You are on page 1of 32

BAB I

Pengertian, Batasan dan Istilah Hukum Internasional


1. Hukum Internasional: Pengertian dan Batasan
Yang dimaksudkan dengan istilah hukum internasional dalam pembahasan ini ialah
hukum internasional publik, yang harus kita bedakan dari hukum perdata internasional.
Hukum perdata internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan perdata yang melintasi batas negara. Dengan perkataan lain, hukum yang mengatur
hubungan perdata antara para pelaku hukum yang masing masing tunduk pada hukum perdata
(nasional) yang berlainan.
Hukum internasional public ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:
1. Negara dengan negara
2. Negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu
sama lain
Karena dengan istilah hukum internasional di sini dimaksudkan hukum internasional
publik, tidak termasuk dalam batasan di atas hubungan atau persoalan internasional yang diatur
oleh hukum perdata internasional.



2. Istilah Hukum Internasional
Istilah huum internasional ini tidak mengandung keberatan, karena perkataan
internasional walaupun menurut asal katanya searti dengan antarbangsa sudah lazim dipakai
orang untuk segala hal atau peristiwa yang melintasi batas wilayah suatu negara.
Lagi pula dimaksudkan mengadakan pembedaan dalam penggunaan beberapa istilah
tersebut diatas, sehingga masing masing akan menandakan suatu taraf perkembangan tertentu
dalam pertumbuhan hukum internasional.
Hukum bangsa bangsa akan dipergunakan untuk menunjukan pada kebiasaan dan
aturan yang berlaku dalam hubungan antara raja raja zaman dahulu, ketika hubungan demikian
baik karena jarangnya maupun karena sifat hubungannya, belum dapat dikatakan merupakan
hubungan antara anggota suatu masyarakat bangsa bangsa.
Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara akan dipergunakan untuk menunjuk pada
kompleks kaidah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa bangsa
atau negara negara yang kita kenal sejak munculnya negara dalam bentuknya yang modern
sebagai negara nasional.
Dengan hukum internasional akan dimaksudkan hukum internasional modern yang selain
mengatur hubungan antara negara dengan negara, mengatur pula hubungan antara negara dengan
subjek hukum lainnya bukan negara dan antara subjek hukum bukan negara satu sama lainnya.
Tarag perkembangan hukum internasional terakhir ini yang ditandai oleh muncul dan
berkembangnya berbagai organisasi internasional, setelah Perang Dunia I dan II, lebih lebih
lagi dari hukum antarnegara yang tradisional dicirikan oleh berbagai perubahan yang radikal kea
rah suatu hukum internasional modern pada dewasa ini boleh dikatakan sedang mengalami masa
peralihan yang maha hebat.

3. Bentuk perwujudan khusus Hukum Internasional: Hukum Internasional Regional
dan Hukum Internasional Khusus
Dalam mempelajari hukum internasional, kita akan jumpai beberapa bentuk perwujudan
atau pola perkembangan yang khusus berlaku disuatu bagian dunia tertentu.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa disamping hukum internasional yang berlaku
umum terdapat pula hukum internasional regional, yang terbatas daerah lingkungan berlakunya,
seperti misalnya apa yang lazim dinamakan hukum internasional Amerika atau hukum
internasonal Amerika Latin.
Adanya berbagai lembaga hukum internasional regional demikian disebabkan oleh
keadaan yang khusus terdapat di bagian dunia itu. Walaupun menyimpang, hukum internasional
regional itu tidak usah bertentangan dengan hukum internasional yang berlaku umum. Bahkan,
ada kalanya suatu lembaga atau konsep hukum yang mula mula timbul dan tumbuh sebagai
suatu konsep atau lembaga hukum internasional regional, kemudian diterima sebagai bagian dan
hukum internasional umum.
Bentuk perwujudan lain dari hukum internasional khusus, selain hukum internasional
regional, kita jumpai dalam bentuk kompleks kaidah yang khusus berlaku bagi negara negara
tertentu saja, seperti misalnya konvensi Eropa mengenai Hak hak Asasi Manusia. Berbeda
dengan hukum internasional regional yang biasanya tumbuh melalui proses hukum kebiasaan,
hukum internasional khusus demikian diatur dalam konvensi multilateral. Lagi pula para
pesertanya tidak usah terbatas pada suatu bagian dunia tertentu.
Beberapa bentuk hukum internasional khusus yang telah diterangkan di atas merupakan
pencerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integrasi yang berbeda beda
dari bagian masyarakat internasional yang berlainan.
Dilihat dalam rangka proses perkembangan hukum internasional, baik hukum
internasional regional maupun hukum internasional khusus merupakan gejala yang wajar ke ara
terwujudnya suatu hukum internasional yang benar benar bersifat universal dan berlaku bagi
seluruh anggota masyarakat internasional, apapun sistem politik ekonomi, kebangsaan atau
kebudayaannya. Karena itu, ketentuan hukum internasional regional dan hukum internasional
khusus ini, walaupun dapat dibedakan dari hukum internasional umum karena memiliki cirri
cirri yang khas, merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan darinya.

4. Hukum Internasional dan Hukum Dunia
Dalam usaha menjelaskan pengertian hukum internasional, perlu juga kiranya
dikemukakan perbedaannya dengan pengertian Hukum Dunia yang akhir akhir ini mulai
dipergunakan orang.
Kedua pengertian ini menunjukkan pada konsep mengenai tertib hukum masyarakat
dunia yang berlainan pangkal tolaknya. Pengertian hukum internasional didasarkan atas pikiran
adanya suatu masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara berdaulat dan merdeka
dalam arti masing masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah, kekuasaan yang lain. Dalam
rangka pikiran ini tidak ada suatu badan yang berdiri di atas negara negara, baik dalam bentuk
negara dunia maupun badan supranasional yang lain. Dengan perkataan lain, hukum
internasional merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota anggota masyarakat
internasional yang sederajat. Anggota masyarakat internasional tunduk pada hukum internasional
sebagai suatu tertib hukum yang mereka terima sebagai perangkat kaidah dan asas yang
mengikat dalam hubungan antarmereka. Pengertian Hukum Dunia berpangkal pada dasar pikiran
yang lain.
Menurut konsep ini yang rupanya banyak dipengaruhi analogi dengan hukum tata negara,
hukum dunia merupakan semacam negara dunia yang meliputi semua negara di dunia ini. Negara
dunia secara hirarki berdiri di atas negara negara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep
ini merupakan suatu tertib hukum subordinasi.
Kedua konsep mengenai tertib hukum masyarakat dunia tersebut diatas, kedua duanya
mungkin.
Jika diantara dua kemungkinan ini kita memilih konsep yang pertama, hal itu disebabkan
karena tertib hukum internasional yang mengatur masyarakat internasional yang terdiri dari
anggota yang sederajat lebih sesuai dengan kenyataan dunia dewasa ini. Kemungkinan
terwujudnya suatu negara dunia yang diatur oleh hukum dunia merupakan suatu hal yang pada
waktu sekarang masih jauh dari kenyataan.



