HUBUNGAN IKLIM KERJA DENGAN KEPUASAN PERAWAT DALAM MENJALANKAN PERAN DAN FUNGSI PERAWAT DI PUSKESMAS KECAMATAN CIRACAS JAKARTA TAHUN 2014
PROPOSAL Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
Oleh : MUCHAMAD GANDA GUNAWAN 101.0711.086
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 2014
2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti yang dibuktikan dengan angka kematian dari tahun 2003 hingga 2006 yang menurun (Kemenkes, 2008; Huda, 2012). Kemenkes juga mengatakan bahwa data ini juga didukung oleh menurunnya angka kematian bayi, yaitu dari 30,8 per 1000 kelahiran pada tahun 2004 hingga 26,9 per 1000 kelahiran di tahun 2007. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia semakin serius dalam hal kesehatan di tengah-tengah era globalisasi. Bidang kesehatan dituntut untuk terus meningkatkan mutu pelayanannya demi bertahan dalam persaingan di dalam era globalisasi ini, termasuk pemanfaatan maksimal sumber daya internal dan eksternal. Hal itu mencakup kemampuan Rumah Sakit dalam mengantisipasi perubahan- perubahan lingkungan dengan cara memanfaatkan sumber daya internal secara optimal (Veenda, 2004). Karena hanya dengan begitu Rumah Sakit akan mampu bersaing secara kompetitif. Munculnya persaingan atau kompetisi dalam bidang pelayanan kesehatan umumnya dan keperawatan khususnya, karena meningkatnya perubahan sosial ekonomi, demografi, kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang semakin bertambah banyak. Dalam beberapa tahun belakangan ini industri Rumah Sakit Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup berarti dengan diterbitkannya berbagai peraturan dan perundang-undangan yang bertujuan untuk mendorong investasi dan menciptakan kondisi bisnis dan jasa Rumah Sakit yang lebih baik (Huda, 2012). Terbukti, tidak hanya Pemerintah yang memang berkewajiban menyediakan jasa layanan kesehatan kepada masyarakat, para pelaku bisnis pun kini semakin aktif berinvestasi di industri Rumah Sakit Indonesia (Azhary, 2009). Hal itu memperkuat 3
pernyataan bahwa semakin banyak pihak yang menaruh perhatian pada industri kesehatan. Pelayanan yang diberikan pada klien adalah pelayanan yang berkualitas demi memenangkan kompetisi di era globalisasi, sehinggga penjaminan mutu sangat penting disini. Masyarakat telah memiliki pandangan bahwa Rumah Sakit merupakan fasilitas pelayanan kesehatan pusat, namun untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, ada banyak lembaga lain, yakni Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), klinik, LSM, Posyandu, pengobatan alternatif, dan lain sebagainya. Puskesmas, sebagai fasilitas kesehatan yang jumlahnya lebih banyak dibanding Rumah Sakit, sering kali menjadi alternatif andalan masyarakat. Data dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan Ri pada Tahun 2010 tertulis bahwa terdapat 9.005 Puskesmas di 33 Propinsi, dimana 11% (1.008) Puskesmas diantaranya terdapat di Provinsi Jawa Barat (Fauziah, 2012). Untuk itu, Puskesmas perlu juga mengembangkan pelayanan dan meningkatkan mutu. Puskesmas mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan kesehatan, karena Puskesmas merupakan unit kesehatan terdepan dan strategis sebagai pusat pengembangan, pembinaan, dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang berada di dalam wilayah kerjanya. Tenaga perawat merupakan salah satu tenaga yang vital di Puskesmas, karena proporsinya yang cukup besar, yaitu kurang lebih 30% (diluar tenaga perawat yang menjadi bidan), disisi lain sebagian besar kurang lebih 85% belum merupakan tenaga yang dikategorikan profesional, karena pendidikannya masih pada tingkat menengah atau sekolah perawat kesehatan (Ditjen Kesmas, 2003; Ahmad, 2006). Tenaga perawat yang merupakan The caring profession mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial spiritual merupakan pelayanan yang unik dilaksanakan selama 24 jam dan berkesinambungan merupakan kelebihan tersendiri dibanding pelayanan lainnya (Ningsih, Priyo, dan Suratmi, 2011). 4
