102010231 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510 Email: ryan.brian@rocketmail.com
PENDAHULUAN Dermatofitosis merupakan mikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita, antara lain Tricophyton, Epidermophyton, dan Microsporum. Conant et al., membagi dermatofitosis berdasarkan lokalisasi kelainan pada badan, yaitu: tinea kapitis, tinea korporis, tinea favosa, tinea imbrikata, tinea kruris, tinea pedis, tinea unguium, dan tinea barbae. 1 Pada makalh ini saya akan membahas mengenai tinea kruris baik dari segi pemeriksaan, diagnosis kerja dan banding, etiologi, epidemiologi, manifestasi klinik, komplikasi, penatalaksanaan, prognosis, dan preventif.
PEMBAHASAN 1. Anamnesis Pada anamnesis, ditanyakan nama, umur, jenis kelamin, keluhan utama, riwayat penyakit dahulu, riwayat sosial, riwayat keluarga, dan riwayat obat. 2 Anamnesis tidak perlu lebih terperinci, akan tetapi dapat dilakukan lebih terarah kepada diagnosis banding setelah dan sewaktu inspeksi. 3
Keluhan utama Pasien mungkin mengeluhkan adanya ruam, bercak, gatal, ulkus, atau pertumbuhan. Minta pasien untuk menjelaskan keluhan yang dicemaskan dengan pasti dan distribusinya. Juga sebaiknya ditanyakan faktor pemicu dan pereda, seperti panas, dingin, hangat, kering. Walaupun seringkali sulit, lama ruam atau kelainan kulit harus diketahui, terutama pada tumor kulit. Perubahan yang terjadi setelah suatu lesi timbul juga harus diketahui. Tanyakan pada pasien apakah lesi menyebar dari bagian tengah atau tepi, atau apakah lesi tiba-tiba muncul dalam jumlah banyak dan kadang menghilang. Riwayat penyakit dahulu Sebaiknya ditanyakan penyakit kulit yang pernah diderita pasien karena penyakit kulit mungkin sudah ada sejak lahir. Riwayat sosial Riwayat pekerjaan sangat penting pada penyakit kulit karena beberapa bahan kimia industri dapat mengiritasi atau menimbulkan alergi. Alergi kulit dapat dipicu oleh hobi dan ruam oleh antigen tumbuhan. Tanyakan juga tentang pajanan sinar matahari, yang dalam jangka pendek dapat memicu ruam fotosensitif, dan kadang berkaitan dengan reaksi obat. Selain itu, pajanan berulang selama bertahun-tahun memudahkan terjadinya ulkus roden, karsinoma sel skuamosa, dan melanoma maligna. Riwayat keluarga Perlu dipastikan apakah terdapat riwayat atopi dalam keluarga pasien dermatitis, dan riwayat psoriasis dalam keluarga pasien yang dicurigai mengidap ruam psoriasis. Keluhan kulit lain yang jarang dijumpai mungkin juga bersifat familial, misalnya porfiria kutanea tarda. Riwayat obat Jenis dan lama obat yang sedang dimium pasien harus diketahui. Obat adalah kasus penting pada sejumlah besar erupsi. Harus diingat bahwa sebagian ovat mungkin sudah digunakan selama berbulan-bulan sebelum ruam muncul, misalnya garam emas atau penisilamin pada pasien arthritis rematoid. 2
Pada skenario diatas, berdasarkan hasil anamnesis didapatkan umur pasien 30 tahun dengan jenis kelamin laki-laki. Keluhan utamanya bercak merah pada kedua lipatan paha, gatal, berlangung sejak 2 minggu yang lalu. Gatal terutama dirasakan saat cuaca panas atau pada saat berkeringat banyak. Sebagai informasi tambahan didapatkan bahwa pasien suka memakai celana jeans, mandi sehari sekali, kadang-kadang dua hari sekali. Kelainan kulit meluas setelah menggunakan salep hidrokortison.
