendirinya menimbulkan suatu masyarakat bangsa bangsa. Juga keharusan hidup bersama, baru merupakan sebagai dari penjelasan mengapa suatu kumpulan bangsa ini dapat benar benar dinamakan suatu masyarakat hukum internasional harus ada unsur pengikat lain disamping berbagai kenyataan yang merupakan fakta eksistensi fisik semata. Faktor pengikat yang material ini ialah adanya asas kesamaan hukum antara bangsa bangsa di dunia ini, betapapun berlainan wujudnya hukum positif yang berlaku di masing masing negara tanpa adanya suatu masyarakat hukum bangsa bangsa. Asas pokok hukum yang bersamaan ini yang dalam ajaran mengenai sumber hukum formal dikenal dengan asas hukum umum yang diakui oleh bangsa bangsa yang beradab merupakan penjelmaan hukum alami. Adanya hukum alami yang mengharuskan bangsa bangsa di dunia ini hidup berdampingan secara damai dapat dikembalikan pada akal manusia dan naluri untuk mempertahankan jenisnya. 2. Kedaulatan negara: hakikat dan fungsinya dalam masyarakat internasional Hakikat dan fungsi kedaulatan dalam masyarakat internasional perlu dijelaskan mengingat pentingnya peran negara dalam masyarakat dan hukum internasional dewasa ini. Kedaulatan merupakan kata yang sulit karena orang memberikan arti yang berlainan padanya. Menurut sejarah, asal kata kedaulatan yang dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah souvereignity berasal dari kata latin superanus berarti yang teratas. Negara dikatakan berdaulat atau sovereign karena kedaulatan merupakan suatu sifat atau cirri hakiki negara. Bila dikatakan bahwa negara itu berdaulat, dimaksudkan bahwa negara itu mempunyai kekuasaan tertinggi. Pengertian kedaulatan negara sebagai kekuasaan tertinggi inilah yang menimbulkan banyak salah paham. Menurut asal katanya, kedaulatan memang berarti kekuasaan tertinggi. Negara berdaulat memang berarti bahwa negara itu tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari pada kekuasaannya sendiri. Dengan kata lain, negara memiliki monopoli kekuasaan, suatu sifat khas organisasi masyarakat dan kenegaraan dewasa ini yang tidak membenarkan orang perseorangan mengambil tindakan sendiri apabila ia dirugikan. Walaupun demikian, kekuasaan tertinggi ini mempunyai batas batasnya. Pengertian kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi mengandung dua pembatasan penting dalam dirinya yaitu: 1. Kekuasaan itu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu dan 2. Kekuasaan itu berakhir di mana kekuasaan suatu negara lain mulai.
3. Masyarakat internasional dalam peralihan: perubahan perubahan dalam peta bumi politik, kemajuan teknologi dan struktur masyarakat internasional Masyarakat internasional kini sedang mengalami berbagai perubahan yang besar dan pokok, yang perlu kita perhatikan untuk dapat benar benar memahami hakikat masyarakat internasional dewasa ini. Perubahan besar pertama dan pokok ialah perubahan peta bumi politik yang terjadi terutama setelah Perang Dunia II. Proses ini yang sudah dimulai pada permulaan abad XX mengubah pola kekuasaan politik di dunia ini dari satu masyarakat internasional yang terbagi dalam beberap negara besar yang masing masing mempunyai daerah jajahan dan lingkungan pengaruhnya menjadi satu masyarakat bangsa bangsa yang terdiri dari banyak sekali negara yang merdeka. Proses emansipasi bangsa bangsa ini, atau lebih tepat lagi proses rehabilitasi kalau kita menganggap kemerdekaan bangsa bangsa sebagai sesuatu yang wajar dan penjajahan oleh bangsa lain sebagai selingan di dalam sejarah yang bertentangan dengan kodrat bangsa bangsa, merupakan suatu proses yang wajar dan pada hakikatnya merupakan suatu penjelmaan masyarakat internasional, dalam arti yang sebenarnya. Ciri ciri masyarakat internasional demikian dan asas pokok yang menjadi dasar masyarakat demikian telah dibentangkan dalam uraian terdahulu. Dilihat secara demikian, timbulnya negara negara baru yang merdeka, berdaulat dan sama derajatnya satu dengan yang lain terutama sesudah Perang Dunia II, patut kita sambut dengan baik. Akan tetapi, sebagaimana selalu terjadi dengan berbagai perubahan besar, perubahan dalam bumi peta politik ini mempunyai akibat yang jauh bagi hukum internasional sehingga menyebabkan beberapa oang pesimis berbicara tentang krisis dalam hukum internasional.