Untuk pemberian pelayanan yang tanpa henti dan terus berkesinambungan, tentu pelayanan keperawatan tidak dapat dijalankan dengan jumlah tenaga yang sedikit. Belakangan ini diketahui bahwa mulai menjamur sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dalam bidang keperawatan. Jumlah lulusan Poltekkes dan Non Poltekkes pada tahun 2009 adalah 62.371 orang, terdiri dari 14.357 orang (23.02%) dan lulusan Non Poltekkes sebanyak 48.014 orang (76,98%) . Jumlah lulusan Poltekkes dan Non Poltekkes terbanyak pada jurusan keperawatan sebanyak 29.920 orang kemudian jurusan kebidanan sebanyak 18.545 orang (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2010). Lebih lanjut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga menyebutkan bahwa 410.067 tenaga kesehatan yang terdata di tahun 2009 terdiri dari 51.805 tenaga medis, 173.948 tenaga perawat, 10.384 perawat gigi, 93.889 tenaga bidan, 19.953 tenaga kefarmasian, 28.858 tenaga kesehatan masyarakat, 12.762 tenaga gizi, 2.985 tenaga keterapian fisik dan 15.483 keteknisian medis. Jumlah tenaga kesehatan di berbagai bidang tersebut bekerjasama, berupaya untuk selalu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi para klien. Perawat tidak dapat menjalankan tindakan mandiri secara penuh dalam memberikan pelayananan kesehatan, namun juga perlu adanya kolaborasi dengan tenaga lain, khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan.Hal ini senada dengan kutipan dari Syamsuddin (2012) bahwa keperawatan sebagai profesi dan perawat sebagai tenaga profesional bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan sesuai kompotensi dan kewenangan yang dimiliki secara mandiri maupun bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya. CHS (1989; dalam Ali, 2002) menyebutkan bahwa salah satu peran perawat adalah konsultan/penasihat pada tenaga kerja lain dan klien. Memang perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling sering mengadakan kontak dengan klien, itulah sebab perawat menjadi orang yang paling tahu mengenai status kondisi klien. Perawat memiliki peran dan fungsi tersendiri sebagai tenaga kerja profesional. Peran perawat (Lokakarya Nasional 1983, dalam Ali, 2002) meliputi pelaksana pelayanan keperawatan, pengelola pelayanan keperawatan 5
dan institusi pendidikan, pendidik dalam keperawatan, serta peneliti pengembang keperawatan. Sedangkan fungsi perawat (Iskandar, 2013) dibagi menjadi tiga, yakni fungsi independen, fungsi dependen, dan fungsi interdependen. Segala tindakan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan peran dan fungsi tersebut. Tindakan keperawatan yang tidak sesuai peran dan fungsi perawat berpotensi merugikan klien. Fungsi pokok perawat adalah membantu individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat dalam melaksanakan kegiatan yang menunjang kesehatan, penyembuhan, atau menghadapi kematian yang pada hakikatnya dapat mereka laksanakan tanpa bantuan apabila mereka memiliki kekuatan, kemauan, dan pengetahuan (PK. St. Carolus 1983; Ali, 2002). Tanpa adanya perawat yang menjalankan peran dan fungsinya, individu, keluarga, dan masyarakat hanya akan dapat melaksanakan kegiatan