BAB II
Masyarakat dan Hukum Internasional
1. Adanya masyarakat Internasional sebagai landasan sosiologis hukum internasional
a. Adanya suatu masyarakat internasional
Adanya sejumlah besar negara di dunia ini merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat
dibantah lagi, dan jelas bagi setiap orang yang memperhatikan kehidupan sehari hari. Jumlah
negara di dunia pada dewasa ini melebihi seratus negara. Akan tetapi, adanya sejumlah besar
negara saja belum berarti adanya suatu masyarakat internasional. Pertama pertama harus dapat
pula ditunjukan adanya hubungan yang tetap antara anggota masyarakat internasional, apabila
negara itu masing masing hidup terpencil satu dari ang lainnya. Adanya hubungan yang tetap
dan terus menerus demikian, juga merupakan kenyataan yang tidak dapat dibantah lagi.
Hubungan demikian timbul karena adanya kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh
pembagian kekayaan dunia. Misalnya, perniagaan yang bertujuan mempertukarkan hasil bumi
dengan hasil industry merupakan salah satu hubungan terpenting yang terdapat antara bangsa
bangsa didunia.
Di samping hubungan perniagaan, terdapat pula hubungan di lapangan kebudayaan, ilmu
pengetahuan, keagamaan, social dan olahraga. Hubungan internasional ini dipermudah lagi
dengan bertambah sempurnanya berbagai alat perhubungan sebagai akibat kemajuan teknik.
Saling membutuhkan antara bangsa bangsa di berbagai lapangan kehidupan
mengakibatkan timbulnya hubungan yang tetap dan terus menerus antara bangsa, mengakibatkan
pula timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan demikian. Karena
kebutuhan antara bangsa bangsa timbale balik sifatnya, kepentingan memelihara dan mengatur
hubungan yang bermanfaat demikian merupakan suatu kepentingan bersama.
b. Asas hukum yang bersamaan sebagai unsur masyarakat hukum
internasional
Kebutuhan bangsa bangsa untuk hidup berdampingan secara teratur ini merupakan
suatu keharusan kenyataan social yang tidak dapat dielakkan. Hubungan yang teratur demikian
itu tidak semata mata merupakan akibat dari fakta adanya sejumlah negara dan kemajuan
dalam berbagai perhubungan. Fakta fisik demikian tidak dengan sendirinya menimbulkan suatu
masyarakat bangsa bangsa. Juga keharusan hidup bersama, baru merupakan sebagai dari
penjelasan mengapa suatu kumpulan bangsa ini dapat benar benar dinamakan suatu masyarakat
hukum internasional harus ada unsur pengikat lain disamping berbagai kenyataan yang
merupakan fakta eksistensi fisik semata.
Faktor pengikat yang material ini ialah adanya asas kesamaan hukum antara bangsa
bangsa di dunia ini, betapapun berlainan wujudnya hukum positif yang berlaku di masing
masing negara tanpa adanya suatu masyarakat hukum bangsa bangsa. Asas pokok hukum yang
bersamaan ini yang dalam ajaran mengenai sumber hukum formal dikenal dengan asas hukum
umum yang diakui oleh bangsa bangsa yang beradab merupakan penjelmaan hukum alami.
Adanya hukum alami yang mengharuskan bangsa bangsa di dunia ini hidup berdampingan
secara damai dapat dikembalikan pada akal manusia dan naluri untuk mempertahankan jenisnya.
2. Kedaulatan negara: hakikat dan fungsinya dalam masyarakat internasional
Hakikat dan fungsi kedaulatan dalam masyarakat internasional perlu dijelaskan
mengingat pentingnya peran negara dalam masyarakat dan hukum internasional dewasa ini.
Kedaulatan merupakan kata yang sulit karena orang memberikan arti yang berlainan padanya.
Menurut sejarah, asal kata kedaulatan yang dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah
souvereignity berasal dari kata latin superanus berarti yang teratas. Negara dikatakan berdaulat
atau sovereign karena kedaulatan merupakan suatu sifat atau cirri hakiki negara. Bila dikatakan
bahwa negara itu berdaulat, dimaksudkan bahwa negara itu mempunyai kekuasaan tertinggi.
Pengertian kedaulatan negara sebagai kekuasaan tertinggi inilah yang menimbulkan banyak salah
paham.
Menurut asal katanya, kedaulatan memang berarti kekuasaan tertinggi. Negara berdaulat
memang berarti bahwa negara itu tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari pada
kekuasaannya sendiri. Dengan kata lain, negara memiliki monopoli kekuasaan, suatu sifat khas
organisasi masyarakat dan kenegaraan dewasa ini yang tidak membenarkan orang perseorangan
mengambil tindakan sendiri apabila ia dirugikan. Walaupun demikian, kekuasaan tertinggi ini
mempunyai batas batasnya.
Pengertian kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi mengandung dua pembatasan penting
dalam dirinya yaitu:
1. Kekuasaan itu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu
dan
2. Kekuasaan itu berakhir di mana kekuasaan suatu negara lain mulai.



