You are on page 1of 2

Budidaya Bengkuang

Posting: Rabu, 5 Juni 2013 - Hit 2384 - Kontributor:



Obyek wisata Bogor bukan hanya Kebun Raya, dan Museum Zoologi. Talas, bengkuang, dan
pisang, terutama pisang tanduk, juga melengkapi oleh-oleh wisata khas Bogor. Tiga komoditas itu,
lalu dianggap sebagai komoditas pertanian khas Bogor. Talas dan pisang tanduk memang benar
asli Indonesia, tetapi bengkuang adalah umbi dari kepulauan Karibia, dan Amerika Tengah. Nama
Inggris bengkuang jcama, atau Spanyol heekahmah, berasal dari bahasa Nahuatl (bahasa Aztex),
xicamatl, dan hee-kah-mahtl). Sesuai asalnya, bengkuang juga disebut Mexican Potato, dan
Mexican Turnip.

Bengkuang dipanen umbinya. Curah hujan di sekitar Bogor cukup tinggi, hingga umbi bengkuang di
kawasan ini banyak mengandung air. Beda dengan umbi bengkuang dari Amerika Tengah,
mengandung karbohidrat (pati) tinggi. Di negara-negara Amerika Tengah, bengkuang dibudidayakan
untuk diambil patinya. Pati bengkuang sangat cocok untuk bubur dan kue makanan bayi, karena
kelembutannya. Umbi bengkuang yang akan dipanen untuk diambil patinya, harus dipelihara paling
tidak selama dua tahun. Hingga umbi itu sudah berserat, dan tidak bisa dikonsumsi segar.

Umbi yang akan dikonsumsi segar, harus dipanen pada tahun pertama, sejak penanaman.
Budidaya bengkuang di sekitar Bogor dilakukan sepanjang tahun. Sebab curah hujan di kawasan ini
merata sepanjang tahun. Hingga setiap saat, para wisatawan bisa menjumpai bengkuang dijajakan
di kios di sepanjang jalur jalan raya ke Puncak, atau ke Sukabumi. Di kawasan yang musim
hujannya terkonsentrasi selama lima, atau bahkan tiga bulan (NTT), bengkuang ditanam pada awal
musim penghujan, dan dipanen pada musim kemarau ketika tanamannya sudah mati.

Bengkuang dibudidayakan dari benih biji. Petani biasanya menyisakan satu dua tanaman yang
dibiarkan berbunga dan berbuah berupa polong, untuk digunakan sebagai benih pada musim tanam
berikutnya. Tanaman lainnya sengaja dipangkas (dibuang) bunganya, agar tidak menghasilkan
polong. Sebab bengkuang baru akan menghasilkan umbi, kalau semua bunga dibuang. Kalau
bunga dibiarkan tumbuh menjadi polong, bengkuang tidak akan menghasilkan umbi. Polong
bengkuang mirip dengan buncis, dengan bulu halus pada kulitnya.

Panjang polong bengkuang sekitar 10 cm, dengan biji sebesar biji buncis. Polong dan biji berwarna
hijau ketika muda. Setelah tua, kulit polong berwarna abu-abu kehitaman, dan biji menjadi coklat.
Biji inilah yang dipanen petani untuk benih. Apabila tidak segera ditanam, polong akan dibiarkan
tetap utuh, tidak dikupas, dan disimpan di tempat yang kering. Biasanya petani menyimpan polong
bermacam tanaman pada para-para di atas tungku dapur. Biji yang sudah terlanjur dikeluarkan dari
polong, dan tidak akan segera ditanam, harus disimpan dalam wadah kaleng atau botol beling yang
tertutup rapat.

Bengkuang menghendaki lahan yang gembur, terutama tanah vulkanis dengan bahan organik yang
kaya. Meskipun daya adaptasi bengkuang terhadap bermacam jenis tanaman juga cukup tinggi.
Agar pertumbuhan umbi bisa optimal, bengkuang menghendaki sinar matahari penuh sepanjang
hari. Tanaman ini akan tumbuh baik pada lahan dengan ketinggian antara 200 sd. 800 m. dpl. Para
petani biasanya mengolah lahan untuk ditanami bengkuang, dengan cangkul, kemudian dibuat
guludan. Pada guludan itu dibuat lubang tanam menggunakan tugal. Ke dalam lubang tanam itulah
dimasukkan satu biji bengkuang sebagai benih.

Bengkuang merupakan tanaman memanjat, dengan cara membelit. Di habitat aslinya, bengkuang
memanjat tanaman lain, untuk mengejar sinar matahari. Di areal penanaman, petani bisa
memberinya ajir, sebagai tiang panjatan. Para petani di sekitar Bogor, jarang memberi ajir untuk
bengkuang. Hingga tanaman menjalar memenuhi guludan, seperti halnya tanaman ubi jalar. Alasan
petani tidak diberi ajir, adalah agar mudah membuang kuncup bakal bunga. Pembuangan dilakukan
dengan memetik malai bunga satu per satu menggunakan tangan.

Bengkuang dipanen pada umur antara 8 sd. 10 bulan. Panen dilakukan dengan membabat seluruh
tanaman. Sulur batang dan daun bengkuang, biasanya ditaruh di antara dua guludan. Pada waktu
membongkar guludan untuk mengambil umbi bengkuang, sulur dan daun yang baru saja dibabat,
sekalian ditimbun. Pembongkaran guludan dilakukan dengan hati-hati, agar mata cangkul tidak
melukai umbi. Bengkuang hasil panen diikat, dengan menyatukan pangkal batang yang masih
melekat pada umbi, menggunakan tali bambu.

Meskipun bisa dibudidayakan sepanjang tahun, para petani di sekitar Bogor, hanya mau menanam
bengkuang, agar panennya pas bertepatan dengan musim kemarau. Sebab pada musim penghujan,
minat masyarakat untuk membeli bengkuang agak menurun. Selain dimakan segar, bengkuang
paling disukai sebagai bahan rujak, bersama buah-buahan, dan ubi jalar merah. Dewasa ini
bengkuang juga sering dijadikan bahan kosmetik, terutama untuk menghaluskan dan menyehatkan
kulit wajah. Bengkuang bahan kosmetik, dipilih yang benar-benar sudah tua.

Terakhir, bengkuang juga dijadikan pengisi lumpia. Sebab produsen lumpia, sering kesulitan
mendapatkan pasokan rebung segar secara kontinu. Rebung yang sudah layu berasa masam, dan
beraroma pesing. Maka para pengusaha lumpia pun secara kreatif beralih ke bengkuang yang lebih
mudah diperoleh. Sebenarnya, selain dipanen umbinya, bengkuang juga bisa dipanen bijinya
sebagai bahan baku pestisida. Sebab dalam biji bengkuang, terkandung rotenon dalam volume
yang cukup besar, sebagai bahan pestisida organik. (Foragri).

You might also like