BAB III Sejarah Hukum Internasional dan Perkembangannya Dalam masa yang berakhir dengan diadakannya Konferensi Perdamaian Den Haag tahun 1907, telah terjadi tiga hal yang penting yang dapat dianggap sebagai cirri konsolidasi masyarakat internasional yang didasarkan atas negara negara kebangsaan. Pertama, negara sebagai kesatuan politik territorial yang terutama didasarkan atas kebangsaan telah menjadi kenyataan. Dalam tahap pertama pertumbuhan masyarakat internasional, yaitu sesudah terjadinya Perang Westphalia, kekuasaan riil dalam negara masih berada dalam tangan raja. Setelah terjadinya Resolusi Perancis dan berbagai pergolakan yang terjadi di Eropa yang mengakibatkan berpindahnya kekuasaan dari tangan raja ke tangan rakyat di banyak negara, negara kebangsaan telah benar benar jadi negara nasional dalam arti yang sebenar benarnya dan bukan lagi kerajaan dengan wajah baru. Kedua, ialah diadakannya berbagai konferensi internasional yang dimaksudkan sebagai konferensi untuk mengadakan perjanjian internasional yang bersifat umum dan meletakkan kaidah umum yang berlaku secara universal. Lepas dari kenyataan bahwa masalah yang diatur oleh konferensi internasional itu terutama terletak di bidang hukum perang dan netralitas, kejadian ini dan terutama maksud mengadakan konferensi perjanjian secara berkala merupakan satu langkah maju ke arah suatu masyarakat internasional sebagai suatu masyarakat hukum. Hal ini karena konferensi konferensi yang menetapkan perjanjian internasional bersifat umum dan berlaku secara universal ini sedikit banyak memenuhi fungsi legislatif dari masyarakat internasional. Konferensi perdamaian ini dapat dianggap sebagai pelopor dari usaha di kemudian hari yang lebih terarah lag kepada pembentukan hukum internasional melalui berbagai perjanjian yaitu usaha kodifikasi hukum internasional dalam rangka Liga Bangsa Bangsa dan kemudian lagi dari PBB. Ketiga, dibentuknya Mahkamah Internasional Arbitrase Permanen yang merupakan suatu kejadian penting dalam mewujudkan suatu masyarakat internasional. Dengan dibentuknya Mahkamah Arbitrase Permanen ini dihidupkan kembali suatu lembaga penyelesaian pertikaian antara bangsa bangsa yang telah merupakan suatu lembaga yang ampuh dalam masyarakat bangsa bangsa pada abad pertengahan. Lembaga arbitrase sebagai satu cara penyelesaian persengketaan antarbangsa bangsa banyak berkurang sejak pertengahan kedua abad XVII.
BAB IV Hakikat dan Dasar Berlakunya Hukum Internasional Perkembangan ilmu hukum kemudian telah membuktikan tidak benarnya anggapan Austin tersebut mengenai hukum. Kita cukup mengingat tentang adanya hukum adat Indonesia sebagai suatu sistem hukum tersendiri untuk menginsafi kelirunya pikiran Austin mengenai hukum hakikat. Mengenai hal ini telah dikemukakan banyak teori. Teori tertua ialah teori hukum alam. Ajaran hukum alam mempunyai pengaruh yang besar atas ukum internasional sejak permulaan pertumbuhannya. Ajaran ini yang mula mula mempunyai cirri keagamaan yang kuat, untuk pertama kalinya dilepas dari hubungannya dengan keagamaan itu oleh Hugo Grotius. Dalam bentuknya yang telah disekulerisir, hukum alam diartikan sebagai hukum ideal didasarkan atas hakekat manusia sebagai makhluk yang berakal atau kesatuan kaidah yang diilhamkan alam pada akal manusia. Aliran lain mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional itu atas kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional. Menurut mereka, pada dasarnya negara yang merupakan sumber segala hukum, dan hukum internasional itu mengikat karena negara itu atas kemauan sendiri mau tunduk pada hukum internasional. Aliran ini menyandarkan teori mereka pada falsafah Hegel yang dahulu mempunyai pengaruh yang luas di Jerman. Zorn yang berpendapat bahwa hukum internasional itu tidak lain daripada hukum tata negara yang mengatur hubungan luar suatu negara. Hukum internasional bukan sesuatu yang lebih tinggi yang mempunyai kekuatan mengikat diluar kemauan negara.