2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan kulit terutama berdasarkan inspeksi. Bantuan pemeriksaan dengan kaca pembesar dapat dilakukan. Pemeriksaan ini harus dilakukan dalam ruangan yang terang. Lesi harus diidentifikasi dan dijelaskan. Setiap perubahan sekunder, misalnya ekskoriasi, harus diketahui dan dicatat. Bentuk, ukuran, warna, konsistensi dan distribusi setiap lesi harus dicatat dengan jelas. Setelah inspeksi selesai, dilakukan palpasi. Pada pemeriksaan ini diperhatikan adanya tanda-tanda radang akut atau tidak, misalnya dolor, kalor, fungsio laesa, ada tidaknya indurasi, fluktuasi, dan pembesaran kelenjar regional maupun generalisata. Selain itu, pemeriksaan umum perlu dilakukan karena sering kali penyakit kulit merupakan komponen dari suatu penyakit multisistem. Bila diperlukan dapat dikonsultasikan ke bagian lain, misalnya untuk pemeriksaan umum internis. Juga dapat dilakukan pemeriksaan pembantu, seperti pemeriksaan bakteriologik, mikologik, histopatologik, darah, urin, dan imunologik. 2,3
3. Pemeriksaan Penunjang Pada penyakit yang disebabkan oleh jamur, pemeriksaan yang dilakukan yaitu pemeriksaan langsung kerokan kulit yang bermasalah dengan KOH 10-20% yang ditambah dengan 5% gliserol kemudian dipanaskan (51-54 o C). KOH akan melisikan sel kulit sehingga elemen jamur akan terlihat jelas. Penambahan zat warna seperti chorazole black E atau tinta parker biru-hitam pada KOH semakin mempermudah terlihatnya elemen jamur. Pada sediaan KOH dari kulit, kuku, dan rambut, jamur tampak sebagai hifa berseptum dan bercabang. Hifa tersebut dapat membentuk artrospora yang pada kuku dan rambut terlihat sebagai spora yang tersusun padat. Pembiakan dilakukan pada medium agar Saboraud yang dibubuhi antibiotik dan disimpan pada suhu kamar. Spesies jamur ditentukan oleh sifat koloni, hifa, dan spora yang dibentuk. 1
4. Diagnosis Kerja Diagnosis kerja dari tinea kruris yaitu ditemukannya lesi yang berbatas tegas di daerah inguinal atau lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Lesi dapat berupa eritema disertai gatal yang hebat. Sebagai diagnosis pasti dapat dilakukan pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit yang bermasalah dengan KOH 10% dan dilihat dengan mikroskop, akan menunjukkan hasil postif terinfeksi tinea kruris bila ditemukan adanya hifa dan spora. Jamur penyebab dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan ini. 1,3
5. Diagnosis Banding a. Dermatitis Kontak Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit. Ada 2 macam dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik, keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.
Dermatitis kontak iritan (DKI) Penyakit ini merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, tanpa didahului proses sensitisasi. Dapat diderita semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Penyebabnya bahan yang bersifat iritan misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam bergantung pada sifat iritan. Jenis dermatitis kontak yang paling sering terjadi adalah DKI kronis. Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (seperti deterjen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air) dan faktor fisik (seperti gesekan, trauma mikro, kelembapan rendah, panas, dingin). Gejala klasiknya berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis)dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Keluhan penderita umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak karena fisur. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah dirasakan mengganggu baru mendapat perhatian. Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis, kadang diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.
Dermatitis kontak alergik (DKA) Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). DKA terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen. Penyebab DKA adalah bahan kimia dengan berat molekul <1000 dalton, merupakan antigen yang belum diproses, yang disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya. Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembapan lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari). Proses perjalanan penyakit melalui 2 tahap, yaitu sensitisasi dan elisitasi. Penderita umumnya merasa gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas, diikuti edema, papulovesikel, vesikel, atau bula. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasannya tidak jelas. Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang teliti. Dapat dilakukan uji tempel untuk memastikan. Pengaobatan untuk dermatitis ini adalah kortikosteroid topikal misalnya hidrokortison ataupun kortikosteroid oral dalam jangka pendek seperti prednison 30 mg/hari. 3
b. Kandidiasis (kandidosis, moniliasis) Kandidiasis merupakan suatu penyakit kulit akut atau subakut, disebabkan jamur Candida albicans yang menyerang kulit, subkutan, kuku, selaput lendir, dan alat dalam. Penyakit ini dapat menyerang segala umur, baik pria maupun wanita, banyak terdapat pada daerah tropis dengan kelembapan udara yang tinggi. Lebih banyak pada musim hujan, sehubungan dengan daerah-daerah yang tergenang air. Terutama menyerang pekerja kebun, tukang cuci, dan petani. Faktor keturunan dengan adanya riwayat diabetes mellitus mempermudah berkembangnya Candida albicans. Faktor predisposisi lain seperti pemakaian antibiotik yang lama, obesitas, alcohol, gangguan vaskularisasi, hiperhidrosis dan lain-lain. Pada kulit, tempat predileksinya yaitu bokong sekitar anus, lipat ketiak, lipat paha, bawah payudara, sekitar pusar, garis-garis kaki dan tangan. Gejala yang sering dikeluhkan adalah gatal hebat disertai rasa panas seperti terbakar, dan terkadang nyeri bila ada infeksi sekunder. 4 Pada pemeriksaan ditemukan daerah yang eritematosa, basah, erosif, dan bersisik.
Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustule-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer. 3 Pada keadaan kronik, terdapat daerah-daerah likenifikasi, hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan terkadang berfisura. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan cara : 1. kerokan kulit dengan KOH 10%, 40%, akan ditemukan sel-sel ragi 2. biakan pada media Saboroud, terdapat koloni coklat mengkilat dan permukaan basah (koloni ragi) 3. fermentasi gula, fruktosa dan glukosa positif 4
c. Psoriasis Intertriginosa (soriasis inversa, psoriasis fleksural) Psoriasis adalah penyakit kulit autoimun, kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, tebal berlapis-lapis dan transparan seperti mika. Penyakit ini disertai dengan fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kbner. Tempat predileksi psoriasis adalah pada scalp, perbatasan daerah scalp dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor, terutama siku dan lutut, dan daerah lumbosakral. Pada psoriasis intertriginosa, tempat predileksinya adalah pada daerah fleksor dan lipatan, seperti mamae, perut, aksila, genitokrural, dan bokong. Lesinya berupa plak eritematosa dan maserasi kulit di lipatan, dapat disertai dengan lesi satelit. Pemeriksaan pembantu yang dilakukan bertujuan menganalisis penyebab psoriasis seperti pemeriksaan darah rutin, kimia darah, gula darah kolesterol dan asam urat. Pengobatan yang diberikan simtomatis, seperti kortikosteroid, metotreksat, DDS, preparat ter, antralin, dan PUVA. 3-4
d. Eritrasma Eritrasma ialah penyakit yang menyerang stratum korneum kulit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium minitussismum. Penyakit ini ditandai dengan adanya lesi berupa eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Lesi kulit dapat berukuran sebesar miliar sampai plakat. Lesi dapat terlihat merah kecoklatan tergantung area lesi dan warna kulit penderita. Beberapa penulis beranggapan ada hubungan erat antra eritrasma dan diabetes mellitus. Penyakit ini terutama menyerang orang dewasa dan dianggap tidak begitu menular. Pemeriksaan pembantu terdiri atas: 1. pemeriksaan dengan lampu wood, lesi terlihat berfluoresensi merah membara (coral red)
2. kerokan kulit dengan KOH, terlihat batang pendek halus, bercabang, berdiameter 1 u atau kurang, mudah putus sebagai bentuk basil kecil atau difteroid. 3
6. Etiologi Sinonim dari tinea cruris yaitu eczema marginatum, gym itch, hobie itch, jock itch, ringworm of the groin, tinea inguinalis. 1,3-5
Tinea kruris adalah dermatofitosis yang mengenai paha atas bagian tengah, daerah inguinal, pubis, perineum, dan daerah perianal. Dermatofitosis ialah mikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Jamur ini mengeluarkan enzim keratinase sehingga mampu mencerna keratin pada kuku, rambut, dan stratum korneum kulit. Berdasarkan sifat morfologi, jmaur golongan dermatofita dikelompokkan dalam 3 genus: Tricophyton, Epidermophyton, dan Microsporum. 1
Pada tinea cruris, penyebabnya ialah Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagrophytes, atau Epidermophyton floccosum. Penyakit ini lebih banyak diderita oleh laki-laki daripada perempuan. Faktor predisposisinya antara lain keadaan yang hangat, lembap, pakaian ketat yang dikenakan oleh laki-laki, obesitas, dan pemakaian kronis glukokortikoid topikal. 5
7. Epidemiologi Tinea kruris tersebar luas terutama di daerah beriklim tropis, banyak terdapat di Indonesia. Infeksi umumnya terjadi pada laki-laki postpubertal, namun perempuan juga dapat terkena. Penularan lebih mudah terjadi dalam lingkungan yang padat atau pada tempat dengan pemakaian fasilitas bersama seperti asrama dan di rumah tahanan. Pemakaian baju ketat, keringat, dan baju mandi yang lembap dalam waktu yang lama merupakan faktor predisposisi tinea kruris. Faktor risiko yang lain adalah obesitas dan diabetes mellitus. 1
