You are on page 1of 58

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

1
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

BAHAN BELAJAR KETERAMPILAN MEDIK
FARMASI KEDOKTERAN
Siti Rahmatul Aini, S.F, Apt, dr. Triana Dyah C, dr. Ilsa Hunaifi
Andang Sari, S.Si, Apt, Drs. Agus Supriyanto, Apt, dr. Nurhidayati M.Kes, dr.
Emmy Amalia


PENDAHULUAN
Ilmu farmasi kedokteran merupakan ilmu terintegrasi dengan ilmu farmasi dan ilmu kedokteran
klinik. Ditilik dari sejarahnya, sebelum abad XX, obat yang digunakan masih sederhana yaitu obat
tradisional dan Ars Prescribendi dan Ars Preparans dipegang oleh 1 ahli yaitu dokter/tabib. Sedangkan
setelah abad XX, melalui perkembangan ilmu pengobatan maka diciptakan obat dari bahan kimia, Ars
prescribendi oleh dokter dan Ars preparansi dilakukan oleh apoteker.

PERIHAL OBAT
BATASAN OBAT
Obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis,
mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada manusia, hewan dan tumbuhan.
Obat adalah unsur bahan aktif secara fisiologis, zat kimia, atau racun. Menurut Permenkes RI
No.242/1990, obat adalah bahan atau panduan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan
penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan, dan peningkatan kesehatan termasuk kontrasepsi dan
sediaan biologis.
Obat adalah unsur bahan aktif secara fisiologis, zat kimia, atau racun, sedangkan menurut
Permenkes No.193/Kab/B-VII/71, obat adalah bahan/paduan bahan yang digunakan dalam menetapkan :
Diagnosis
Contoh: cairan kontras (BaSO4)
Mencegah
Contoh: vaksin, pil KB.
Menghilangkan penyakit/ gejala, luka/kelainan
Contoh: obat-obat simptomatis, contoh: parasetamol.
Memperindah/memperelok tubuh
Contoh: obat jerawat, pemutih

KATEGORI OBAT
Obat bisa dikategorikan menurut UU Farmasi, bentuk (fisik), cara pemberian dan khasiat/efek obat.
Berdasarkan keamanannya obat dapat digolongkan (Peraturan MenKes No. 242/ Thn 90)
Obat bebas
Obat bebas terbatas
Obat keras
Obat Psikotropika
Obat narkotika




Menurut Jenisnya Obat Dapat Dibedakan Menjadi :
Obat baku/bahan Substansi yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia atau buku

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


2
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

obat resmi lainnya yang ditetapkan pemerintah.
Obat jadi
Obat standart, obat generik: obat dengan komposisi dan nama teknis
standart seperti dalam Farmakope Indonesia atau buku lain yang
ditetapkan pemerintah.
Obat paten
Trade name: obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar seperti
nama pabrik atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli
dari pabrik yang memproduksinya dan obat tersebut obat yang
masih dilindung oleh hak patennya. Obat paten tidak tersedia dalam
bentuk generik, dan tidak boleh suatu perusahaan membuat nama
paten yang lain dengan kandungan yang sama selama masa paten
obat ini masih dikuasai oleh perusahaan leadernya atau selama hak
paten kandungannya tidak dijual atau dilisensikan ke perusahaan
lain yang berminat.
Obat Off Paten obat yang telah habis masa patennya
Obat Generik obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam
Farmakope Indonesia dan INN (International Non-propietary Names)
dari WHO (World Health Organization) untuk zat berkhasiat yang
dikandungnya. Nama generik ini ditempatkan sebagai judul dari
monografi sediaan-sediaan obat yang mengandung nama generik
tersebut sebagai zat tunggal (Obat Generik Berlogo). Obat Generik
bisa berupa obat off paten yang terdiri atas branded generik dan
generik (berlogo).
Obat asli
Obat tradisional, jamu, fitofarmaka: obat yang didapat langsung dari
bahan-bahan alamiah Indonesia.
Obat dengan Nama
Dagang


Obat generik yang dibuat oleh pabrik dengan nama yang berbeda
dengan nama generiknya tetapi komposisinya sama dengan
generiknya. Yang membedakan adalah bentuk sediaan, rasa,
kemasan dan promosi.

Menurut Cara Pemberiannya, Obat Dibedakan Menjadi:
Obat sistemik, yaitu cara pemberian obat yang memungkinkan obat masuk dalam tubuh dan beredar
dalam sirkulasi sistemik sehingga efek kerjanya bersifat sistemik. Cara pemberian obat sistemik ini
misalnya pemberian per oral dan parenteral.
Obat lokal, yaitu cara pemberian obat yang menghasilkan efek setempat atau hanya pada tempat
pemberian. Obat lokal ini tidak atau minimal ditemukan dalam sirkulasi sistemik. Cara pemberian
obat dengan efek lokal misalnya obat topikal seperti salep kulit, sampho anti ketombe, dan
pemberian per inhalasi.

Menurut khasiat/efek obat, obat dibedakan menjadi kelas terapi seperti tercantum dalam Daftar
Obat Essensial Nasional ( DOEN).

Penggolongan Berdasar Efek Farmakologi
Contoh : Fenobarbital; dapat dikategorikan menurut:
Tempat kerja dalam tubuh; merupakan obat yang bekerja pada SSP
Aktivitas terapeutik; merupakan obat sedatif-hipnotik.
Mekanisme kerja farmakologi; merupakan depressan SSP
Sumber asal/ sifat-sifat kimia; merupakan turunan asam barbiturat.

Menurut bentuk dan struktur kimia:
Asam; contoh acetosal, acidum ascorbinium, barbitalum
Basa; contoh alucol, bisacodyl, hidrochlorothiazida
Garam; contoh : natrium chlorida, papaverine HCI, atropine sulfas

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


3
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Garam/senyawa kompleks; contoh: magnesium trisilikat, cynacobalamin, aluminium/ kalium sulfat.
Ester; contoh: chloramphenicol palmitat, adrenaline bitartrat, gliceryl guayacolate
Kristal mengandung aior: contoh ampiciline trihiodrat, calcii lactas, codein HCI
Isotop radioaktif: contoh : chlormerodin Hg, natrii yodida.

Hubungan antara struktur kimia-sifat kimia dan aktivitas biologis obat.
Struktur kimia Sifat kimia-fisika Aktifitas biologis obat
Jumlah Kelarutan Respon
Macam Koefisien partisi Kenaikan jumlah ikatan obat reseptor
Susunan dari atom molekul obat Adsorpsi
Derajat ionisasi

Penggolongan Obat Tradisional
Penggolongan obat di atas adalah obat yang berbasis kimia modern, padahal juga dikenal obat
yang berasal dari alam, yang biasa dikenal sebagai obat tradisional.Obat tradisional Indonesia semula
hanya dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu obat tradisional atau jamu dan fitofarmaka. Namun, dengan
semakin berkembangnya teknologi, telah diciptakan peralatan berteknologi tinggi yang membantu proses
produksi sehingga industri jamu maupun industri farmasi mampu membuat jamu dalam bentuk ekstrak.
Namun, sayang pembuatan sediaan yang lebih praktis ini belum diiringi dengan perkembangan penelitian
sampai dengan uji klinik. Saat ini obat tradisional dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu jamu, obat
ekstrak alam, dan fitofarmaka.
1. Jamu (Empirical based herbal medicine)


Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk
seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut
serta digunakan secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep
peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak,
berkisar antara 5 10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah
sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-
menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan
keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


4
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2. Obat Herbal Terstandar (Scientific based herbal medicine)


Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa
tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan
yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan
pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain proses produksi dengan tehnologi
maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian
pre-klinik seperti standart kandungan bahan berkhasiat, standart pembuatan ekstrak tanaman obat,
standart pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis.
3. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)


Merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern
karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan
uji klinik pada manusia.. Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk
menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk
menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilimiah.