BAB V Hubungan Antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional 1. Tempat hukum internasional dalam tata hukum secara keseluruhan Persoalan tempat hukum internasional dalam keseluruhan tata hukum secara umum merupakan persoalan yang menarik, baik dilihat dari sudut teori atau sudut praktis. Pembahasan persoalan tempat atau kedudukan hukum internasonal dalam rangka hukum secara keseluruhan didasarkan atas anggapan bahwa sebagai suatu jenis atau bidang hukum, hukum internasional merupakan bagian dari hukum pada umumnya. Anggapan atau pendirian demikian tidak dapat dielakkan apabila kita hendak melihat hukum internasional sebagai suatu perangkat ketentuan dan asas yang efektif yang benar benar hidup dalam kenyataan sehingga mempunyai hubungan yang efektif pula dengan ketentuan dan asas yang efektif pula dengan ketentuan atau bidang hukum lainnya, diantaranya yang paling penting ialah ketentuan hukum yang mengatur kehidupan manusia dalam lingkungan kebangsaannya masing masing yang dikenal dengan nama hukum nasional dalam masyarakat internasional dewasa ini. Karena pentingnya hukum nasional masing masing negara dalam konstelasi politik dunia dewasa ini, dengan sendirinya penting pula persoalan bagaimanakah hubungan antara berbagai hukum nasional itu dengan hukum internasional. Disinilah letak pentingnya persoalan kedudukan hukum internasional dalam keseluruhan tata hukum dilihat dari sudut praktis. Aliran dualism pernah sangat berpengaruh di Jerman dan Italia. Para pemuka aliran ini yang utama ialah Triepel, seorang pemuka aliran positivism dari Jerman dan Anzilotti pemuka aliran positivism dari Italia. Menurut paham dualism ini yang bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum internasional bersumber pada kemauan negara, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah satu dari yang lainnya. Menurut paham monism dengan primat hukum internasional, hukum nasional itu bersumber pada hukum internasional yang menurut pandangannya merupakan suatu perangkat ketentua hukum yang hirarkis lebih tinggi. Menurut paham ini hukum nasional tunduk pada hukum internasional dan pada hakikatnya berkekuatan mengikatnya berdasarkan suatu pendelegasian wewenang dari hukum internasonal. Paham ini dikembangkan oleh mazhab Vienna dan disokong pula oleh aliran yang berpengaruh di Perancis. 2. Primat hukum internasional menurut praktik internasional Praktik hukum internasional memberikan cukup bahan atau contoh bagi kesimpulan bahwa pada masa dan tingkat perkembangan masyarakat internasional dewasa ini hukum internasional cukup memiliki wibawa terhadap hukum nasional untuk mengatakan bahwa pada umumnya hukum internasional itu ditaati dan hukum nasional itu pada hakikatnya tunduk pada hukum internasional. Sengketa internasional demikian banyak menarik perhatian dan memperoleh sorotan pers dunia sedemikian rupa sehingga sengketa perbatasan demikian yang biasanya dimulai dengan tuduhan dilakukannya pelanggaran oleh salah satu pihak, sangat menonjol dan menarik perhatian umum sehingga sering dilupakan bahwa sengketa tersebut merupakan peristiwa yang jarang terjadi dan merupakan pengecualian terhadap keadaan yang umum berlaku bahwa lebih dari seratus negara di dunia ini hidup berdampingan dengan damai dengan saling menghormati batas wilayah dengan negara tetangganya. Kurang alasan kiranya bila mengatakan bahwa hukum internasional (mengenai perbatasan wilayah) tidak mengikat negara negara hanya berdasarkan beberapa peristiwa sengketa perbatasan. Lebih tepat kiranya bila mengatakan bahwa pelanggaran atau sengketa perbatasan demikian merupakan pengecualian atau pelanggaran yang sekali sekali terjadi atas kaidah hukum internasional yang pada umumnya ditaati. Lagi pula apabila sebab sengketa perbatasan demikian diselidiki lebih jauh, kita sering akan melihat bahwa sengketa tersebut bersumber pada keadaan tanpa batas yang tidak jelas yang diakibatkan peninggalan pemerintah kolonial. 3. Hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional menurut hukum positif beberapa negara Inggris menganut suatu ajaran bahwa hukum internasional adalah hukum negara. Ajaran ini lazim dikenal dengan nama doktrin Inkorporasi. Doktin yang menganggap hukum internasional sebagai hukum inggris ini berkembang dan dikukuhkan selama abad XVII dan XIX dalam beberapa keputusan pengadilan yang terkenal. Akan tetapi, kemudian terjadi beberapa perubahan dalam arti bahwa doktrin itu tidak lagi diterima secara mutlak. Dalam menilai daya laku doktrin dalam hukum positif yang berlaku di inggris harus pula dibedakan antara ; hukum kebiasaan internasional dan hukum internasional yang tertulis. Negara lain yang juga menganut doktrin inkorporasi yaitu menganggap hukum internasional sebagai dari hukum nasional ialah Amerika Serikat. Sepanjang mengenai hukum kebiasaan internasional, praktik di Amerika Serikat hamper serupa dengan praktik di Inggris yang telah dilukiskan diatas. Undang undang yang dibuat dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (Congress) dianggap tidak bertentangan dengan hukum internasional sehingga diusahakan agar undang undang tidak bertentangan dengan hukum internasional. Akan tetapi, jika suatu undang undang terang terangan bertentangan dengan suatu ketentuan hukum kebiasaan internasional (yang lama), undang undanglah yang harus dimenangkan).