3. Masyarakat internasional dalam peralihan: perubahan perubahan dalam peta
bumi politik, kemajuan teknologi dan struktur masyarakat internasional
Masyarakat internasional kini sedang mengalami berbagai perubahan yang besar dan
pokok, yang perlu kita perhatikan untuk dapat benar benar memahami hakikat masyarakat
internasional dewasa ini. Perubahan besar pertama dan pokok ialah perubahan peta bumi politik
yang terjadi terutama setelah Perang Dunia II. Proses ini yang sudah dimulai pada permulaan
abad XX mengubah pola kekuasaan politik di dunia ini dari satu masyarakat internasional yang
terbagi dalam beberap negara besar yang masing masing mempunyai daerah jajahan dan
lingkungan pengaruhnya menjadi satu masyarakat bangsa bangsa yang terdiri dari banyak
sekali negara yang merdeka. Proses emansipasi bangsa bangsa ini, atau lebih tepat lagi proses
rehabilitasi kalau kita menganggap kemerdekaan bangsa bangsa sebagai sesuatu yang wajar
dan penjajahan oleh bangsa lain sebagai selingan di dalam sejarah yang bertentangan dengan
kodrat bangsa bangsa, merupakan suatu proses yang wajar dan pada hakikatnya merupakan
suatu penjelmaan masyarakat internasional, dalam arti yang sebenarnya. Ciri ciri masyarakat
internasional demikian dan asas pokok yang menjadi dasar masyarakat demikian telah
dibentangkan dalam uraian terdahulu. Dilihat secara demikian, timbulnya negara negara baru
yang merdeka, berdaulat dan sama derajatnya satu dengan yang lain terutama sesudah Perang
Dunia II, patut kita sambut dengan baik. Akan tetapi, sebagaimana selalu terjadi dengan berbagai
perubahan besar, perubahan dalam bumi peta politik ini mempunyai akibat yang jauh bagi
hukum internasional sehingga menyebabkan beberapa oang pesimis berbicara tentang krisis
dalam hukum internasional.

BAB III
Sejarah Hukum Internasional dan Perkembangannya
Dalam masa yang berakhir dengan diadakannya Konferensi Perdamaian Den Haag tahun
1907, telah terjadi tiga hal yang penting yang dapat dianggap sebagai cirri konsolidasi
masyarakat internasional yang didasarkan atas negara negara kebangsaan.
Pertama, negara sebagai kesatuan politik territorial yang terutama didasarkan atas
kebangsaan telah menjadi kenyataan. Dalam tahap pertama pertumbuhan masyarakat
internasional, yaitu sesudah terjadinya Perang Westphalia, kekuasaan riil dalam negara masih
berada dalam tangan raja. Setelah terjadinya Resolusi Perancis dan berbagai pergolakan yang
terjadi di Eropa yang mengakibatkan berpindahnya kekuasaan dari tangan raja ke tangan rakyat
di banyak negara, negara kebangsaan telah benar benar jadi negara nasional dalam arti yang
sebenar benarnya dan bukan lagi kerajaan dengan wajah baru.
Kedua, ialah diadakannya berbagai konferensi internasional yang dimaksudkan sebagai
konferensi untuk mengadakan perjanjian internasional yang bersifat umum dan meletakkan
kaidah umum yang berlaku secara universal. Lepas dari kenyataan bahwa masalah yang diatur
oleh konferensi internasional itu terutama terletak di bidang hukum perang dan netralitas,
kejadian ini dan terutama maksud mengadakan konferensi perjanjian secara berkala merupakan
satu langkah maju ke arah suatu masyarakat internasional sebagai suatu masyarakat hukum. Hal
ini karena konferensi konferensi yang menetapkan perjanjian internasional bersifat umum dan
berlaku secara universal ini sedikit banyak memenuhi fungsi legislatif dari masyarakat
internasional. Konferensi perdamaian ini dapat dianggap sebagai pelopor dari usaha di kemudian
hari yang lebih terarah lag kepada pembentukan hukum internasional melalui berbagai perjanjian
yaitu usaha kodifikasi hukum internasional dalam rangka Liga Bangsa Bangsa dan kemudian
lagi dari PBB.
Ketiga, dibentuknya Mahkamah Internasional Arbitrase Permanen yang merupakan suatu
kejadian penting dalam mewujudkan suatu masyarakat internasional. Dengan dibentuknya
Mahkamah Arbitrase Permanen ini dihidupkan kembali suatu lembaga penyelesaian pertikaian
antara bangsa bangsa yang telah merupakan suatu lembaga yang ampuh dalam masyarakat
bangsa bangsa pada abad pertengahan. Lembaga arbitrase sebagai satu cara penyelesaian
persengketaan antarbangsa bangsa banyak berkurang sejak pertengahan kedua abad XVII.











BAB IV
Hakikat dan Dasar Berlakunya Hukum Internasional
Perkembangan ilmu hukum kemudian telah membuktikan tidak benarnya anggapan
Austin tersebut mengenai hukum. Kita cukup mengingat tentang adanya hukum adat Indonesia
sebagai suatu sistem hukum tersendiri untuk menginsafi kelirunya pikiran Austin mengenai
hukum hakikat.
Mengenai hal ini telah dikemukakan banyak teori. Teori tertua ialah teori hukum alam.
Ajaran hukum alam mempunyai pengaruh yang besar atas ukum internasional sejak permulaan
pertumbuhannya. Ajaran ini yang mula mula mempunyai cirri keagamaan yang kuat, untuk
pertama kalinya dilepas dari hubungannya dengan keagamaan itu oleh Hugo Grotius. Dalam
bentuknya yang telah disekulerisir, hukum alam diartikan sebagai hukum ideal didasarkan atas
hakekat manusia sebagai makhluk yang berakal atau kesatuan kaidah yang diilhamkan alam pada
akal manusia.
Aliran lain mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional itu atas kehendak
negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional. Menurut mereka, pada dasarnya
negara yang merupakan sumber segala hukum, dan hukum internasional itu mengikat karena
negara itu atas kemauan sendiri mau tunduk pada hukum internasional. Aliran ini menyandarkan
teori mereka pada falsafah Hegel yang dahulu mempunyai pengaruh yang luas di Jerman. Zorn
yang berpendapat bahwa hukum internasional itu tidak lain daripada hukum tata negara yang
mengatur hubungan luar suatu negara. Hukum internasional bukan sesuatu yang lebih tinggi
yang mempunyai kekuatan mengikat diluar kemauan negara.