TATA NAMA
Sesuai dengan Monografi Farmakope Indonesia, maka nama yang sah digunakan dalam penulisan resep
adalah:
Nama latin : contoh: acidium acetylsalicylicum,aecetaminofen, methampyronum
Nama Indonesia : contoh:asam asetilsalisilat, asetaminofen, metampiron
Nama lazim/generik : contoh: acetosal, paracetamol, antalgin

DERIVAT OBAT (TURUNAN OBAT)
Derivat (turunan) obat adalah sekelompok obat yang diturunkan dari senyawa yang sama dengan
senyawa induk tetapi masing-masing punya struktur kimia yang berbeda, umumnya digunakan untuk
sekelompok obat dengan khasiat yang sama, dan didapatkan dari hasil manipulasi molekuler senyawa
induk (dengan struktrur kimia tertentu).
Tujuan dibuatnya derivat obat adalah untuk mendapatkan obat baru dengan efek sama tapi lebih
poten dan efek samping lebih kecil atau efek berbeda. Berdasarkan efek farmakologinya, derivat obat ini
dapat dikategorikan menjadi obat lain. Sebagai contoh, SULFONAMID, suatu antimikroba, secara struktur
kimia menyerupai PABA. Dari sulfonamid dapat diturunkan banyak obat baru dengan efek berbeda
antara lain: chlorthiazide (berefek diuretika/ penurun tekanan darah); chlorpropamida yang mempunyai
struktur mirip sulfonamid tapi berefek lain yaitu sebagai obat anti-diabetik.

DOSIS OBAT

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


5
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Dosis lazim, dosis terapeutik adalah sejumlah obat ( dalam satuan berat/volume unit) yang
memberikan efek terapeutik pada penderita ( dewasa). Selain dosis terapeutik, dikenal pula istilah, dosis
awal, dosis pemeliharaan, dosis maksimum, dosis toksis, dan dosis letal.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dosis antara lain adalah faktor obat, faktor pemberian,
faktor penderita dan indikasi dan patologi penyakit.
Dosis Maksimum (DM) kecuali dinyatakan lain, adalah dosis maksimum untuk dewasa untuk
pemakaian melalui mulut, injeksi subkutan dan rektal. Penyerahan obat dengan melebih DM dapat
dilakukan, jika dibelakang jumlah obat bersangkutan pada resep dibubuhi tanda seru dan paraf dokter
penulis resep. Dosis Lazim untuk dewasa, anak dan bayi hanya merupakan petunjuk dan tidak mengikat.

FAKTOR OBAT
Dipengaruhi oleh sifat fisika, daya larut (air/lemak), bentuk(kristal/amorf), sifat kimia (asam, basa,
garam, ester), derajat keasaman (pH dan pKa), toksisitas.

FAKTOR RUTE PEMBERIAN OBAT
Dosis obat yang diberikan melalui rute/cara pemberian apapun, harus mencapai dosis terapi dalam
pada target organ. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor, misanya faktor yang membatasi
kemampuan absorbsi obat pada pemberian per oral, maka dosis oral berbeda dengan dosis obat yang
diberikan secara parenteral. Dosis obat pada pemberian per oral lebih tinggi dari pada per parenteral.

FAKTOR PENDERITA
Dipengaruhi oleh umur (anak, dewasa, geriatri), berat badan (normal, obesitas, malnutrisi), luas
permukaan tubuh, ras dan sensitivitas individual.

INDIKASI DAN PATOLOGI PENYAKIT
Penyebab penyakit
Keadaan pato-fisiologis, misalnya pada gangguan fungsi hepar dan/atau gangguan fungsi ginjal,
beberapa jenis obat dikontraindikasikan, atau dosis beberapa jenis obat perlu diturunkan atau
interval pemberian diperlama.

PERHITUNGAN DOSIS OBAT UNTUK ANAK
Anak bukanlah miniatur dewasa, oleh karena organ tubuhnya (hepar, ginjal, saluran pencernaan,
dan SSP) belum berfungsi secara sempurna, luas permukaan tubuh, kecepatan metabolisme basal, serta
volume dan distribusi cairan tubuh berbeda dengan orang dewasa, maka besar dosis pada anak
ditentukan berdasarkan pada keadan fisiologi anak. Dalam menghitung dosis obat untuk anak, perlu
dibedakan antara :
Prematur
Neonatus ( 1bln)
Infant ( s.d 1 thn)
Balita (>1-5 thn)
Anak ( 6-12 tahun)

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan dosis anak:
Faktor farmakokinetik obat
Absorpsi : kemampuan absorpsi dipengaruhi oleh
PH lambung dan usus
Waktu pengosongan lambung
Waktu transit
Enzim pencernaan
Distribusi : jumlah obat yang sampai di jaringan dipengaruhi oleh:

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


6
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Masa jaringan
Kandungan lemak
Aliran darah
Permeabilitas membran
Kadar protein plasma
Volume cairan ekstraseluler
Metabolisme : kecepatan metabolisme dipengaruhi oleh:
Ukuran hepar
Kemampuan enzim mikrosomal
Eksresi : proses eksresi obat terutama melalui ginjal dan dipengaruhi oleh:
Kecepatan filtrasi glomeruler
Proses sekresi dan reabsopsi tubuler

Cara menghitung dosis anak
1. Didasarkan perbandingan dengan dosis dewasa.
Berdasar perbandingan umur:
Rumus young ( Anak umur 1 8 tahun)

Da =


Angka 12 menunjukkan berlaku untuk umur anak <12 tahun

Dosis Rangkap = Dosis Kombinasi
Apabila dalam resep terdapat dua atau lebih obat yang mempunyai khasiat sama, maka dosis-
dosis yang ada dihitung sebagai berikut :




Dihitung dosis rangkap sekali dan dosis rangkap sehari.

Rumus Dilling
Da =

Angka 20 menunjukkan bahwa rumus ini berlaku untuk orang dewasa >20-24 tahun.
Ket rumus diling:
Da= dosis anak
DM= dosis Maksimum
n= umur

2. Berdasar perbandingan berat badan
dianggap berat badan orang dewasa 70 kg
Rumus Clark =

3. Berdasar perbandingan luas permukaan tubuh (LPT)
Dianggap bahwa luas permukaan tubuh orang dewasa : 1,73 m
2

Rumus ( crawford- Terry Rouke) = LPT a
1,73
4. Didasarkan atas ukuran fisik anak secara individual
x DM (mg)
n
20
DM (mg)
BBa
70
DM (mg)

DM (mg)
n
n +12
Dosis A
DM A
+
Dosis B
DM B
dan seterusnya + 1

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


7
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Sesuai dengan BB anak ( dalam kg)
Sesuai dengan LPT anak ( dalam m
2
)

CATATAN:
Kelemahan perhitungan anak dengan perbandingan dengan dosis dewasa:
Umur: tidak tepat oleh karena ada variasi BB dan LPT
Berat Badan : tidak tepat untuk semua obat
LPT : tidak praktis terutama kasus gawat
Karena kelemahan-kelemahan tersebut maka diciptakan rumus baru untuk menghitung dosis anak yang
lebih akurat oleh bagian farmasi kedokteran Unair.

Untuk bayi 0-11 bulan

Da=

Da = dosis anak
DM= Dosis Makanan
m = umur dalam bulan
atau
Da =

W= berat dalam kg

Untuk balita 1 4 tahun

Da =

n = umur dalam tahun
atau

Da =

W= berat badan dalam kg
Catatan : rumus ini diturunkan dari Rumus Clark ( yang telah diseuaikan untuk anak Indonesia).