BAB VI Subjek Hukum Internasional Dalam arti yang sebenarnya subjek hukum internasional adalah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum internasional. Kalau mau subjek hukum internasional demikian dapat kita sebut subjek hukum internasional penuh. Negara merupakan subjek hukum internasional dalam arti ini. Macam macam subjek hukum internasional 1. Negara Negara adalah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, dan telah demikian halnya sejak lahirnya hukum internasional. Bahkan, hingga sekarang pun masih ada anggapan bahwa hukum internasional itu pada hakikatnya adalah hukum antarnegara. Dalam suatu negara federal, yang menjadi pengemban hak dan kewajiban subjek hukum internasional adalah pemerintah federal. Akan tetapi, ada kalanya konstitusi federal memungkinkan negara bagian mempunyai hak dan kewajiban yang terbatas atau melakukan hal yang biasanya dilakukan oleh pemerintah federal. 2. Tahta Suci Tahta Suci (Vatikan) merupakan suatu contoh dari suatu subjek hukum internasional yang telah ada sejak dahulu samping negara. Hal ini merupakan peninggalan peninggalan sejarah sejak zaman dahulu ketika Paus bukan hanya merupakan kepala gereja Roma, tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga sekarang Tahta Suci mempunyai perwakilan diplomatic di banyak ibukota terpenting di dunia yang sejajar kedudukannya dengan wakil diplomatic negara negara lain. Tahta Suci merupaka suatu hukum dalam arti yang penuh dan sejajar kedudukannya dengan negara. Hal ini menjadi terutama setelah diadakannya perjanjian antara Italia dan Tahta Suci pada tanggal 11 Februari 1929 yang mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada Tahta Suci dan memungkinkan didirikannya negara Vatikan, yang dengan perjanjian itu sekaligus dibentuk dan diakui. 3. Palang Merah Internasioal Palang merah internasional yang berkedudukan di Jenewa mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah hukum internasional. Boleh dikatakan bahwa organisasi ini sebagai suatu subjek hukum (yang terbatas) lahir karena sejarah walaupun kemudian kedudukannya diperkuat dalam perjanjian dan kemudian konvensi konvensi Palang Merah (sekarang konvensi Jenewa tahun 1949 tentang perlindungan korban perang). Sekarang Palang Merah Internasional secara umum diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan sebagai subjek hukum internasional walaupun dengan ruang lingkup yang sangat terbatas. 4. Organisasi Internasional Kedudukan organisasi internasional sebagai subjek hukum intersional sekarang tidak diragukan lagi, walaupun pada mulanya belum ada kepastian mengenai hal ini. Organisasi internasional seperti PBB dan Organisasi Buruh Internasional mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi konvensi internasional yang merupakan semacam anggaran dasarnya. Berdasarkan kenyataan ini sebenarnya sudah dapat dikatakan bahwa PBB dan Organisasi Internasional semacamnya merupakan subjek hukum internasional, setidak tidaknya menurut hukum internasional khusus yang bersumberkan konvensi internasional tadi. 5. Orang perorangan (Individu) Dalam arti yang terbatas orang perorangan sudah agak lama dapat dianggap sebagai subjek hukum internasional. Dalam perjanjian Perdamaian Versailles tahun 1919 yang mengakhiri Perng Dunia I antara Jerman dengan Inggris dan Perancis, dengan masing masing sekutunya, sudah terdapat pasal pasal yang memungkinkan orang perorangan mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah Arbitrase Internasional, sehingga dengan demikian sudah ditinggalkan dalil lama bahwa hanya negara yang bisa menjadi pihak di hadapan suatu peradilan interasional. Ketentuan yang serupa terdapat dalam perjanjian antara Jerman dan Polandia tahun1922 mengenai Silesia Atas (Upper Silesia). 6. Pemberontak dan pihak dalam sengketa Menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa dalam beberapa keadaan tertentu. Akhir akhir ini timbul perkembangan baru yang walaupun mirip dengan pengakuan status pihak yang bersengketa dalam perang, memiliki ciri lain yang khas, yakni pengakuan terhadap gerakan pembebasan seperti Gerakan Pembebasan Palestina. Kelainan itu karena pengakuan gerakan pembebasan demikian merupakan penjelmaan dari suatu konsepsi baru yang terutama dianut oleh negara negara dunia ketiga yang didasarkan atas pengertian bahwa bangsa bangsa dianggap mempunyai beberapa hak asasi seperti (1) hak menentukan nasib sendiri; (2) hak secara bebas memilih sistem ekonomi, politik dan social sendiri dan (3) hak menguasai sumber kekayaan alam dari wilayah yang didudukinya. BAB VII Sumber Hukum Internasional Macam macam sumber hukum internasional 1. Perjanjian Internasional Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu. a. Tentang hal membuat perjanjian internasional Tentang hal membuat perjanjian internasional dapat dibagi lagi dalam 3 tahap yaitu : 1) Perundingan (negotiation) 2) Penandatanganan (signature) 3) Pengesahan (ratification) b. Tentang hal berakhir atau ditangguhkan berlakunya perjanjian Secara umum suatu perjanjian bisa punah atau berakhir karena beberapa sebab yang tesebut dibawah ini: 1) Karena telah tercapai tujuan perjanjian itu 2) Karena habis waktu berlakunya perjanjian itu 3) Karena punahnya salah satu pihak peserta perjanjian atau punahnya objek perjanjian itu 4) Karena adanya persetujuan dari para peserta untuk mengakhiri perjanjian itu 5) Karena diadakannya perjanjian antara para peserta kemudian yang meniadakan perjanjian yang terdahulu 6) Karena dipenuhinya syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sendiri 7) Diakhirinya perjanjian secara sepihak oleh salah satu peserta dn diterimanya pengakhiran ituoleh pihak lain.