BAB V
Hubungan Antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional
1. Tempat hukum internasional dalam tata hukum secara keseluruhan
Persoalan tempat hukum internasional dalam keseluruhan tata hukum secara umum
merupakan persoalan yang menarik, baik dilihat dari sudut teori atau sudut praktis. Pembahasan
persoalan tempat atau kedudukan hukum internasonal dalam rangka hukum secara keseluruhan
didasarkan atas anggapan bahwa sebagai suatu jenis atau bidang hukum, hukum internasional
merupakan bagian dari hukum pada umumnya. Anggapan atau pendirian demikian tidak dapat
dielakkan apabila kita hendak melihat hukum internasional sebagai suatu perangkat ketentuan
dan asas yang efektif yang benar benar hidup dalam kenyataan sehingga mempunyai hubungan
yang efektif pula dengan ketentuan dan asas yang efektif pula dengan ketentuan atau bidang
hukum lainnya, diantaranya yang paling penting ialah ketentuan hukum yang mengatur
kehidupan manusia dalam lingkungan kebangsaannya masing masing yang dikenal dengan
nama hukum nasional dalam masyarakat internasional dewasa ini. Karena pentingnya hukum
nasional masing masing negara dalam konstelasi politik dunia dewasa ini, dengan sendirinya
penting pula persoalan bagaimanakah hubungan antara berbagai hukum nasional itu dengan
hukum internasional. Disinilah letak pentingnya persoalan kedudukan hukum internasional
dalam keseluruhan tata hukum dilihat dari sudut praktis.
Aliran dualism pernah sangat berpengaruh di Jerman dan Italia. Para pemuka aliran ini
yang utama ialah Triepel, seorang pemuka aliran positivism dari Jerman dan Anzilotti pemuka
aliran positivism dari Italia. Menurut paham dualism ini yang bersumber pada teori bahwa daya
ikat hukum internasional bersumber pada kemauan negara, hukum internasional dan hukum
nasional merupakan dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah satu dari yang lainnya.
Menurut paham monism dengan primat hukum internasional, hukum nasional itu
bersumber pada hukum internasional yang menurut pandangannya merupakan suatu perangkat
ketentua hukum yang hirarkis lebih tinggi. Menurut paham ini hukum nasional tunduk pada
hukum internasional dan pada hakikatnya berkekuatan mengikatnya berdasarkan suatu
pendelegasian wewenang dari hukum internasonal. Paham ini dikembangkan oleh mazhab
Vienna dan disokong pula oleh aliran yang berpengaruh di Perancis.
2. Primat hukum internasional menurut praktik internasional
Praktik hukum internasional memberikan cukup bahan atau contoh bagi kesimpulan
bahwa pada masa dan tingkat perkembangan masyarakat internasional dewasa ini hukum
internasional cukup memiliki wibawa terhadap hukum nasional untuk mengatakan bahwa pada
umumnya hukum internasional itu ditaati dan hukum nasional itu pada hakikatnya tunduk pada
hukum internasional.
Sengketa internasional demikian banyak menarik perhatian dan memperoleh sorotan pers
dunia sedemikian rupa sehingga sengketa perbatasan demikian yang biasanya dimulai dengan
tuduhan dilakukannya pelanggaran oleh salah satu pihak, sangat menonjol dan menarik perhatian
umum sehingga sering dilupakan bahwa sengketa tersebut merupakan peristiwa yang jarang
terjadi dan merupakan pengecualian terhadap keadaan yang umum berlaku bahwa lebih dari
seratus negara di dunia ini hidup berdampingan dengan damai dengan saling menghormati batas
wilayah dengan negara tetangganya. Kurang alasan kiranya bila mengatakan bahwa hukum
internasional (mengenai perbatasan wilayah) tidak mengikat negara negara hanya berdasarkan
beberapa peristiwa sengketa perbatasan. Lebih tepat kiranya bila mengatakan bahwa pelanggaran
atau sengketa perbatasan demikian merupakan pengecualian atau pelanggaran yang sekali
sekali terjadi atas kaidah hukum internasional yang pada umumnya ditaati. Lagi pula apabila
sebab sengketa perbatasan demikian diselidiki lebih jauh, kita sering akan melihat bahwa
sengketa tersebut bersumber pada keadaan tanpa batas yang tidak jelas yang diakibatkan
peninggalan pemerintah kolonial.
3. Hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional menurut hukum positif
beberapa negara
Inggris menganut suatu ajaran bahwa hukum internasional adalah hukum negara. Ajaran
ini lazim dikenal dengan nama doktrin Inkorporasi.
Doktin yang menganggap hukum internasional sebagai hukum inggris ini berkembang
dan dikukuhkan selama abad XVII dan XIX dalam beberapa keputusan pengadilan yang
terkenal.
Akan tetapi, kemudian terjadi beberapa perubahan dalam arti bahwa doktrin itu tidak lagi
diterima secara mutlak. Dalam menilai daya laku doktrin dalam hukum positif yang berlaku di
inggris harus pula dibedakan antara ; hukum kebiasaan internasional dan hukum internasional
yang tertulis.
Negara lain yang juga menganut doktrin inkorporasi yaitu menganggap hukum
internasional sebagai dari hukum nasional ialah Amerika Serikat.
Sepanjang mengenai hukum kebiasaan internasional, praktik di Amerika Serikat hamper
serupa dengan praktik di Inggris yang telah dilukiskan diatas. Undang undang yang dibuat
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (Congress) dianggap tidak bertentangan dengan
hukum internasional sehingga diusahakan agar undang undang tidak bertentangan dengan
hukum internasional. Akan tetapi, jika suatu undang undang terang terangan bertentangan
dengan suatu ketentuan hukum kebiasaan internasional (yang lama), undang undanglah yang
harus dimenangkan).