PERHITUNGAN DOSIS OBAT PADA OBESITAS
Dikatakan obesitas jika BB > 20%, BB ideal dan komposisi komponen tubuh berbeda dengan BB
normal
Untuk perhitungan dosisnya harus memperhatikan kelarutan obat dalam lemak (lipofisitas) :
Berdasar berat badan tanpa lemak (BBTL) untuk obat non-lipofilik.
Contoh: digitoksin, gentamisin
Berdasar berat badan normal ( BBN) untuk obat lipofilik
Contoh: thiopental


DOSIS LAZIM / TERAPEUTIK
Yang tertulis dalam pustaka
13 + M

89
DM
1+ W
28,8+0,9 W
DM
4,5 + n
19,8
DM
2,5 + W
41
DM

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


8
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Dosis sekali (tunggal)
Bisacodyl 5-10 mg/ dosis tunggal
Dosis sehari
Dexamethasone 0,2-2mg/ hari
Diazepam 5-30 mg dalam dosis terbagi
Dosis/kg.BB/hari
Ampicilin 50-100 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam.
Griseofulvin 0,5-1 g/ hari ( dosis tunggal atau terbagi) ; anak : 10 mg/kg BB/ hari

DOSIS UNTUK EFEK BERBEDA
Sebagai contoh; PHENOBARBITAL sebagai :
sedative hipnotik, dosisnya 30 mg/ 3-4 d.d
antikonvulsan, dosisnya 30-60 mg/2-3 DM

KURVA BENTUK BEL
Menunjukkan efek obat dalam populasi


Kecil Rata-rata Besar
EFEK

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


9
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

UNDANG-UNDANG FARMASI & KODE ETIK KEFARMASIAN DALAM
KEDOKTERAN

UU FARMASI
Peraturan MenKes no. 242/ thn 90 :
Pasal 1 ayat 1
Obat adalah bahan atau panduan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki
sisitem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan penyakit,
penyembuhan penyakit, pemulihan, dan peningkatan kesehatan termasuk kontrasepsi dan sediaan
biologis.

Peraturan MenKes RI No. 922/thn 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek
Pasal 1 ayat 1
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dan dokter hewan kepada apoteker
pengelola apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Masih tentang resep, Peraturan MenKes No. 26/ thn 1981 BAB III pasal 10 menjelaskan:
1. Resep harus ditulis dengan jelas (terbaca red) dan lengkap
2. Ketentuan mengenai resep yang dimaksud ayat ( 1) ditetapkan Menteri.

Selain itu , dalam Keputusan Menkes No. 280/ thn 1981 tentang resep yang terdapat dalam
BAB II yang berbunyi:
Pasal II : disamping memuat pasal 10 ( no.26/thn 81) resep juga harus memuat juga:
1. Nama, alamat, dan nomor izin praktek dr, drg. drh
2. Tanggal penulisan R/, nama setiap obat dan komposisi obat
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan R/
4. Tanda tangan /paraf dokter penulis R/ sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
5. Jenis hewan, nama, serta alamat pemilik untuk R/ dokter hewan
6. Tanda seru dan paraf dokter untuk R/ yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis
maksimal.

Peraturan MenKes No. 922/ thn 93:
Pasal 15 ayat 3
Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam R/ apoteker wajib berkonsultasi
dngan dokter untuk pemilihan obat yang tepat.
Pasal 16:
1. apabila apoteker menganggap bahwa dalam R/ terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang
tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep.
2. apabila dalam hal dimkasud ayat (1) karena pertimbangan tertentu dokter penulis tetap pada
pendirianya, dokter wajib menyatakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang
lazim diatas resep.
Pasal 17 ayat 3: R/ atau salinan R/ hanya boleh diperlihatkan kepada :
dokter penulis R/ atau yang merawat.
Penderita yang bersangkutan
Petugas kesehatan
Petugas yang berwenang menurut perundang- undangan yang berlaku




BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


10
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

GOLONGAN OBAT
Peraturan MenKes no. 242/ thn 90 pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa obat digolongkan menjadi :
1. Obat bebas
obat bebas yaitu obat yang dijual bebas dan dapat dibeli secara bebas tanpa resep dokter, di toko,
dan toko obat. Obat ini ditandai dengan lingkaran warna hijau. Dibuku ISO ada tanda atau tulisan B.

Lambang obat bebas

Contohnya:

Vitamin larut air
2-4 salep.
Oralit
Parasetamol 500mg
Ibuprofen 200 mg


2. Obat bebas terbatas
yaitu obat yang dibeli secara bebas tanpa resep dokter, tapi juga dengan batasan jumlah dan isi
berkhasiat serta tanda peringatan P. Pada kemasannya ada tanda lingkaran biru tua dan termasuk obat
daftar W ( Werschuwin) ( Kep. Menkes No. 6355/69). Di buku ISO ditandai dengan tulisan T.

Lambang obat bebas terbatas
Sebagai contoh peringatannya :
P No. I : awas obat keras, bacalah aturan pemakaiannya.
Dulcolax tablet
Acetaminofen = >600 mg/tab atau >40 mg/ml (kep Menkes no.66227/73)
SG tablet.
P No. 2 : awas obat keras, hanya untuk kumur , jangan ditelan
Gargarisma khan
Betadin gargarisma
P NO. 3 : awas obat keras hanya untuk bagian luar badan
Anthistamin pemakain luar , misal dalam bentuk cream, caladin, caladril.
Lasonil
Liquor burowl
P No. 4 : awas obat keras hanya untuk dibakar
Dalam bentuk rokok dan sebuk untuk penyakit asma yang mengandung scopolamin.
P No.5 ; awas obat keras tidak boleh ditelan
Dulcolax Suppos
Amonia 10 % ke bawah
P No. 6 : awas obat keras wasir jangan ditelan:
Varemoid




BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


11
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

3. Obat keras
Adalah obat yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI dan yang ditandai dengan lingkaran warna
merah lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya dan di penandaanya harus
dicantum kalimat Harus dengan Resep Dokter. Obat ini termasuk daftar G ( Gevarrlijk).


Lambang obat keras

Berdasarkan keputusan Menkes No. 347/ menkes/SK/VII/1990 tentang obat wajib Apotek (OWA 1)
No. I, dan keputusan Menkes : 924/93 (OWA 2) maka menurut cara memperolehnya, obat keras terbagi
2:
a. Harus dengan resep dokter ( G1)
Untuk semua injeksi
Antibiotika dan virus
Obat-obat jantung
Obat-obat psikotropika.
b. Disarankan oleh apoteker di apotek
pil kb
analgetik-antipiretik ( antalgin, asam mefenamat)
antihistamin dan obat asma
Psikotropika Kombinasi
Obat Keras tertentu

Menurut UU No. 49/1949 pasal 3 ayat 2, Apoteker hanya dapat menjual obat keras kepada:
1. pasien dengan resep dokter untuk obat yang bukan OWA
2. apoteker
3. dokter/dokter gigi
4. dokter hewan

Yang berhak memiliki serta menyimpan obat daftar G dalam jumlah yang patut disangka bahwa
obat tersebut tidak akan digunakan sendiri adalah:
1. PBF (pedagang besar farmasi)
2. APA (apoteker pengelola apotik)
3. Dokter yang berizin (dr,drg)
4. Dokter hewan (dalam batas haknya)

4. Psikotropika
Menurut Undang-undang RI no. 5 tahun 1997 tentang PSIKOTROPIKA yang terdiri atas 16 bab 74
pasal, tertanggal 11 maret 1997, PSIKOTROPIKA adalah zat atau obat baik alamiah maupun bukan
narkotik yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Pasal 2 ayat 2 tentang penggolongan psikotropika:
Penggolongan psikotropika:
1. psikotropika golongan I
2. psikotropika golngan II
3. psikotropika golongan III

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


12
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

4. psikotropika golongan IV

Pasal 4
1. psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan atau ilmu
pengetahuan.
2. psikotropika golongan I untuk ilmu pengetahuan
3. selain pasal 4 ayat 2 psikotropika golongan I dinyatakan sebagai barang terlarang.