2. Kebiasaan Internasional Hingga belum selang beberapa lama kebiasaan internasional merupakan sumber hukum terpenting dari hukum internasional. Seperti kita ketahui kini tempat itu diduduki oleh perjanjian internasional. Walaupun demikian, kebiasaan internasional memang peranan yang sangat penting sebagai sumber hukum. Untuk dapat dikatakan bahwa kebiasaan internasional itu merupakan sumber hukum perlu terdapat unsur unsur sebagai berikut: 1) Harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum 2) Kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum
3. Prinsip hukum umum Sumber hukum yang ketiga menurut Pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional ialah kasus hukum umum yang diakui oleh bangsa bangsa yang beradab. Yang dimaksudkan dengan asas hukum umum ialah asass hukum yang mendasari sistem hukum modern. Yang dimaksdudkan dengan sistem hukum modern ialah sistem hukum positif yang didasarkan atas asas dan lembaga hukum negara barat yang untuk sebagian besar didasarkan atas asas dan lembaga hukum romawi.
4. A. Sumber hukum tambahan: keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana terkemuka didunia Berlainan dengan sumber hukum utama (primer) yang telah dibahas diatas, keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana hanya merupakan sumber subsidier atau tambahan. Artinya, keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana dapat dikemukakan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan atas sumber primer yakni perjanjian internasional, kebiasaan dan asas hukum umum. Keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana itu sendiri tidak mengikat, artinya tidak dapat menimbulkan suatu kaidah hukum. B. Keputusan badan perlengkapan organisasi dan lembaga internasional Pertumbuhan lembaga dan organisasi internasional dalam 50 tahun belakangan ini telah mengakibatkan timbulnya berbagai keputusan baik dari badan legislatif, eksekutif maupun yudikatif dari lembaga atau oganisasi internasional itu yang tidak dapat diabaikan dalam suatu pembahasan tentang sumber hukum internasional, walaupun mungkin keputusan demikian belum dapat dikatakan merupakan sumber hukum internasional dalam arti sesungguhnya. Keputusan badan tersebut di atas sedikit dikitnya dalam lingkungan terbatas yaitu di lingkungan lembaga atau organisasi internasional itu sendiri, melahirkan berbagai kaidah yang mengatur pergaulan antara anggota anggotanya. Dalam hal ini keputusan itu mempunyai kekuatan mengikat yang meliputi beberapa negara, sedangkan ada pula keputusan jenis lain yang mempunyai pengaruh yang jauh lebih besar dari semestinya.