8. Manifestasi Klinik Kelainan pada tinea kruris mengenai kulit di daerah inguinal atau lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genitor-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah anus, dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi
terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan yang sekunder (polimorf). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. 3
Tinea kruris yang disebabkan Tricophyton rubrum atau Epidermophyton floccosum bersifat kronik dan relatif tanpa peradangan. Lesi hanya tampak sebagai eritema ringan dengan daerah tepi yang tampak tidak begitu aktif. Tinea kruris yang disebabkan oleh Tricophyton mentagrophytes terlihat akut dengan peradangan, bagian tepi lesi tampak aktif disertai vesikel dan seringkali disertai rasa gatal yang hebat. 1
9. Komplikasi Tinea cruris dapat mengalami infeksi sekunder oleh candida atau bakteri lain. Area tersebut dapat menjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi pada infeksi jamur yang kronis. Kesalahan pengobatan tinea kruris dengan steroid topikal dapat menyebabkan perburukan penyakit. Walaupun pasien dapat menyadari gejala yang mereda, tapi infeksi dapat berlanjut dan menyebar. 5
10. Penatalaksanaan 10.1 Terapi medikamentosa 1. Preparat antijamur topikal Preparat dibawah ini diaplikasikan dua kali sehari pada daerah yang terkena. Hasil optimal akan terlihat setelah 4 minggu, termasuk 1 minggu setelah lesi hilang. Diaplikasikan kurang lebih 3 cm di luar tepi lesi. Agen topikal ini sebanding, hanya dibedakan dari segi biaya, dasar, pembawa, dan aktivitas antijamur.
Imidazol Antijamur golongan imidazol memiliki spectrum yang luas. Terdiri dari beberapa preparat, antara lain mikonazol, klotrimazol. a. Mikonazol Mikonazol menghambat aktivitas jamur Tricophyton, Epidermohyton, dan Microsporum, Candida dan Malassezia furfur. Mekanisme kerja obat ini belum diketahui sepenuhnya. Mikonazol masuk ke dalam sel jamur dan menyebabkan kerusakan dinding sel sehingga permeabilitas terhadap berbagai zat intrasel meningkat. Mungkin pula terjadi gangguan sintesis asam nukleat atau penimbunan peroksida dalam sel jamur yang akan
menyebabkan kerusakan. Obat yang sudah menembus lapisan tanduk kulit dan akan menetap sampai 4 hari. Obat ini diindikasikan untuk dermatofitosis, tinea versikolor, dan kandidiasis mukokutan. Obat ini tersedia dalam bentuk krim 2% dan bedak tabur yang dipakai 2 kali sehari selama 2-4 minggu. Krim 2% untuk penggunaan intravaginal diberikan sekali sehari pada malam hari selama 7 hari. Gel 2% tersedia untuk kandidiasis oral. Mikonazol tidak boleh dibubuhkan pada mata. Efek samping dari obat ini berupa iritasi, rasa terbakar, dan maserasi. Penggunaan pada kehamilan trimester pertama sebaiknya dihindari. b. Klotrimazol Klotrimazol mempunyai efek antijamur dan antibakteri dengan mekanisme kerja mirip mikonazol dan secara topikal digunakan untuk pengobatan tinea pedis, kruris, dan korporis yang disebabkan oleh Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagrophytes, Epidermohyton floccosum, dan Microsporum canis, dan untuk tinea versikolor. Juga untuk infeksi kulit dan vulvovaginitis yang disebabkan oleh Candida albicans. Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan larutan dengan kadar 1% untuk dioleskan dua kali sehari. Pada pemakaian topikal dapat terjadi rasa terbakar, eritema, edema, gatal, dan urtikaria.