Pasal 14 ayat 5
Dokter hanya diperbolehkan menyerahkan obat psikotropika apabila:
a. menjalankan praktek dan diberikan dengan suntikan
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.

BAB XIV. Ketentuan Pidana ( 13 pasal)
Pasal 59
1. Barang Siapa:
a. menggunakan psikotropika selain yang dimaksud pasal 4 ayat 2
b. memproduksi atau menggunakan psikotropika golongan I
c. mengedarkan psikotropika golongan I
d. mengimpor selain kepentingan ilmu pengetahuan
e. secara tanpa hak memiliki menyimpan atau membawa psikotropika golongan I dipidana penjara
paling sedikit 4 tahun dan selama-lamanya 15 tahun dan membayar denda paling sedikit 150
juta dan paling bayak 750 jt.
2. Jika terorganisasi maka akan dipidana mati atau seumur hidup dan membayar denda 750 juta.

Pasal 68 : tindak pidana di bidang Psikotropika sebagaimana diatur dalam undang-undang ini
adalah kejahatan:

5. Narkotika

Obat narkotika ditandai dengan lingkaran warna putih ada palang merah di tengah-tengahnya dan
termasuk daftar O (Opiat). Untuk memperolehnya harus dengan resep dokter dan apotik wajib
melaporkan jumlah dan macamnya. Peresepan tidak boleh diulang dan ada tanda tangan dokter penulis
resep. Di buku ISO ditandai dengan tulisan N.


Lambang obat golongan narkotika

UU Narkotika No. 9 thn 1976 yang terdiri atas 10 bab 55 pasal diganti dengan UU no. 22 tahun 1997
tentang Narkotika dengan 15 BAB 104 pasal.

BAB I
pasal 1
Narkotika : zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun
semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


13
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Oleh karena itu, obat-obat ini mulai dari pembuatannya sampai pemakaiannya diawasi dengan
ketat oleh Pemerintah dan hanya boleh diserahkan oleh apotek atas resep dokter. Tiap bulan apotek
wajib melaporkan pembelian dan pemakaiannya pada pemerintah.

BAB II
Pasal 2
Narkotika digolongkan menjadi:
a. Narkotika golongan I- kokain, heroin
b. Narkotika golongan II= Metadon, morfina, opium, petidin, tebain
c. Narkotika golongan III- kodein.
Tujuan pengaturan Narkotika
1. menjamin ketersediaannya narkotika untuk keperluan pelayanan kesehatan dan atau
pengembangan ilmu pengetahuan.
2. mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika
3. memberantas peredaran gelap narkotika.

Pasal 4
Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau
pengembangan ilmu pengetahuan.

Pasal 5
Narkotika golongan I hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan
dilarang digunakan untuk kepentingan lainnya.

BAB III. Pengadaan
Pasal 6
I. Menkes : mengupayakan tersedianya narkotika untuk pelayanan kesehatan atau pengembangan
ilmu pengetahuan

Pasal 9
I. narkotika golongan I dilarang diproduksi atau digunakan dalam proses produksi, kecuali jumlah
sangat terbatas untuk pengembangan ilmu pengetahuan dengan pengawasan ketat dari Menkes.

BAB V PEREDARAN
Pasal 33
Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada Depkes

Pasal 37
Narkotika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat tertentu atau pedagang besar
farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan.

Pasal 39
1. penyerahan narkotika hanya dilakukan oleh: apotek, rumah sakit, Puskesmas, balai pengobatan
dan dokter.
2. apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada : rumah sakit, puskesmas, apotik lain , balai
pengobatan, dokter, pasien.
3. rumah sakit, apotek, puskesmas, balai pengobatan hanya dapat menyerahkan narkotika kepada
pasien berdasarkan R/ dokter.
4. Penyerahan narkotika oleh dokter hanya dilakukan dalam:

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


14
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

a. menjalankan praktek dan diberikan melalui suntikan.
b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat melalui suntikan.
c. Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
5. narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu , disarankan dokter dimaksud ayat 4
hanya dapat diperoleh di apotek.

BAB XII. KETENTUAN PIDANA ( PASAL 78-99)
Pasal 84
Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:
a. menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan I untuk
orang lain, dipidana paling lama 15 tahun dan didenda 750 jt
b. menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan II untuk
orang lain, dipidana paling lama 10 tahun dan didenda 500 jt.
c. Menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan III untuk
orang lain, dipidana paling lama 5 tahun dan didenda 250 jt.
Pasal 99
Dipidana penjara paling lama 10 tahun dan didenda 200 juta bagi pimpinan Rumah Sakit,
Puskesmas, Balai Pengobatan, sarana penyimpanan pemerintah, apotek, dan dokter yang
mengedarluaskan narkotika golongan II dan III bukan untuk pelayanan kesehatan.

HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER TENTANG PENGELOLAAN OBAT SESUAI
PERATURAN PERUNDANGAN
Hal ini dicantumkan dalam peraturan Menkes No. 385 tahun 1989
Pasal 26
Ayat 1
Dokter dan dokter gigi dilarang:
a. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kode etik kedokteran
b. memberikan suntikan atau meracik obat kecuali suntikan.
Ayat 2
Larangan pada ayat 1b tidak berlaku bagi dokter yang bertugas di Puskesmas atau daerah
terpencil yang tidak ada apotek atau menolong orang sakit dalam keadaan darurat.

Pasal 1 ayat 1
Daerah terpencil adalah daerah yang sulit komunikasinya meliputi wilayah administrasi yang luas
serta berpenduduk jarang. Peraturan ini juga berlaku untuk obat dan golongan psikotropika dan narkotika.

KODE ETIK KEFARMASIAN DALAM KEDOKTERAN
Etika adalah suatu perbuatan, tingkah laku, sikap dan kebiasaan manusia dalam pergaulan
sesama manusia dalam masyarakat yang mengutamakan kejujuran terhadap diri sendiri dan sesama
manusia.
Bagi apoteker:
1. R/ adalah rahasia tidak boleh dibicarakan kepada siapapun kecuali bila diperlukan untuk
membuktikan kebenaran yaitu berdasarkan perintah pengadilan.
2. tidak boleh merubah obat yang tertulis dalam R/, tanpa konsultasi dokter penulis R/
3. apabila seorang pasien meminta nasehatnya dalam bidang pengobatan, maka apoteker harus
menyarankan atau menasehati pasien untuk datang ke dokternya, kecuali jika pertolongan atau
pengobatan itu sangat diperlukan, maka apoteker harus memberi pertolongan dalam batas
pengetahuan dan kemampuannya.

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


15
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

4. seorang apoteker hendaknya menghindarkan diri dari tindakan atau pernyataan yang dapat
menyebabkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan pasien pada dokter.
Bagi dokter:
1. perlu dijaga agar kertas R/ jangan sampai digunakan orang lain untuk memberi atau menerima
sebagaimana telah terjadi
2. jangan meninggalkan kertas R/ kosong yang sudah ditanda tangani
3. kalau ada kesalahan dengan apoteker saat memberikan obat, maka bertentangan sekali dengan
kode etik bila hal ini dibicarakan dengan pasien. Hendaknya dokter langsung berhubungan
dengan apoteker, demikian juga sebaliknya.
4. menghindarkan semua tindakan yang berentangan dengan etika kedokteran diantaranya:
memberikan atau meracik obat, kecuali suntikan
menulis R/ harus obat produk dari perusahaan farmasi tertentu
menjual obat ditempat praktek kecuali dengan ketentuan tertentu
menjual contoh obat.