BAB VII WILAYAH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL Menurut Oppenheim tanpa adanya wilayah dengan batas-batas tertentu suatu negara tidak dapat dianggap sebagai suatu kesatuan geografis disertai dengan kedaulatan dan yuridiksinya masing-masing. Dengan demikian, wilayah negara menjadi konsep yang paling mendasar dalam hukum internasional, untuk menunjukan adanya kekuasaan tertinggi dan eksklusif negara dalam batas-batas wilayah. Peran pentingnya tercermin dalam prinsip penghormatan terhadap integrasi kewilayahan yang dimuat dalam pelbagai instrument internasional.dalam hukum internasional perolehan dan hilangnya wilayah negara akan menimbulkan dampak terhadap kedaulatan negara atas wilayah itu. Kedaulatan negara atas wilayahnya terdapat dua aspek baik positif maupun negative. Dalam prakteknya sengketa kewilayahan secara garis besar dapat disebabkan oleh bentuk klaim terhadap seluruh wilayah dari suatu negara, dan bentuk klaim terhadap suatu bagian dari wilayah negara yang berbatasan. Tuntutan terhadap wilayah atau bagian wilayah dari suatu negara dapat didasarkan pada berbagai macam hal mulai dari bentuk klasik seperti okupasi atau preskripsi, sampai kepada bentuk paling mutakhir. Disamping itu, hukum internasional juga mengenal adanya wilayah yang tidak berada dibawah kedaulatan negara manapun yang dikenal dengan terra nullius. Ada juga wilayah yang tidak dapat ditundukan pada kedaulatan negara manapun yang disebut res comunis. Setiap negara memiliki kemungkinan untuk memperluas wilayahnya yaitu melalui cara: Akresi Penambahan wilayah yang disebabkan oleh proses alamiah. Contoh: penambahan wilayah dalam bentuk pulau baru disebabkan oleh letusan gunung api di laut. Cessi Penyerahan wilayah secara damai yang biasa dilakukan memalui suatu perjanjian perdamaian yang mengakhiri perang. Okupasi Penguasaan terhadap suatu wilayah yang tidak berada dibawah kedaulatan negara manapun, yang dapat berupa suatu terra nullius yang baru ditemukan. Preskripsi Pelaksanaan kedaulatan oleh suatu negara secara de facto dan damai dalam kurun waktu tertentu, bukan terhadap terra nullius melainkan terhadap wilayah yang sebenarnya berada dibawah kedaulatan negara lain. Aneksasi Dalam hal perolehan wialayah secara paksa yang penting adalah sejauhmana tindakan demikian dapat dianggap sah dan diakui oleh negara-negara lain serta dapat dilaksanakan dengan system yang berlaku dalam masyarakat internasional.
1. Wilayah dan yuridiksi negara dilaut Pengaturan tentang kedaulatan dan yuridiksi negara di laut secara komperhensif mulai dilakukan oleh empat konvensi jenewa 1958 sampai 1970 konvensi masih cukup memadai, seiring dengan perkembangan konvensi itu dianggap tidak lagi memadai maka konvensi hukum laut PBB ke-3 menyepakati konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 yang terdiri dari 320 pasal dan 9 annex. Beberapa ketentuan penting dalam konvensi sebagai berikut: 1) Status hukum tentang pelbagai Zona Maritim Mengakui hak negara-negara untuk melakukan klaim atas pelbagai macam zona maritime dengan status hukum yang berbeda-beda, yang dibagi sbb: a. Berada dibawah kedaulatan penuh meliputi laut pedalaman,territorial dan selat untuk pelayaran internasional b. Mempunyai yuridiksi khusus dan terbatas c. Mempunyai yuridiksi eksklusif dan memanfaatkan SDA yaitu ZEE dan landasan kontinen d. Berada dibawah suatu pengaturan internasional khusus e. Tidak berada dibawah kedaulatan maupun yuridiksi negara manapun
2) Perairan pedalaman Batas perairan pedalaman adalah perairan yang terletak pada sisi darat dari garis pangkal yang dipakai untuk menetapkan laut territorial suatu negara. Bagi negara kepulauan berlaku suatu ketentuan khusus bahwa suatu perairan pedalaman dapat ditetapkan dengan menarik suatu garis penutup pada mulut sungai, teluk dan pelabuhan yang berada pada perairan kepulauannya. Perbedaan prinsipil antara perairan pedalaman denga laut territorial adalah bahwa diperairan pedalaman kedaulatan negara berlaku mutlak tnpa adanya pembatasan oleh hukum internasional dalam bentuk kewajiban-kewajiban untuk memberikan jaminan pelaksanaan hak lintas damai bagi kapal asing. 3) Laut territorial Konvensi menetapkan bahwa kedaulatan suatu negara pantai, selain daratan dan perairan pedalamannya, dan negara kepulauan, perairan kepulauannya, meliputi juga suatu jalur laut berbatasan dengan laut teritorial. Laut territorial telah menjadi pertentangan antar negara selama setengah abad, konvensi membrikan kebebasan kepada setiap negara menetukan batas teritorialnya hingga suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut dari garis pangkal. Kedaulatan suatu negara dilaut territorial dibatasi dengan kewajiban untuk menjamin dilaksanakannya hak lintas damai oleh kapal asing.
4) Selat yang digunakan untuk pelayanan internasional Ketentuan baru konvensi hukum laut adalah pengakuan masyarakat internasional tentang pengaturan khusus bagi selat yang digunakan untuk pelayaran internasional. Ini merupakan refleksi dari perluasan lebar laut territorial dari 3 mil-laut menjadi 12 mil-laut. Akibatnya banyak selat yang lebarnya kurang atau sama luasnya dengan dua kali lebar maksimul laut territorial statusnya berubah menjadi laut territorial. Menurut pasal 37 Bab III konvensi hukum laut 1982 selat yang digunakan untuk pelayaran internasional adalah pelayaran yang menghubungkan satu bagian laut lepas dengan bagian laut lepas lainnya. Pasal 38 menerangkan tentang lintas transit. Negara-negara tepi selat dapat menetapkan peraturan perundangan yang berkaitan dengan hak lintas transit. Bab III konvensi ini juga mengatur hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan pelayaran, termasuk penetapan alur-alur laut serta skema pemisahan laut lintas kecuali selat yang termasuk ke dalam pasal 35 (c) tentang selat yang berada dibawah pengaturan perjanjian internasional.