yang menunjang kesehatan, penyembuhan, atau menghadapi kematian dirinya sendiri secara individual tanpa didasari pengetahuan dan keterampilan yang mencukupi. Perawat yang menjalankan berbagai peran dan fungsinya, serta selalu mengadakan kontak dengan klien harus memiliki kepribadian yang baik serta mengetahui bagaimana cara membuat nyaman klien saat berkomunikasi maupun saat melakukan tindakan. Dalam pengelolaan sumber daya manusia, hal yang penting diperhatikan adalah upaya-upaya untuk memelihara hubungan yang kontinu dan serasi terhadap karyawan, dan upaya tersebut berkenaan dengan kepuasan seorang karyawan dalam bekerja (Gatot dan Adisasmito, 2005). Kepuasan perawat dalam menjalankan peran dan fungsinya akan menentukan seberapa baik kinerjanya. Beberapa peneliti telah mendefinisikan kepuasan kerja. Salah satu peneliti yang mengemukakan definisi kepuasan kerja adalah Handoko (1992; dalam Sutrisno, 2013), yang mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para karyawan memandang pekerjaan mereka. Selain itu, Steers (1985; dalam Hamsyah, 2004) juga mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan dirinya (meliputi aspek usia, kondisi kesehatan, kemampuan dan 6
pendidikan) atau pekerjaannya (melibatkan aspek-aspek seperti upah, atau gaji yang diterima, kesempatan pengembangan karier, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan dan struktur organisasi perusahaan. Kepuasan kerja yang tinggi akan menghasilkan mutu pelayanan yang baik, begitu pun pula sebaliknya. Telah banyak peneliti yang mencoba menemukan faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja, dan salah satunya adalah iklim kerja. Iklim kerja yang dapat mempemgaruhi pekerja dalam tiga hal yaitu : motivasi, kinerja dan kepuasan kerja pekerja (Lumbantoruan, 2005). Iklim kerja adalah yang menyangkut lingkungan yang ada atau yang dihadapi oleh manusia yang berada dalam suatu organisasi yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan pekerjaan (Huda, 2012). Pendapat lain dari Litwin dan Stringer (1999; Mitchel, 1994; Muadi, 2009) menyatakan bahwa iklim kerja merupakan persepsi seseorang yang hidup dan bekerja di dalam lingkungan dan diasumsikan untuk perubahan motivasi dan lingkungannya. Iklim kerja dapat disimpulkan sebagai suatu persepsi karyawan terhadap lingkungan pekerjannya dan dapat mempengaruhi motivasi, kinerja, dan kepuasan kerja karyawan. Iklim kerja didapat dan dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang dialami oleh karyawan. Veenda (2004) menulis bahwa iklim kerja tumbuh dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang ada di sebuah fasilitas kesehatan seperti rasa aman bekerja, rasa nyaman bekerja, suasana kerja, kebutuhan finansial yang memadai, komunikasi yang baik antara atasan dan bawahan serta masih banyak faktor-faktor lain. Iklim kerja yang muncul dalam suatu organisasi merupakan faktor utama untuk menentukan pengembangan sikap dan perilaku para karyawan (Meeusen et al, 2011; Siswanto, 2012). Iklim kerja merupakan salah satu point yang dapat menentukan kepuasan perawat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai seorang perawat. Iklim kerja memiliki dimensi dalam batasan lingkupnya. Triwibowo (2013) menyebutkan bahwa iklim kerja pada sebuah organisasi mencakup beberapa aspek, yakni tanggungjawab, penghargaan, kehangatan dan dukungan, struktur, resiko, konflik, dan iklim kerja positif. Dimensi iklim 7