BAB VI
Subjek Hukum Internasional
Dalam arti yang sebenarnya subjek hukum internasional adalah pemegang hak dan
kewajiban menurut hukum internasional. Kalau mau subjek hukum internasional demikian dapat
kita sebut subjek hukum internasional penuh. Negara merupakan subjek hukum internasional
dalam arti ini.
Macam macam subjek hukum internasional
1. Negara
Negara adalah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, dan telah demikian
halnya sejak lahirnya hukum internasional. Bahkan, hingga sekarang pun masih ada anggapan
bahwa hukum internasional itu pada hakikatnya adalah hukum antarnegara.
Dalam suatu negara federal, yang menjadi pengemban hak dan kewajiban subjek hukum
internasional adalah pemerintah federal. Akan tetapi, ada kalanya konstitusi federal
memungkinkan negara bagian mempunyai hak dan kewajiban yang terbatas atau melakukan hal
yang biasanya dilakukan oleh pemerintah federal.
2. Tahta Suci
Tahta Suci (Vatikan) merupakan suatu contoh dari suatu subjek hukum internasional
yang telah ada sejak dahulu samping negara. Hal ini merupakan peninggalan peninggalan
sejarah sejak zaman dahulu ketika Paus bukan hanya merupakan kepala gereja Roma, tetapi
memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga sekarang Tahta Suci mempunyai perwakilan
diplomatic di banyak ibukota terpenting di dunia yang sejajar kedudukannya dengan wakil
diplomatic negara negara lain. Tahta Suci merupaka suatu hukum dalam arti yang penuh dan
sejajar kedudukannya dengan negara. Hal ini menjadi terutama setelah diadakannya perjanjian
antara Italia dan Tahta Suci pada tanggal 11 Februari 1929 yang mengembalikan sebidang tanah
di Roma kepada Tahta Suci dan memungkinkan didirikannya negara Vatikan, yang dengan
perjanjian itu sekaligus dibentuk dan diakui.
3. Palang Merah Internasioal
Palang merah internasional yang berkedudukan di Jenewa mempunyai tempat tersendiri
dalam sejarah hukum internasional. Boleh dikatakan bahwa organisasi ini sebagai suatu subjek
hukum (yang terbatas) lahir karena sejarah walaupun kemudian kedudukannya diperkuat dalam
perjanjian dan kemudian konvensi konvensi Palang Merah (sekarang konvensi Jenewa tahun
1949 tentang perlindungan korban perang). Sekarang Palang Merah Internasional secara umum
diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan sebagai subjek hukum
internasional walaupun dengan ruang lingkup yang sangat terbatas.
4. Organisasi Internasional
Kedudukan organisasi internasional sebagai subjek hukum intersional sekarang tidak
diragukan lagi, walaupun pada mulanya belum ada kepastian mengenai hal ini.
Organisasi internasional seperti PBB dan Organisasi Buruh Internasional mempunyai hak
dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi konvensi internasional yang merupakan
semacam anggaran dasarnya. Berdasarkan kenyataan ini sebenarnya sudah dapat dikatakan
bahwa PBB dan Organisasi Internasional semacamnya merupakan subjek hukum internasional,
setidak tidaknya menurut hukum internasional khusus yang bersumberkan konvensi
internasional tadi.
5. Orang perorangan (Individu)
Dalam arti yang terbatas orang perorangan sudah agak lama dapat dianggap sebagai
subjek hukum internasional.
Dalam perjanjian Perdamaian Versailles tahun 1919 yang mengakhiri Perng Dunia I
antara Jerman dengan Inggris dan Perancis, dengan masing masing sekutunya, sudah terdapat
pasal pasal yang memungkinkan orang perorangan mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah
Arbitrase Internasional, sehingga dengan demikian sudah ditinggalkan dalil lama bahwa hanya
negara yang bisa menjadi pihak di hadapan suatu peradilan interasional. Ketentuan yang serupa
terdapat dalam perjanjian antara Jerman dan Polandia tahun1922 mengenai Silesia Atas (Upper
Silesia).
6. Pemberontak dan pihak dalam sengketa
Menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai
pihak yang bersengketa dalam beberapa keadaan tertentu.
Akhir akhir ini timbul perkembangan baru yang walaupun mirip dengan pengakuan
status pihak yang bersengketa dalam perang, memiliki ciri lain yang khas, yakni pengakuan
terhadap gerakan pembebasan seperti Gerakan Pembebasan Palestina.
Kelainan itu karena pengakuan gerakan pembebasan demikian merupakan penjelmaan
dari suatu konsepsi baru yang terutama dianut oleh negara negara dunia ketiga yang didasarkan
atas pengertian bahwa bangsa bangsa dianggap mempunyai beberapa hak asasi seperti (1) hak
menentukan nasib sendiri; (2) hak secara bebas memilih sistem ekonomi, politik dan social
sendiri dan (3) hak menguasai sumber kekayaan alam dari wilayah yang didudukinya.
BAB VII
Sumber Hukum Internasional
Macam macam sumber hukum internasional
1. Perjanjian Internasional
Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat
bangsa bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu.
a. Tentang hal membuat perjanjian internasional
Tentang hal membuat perjanjian internasional dapat dibagi lagi dalam 3 tahap
yaitu :
1) Perundingan (negotiation)
2) Penandatanganan (signature)
3) Pengesahan (ratification)
b. Tentang hal berakhir atau ditangguhkan berlakunya perjanjian
Secara umum suatu perjanjian bisa punah atau berakhir karena beberapa sebab
yang tesebut dibawah ini:
1) Karena telah tercapai tujuan perjanjian itu
2) Karena habis waktu berlakunya perjanjian itu
3) Karena punahnya salah satu pihak peserta perjanjian atau punahnya objek
perjanjian itu
4) Karena adanya persetujuan dari para peserta untuk mengakhiri perjanjian
itu
5) Karena diadakannya perjanjian antara para peserta kemudian yang
meniadakan perjanjian yang terdahulu
6) Karena dipenuhinya syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan
ketentuan perjanjian itu sendiri
7) Diakhirinya perjanjian secara sepihak oleh salah satu peserta dn
diterimanya pengakhiran ituoleh pihak lain.