BENTUK SEDIAAN OBAT
Bentuk sediaan obat (BSO) diperlukan agar penggunaan senyawa obat/ zat berkhasiat dalam
farmakoterapi dapat secara aman, efisien dan atau memberikan efek yang optimal. Umumnya BSO
mengandung satu atau lebih senyawa obat/ zat yang berkhasiat dan bahan dasar/ vehikulum yang
diperlukan untuk formulasi tertentu.

MANFAT BENTUK SEDIAAN OBAT
Bentuk sediaan obat dipilih agar:
1. dapat melindungi obat dari faktor-faktor yang menimbulkan kerusakan baik di luar maupun dalam
tubuh.
2. dapat menutupi rasa pahit dan tidak enak dari bahan obat
3. dapat menyediakan kerja yang luas
4. dapat melengkapi kerja obat yang optimum ( topikal, inhalasi)
5. merupakan sediaan yang cocok untuk:
obat yang tidak stabil, tidak larut
setiap cara penggunaan
penyakit pada berbagai tubuh
6. dapat dikemas/ dibentuk lebih menarik dan menyenangkan
Dalam memilih BSO perlu memperhatikan sifat bahan obat, sifat sediaan, kondisi penderita dan
penyakitnya, harga, dll. Disamping itu perlu diperhatikan pula penulisan resepnya agar jelas dan lengkap ,
sehingga tidak memberikan permasalahan dalam pelayanannya.

FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENENTUKAN PEMILIHAN BENTUK SEDIAAN OBAT
1. Umur penderita:
a. anak balita: sebaiknya diberikan oral dalam bentuk sediaan cairan ( solutio, suspensi, emulsi,
guttae) , karena bentuk sediaan cair lebih mudah diminum daripada bentuk padat. Bentuk
sediaan padat yang masih dapat diberikan ialah bentuk pulveres ( puyer), sedang bentuk tablet
atau kapsul hendaknya dihindari bagi anak dibawah umur lima tahun.
b. Orang dewasa : obat yang diberikan per oral lebih sering diberikan dalam bentuk sediaan padat
daripada bentuk sediaan cair, oleh karena bentuk sediaan padat (tablet/kapsul) umumnya lebih
stabil dalam penyimpanan daripada sediaan cair.
c. Geriatri : dalam hal kesulitan menelan pada penderita lanjut usia, pilih bentuk sediaan cair
seperti bentuk sediaan pada anak-anak.


BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


16
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2. Keadaan umum penderita
a. penderita tidak sadar atau koma: dipilih bentuk sediaan injeksi atu rektal
b. penderita masuk rumah sakit atau berobat jalan.
3. Lokasi tubuh dimana obat harus bekerja:
a. efek lokal: bentuk sediaan dapat berupa solutio/mixtura; suspensi/mixtura agitanda;
unguentum/pasta. Bentuk sediaan tersebut harus dapat dibedakan untuk dipakai pada kulit
biasa atau kulit berambut atau mukosa dan untuk kulit yang utuh atau terluka.
b. Penyerapan atau penetrasi obat melalui kulit: bentuk sediaan injeksi, atau linimentum/
cream/ unguentum/ cream dengan vehikulum tertentu.
c. Efek sistemik : bentuk sediaan dapat berupa cairan atau padat, per oral, rektal atau injeksi.
4. Kecepatan dan lama obat yang dikehendaki
a. obat berbentuk sediaan injeksi lebih cepat diabsorpsi daripada bentuk sediaan per oral atau
per rektal
b. obat dengan bentuk sediaan sustained release ( berupa tablet atau capsul) bekerja lebih
lama daripada bentuk sediaan tablet atau kapsul biasa, pemberiaan obat cukup sekali atau
dua kali sehari.
5. Bentuk teraupetik obat yang optimal dan efek samping yang minimal bagi penderita:
a. Emetin HCI, morphin HCI diberikan dalam bentuk sediaan injeksi, tidak dalam bentuk oral.
b. Vitamin C dalam bentuk sediaan cairan (oral) akan terurai, sehingga diberikan dalam bentuk
sediaan tablet.
6. Bentuk sediaan yang paling enak/ cocok bagi penderita:
a. Bahan oral yang sangat pahit meskipun mudah larut dalam air tidak diberikan dalam bentuk
sediaan cair, sehingga akan lebih enak diberikan dalam bentuk sediaan padat (
tablet/kapsul)
Misalnya; Chloramphenicol, Cotrimoxsazol, Metronidazol
b. bahan obat yang berbau amis: dipilih dalam bentuk sediaan tablet atau kapsul atau lebih
baik dalam bentuk dagree. Misalnya berbagai garam Fe ( Ferosi Sulfat, Ferosi klorida,
Ferosi carbonas), karena bila diberikan dalam bentuk sediaan cair akan berasa seperti besi
karatan pada lidah sangat tidak menyenangkan.

MACAM BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO)
1. Bentuk sediaan padat : pulvis, pulveres, capsula, tabula, supositoria
2. Bentuk sediaan cair: solutio/mixtura, suspensi, emulsi, guttae, infusa, dll
3. Bentuk sediaan setengah padat : unguenta, cream, pasta, dll.

BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO) PADAT
PULVIS DAN GRANULA (SERBUK DAN GRANUL)
Serbuk adalah campuran kering bahan obat dan zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk
pemakaian oral atau luar. Karena mempunyai pemakaian yang luas., serbuk lebih mudah terdispersi dan
lebih larut daripada bentuk sediaan yang dipadatkan. Anak-anak atau orang dewasa yang sukar menelan
kapsul atau tablet lebih mudah menggunakan obat dalam bentuk serbuk. Masalah stabilitas yang
sering dihadapi dalam sediaan bentuk cair, tidak ditemukan dalam bentuk serbuk. Obat yang tidak stabil
diberikan dalam bentuk suspensi atau larutan air dapat dibuat dalam bentuk serbuk atau granul. Serbuk
oral yang dapat diserahkan dalam bentuk terbagi ( pulveres) atau tidak terbagi ( pulvis). Serbuk oral yang
tidak terbagi hanya terbatas pada obat yang relatif tidak paten, seperti laksan, antasida,makanan diet dan
beberapa analgetika tertentu dan pasien dapat menakar secara syarat pulvis maupun pulveres :
Serbuk halus , kering dan homogen
Ukuran partikel 1,25 um-1,7 um


BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


17
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Macam-macam serbuk
PULVERES ( serbuk terbagi)
Suatu serbuk yang terbagi dalam bobot yang kurang lebih sama, dibungkus menggunakan
bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum. Diracik berdasarkan formula resep dokter. Berat
pulveres antara 300-500 mg.
Keuntungan dan kerugiannya:
1. pada umumnya untuk pemakaian oral
2. penyerapan oleh gastrointestinal cukup baik
3. dokter hanya menyusun kombinasi dan dosis obat secara tepat sesuai kebutuhan
4. rasa pahit yang tidak enak dan tidak dapat disembunyikan.
5. tidak semua obat dapat diberikan dengan bentuk ini, misalnya beberapa obat yang saling
berinteraksi.

PULVIS ADSPERSORIUS (serbuk tabur)
Serbuk ringan untuk topikal, dapat dikemas dalam wadah yang bagian atasnya berlubang halus
untuk memudahkan penggunaan pada kulit. Pada umumnya serbuk tabur harus melewati ayakan dengan
derajat 100 mesh seperti tertera pada pengayak dan derajat halus serbuk 1141 agar tidak menimbulkan
iritasi pada bagian yang peka. Sediaan ini sebagai obat luar untuk terapetik, profilaksi dan lubricant
Penggunaan:
untuk tujuan menyerap tubuh
untuk mengurangi gesekan antara 2 lipatan
sebagai vehicle (pengisi)
tidak diberikan untuk luka yang terbuka.