kerja menurut Litwin dan Stringer (2008; dalam Wiandini, 2012) yaitu struktur, tanggungjawab, imbalan, resiko, kehangatan, dukungan, standar, konflik, dan identitas. Beberapa peneliti telah berhasil menemukan hubungan antara dimensi- dimensi iklim kerja dengan kepuasan kerja perawat. Farjam, Razak, dan Jafar (2013) telah melakukan penelitian yang hasilnya adalah bahwa kesesuaian, tanggungjawab, penghargaan, kejelasan, dan rekan kerja secara signifikan mempengaruhi kepuasan kerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD I. A. Moeis Samarinda. Sadiyanto (2001) menemukan hasil penelitian bahwa terdapat hubungan bermakna antara lingkungan kerja dengan kepuasan kerja, dan penghargaan dengan kepuasan kerja. Penulis merasa penting untuk meneliti tentang hubungan iklim kerja dengan kepuasan perawat, mengingat dimensi-dimensi iklim kerja secara signifikan mempengaruhi kepuasan kerja perawat. Kepuasan kerja perawat
Peneliti telah melakukan studi pendahuluan di Puskesmas Kecamatan Ciracas pada tanggal ______ dan didapatkan data bahwa pelayanan di Puskesmas ini terbagi menjadi ______ ruangan, yaitu poli umum, poli gigi, poli Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), poli gizi, poli mata, poli Diabetes Mellitus (DM), poli lansia, IMS/VCT, poli Tuberkulosis (TB), poli kesehatan jiwa (keswa), poli NAPZA, PAL, PKPR, rumah bersalin, dan rawat inap. Tenaga kerja yang ditempatkan di masing-masing ruangan berdasarkan kebijakan dari _______. Berdasarkan keterangan staf bagian Pendidikan dan Latihan (Diklat) Puskesmas Kecamatan Ciracas, jumlah pengunjung Puskesmas berkisar antara 70 sampai 100 orang per hari. Jumlah kunjungan yang tinggi dan banyaknya pelayanan yang harus diberikan, membuat Puskesmas Kecamatan Ciracas terpaksa mengalihkan beberapa tenaga kerja untuk bertugas tidak pada lingkupnya yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Dari total 50 orang perawat, 45 orang diantaranya bertugas di poli, dan 5 orang lainnya bertugas di bagian administrasi atau bagian _____ . Perawat- perawat yang bertugas di poli aktivitasnya hampir sama, yakni memeriksa 8
kesehatan pasien dengan melakukan pemeriksaan fisik, mendiagnosis penyakit klien, dan menuliskan resep obat. Jumlah kunjungan klien yang banyak setiap harinya menyebabkan seluruh tenaga kesehatan harus mampu memberikan pelayanan yang optimal. Demikian pula apabila ada tenaga kesehatan yang sedang bertugas di luar Puskesmas, atau karena jumlah tenaga kesehatan lain, terutama dokter, yang tidak mencukupi untuk bertugas di masing-masing poli, atau karena tenaga kesehatan lain yang memang sedang berhalangan hadir. Hal ini menyebabkan perawat seringkali dianggap sebagai dokter karena perawat juga melakukan tugas seorang dokter untuk memberikan pelayanan kepada klien. Perawat yang bertugas di bagian administrasi atau bagian ____ pun memiliki visi yang sama, yakni memberikan pelayanan yang optimal kepada klien, walaupun memang tidak sesuai dengan peran dan fungsinya. Namun adanya tuntutan untuk mampu melakukan tugas tenaga kerja lain merupakan hal yang melanggar peraturan dan fungsi serta peran perawat itu sendiri, bahkan mungkin dapat berpotensi membahayakan jiwa klien (malpraktik). Oleh karena itu penting bagi perawat untuk tetap menjalankan peran utamanya sebagai pemberi pelayanan keperawatan di Puskesmas demi mewujudkan masyarakat yang sehat. Perawat yang bertugas kurang sesuai dengan fungsi dan perannya pun belum tentu murni dijalankan atas kemauan sendiri, mengingat penempatan tenaga kerja didasarkan kebijakan dari _____ . Berdasarkan data diatas penulis merasa penting untuk meneliti tentang hubungan iklim kerja dengan kepuasan perawat dalam menjalankan peran dan fungsi sebagai perawat.