2. Kebiasaan Internasional
Hingga belum selang beberapa lama kebiasaan internasional merupakan sumber hukum
terpenting dari hukum internasional. Seperti kita ketahui kini tempat itu diduduki oleh perjanjian
internasional. Walaupun demikian, kebiasaan internasional memang peranan yang sangat penting
sebagai sumber hukum.
Untuk dapat dikatakan bahwa kebiasaan internasional itu merupakan sumber hukum
perlu terdapat unsur unsur sebagai berikut:
1) Harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum
2) Kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum

3. Prinsip hukum umum
Sumber hukum yang ketiga menurut Pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional
ialah kasus hukum umum yang diakui oleh bangsa bangsa yang beradab. Yang dimaksudkan
dengan asas hukum umum ialah asass hukum yang mendasari sistem hukum modern. Yang
dimaksdudkan dengan sistem hukum modern ialah sistem hukum positif yang didasarkan atas
asas dan lembaga hukum negara barat yang untuk sebagian besar didasarkan atas asas dan
lembaga hukum romawi.

4. A. Sumber hukum tambahan: keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana
terkemuka didunia
Berlainan dengan sumber hukum utama (primer) yang telah dibahas diatas, keputusan
pengadilan dan pendapat para sarjana hanya merupakan sumber subsidier atau tambahan.
Artinya, keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana dapat dikemukakan untuk
membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan
atas sumber primer yakni perjanjian internasional, kebiasaan dan asas hukum umum. Keputusan
pengadilan dan pendapat para sarjana itu sendiri tidak mengikat, artinya tidak dapat
menimbulkan suatu kaidah hukum.
B. Keputusan badan perlengkapan organisasi dan lembaga internasional
Pertumbuhan lembaga dan organisasi internasional dalam 50 tahun belakangan ini telah
mengakibatkan timbulnya berbagai keputusan baik dari badan legislatif, eksekutif maupun
yudikatif dari lembaga atau oganisasi internasional itu yang tidak dapat diabaikan dalam suatu
pembahasan tentang sumber hukum internasional, walaupun mungkin keputusan demikian belum
dapat dikatakan merupakan sumber hukum internasional dalam arti sesungguhnya.
Keputusan badan tersebut di atas sedikit dikitnya dalam lingkungan terbatas yaitu di
lingkungan lembaga atau organisasi internasional itu sendiri, melahirkan berbagai kaidah yang
mengatur pergaulan antara anggota anggotanya. Dalam hal ini keputusan itu mempunyai
kekuatan mengikat yang meliputi beberapa negara, sedangkan ada pula keputusan jenis lain yang
mempunyai pengaruh yang jauh lebih besar dari semestinya.

BAB VII
WILAYAH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL
Menurut Oppenheim tanpa adanya wilayah dengan batas-batas tertentu suatu negara tidak
dapat dianggap sebagai suatu kesatuan geografis disertai dengan kedaulatan dan yuridiksinya
masing-masing. Dengan demikian, wilayah negara menjadi konsep yang paling mendasar dalam
hukum internasional, untuk menunjukan adanya kekuasaan tertinggi dan eksklusif negara dalam
batas-batas wilayah. Peran pentingnya tercermin dalam prinsip penghormatan terhadap integrasi
kewilayahan yang dimuat dalam pelbagai instrument internasional.dalam hukum internasional
perolehan dan hilangnya wilayah negara akan menimbulkan dampak terhadap kedaulatan negara
atas wilayah itu. Kedaulatan negara atas wilayahnya terdapat dua aspek baik positif maupun
negative. Dalam prakteknya sengketa kewilayahan secara garis besar dapat disebabkan oleh
bentuk klaim terhadap seluruh wilayah dari suatu negara, dan bentuk klaim terhadap suatu
bagian dari wilayah negara yang berbatasan. Tuntutan terhadap wilayah atau bagian wilayah dari
suatu negara dapat didasarkan pada berbagai macam hal mulai dari bentuk klasik seperti okupasi
atau preskripsi, sampai kepada bentuk paling mutakhir. Disamping itu, hukum internasional juga
mengenal adanya wilayah yang tidak berada dibawah kedaulatan negara manapun yang dikenal
dengan terra nullius. Ada juga wilayah yang tidak dapat ditundukan pada kedaulatan negara
manapun yang disebut res comunis. Setiap negara memiliki kemungkinan untuk memperluas
wilayahnya yaitu melalui cara:
Akresi
Penambahan wilayah yang disebabkan oleh proses alamiah. Contoh: penambahan
wilayah dalam bentuk pulau baru disebabkan oleh letusan gunung api di laut.
Cessi
Penyerahan wilayah secara damai yang biasa dilakukan memalui suatu perjanjian
perdamaian yang mengakhiri perang.
Okupasi
Penguasaan terhadap suatu wilayah yang tidak berada dibawah kedaulatan negara
manapun, yang dapat berupa suatu terra nullius yang baru ditemukan.
Preskripsi
Pelaksanaan kedaulatan oleh suatu negara secara de facto dan damai dalam kurun waktu
tertentu, bukan terhadap terra nullius melainkan terhadap wilayah yang sebenarnya
berada dibawah kedaulatan negara lain.
Aneksasi
Dalam hal perolehan wialayah secara paksa yang penting adalah sejauhmana tindakan
demikian dapat dianggap sah dan diakui oleh negara-negara lain serta dapat dilaksanakan
dengan system yang berlaku dalam masyarakat internasional.

1. Wilayah dan yuridiksi negara dilaut
Pengaturan tentang kedaulatan dan yuridiksi negara di laut secara komperhensif mulai
dilakukan oleh empat konvensi jenewa 1958 sampai 1970 konvensi masih cukup
memadai, seiring dengan perkembangan konvensi itu dianggap tidak lagi memadai maka
konvensi hukum laut PBB ke-3 menyepakati konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun
1982 yang terdiri dari 320 pasal dan 9 annex. Beberapa ketentuan penting dalam
konvensi sebagai berikut:
1) Status hukum tentang pelbagai Zona Maritim
Mengakui hak negara-negara untuk melakukan klaim atas pelbagai macam zona
maritime dengan status hukum yang berbeda-beda, yang dibagi sbb:
a. Berada dibawah kedaulatan penuh meliputi laut pedalaman,territorial dan
selat untuk pelayaran internasional
b. Mempunyai yuridiksi khusus dan terbatas
c. Mempunyai yuridiksi eksklusif dan memanfaatkan SDA yaitu ZEE dan
landasan kontinen
d. Berada dibawah suatu pengaturan internasional khusus
e. Tidak berada dibawah kedaulatan maupun yuridiksi negara manapun