FINELY DIVIDE POWDERS
Sediaan serbuk yang dimaksudkan untuk disuspensikan/dilarutkan dalam air atau dicampur
dengan makanan lunak/ bahan lain. Yang tersedia merupakan sediaan paten.

EFER VERSENT POWDER
Sediaan yang mengandung selain bahan obat juga bahan pembantu yaitu Na bicarbonat dan
asam citrat, asam tetrat, atau Na bisosfat. Yang tersedia merupakan sediaan paten.

GRANULA
Sediaan serbuk kasar yang dimaksudkan untuk di suspensikan /dilarutkan dalam air, atau
dicampur dengan makanan lunak/bahan lain.Granula dibagi bulk granula dan divided granula. Bentuk
sediaannnya pada umumnya paten yang tidak stabil dalam penyimpanan cukup lama. Contoh: antibiotik
syrup (dry syrup), serbuk untuk injeksi. Ukuran partikel granul adalah 2-4 mm.

TABULAE ( COMPRESI, TABLET)
Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pembantu
( pengisi, pengikat, pengancur, pelicin).Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan tablet cetak
dan tablet kempa. Syarat : memenuhi persyaratan yang tertera dalam Farmakope Indonesia yaitu
keseragaman bobot dan kadar, kekerasan, waktu hancur. Sedangkan menurut Farmakope USA ditambah
kecepatan disolusi ( kecepatan hancur dalam tubuh, biasanya 15 menit) dan bioavalibilitas . Penggunaan
: pengobatan lokal dan sistemik. Bentuk sediaan tablet pada saat ini disiapkan oleh pabrik obat dengan
alat dan teknik khusus, serta dibuat besar-besaran. Beberapa produk obat dirancang untuk melepaskan
zat yang berkhasiat dan diabsorspsi tubuh secara cepat dan sempurna, produk lain mungkin dirancang
untuk melepaskan zat secara perlahan-lahan supaya diabsorspsi secara lambat sehingga dapat
memperpanjang aksinya. Oleh karena itu, pembuatan tablet memerlukan bahan tambahan yang
disesuaikan terhadap fungsi/penggunaannya.

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


18
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM


PERJALANAN OBAT DALAM BENTUK SEDIAAN TABLET
M
acam-macam tambahan untuk pembuatan tablet: (adanya bahan tambahan akan mempengaruhi
kecepatan disolusi dan bioavailabilitas)
1. Pengisi (diluent)
Untuk memperbesar volume tablet. Contoh: sakarum laktis, amilum, Ca-fosfat, Ca-karbonat.
2. Pengikat (binder)
Dengan tujuan supaya tablet tidak mudah pecah dan bahan tablet dan saling merekat. Contoh:
Mucilago gummi arabicium 10-20%
3. Penghancur (disintegrator)
Dengan tujuan supaya tablet dapat/cepat hancur di lambung. Contoh: amilum kering, gelatin, agar-
agar, dan Na-alginat.
4. Pelicin ( lubricant)
Supaya talet tidak melekat pada cetakan (matriks). Contoh: talkum 5% , Mg-stearat.
5. Bahan pembantu lain, misal zat warna.

MACAM MACAM TABLET
1. TABLET KEMPA (Compressed Tablet)
a. Tablet triturat.
Merupakan tablet cetak atau kempa berbentuk kecil, umumnya silindris, digunakan untuk
memberikan jumlah terukur yang tepat untuk peracikan obat. Jenis tablet ini sekarang sudah
jarang digunakan.
b. Tablet Hipodermik
TABLET
DISENTEGRASI
GRANUL
PARTIKEL
OBAT
DISOLUSI LAMBAT
DISOLUSI
MODERAT

DISOLUSI
CEPAT
OBAT TERLARUT DALAM CAIRAN GIT
OBAT DIABSORBSI
OBAT DALAM DARAH
DIAGREGASI

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


19
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Merupakan tablet cetak yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam
air dan digunakan untuk memberikan sediaan injeksi hipodermik.
c. Tablet bukal
Digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara gusi dan pipi. Zat aktif terserap langsung
melalui mukosa mulut. Efek yang ditimbulkan bersifat sistemik dan lambat.
d. Tablet sub lingual
Digunakan dengan cara meletakkan di bawah lidah. Zat aktif diserap langsung melalui mukosa
mulut dan efek yang ditimbulkan bersifat sistemik dan cepat.
e. Tablet effervescent
Dibuat dengan cara kempa, selain zat aktif juga mengandung campuran asam ( asam sitrat,
asam tartrat) dan Na-bikarbonat dan apabila dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbon
dioksida. Tablet dilarutkan atau didespresikan dalam air sebelum pemberian. Penyimpanan
dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab dan pada etiket tertera tidak untuk
langsung ditelan.
f. Tablet kunyah ( chewable)
Dimaksud untuk dikunyah, memberikan residu dengan rasa enak di rongga mulut, mudah
ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak. Jenis ini digunakan pada formulasi tablet
untuk anak, terutama formulasi multivitamin, anatasida, dan antibiotika tertentu.
g. Tablet lozenges ( tablet hisap)
Adalah sediaan padat mengandung satu atau lebih bahan obat, umumnya dengan bahan dasar
beraroma manis yang dapat membuat tablet melarut atau hancur perlahan-lahan dalam mulut.
Tablet hisap yang dibuat dengan cara dituang kadang-kadang disebut dengan pastiles,
sedangkan tablet hisap yang dibuat dengan cara kempa disebut dengan troches/trochisi. Tablet
lozenges umumnya ditujukan untuk pengobatan iritasi lokal atau infeksi mulut atau tenggorokan,
tetapi dapat juga mengandung bahan aktif yang ditujukan untuk absorpsi sistemik.
h. Tablet vagina
Adalah talet yang dimasukkan ke dalam rongga tubuh, khususnya vagina. Guna tablet vagina
dimaksudkan untuk : kontrasepsi, pengobatan vaginitis, pengobatan infeksi candida albicans.
i. Tablet implantasi
Tablet implantasi juga disebut sebagai pelet/implants. Cara penggunaanya dengan
mengimplementasi pelet di bawah kulit, penyerapan bahan obat terjadi secara perlahan dalam
kurun waktu yang lama. Pelet umumnya mengandung zat berkhasiat hormon alami atau hormon
sintesis tablet implantasi untuk Keluarga Berencana disebut susuk. Pada tablet ada yang
namanya kaplet yaitu tablet yang bentuknya menyerupai kapsul.


2. TABLET SALUT
Tablet disalut untuk berbagai alasan, anatara lain melindungi zat aktif dari udara, kelembapan atau
cahaya,menutupi rasa dan bau tidak enak, membuat penampilan lebih baik dan mengatur tempat
pelepasan obat dalam saluran cerna.
a. Tablet salut biasa
Umumnya tablet disalut dengan gula dari suspensi dalam air mengandung serbuk yang tidak larut.
Untuk tujuan identifikasi dari nilai estetika, zat penyalut bagian luar dapat diwarnai. SCT ( sugar
Coated Tablet).

b. Tablet salut enterik ( Enteric Coated tablet (ECT)
Jika obat dapat rusak atau inaktif karena cairan lambung atau dapat mengiritasi lambung,
diperlukan bahan yang untuk menunda pelepasan obat sampai tablet melewati lambung.

c. Tablet pelepasan terkendali ( Slow Reacting tablet (SRT))

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


20
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Tablet pelepasan terkendali dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif aktif akan tersedia selama
jangka waktu tertentu setelah obat diberikan. Berkaitan dengan hal ini, terdapat beberapa jenis
sediaan obat yang mudahnya digolongkan ke dalam pelepasan terkendali, yakni aksi berulang
(repeat action), aksi panjang (prolong action), dan pelepasan ajeg ( sustained action). Obat
tersebut hancur di lambung.