Tolnaftat Tolnaftat adalah suatu tiokarbamat yang efektif untuk sebagian besar dermatofitosis tapi tidak untuk candida. Tersedia dalam bentuk krim, gel, bubuk, cairan aerosol, atau larutan topikal dengan kadar 1%. Digunakan 2-3 kali sehari. Rasa gatal akan hilang dalam waktu 24- 72 jam.
Asam benzoat dan asam salisilat Kombinasi asam benzoat dan asam salisilat dalam perbandingan 2:1 (biasanya 6% dan 3%) ini dikenal sebagai salep Whitfield. Di Indonesia terkenal dengan salep kulit 88. Asam benzoat memberikan efek fungistatik sedangkan asam salisilat memberikan efek keratolitik. Karena asam benzoat hanya bersifat fungistatik maka penyembuhan baru tercapai setelah lapisan tanduk yang menderita terkelupas seluruhnya, sehingga pemakaian obat ini membutuhkan waktu beberapa minggu sampai bulanan. Salep ini banyak digunakan pengobatan tinea pedis, dan kadang-kadang juga untuk tinea kapitis. Dapat terjadi iritasi ringan pada tempat pemakaian, juga ada keluhan kurang menyenangkan dari pemakainya karena salep ini berlemak.
Asam undesilenat Asam undesilenat merupakan cairan kuning dengan bau khas yang tajam. Dosis biasa dari asam ini hanya menimbulkan efek fungistatik tetapi dalam dosis tinggi dan pemakaian yang lama dapat memberikan efek fungisidal. Obat ini aktif terhadap Tricophyton, Epidermohyton, dan Microsporum. Obat ini tersedia dalam bentuk salep campuran mengandung 5% undesilenat dan 20% seng undesilenat. Dalam hal ini seng berperan untuk menekan luasnya peradangan.
Haloprogin Haloprogin merupakan suatu antijamur sintetik, berbentuk kristal putih kekuningan, sukar larut dalam air tetapi larut dalam alcohol. Obat ini bersifat fungisidal terhadap Tricophyton, Epidermohyton, dan Microsporum, dan Malassezia furfur. Haloprogin tersedia dalam bentuk krim dan larutan dengan kadar 1%.
Siklopiroks olamin Obat ini merupakan antijamur topikal berspektrum luas. Penggunaan kliniknya ialah untuk dermatofitosis, kandidiasis, dan tinea versikolor. Siklopiroks olamin tersedia dalam bentuk krim 1% yang dioleskan pada lesi 2 kali sehari. Reaksi iritatif dapat terjadi walaupun jarang.
Terbinafin Terbinafin merupakan suatu derivate alilamin sintetik dengan struktur mirip naftitin. Obat ini digunakan secara topikal untuk dermatofitosis. Terbinafin topikal tersedia dalam bentuk krim 1% dan gel 1%. Terbinafin topikal digunakan untuk pengobatan tinea kruris dan korporis yang diberikan 1-2 kali sehari selama 1-2 minggu.
2. Preparat antijamur sistemik Digunakan untuk infeksi dari kulit yang mengalami keratinisasi: hanya digunakan jika lesi semakin meluas dan gagal merespon terhadap pengobatan topikal. Biasanya dibutuhkan untuk pengobatan tinea capitis dan tinea unguium, tinea yang mengalami inflamasi dan tinea pedis yang tipe hiperkeratosis-moccasin.
Griseofulvin Griseofulvin diisolasi dari Penicillium griseofulvum dierckx. Griseofulvin efektif terhadap berbagai jenis jamur dermatofit seperti Tricophyton, Epidermohyton, dan
Microsporum. Preparat ini dimetabolisme di hati dan metabolit utamanya adalah 6- metilgriseofulvin. Waktu paruhnya kira-kira 24 jam. Obat ini akan dikumpulkan dalam sel pembentuk keratin, lalu muncul bersama sel yang baru berdiferensiasi, terikat kuat dengan keratin sehingga sel baru ini akan resisten terhadap serangan jamur. Keratin yang telah mengandung jamur akan terkelupas dan diganti oleh sel yang normal. Efek samping yang berat jarang timbul akibat pemakaian griseofulvin. Namun dapat juga timbul leukopenia, granulositopenia, sakit kepala, atralgia, neuritis perifer, demam, pandangan kabur, insomnia, berkurangnya fungis motorik, pusing, sinkop, rasa kering pada mulut, mual, muntah, diare, flatulensi, albuminuria, silinderuria. Pada kulit dapat terjadi urtikaria, reaksi fotosensitivitas, eritema multiforme, vesikula dan erupsi menyerupai morbili. Di Indonesia, griseofulvin mikrokristal tersedia dalam bentuk tablet berisi 125 dan 500 mg dan tablet yang mengandung partikel ultramikrokristal tersedia dalam takaran 330 mg.Untuk anak, griseofulvin diberikan 5-15 mg/kgBB/hari sedangkan untuk dewasa 500- 1000 mg/hari dalam dosis tunggal. Griseofulvin diberikan selama 2-3 minggu. Bila dosis tunggal tidak dapat ditoleransi, maka dibagi dalam beberapa dosis.