2) Perairan pedalaman
Batas perairan pedalaman adalah perairan yang terletak pada sisi darat dari garis
pangkal yang dipakai untuk menetapkan laut territorial suatu negara. Bagi negara
kepulauan berlaku suatu ketentuan khusus bahwa suatu perairan pedalaman dapat
ditetapkan dengan menarik suatu garis penutup pada mulut sungai, teluk dan
pelabuhan yang berada pada perairan kepulauannya. Perbedaan prinsipil antara
perairan pedalaman denga laut territorial adalah bahwa diperairan pedalaman
kedaulatan negara berlaku mutlak tnpa adanya pembatasan oleh hukum
internasional dalam bentuk kewajiban-kewajiban untuk memberikan jaminan
pelaksanaan hak lintas damai bagi kapal asing.
3) Laut territorial
Konvensi menetapkan bahwa kedaulatan suatu negara pantai, selain daratan dan
perairan pedalamannya, dan negara kepulauan, perairan kepulauannya, meliputi
juga suatu jalur laut berbatasan dengan laut teritorial. Laut territorial telah
menjadi pertentangan antar negara selama setengah abad, konvensi membrikan
kebebasan kepada setiap negara menetukan batas teritorialnya hingga suatu batas
yang tidak melebihi 12 mil laut dari garis pangkal. Kedaulatan suatu negara
dilaut territorial dibatasi dengan kewajiban untuk menjamin dilaksanakannya hak
lintas damai oleh kapal asing.

4) Selat yang digunakan untuk pelayanan internasional
Ketentuan baru konvensi hukum laut adalah pengakuan masyarakat internasional
tentang pengaturan khusus bagi selat yang digunakan untuk pelayaran
internasional. Ini merupakan refleksi dari perluasan lebar laut territorial dari 3
mil-laut menjadi 12 mil-laut. Akibatnya banyak selat yang lebarnya kurang atau
sama luasnya dengan dua kali lebar maksimul laut territorial statusnya berubah
menjadi laut territorial. Menurut pasal 37 Bab III konvensi hukum laut 1982 selat
yang digunakan untuk pelayaran internasional adalah pelayaran yang
menghubungkan satu bagian laut lepas dengan bagian laut lepas lainnya. Pasal 38
menerangkan tentang lintas transit. Negara-negara tepi selat dapat menetapkan
peraturan perundangan yang berkaitan dengan hak lintas transit. Bab III konvensi
ini juga mengatur hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan pelayaran, termasuk
penetapan alur-alur laut serta skema pemisahan laut lintas kecuali selat yang
termasuk ke dalam pasal 35 (c) tentang selat yang berada dibawah pengaturan
perjanjian internasional.

5) Jalur/Zona Tambahan
Di luar laut teritorialnya, dlam satu jalur yang berbatasn denganya disebut Zona
tambahan. Bats zona ini tidak boleh melebihi 24 mil-laut dari garis pangkal. Pada
dasarnya status perairan zona tambahan tetap merupakan bagian dari laut lepas,
kecuali kalau negara pantai menetapkan zona ekonomi eksklusifnya.

6) Negara kepulauan
Sebelum konferensi hukum laut ketiga masalah kepulauan tidak hanya
menunjukan kegagalan masyarakat internasional bahkan menunjukan adanya
perbedaan pendapat yang sangat kuat disamping penolakan untuk memasukan
masalah tersebut kedalam agenda konferensi hukum laut. Konsep negara
kepulauan mendapat dukungan cukup baik dari berbagai negara peserta tetapi
dengan catatan bahwa prinsip kebebasan pelayaran dan penerbangan tetap
dipertahankan terutama pada bagian laut yang akan berubah status menjadi
perairan kepulauan, persyaratan lain bahwa perlunya ditetapkan suatu ketentuan
tentang penarikan garis pangkal serta definisi tentang definisi negara kepulauan
secara objektif, cara penarikan garis pangkalnya serta status hukum dari perairan
yang ditutup oleh garis pangkal tersebut. Kebebasan pelayaran merupakan
pensyaratan yang diusulkan kelompok Bulgaria dkk. Uni soviet berpendapat
bahwa perundingan tentang negara kepulauan harus diselesaikan dalam bentuk
package deal. Pengakuan negara kepulauan harus diimbangai dengan jaminan
kebebasan berlayar. Selain itu masih ada thailand dan malaysia yang megusulkan
tentang hak ekspoitasi sumber daya hayati. Akhirnya konsep negara kepulauan
dimasukan Bab 4 tentang negara kepulauan ke dalam hukum konfensi hukum laut
1982, dan indonesia telah meratifikasinya dan dituangkan dalan undang-undang
no 17 tahun 1985. Salah satu langkah implementasi yang dilakukan indonesia
adalah dengan mengeluarkan undang-undang no. 6 tahun 1996 tentang perairan
indonesia yang merupakan pengganti UU no. 4/prp tahun 1960. Undang-undang
ini menjamin hak lintas damai, hak lintas alur kepulauan, hak lintas transit kapal-
kapal asing.

7) Zona Ekonomi Eksklusif
Zona ekonomi eksklusif dapat dianggap sebagai suatu hasil revolusi yang telah
mengubah sedemikian rupa pengaturan atas laut. Pasal 55 Konfensi hukum laut
1982 menetapkan suatu negara mempunyai hak beraulat dan yurudiksi khusus
untuk memanfaatkan kekayaan alam yang berada pada jalur ZEE termasuk pada
dasar laut dan tanah dibawahnya. Lebar ZEE tidak boleh lebih dari 200 mil-laut
dari garis pangkal. Di zona ini negara lain tetap memiliki kebebasan untuk
berlayar dan terbang diatasnya serta untuk memasang kabel dan pipa di dasar
lautnya. Jauh sebelum Konfensi hukum laut 1982 diterima, indonesia telah
mengumumkan ZEEnya melalui pengumuman pemerintah kemudian diikuti
dengan penerbitan undang-undang no.5 tahun 1983, menurut UU ini indonesia
menpunyai hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber
daya hayati dengan mentaati ketentuan tentang pengelolaan dan konservasi.
Disamping itu, indonesia juga telah mengeluarkan undang-undang no 9
tahun1985 tentang perikanan indonesia. Wilayah perikanan indonesia ditetapkan
meliputi perairan indonesia, sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya
diwilayah indonesia dan ZEE indonesia.