5) Jalur/Zona Tambahan Di luar laut teritorialnya, dlam satu jalur yang berbatasn denganya disebut Zona tambahan. Bats zona ini tidak boleh melebihi 24 mil-laut dari garis pangkal. Pada dasarnya status perairan zona tambahan tetap merupakan bagian dari laut lepas, kecuali kalau negara pantai menetapkan zona ekonomi eksklusifnya.
6) Negara kepulauan Sebelum konferensi hukum laut ketiga masalah kepulauan tidak hanya menunjukan kegagalan masyarakat internasional bahkan menunjukan adanya perbedaan pendapat yang sangat kuat disamping penolakan untuk memasukan masalah tersebut kedalam agenda konferensi hukum laut. Konsep negara kepulauan mendapat dukungan cukup baik dari berbagai negara peserta tetapi dengan catatan bahwa prinsip kebebasan pelayaran dan penerbangan tetap dipertahankan terutama pada bagian laut yang akan berubah status menjadi perairan kepulauan, persyaratan lain bahwa perlunya ditetapkan suatu ketentuan tentang penarikan garis pangkal serta definisi tentang definisi negara kepulauan secara objektif, cara penarikan garis pangkalnya serta status hukum dari perairan yang ditutup oleh garis pangkal tersebut. Kebebasan pelayaran merupakan pensyaratan yang diusulkan kelompok Bulgaria dkk. Uni soviet berpendapat bahwa perundingan tentang negara kepulauan harus diselesaikan dalam bentuk package deal. Pengakuan negara kepulauan harus diimbangai dengan jaminan kebebasan berlayar. Selain itu masih ada thailand dan malaysia yang megusulkan tentang hak ekspoitasi sumber daya hayati. Akhirnya konsep negara kepulauan dimasukan Bab 4 tentang negara kepulauan ke dalam hukum konfensi hukum laut 1982, dan indonesia telah meratifikasinya dan dituangkan dalan undang-undang no 17 tahun 1985. Salah satu langkah implementasi yang dilakukan indonesia adalah dengan mengeluarkan undang-undang no. 6 tahun 1996 tentang perairan indonesia yang merupakan pengganti UU no. 4/prp tahun 1960. Undang-undang ini menjamin hak lintas damai, hak lintas alur kepulauan, hak lintas transit kapal- kapal asing.
7) Zona Ekonomi Eksklusif Zona ekonomi eksklusif dapat dianggap sebagai suatu hasil revolusi yang telah mengubah sedemikian rupa pengaturan atas laut. Pasal 55 Konfensi hukum laut 1982 menetapkan suatu negara mempunyai hak beraulat dan yurudiksi khusus untuk memanfaatkan kekayaan alam yang berada pada jalur ZEE termasuk pada dasar laut dan tanah dibawahnya. Lebar ZEE tidak boleh lebih dari 200 mil-laut dari garis pangkal. Di zona ini negara lain tetap memiliki kebebasan untuk berlayar dan terbang diatasnya serta untuk memasang kabel dan pipa di dasar lautnya. Jauh sebelum Konfensi hukum laut 1982 diterima, indonesia telah mengumumkan ZEEnya melalui pengumuman pemerintah kemudian diikuti dengan penerbitan undang-undang no.5 tahun 1983, menurut UU ini indonesia menpunyai hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya hayati dengan mentaati ketentuan tentang pengelolaan dan konservasi. Disamping itu, indonesia juga telah mengeluarkan undang-undang no 9 tahun1985 tentang perikanan indonesia. Wilayah perikanan indonesia ditetapkan meliputi perairan indonesia, sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya diwilayah indonesia dan ZEE indonesia.
8) Landasan Kontinen Landasan kontinen ditetapkan sampai pinggiran luar tepi kontinen atau hingga jaraj 200 mil-laut dari pangkal, apabila pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut tidak akan menghasilkan batas terluar yang sama bagi setiap negara, karena kondisi pantai negara yang berbeda-beda. Untuk itu Konfensi menetapkan cara-cara penepatan batas terluar landasan kontinen dengan menarik garis lurus yang tidak melebihi 60 mil-laut panjangnya, dengan menghubungkan titik-titik terluar yang ketebalan batu endapannya adalah paling sedikit 1% dari titik tersebut dan kaki lereng kontinen. Pada luar landasan kontinen, negara pantai berkewajiban untuk membagi hasil produksi yang diperoleh dengan negara lain dan menyerahkannya ke international sea-bed authority. Landasan kontinen indonesia dalam UU no. 1 tahun 1973 tentang menetapkan ekspliotasi dan eksplorasi SDA di landasan kontinen indonesia dilakuakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku dibidang masing-masing.