Ketokonazol Ketokonazol merupakan turunan imidazol sintetik dengan struktur mirip mikonazol dan klotrimazol. Obat ini meurpakan antijamur sistemik per oral yang penyerapannya bervariasi antar individu. Obat ini menghasilkan kadar plasma yang cukup untuk menekan aktivitas berbagai jenis jamur. Penyerapan melalui saluran cerna akan berkurang pada pasien dengan pH lambung yang tinggi, pada pemberian bersama antagonis H2 atau bersama antasida. Pengaruh makanan tidak begitu nyata terhadap penyerapan ketokonazol. Setelah pemberian per oral, obat ini ditemukan dalam urin, kelenjar lemak, liur, juga pada kulit yang mengalami infeksi, tendo, cairan sinovial, dan cairan vaginal. Sebagian besar obat ini mengalami metabolisme lintas pertama. Sebagian besar ketokonazol diekskresikan bersama cairan empedu ke lumen usus dan hanya sebagian kecil saja yang dikeluarkan bersama urin, semuanya dalam bentuk metabolit yang tidak aktif. Efek sampingnya antara lain mual, muntah, sakit kepala, vertigo, nyeri epigastrik, fotofobia, pruritus, parestesia, gusi berdarah, erupsi kulit, dan trombositopenia. Dosis yang dianjurkan pada dewasa adalah satu kali 200-400 mg sehari selama 1 bulan. 6
10.2 Terapi non-medikamentosa Untuk mengurangi reinfeksi, dapat digunakan bedak antijamur dan sabun benzoil peroksida. Usahkan selalu menjaga kebersihan dan kelembapan kulit. 5
11. Prognosis Baik, asalkan kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga. 4
12. Preventif Tinea kruris dapat dicegah dengan meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan. Daapat juga menggunakan bedak yang mengandung mikonazol atau tolnaftat pada daerah yang rentan terhadap infeksi jamur setelah mandi. 5
Kesimpulan Tinea kruris merupakan penyakit yang disebabkan jamur golongan dermatofita, yaitu Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagrophytes, atau Epidermophyton floccosum. Penyakit ini mengenai paha atas bagian tengah, daerah inguinal, pubis, perineum, dan daerah perianal. Penyakit ini lebih banyak diderita oleh laki-laki daripada perempuan. Faktor predisposisinya antara lain keadaan yang hangat, lembap, pakaian ketat yang dikenakan oleh laki-laki, obesitas, dan pemakaian kronis glukokortikoid topikal. Penatalaksanaan terhadap tinea kruris adalah dengan pemberian obat topikal seperti mikonazol atau klotrimazol selama kurang lebih 4 minggu. Prognosis penyakit ini baik asalkan kebersihan dan kelembapan kulit selalu dijaga.
Daftar Pustaka
1. Mulyati K, Pudji, Susilo J. Buku ajar parasitologi kedokteran. Jakarta: FK UI; 2008. ed 4. h.319-25 2. Dacre, Jane, Kopelman, Peter. Buku saku keterampilan klinis. Jakarta: EGC; 2005. h.258-59 3. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: FK UI; 2008. ed 5. h.34, 92-4, 129-47, 189-91, 334-5 4. Siregar, RS. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Jakarta: EGC; 2005. ed 2. h.29-34 5. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatricks color atlas & synopsis of clinical dermatology. USA: The McGraw-Hill Companies; 2005. ed 5. h.699-700 6. Setiabudy R, Bahry B. Obat jamur. Jakarta: FK UI; 2009. ed 5. h.574-5, 579-82