You are on page 1of 2

Pica merupakan keinginan kuat terhadap barang-barang yang bukan makanan atau

menelan benda-benda bukan makanan. Keinginan kuat yang ditemukan pada pasien yang
didiagnosa dengan pica bisa terkait dengan keadaan kekurangan gizi, seperti anemia defisiensi
zat besi; juga bisa terkait dengan kehamilan; atau dengan keterbelakangan mental atau penyakit
jiwa. Kata pica berasal dari bahasa latin yang berarti sejenis burung Gagak (burung Magpie)
yang memakan benda apa saja yang ditemuinya.
Buku penuntun profesional kesehatan jiwa, the Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, edisi keempat, revisi naskah (2000), yang disingkat sebagai DSM-IV-TR,
mengelompokkan pica dalam kategori Gangguan Makan dan Pemberian Makan Bayi atau Anak
Kecil. Seorang pasien yang dapat didiagnosa dengan pica harus terus menerus memiliki
keigninan kuat untuk memakan benda-benda bukan makanan selama sekurang-kurangnya satu
bulan. Perilaku ini tidak pantas untuk tahap pertumbuhan anak. Lebih jauh, perilaku ini tidak
boleh disetujui atau didorong oleh lingkungan sekitar anak.
Penyebab pica belum diketahui. Banyak hipotesis yang telah dibuat untuk menjelaskan
perilaku ini. Hipotesis ini mencakup berbagai faktor seperti pengaruh kultural; status sosial-
ekonomi rendah; penyakit defisiensi; dan gangguan psikologis. Malnutrisi sering didiagnosa
bersama dengan pica. Hubungan sebab-akibat belum ditemukan. Memakan tanah liat ditemukan
terkait dengan kekurangan zat besi; akan tetapi, apakah absorpsi zat besi yang berkurang
disebabkan oleh memakan tanah liat atau apakah kekurangan zat besi mendorong orang
memakan tanah liat, masih belum diketahui. Beberapa kelompok kultural disebutkan mengajari
anak-anaknya memakan tanah liat. Orang-orang yang menderita anemia defisiensi zat besi juga
telah dilaporkan mengunyah batu es. Namun, mekanisme atau hubungan sebab akibatnya tidak
diketahui.
Memakan cat paling umum diantara anak-anak yang berasal dari keluarga berstatus
sosial-ekonomi rendah. Ini sering terkait dengan kurangnya pengawasan dari orang tua. Faktor
kelaparan juga bisa menimbulkan pica. Pada orang-orang yang mengalami keterbelakangan
mental, pica dianggap sebagai akibat dari ketidakmampuan untuk membedakan antara benda
yang termasuk makanan dan yang bukan makanan. Akan tetapi, pendapat ini tidak didukung
karena orang yang mengalami gangguan jiwa tidak sembarangan dalam memilih dan memakan
benda-benda yang bukan makanan.
Pica, kekurangan zat besi, dan beberapa gangguan fisiologis lainnya pada manusia telah
ditemukan terkait dengan aktivitas sistem dopamin yang menurun dalam otak. Dopamin
merupakan sebuah neurotransmitter, atau zat kimia yang membantu menyalurkan transmisi
impuls-impuls saraf dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya. Hubungan ini telah menyebabkan
beberapa peneliti berpendapat bahwa kemungkinan ada hubungan antara kadar dopamin yang
rendah dalam otak dengan terjadinya pica. Akan tetapi, tidak ada gangguan biokimia
bersangkutan yang telah diidentifikasi.
Faktor-faktor risiko untuk pica mencakup hal-hal berikut:
- psikopatologi orang tua/anak
- ketidakteraturan rumah tangga
- keterkucilan dari lingkungan
- kehamilan
- epilepsy
- kerusakan otak
- keterbelakangan mental
- gangguan-gangguan pertumbuhan yang pervasif
-

You might also like