B. Masalah Penelitian Demi meningkatnya mutu pelayanan di Puskesmas Kecamatan Ciracas, pengelolaan manajemen Puskesmas, khususnya dibidang keperawatan hendaknya dilakukan upaya perbaikan. Dari berbagai aspek yang ada, faktor peningkatan produktivitas sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu aspek penting dalam usaha peningkatan kualitas pelayanan Puskesmas. 9
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti, didapatkan data bahwa ____ dari 10 orang perawat mengeluhkan tentang tugas yang diberikan oleh atasan tidak sesuai dengan peran dan fungsinya seebagai perawat. Selain itu, peneliti menemukan bahwa __ dari ___ tenaga perawat tidak bekerja pada ruangan dimana ia dapat menjalankan peran dan fungsinya sebagai perawat. Angka turnover sebesar ___% pada tahun ___ dan ditambah lagi dengan jumlah perawat yang sakit ___ orang perawat dengan jumlah lama hari sakit yaitu sebesar ___ hari selama satu tahun, yakni di tahun ___. Disamping itu, manajemen Puskesmas Kelurahan Ciracas sendiri belum mngetahui sejauh mana tingkat kepuasan tenaga perawatnya dalam menjalankan peran dan fungsi perawat. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, peneiti ingin mengetahui tentang: 1. Bagaimana gambaran karakteristik perawat, yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan, dan lama kerja, dengan kepuasan perawat dalam melaksanakan peran dan fungsi perawat di Puskesmas Kecamatan Ciracas tahun 2014. 2. Bagaimana gambaran iklim kerja perawat di Puskesmas Kecamatan Ciracas tahun 2014. 3. Bagaimana gambaran kepuasan perawat dalam melaksanakan peran dan fungsi perawat di Puskesmas Kecamatan Ciracas tahun 2014. 4. Apakah ada hubungan antara iklim kerja dengan kepuasan perawat dalam melaksanakan peran dan fungsi perawat di Puskesmas Kecamatan Ciracas tahun 2014.
C. Tujuan Penelitian 1. Umum Diketahuinya hubungan iklim kerja dengan kepuasan perawat dalam menjalankan peran dan fungsi perawat di Puskesmas Kecamatan Ciracas tahun 2014. 2. Khusus 10
a. Diketahuinya gambaran karakteristik perawat yang terdiri dari usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan masa kerja di Puskesmas Kecamatan Ciracas tahun 2014. b. Diketahuinya gambaran iklim kerja perawat di Puskesmas Kecamatan Ciracas tahun 2014. c. Diketahuinya gambaran kepuasan perawat dalam melaksanakan peran dan fungsi perawat di Puskesmas Kecamatan Ciracas tahun 2014. d. Diketahuinya hubungan antara iklim kerja dengan kepuasan perawat dalam menjalankan peran dan fungsinya di Puskesmas Kecamatan Ciracas tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian Penelitian yang akan dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya bermanfaat bagi peneliti, institusi pendidikan, institusi kesehatan dan mahasiswa. 1. Manfaat Aplikatif a. Sebagai masukan bagi pihak manajemen Puskesmas untuk pembuat perencanaan terhadap upaya peningkatan SDM, terutama yang terkait dengan penerapan iklim kerja sehingga dapat memberikan kepuasan kepada para perawat dan meningkatkan produktivitas kerja. b. Memberi masukan bigi para perawat dalam menciptakan iklim kerja yang kondusif melalui peningkatan tanggungjawab dan hubungan kerja sama yang baik. 2. Manfaat Akademis dan Keilmuan a. Berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu manajemen sumber daya manusia. b. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi baru, atau menunjang teori-teori yang sudah ada tentang hubungan iklim kerja dengan kepuasan perawat dalam melaksanakan peran dan fungsi perawat. 11
3. Manfaat Metodologis Sebagai bahan penelitian lanjutan dengan metode yang sesuai dalam ruang lingkup yang lebih luas.
E. RUANG LINGKUP Ruang lingkup penelitian ini hanya membahas tentang hubungan iklim kerja dengan kepuasan perawat dalam melaksanakan peran dan fungsi perawat di Puskesmas Ciracas tahun 2014.
12
Sumber ketidakpuasan kerja yang lain adalah sistem imbalan yang dianggap tidak adil menurut persepsi pegawai. Gaji yang diterima oleh setiap karyawan mencerminkan perbedaan tanggung jawab, pengalaman, kecakapan maupun senioritas. Selain itu, sistem karir yang tidak jelas serta perlakuan yang tidak sama dalam reward maupun punishment juga merupakan sumber ketidakpuasan pegawai, Tidak adanya penghargaan atas pengalaman dan keahlian serta jenjang karir dan promosi yang tidak dirancang dengan benar dapat menimbulkan sikap apatis dalam bekerja karena tidak memberikan harapan lebih baik di masa depan (Baihaqi, 2010)