8) Landasan Kontinen
Landasan kontinen ditetapkan sampai pinggiran luar tepi kontinen atau hingga
jaraj 200 mil-laut dari pangkal, apabila pinggiran luar tepi kontinen tidak
mencapai jarak tersebut tidak akan menghasilkan batas terluar yang sama bagi
setiap negara, karena kondisi pantai negara yang berbeda-beda. Untuk itu
Konfensi menetapkan cara-cara penepatan batas terluar landasan kontinen dengan
menarik garis lurus yang tidak melebihi 60 mil-laut panjangnya, dengan
menghubungkan titik-titik terluar yang ketebalan batu endapannya adalah paling
sedikit 1% dari titik tersebut dan kaki lereng kontinen. Pada luar landasan
kontinen, negara pantai berkewajiban untuk membagi hasil produksi yang
diperoleh dengan negara lain dan menyerahkannya ke international sea-bed
authority. Landasan kontinen indonesia dalam UU no. 1 tahun 1973 tentang
menetapkan ekspliotasi dan eksplorasi SDA di landasan kontinen indonesia
dilakuakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku dibidang masing-masing.

9) Negara-negara yang tidak berpartai dan negara-negara yang secara
geografis tidak beruntung
Negara-negara yang tidak berpantai dan negara yang secara geografis tidak
beruntung memiliki hak untuk berperan atas dasar keadilan dalam kegiatan
eksploitasi dan eksplorasi bagian yang menjadi kelebihan.

10) Laut Lepas
Konvensi telah mengakui batas terluar laut territorial menjadi 12 mil. Demikian
juga kebebasan di laut lepas juga terkurangi karena konsep baru. Di laut lepas
setiap negara baik negar pantai atau negara tidak pantai dapat menikmati
kebebasan dilaut lapas. Kebebasan menangkap ikan dilaut lepas dihapuskan
sampai dengan batas 200mil laut dari garis pangkal yang sekarang menjadi Zona
Ekonomi Eksklusif. Setiap negara harus bekerjasama dalam pengolahan dan
konservasi sumber daya hayati.

11) Kawasan
Kawasan merupakan daerah dasar laut dan tanah dibawahnya yang terletak diluar
batas terluar landas kontinen suatu negara. Kawasan ini tidak dapat dimanfaatkan
hanya dijadikan warisan bersama umat manusia dan dikelola oleh suatu badan
internasional yang disebut otorita (the international sea-bed authority). Menurut
system kawasan ini bisa ditambang dengan persetujuan otorita. Otorita sendiri
dapat melakukan penambangan melalui suatu penambangan yang disebut The
Enterprise.
12) Pulau
Batas terluar laut territorial, ZEE, dan landasan kontinen suatu pulau ditetapkan
berdasarkan ketentuan yang berlaku di wilayah daratan.

13) Laut tertutup dan setengan tertutup
Negara yang berbatasn dengan laut tertutup atau setengah tertutup harus
bekerjasama mengelola sumber daya hayati dan menetapkan kebijakan dan
kegiatan riset lingkungan.

14) Lingkungan laut
Negara harus mengawasi dan mencegah pencemaran lingkungan laut dan
bertanggung jawab atas kerusakannya.

2. Penyelesaian sengketa
Dalam penyelesaian sengketa harus diajukan ke mahkamah hukum laut internasional.
Sengketa diselesaikan melalui konsoliasi. Mahkamah mempunyai yuridiksi eksklusif
untuk sengketa penambangan dasar laut samudra dalam.

3. Persetujuan implementasi Bab XI Konvensi Hukum Laut 1982
Persetujuan ini membuat 10 pasal yang mengatur tentang masalah procedural. Pasal 2
persetujuan ini mengatur hubungan persetujuan ini dengan ketentuan-ketentuan Bab XI
konvensi hukum lautb1982 yang menetapkan kedua dokumentersebut harus
diinterpretasikan dan diimplementasikan sebagai dokumen integral. Apabila ada yang
inkonsisten maka berlaku ketentuan dari persetujuan. Persetujuan tersebut disertai annex
yang mengatur tentang berbagai masalah yang menjadi problem areas, termasuk
pembebanan biaya terhadap negara peserta dan pengaturan kelembagaanya, mekanisme
pengambilan keputusan dari ISA, dan amandemen konvensi yang akan datang.

4. Persetujuan tentang konservasi dan pengolahan jenis-jenis ikan yang terdapat di
dua ZEE (straddlling) dan yang bermigrasi jauh (highly migratory)
Konvensi hukum laut 1982, negara-negara harus bekerjasma menjamin pelaksanaan
konservasi serta menggalakan tujuan pemanfaatan sumber daya ikan yang optimal baik di
dalam maupun di luar ZEE. Perjanjian ini diterima pada tanggal 4 agustus 1995dan
dibuka untuk ditandatangani tanggal 4 desember 1995 sampai 4 desember 1996 dan
berlaku setelah 30 hari diterima instrument ratifikasi.

5. Ruang udara dan ruang angkasa
Menurt hukum internasional wilayah dibagi menjadi tiga yaitu darat, laut dan udara. Paris
convention for the regulation of aerial navigation tahun 1919 mengakui kedaulatan penuh
diruang udara di atas wilayah darat dan laut teritorialnya. Dengan adanya kedaulatan di
ruang udara suatu negara dapat melarang negara lain terbang di atas wilayahnya, kecuali
ada perjanjian sebelumnya. Sama halnya dengan status hukum dilaut lepas, hukum
internasional mengakui status hukum ruang angkasa sebagai res comunis, sehingga
bagian manapun dari ruang angkasa dapat dijadikan bagian wilayah kedaulatan negara.

You might also like