9) Negara-negara yang tidak berpartai dan negara-negara yang secara geografis tidak beruntung Negara-negara yang tidak berpantai dan negara yang secara geografis tidak beruntung memiliki hak untuk berperan atas dasar keadilan dalam kegiatan eksploitasi dan eksplorasi bagian yang menjadi kelebihan.
10) Laut Lepas Konvensi telah mengakui batas terluar laut territorial menjadi 12 mil. Demikian juga kebebasan di laut lepas juga terkurangi karena konsep baru. Di laut lepas setiap negara baik negar pantai atau negara tidak pantai dapat menikmati kebebasan dilaut lapas. Kebebasan menangkap ikan dilaut lepas dihapuskan sampai dengan batas 200mil laut dari garis pangkal yang sekarang menjadi Zona Ekonomi Eksklusif. Setiap negara harus bekerjasama dalam pengolahan dan konservasi sumber daya hayati.
11) Kawasan Kawasan merupakan daerah dasar laut dan tanah dibawahnya yang terletak diluar batas terluar landas kontinen suatu negara. Kawasan ini tidak dapat dimanfaatkan hanya dijadikan warisan bersama umat manusia dan dikelola oleh suatu badan internasional yang disebut otorita (the international sea-bed authority). Menurut system kawasan ini bisa ditambang dengan persetujuan otorita. Otorita sendiri dapat melakukan penambangan melalui suatu penambangan yang disebut The Enterprise. 12) Pulau Batas terluar laut territorial, ZEE, dan landasan kontinen suatu pulau ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku di wilayah daratan.
13) Laut tertutup dan setengan tertutup Negara yang berbatasn dengan laut tertutup atau setengah tertutup harus bekerjasama mengelola sumber daya hayati dan menetapkan kebijakan dan kegiatan riset lingkungan.
14) Lingkungan laut Negara harus mengawasi dan mencegah pencemaran lingkungan laut dan bertanggung jawab atas kerusakannya.
2. Penyelesaian sengketa Dalam penyelesaian sengketa harus diajukan ke mahkamah hukum laut internasional. Sengketa diselesaikan melalui konsoliasi. Mahkamah mempunyai yuridiksi eksklusif untuk sengketa penambangan dasar laut samudra dalam.
3. Persetujuan implementasi Bab XI Konvensi Hukum Laut 1982 Persetujuan ini membuat 10 pasal yang mengatur tentang masalah procedural. Pasal 2 persetujuan ini mengatur hubungan persetujuan ini dengan ketentuan-ketentuan Bab XI konvensi hukum lautb1982 yang menetapkan kedua dokumentersebut harus diinterpretasikan dan diimplementasikan sebagai dokumen integral. Apabila ada yang inkonsisten maka berlaku ketentuan dari persetujuan. Persetujuan tersebut disertai annex yang mengatur tentang berbagai masalah yang menjadi problem areas, termasuk pembebanan biaya terhadap negara peserta dan pengaturan kelembagaanya, mekanisme pengambilan keputusan dari ISA, dan amandemen konvensi yang akan datang.
4. Persetujuan tentang konservasi dan pengolahan jenis-jenis ikan yang terdapat di dua ZEE (straddlling) dan yang bermigrasi jauh (highly migratory) Konvensi hukum laut 1982, negara-negara harus bekerjasma menjamin pelaksanaan konservasi serta menggalakan tujuan pemanfaatan sumber daya ikan yang optimal baik di dalam maupun di luar ZEE. Perjanjian ini diterima pada tanggal 4 agustus 1995dan dibuka untuk ditandatangani tanggal 4 desember 1995 sampai 4 desember 1996 dan berlaku setelah 30 hari diterima instrument ratifikasi.
5. Ruang udara dan ruang angkasa Menurt hukum internasional wilayah dibagi menjadi tiga yaitu darat, laut dan udara. Paris convention for the regulation of aerial navigation tahun 1919 mengakui kedaulatan penuh diruang udara di atas wilayah darat dan laut teritorialnya. Dengan adanya kedaulatan di ruang udara suatu negara dapat melarang negara lain terbang di atas wilayahnya, kecuali ada perjanjian sebelumnya. Sama halnya dengan status hukum dilaut lepas, hukum internasional mengakui status hukum ruang angkasa sebagai res comunis, sehingga bagian manapun dari ruang angkasa dapat dijadikan bagian wilayah kedaulatan negara.