Secara umum, produk sediaan lepas lambat ( Slow Reacting Tablet) dapat dibagi menjadi 3 tipe:
1. Sediaan pelepasan ajeg (Sustained Action)
Suatu produk dirancang untuk melepaskan suatu dosis terapetik awal (loading dose) yang diikuti
oleh dosis tambahan untuk memelihara kisaran kadar terapi (dosis pemeliharaan-maintenance dose)
suatu pelepasan obat yang lebih lambat dan konstan. Produk tersebut, konsentrasi obat dalam plasma
yang relatif konstan dapat dipertahankan dengan fluktuasi yang minimal. Dengan sediaan ini, benar-benar
mengendalikan pelepasan dan absorpsi obat sehingga dapat memelihara secara ajeg dan dapat
diperkirakan kadar obat plasma. Karena itu, sediaan pelepasan ajeg ini sepenuhnya menggambarkan
sediaan pelepasan terkendali . Kurva hubungan antara kadar dalam plasma dan waktu untuk sediaan
aksi panjang, sediaan pelepasan ajeg, aksi berulang dan sediaan konvesional.


2. Sediaan aksi panjang ( Prolonged action)
Sediaan obat yang dirancang untuk melepaskan obat secara lambat dan memberi cadangan
secara terus menerus, selama selang waktu yang panjang. Dalam hal ini absorpsi cepat yang
menyebabkan kadar puncak obat dalam plasma sangat tinggi dapat dicegah. Karena itu, sediaan
semacam ini sering juga disebut pelepasan lambat. Dan biasanya digunakan bila tidak diperlukan aksi
obat dengan cepat.

3. Sediaan aksi berulang ( Repeat action)
Sediaan repeat action terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama mempunyai dosis yang dapat
melepaskan obatnya secara tepat, dan bagian kedua merupakan dosis yang baru dilepaskan setelah
beberapa waktu berlangsung. Bahkan beberapa produk mempunyai bagian ketiga. Pada gambar terlihat
bahwa konsentrasi obat dalam darah mempunyai puncak dan lembah. Sedangkan produk lain tidak.
Berbagai istilah lain yang sering dikaitkan dengan produk sediaan pelepasan terkendali meliput: Extended
action, timed release, long action, drug delivery system dan programmed drug delivery.
KTM
PELEPASAN AJEG
KEM
AKSI PANJANG
AKSI BERULANG
KONVESIONAL

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


21
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM


Tujuan sediaan pelepasan terkendali
Sebagaimana tersirat dalam uraian diatas, tujuan utama produk obat tersebut adalah untuk
mencapai suatu efek samping yang diinginkan, yang disebabkan oleh fluktuasi kadar obat dalam plasma.
Beberapa keuntungan sediaan pelepasan terkendali, sebagaimana tersirat dari uraian diatas, meliputi:
1. Mempertahankan efek terapi untuk bebas waktu yang lama.
2. Mengurangi jumlah dan frekunsi pemakaian
3. Kepatuhan penderita tinggi karena obat yang dimakan lebih sedikit
4. Efek obat lebih seragam
5. Menghindari pemakaian obat pada malam hari
6. Mengurangi efek samping obat yang disebabkan oleh kadar obat yang tinggi dalam darah.
Adapun kerugiannya:
1. Biaya mahal
2. Dose dumping, yaitu adanya sejumlah besar obat dari sediaan lepas secara cepat, hal tersebut
dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan seperti keracunan dan lebih sulit bila terjadi
gangguan teknologi atau antaraksi.
3. Sering menimbulkan korelasi in vitro-in vivo yang jelek.
4. Fleksibilitas aturan dosis hilang
5. Efektivitas pelepasan obat dipengaruhi dan dibatasi oleh lama tinggal di saluran pencernaan.
6. Kepatuhan dan kemudahan penderita terhadap dosis mungkin berkurang.


MACAM, PEMAKAIAN DAN TEMPAT ABSORPSI TABLET

Macam Pemakaian Tempat absorpsi
1. Tablet kempa
Tablet salut gula (SCT)
Tablet salut film (FCT)
Tablet salut enterik (ECT)
Tablet lepasan terkendali
Ditelan GIT
2. Tablet kunyah (chewable) Dikunyah kemudian ditelan GIT
MUKOSA
3. Tablet Effervescent Dilarutkan kemudian ditelan GIT
4. Lozenges
Trochisci
Pastiles
Dihisap Mukosa mulut
5. Tablet bukal Diletakkan antara gusi dan pipi Mukosa mulut
- efek sistemik
- efek lambat
6. Tablet sublingual Diletakkan di bawah lidah Mukosa mulut
- efek sistemik
- efek cepat
7. Tablet vagina Dimasukkan ke vagina Mukosa vagina
- efek lokal
8. Tablet hipodermik Dilarutkan kemudian disuntikkan - efek sistemik
9. Pellet
Cont:norplant susuk KB
Disisipkan di bawah kulit - efek sistemik
- efek lama


BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


22
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM



CAPSULAE (KAPSUL)
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak. Biasanya
dipakai secara oral. Obat bekerja setelah cangkang/kulit kapsul larut dan obat terlarut serta diabsorpsi
utuh.
Bentuk obat dalam kapsul dapat berupa serbuk, granul, cair atau pasta dengan atau tanpa zat tambahan.
Sediaan dapat berupa obat paten atau puyer yang disusun oleh penulis resep untuk memilih obat tunggal
atau campuran dengan dosis tepat yang paling baik bagi setiap pasien. Fleksibilitas ini merupakan
kelebihan kapsul cangkang dibandingkan bentuk sediaan tablet atau kapsul cangkang lunak. Macam
sediaan kapsul ada kapsul biasa dan time released form. Syarat : memenuhi persyaratan yang tertera
dalam farmakope Indonesia ( mengenai keseragaman bobot dan waktu hancur)
Macam kapsul menurut sifat cangkang:
1. Capsule gelatinosae operculatae (Hard gelatine capsules/kapsul gelatin keras)
Cangkang berisi gelatin, gula, air dan zat warna. Isi terpisah dari cangkang. Ukuran : 5
(terkecil)- 000 (terbesar). Sediaan pelepasan lambat ( time release) dalam kapsul keras: sustained
released capsules dan enteric coated capsules.
2. Soft capsule (kapsul lunak)
Cangkang mengandung seperti no.1, tetapi gula diganti bahan plasticier yang membuat kapsul
menjadi lunak. Isi tak terpisah dari cangkang ( cairan dalam minyak; suspensi). Bentuk: bulat, oval, tube.
Misal: kapsul minyak ikan, kapsul vit.A.



BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


23
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

SUPPOSITORIA, OVULA, BACILLA
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui
rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak, atau melunak atau melarut pada suhu tubuh.
Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat berpengaruh
pada pelepasan zat teraupetik. Isinya adalah zat aktif dalam vehikulum.
Menurut Farmakope Indonesia, membedakan:
- Suppositoria digunakan melalui rektum, bentuk seperti torpedo.
- Ovula digunakan melalui vagina, bentuk seperti telur.
- Bacila digunakan melalui saluran kencing, bentuk seperti batang
Syarat : pada suhu tubuh bahan dasar harus dapat larut dan meleleh
Bahan dasar supositoria : - dapat melarut, misalnya : PEG ( Poly Etilen Glikol)
- dapat meleleh, misalnya : Oleum cacao
Tujuan pengobatan : - lokal : supositoria, ovula, bacilia
- sistematik : suposioria

Bentuk :

Mekanisme pelepasan obat:

Tujuan pemberian obat dalam bentuk supositoria :
1. Efek lokal : hemorrhoid, lokal anastetik
2. Efek sistemik, diberikan apabila cara pemberian lain sulit dilakukan, misalnya:
a. Obat tidak dapat diberikan per injeksi karena penderita berobat jalan.
b. Obat tak dapat diberikan per oral karena penderita hiperemesis atau baru saja menjalani
operasi pada traktus digestivus bagian atas.
c. Penderita tak dapat menelan
d. Obat rusak oleh enzim yang ada di saluran cerna
e. Obat yang dapat mengiritasi lambung
f. Penderita dalam keadaan an-kooperatif
g. Mengurangi metablisme obat dalam hepar (tidak mengalami first past effect)
SUPOSITORIA
(REKTUM)
OVULA
(VAGINA)
BACILIA
(URETRA)
SUPOSITORIA VEHIKULUM
-MELELEH
-MELARUT
ZAT AKTIF TERBEBAS PEMBASAHAN DISOLUSI
DIFUSI

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


24
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Alasan pembatasan di atas adalah karena bentuk sediaan supositoria bahan obat tidak diabsorpsi
secara sempurna, umumnya fraksi yang diabsorbsi lebih rendah dibandingkan pemberian oral.

Bahan obat yang diberikan dapat dalam supositoria untuk efek sistemik:
Extr. Belladon (spamolitik)
Barbital (sedatif)
Diazepam ( trankuilizer)
Aminophylin ( bronkodilator)
Bisacodyl (laksatif)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan obat bentuk supositoria:
1. faktor fisisologi:
- volume cairan rektum - isi rektum
- sifat mukosa rektum - motilitas dinding rektum
2. faktor fisika kimia obat:
- kelarutan obat - ukuran partikel
- konsentrasi obat dalam basis - basis supositoria.
Waktu dan cara pemakaian supositoria:
1. Sesudah defekasi, untuk menghindari obat dikeluarkan terlalu cepat bersama faeces sebelum
sempat bekerja.
2. malam sebelum tidur, penderita dalam posisi terlentang untuk menghindari meleleh obat keluar
rektum/vagina.
Cara pemakaian supositoria hendaknya penderita diberitahu dengan jelas, supaya jangan ditelan.
Penyimpanan ; pada suhu sejuk 5-15
0
C

BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO) CAIR
SOLUTIONES/MIXTURA ( LARUTAN)
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut, misal:
terdispersi secara molekular dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling
bercampur.Diantara solutio dan mixtura tidak ada perbedaan yang pokok. Apabila menyebut solutio, jika
hanya melarutkan satu jenis zat dalam pelarut yang cocok. Oleh karena molekul-molekul dalam larutan
terdispersi secara merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan
jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur.
Bentuk sediaan larutan digolongkan menurut cara pemberiannya, misalnya larutan topikal atau
penggolongan didasarkan pada sistem pelarut dan zat pelarut dan terlarut seperti spiritus, tingtur dan air.

LARUTAN ORAL
Sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu atau lebih zat dengan atau
tanpa bahan pengaroma, pemanis dan pemanis dan pewarna yang larut dalam air atau campuran
konsolven-air.

LARUTAN TOPIKAL
Larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali mengandung pelarut lain seperti etanol
dan poliol untuk penggunaan topikal pada kulit, atau dalam hal larutan lidokain oral topikal untuk
penggunaan pada permukaan mukosa mulut. Istilah lotio digunakan untuk larutan atau suspesi yang
digunakan secara topikal.
Sifat-sifat:
1. Homogen
2. Dosis dapat diubah-ubah

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


25
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

3. Cocok untuk anak-anak, manula dan untuk penderita yang sukar menelan.
4. Absorpsi obatnya cepat, maka omset juga cepat
5. Dapat diberikan dalam larutan yang encer, untuk obat yang bersifat iritasi terhadap lambung.
6. Volume pemberian besar jika dibandingkan dengan tetes oral.
7. Obat-obat yang tidak stabil dalam air (misal: asetosal), jangan diberikan dalam bentuk sediaan
cair karena obat dapat rusak.
8. Bagi obat yang rasanya pahit atau baunya tidak enak sukar ditutupi, oleh karena itu biasanya
ditambah pemanis atau perasa ( flavoring agen)
9. Untuk obat luar mudah pemakaiannnya.

SEDIAAN FARMASI YANG BERUPA LARUTAN / MIXTURA
a. COLLUTORIA (KOLUTORIUM)
Adalah obat cuci mulut, biasanya merupakan larutan pekat dalam air yang mengandung bahan
deodoran, antiseptika, analgetika lokal atau adstringentia. Cara pemakaian : diencerkan dulu dengan
sesuai aturan, lalu dikumur-kumur, tidak ditelan. Contoh: Effisol liquid.
b. COLLYRIA
Adalah obat cuci mata sediaan harus memenuhi syarat-syarat seperti tetes mata.

c. GARGARISMA (Gargle)
Adalah obat kumur, biasanya merupakan larutan pekat yang mengandung antiseptika atau
adstringentia. Tujuan penggunaan untuk pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan, agar obat
yang terkandung di dalamnya dapat langsung terkena selaput lendir sepanjang tenggorokan. Cara
pemakaian: diencerkan dulu dengan air sesuai aturan, kemudian dikumur-kumur sampai pharing, tidak
boleh ditelan. Contoh: Betadingargle & mouthwash.

d. ELIKSIRA (Eliksir)
Larutan oral, selain mengandung bahan obat juga alkohol dan zat tambahan seperti gula dan
atau zat pemanis lainnya, zat pewarna, zat pewangi dan zat perasa. Kadar Alkohol antara 3-75%, tetapi
biasanya sekitar5-15%. Kegunaan akohol disini selain sebagai pelarut juga, juga sebagai pengawet atau
corrigens saporis.
Sifat-sifat:
1. Cocok untuk penderita yang sukar menelan
2. Dibanding dengan sediaan sirup, eliksir kurang manis dan kurang kental.
3. Berhubung mengandung alkohol, hati-hati untuk penderita yang tidak tahan alkohol atau
penderita tertentu, misal sakit hepar.
Contoh: Bisovon eliksir, Batugin eliksir.

SIRUP
Larutan oral yang selain mengandung bahan obat juga mengandung sukrosa atau gula lain
kadar tinggi sebagai pemanis, gliserol atau sorbitol sebagai pengental atau stabilisator, perasa (flavorong
agent), pengawet dan pewarna.

Sifat- sifat sirup:
1. Homogen
2. Cocok diberikan untuk anak-anak dan penderita yang sukar menelan, rasanya lebih enak.
Ada 4 macam sediaan sirup:
a. Sirup Simpleks, solutio oral mengandung glukosa/sakarosa 65%. Tidak berwarna, tidak
beraroma, sering disebut sirup putih.

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


26
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

b. Sirup thymi, mengandung ekstrak thymi 36% ( biasanya sebagai expectorant),
glukosa/sakarosa 64%.
c. Sirup obat, selain mengandung obat juga mengandung sakarosa <60%, biasanya
10%.Contoh : panadol sirup.
d. Sirup kering, sediaan padat yang berupa serbuk atau granul yang terdiri dari bahan obat,
pemanis, perasa, pewarna, stabilisator, dan bahan lainnya, kecuali bahan pelarut. Apabila
akan digunakan ditambah pelarut (air suling) sesuai petunjuk yang diminta. Pada umumnya
bahan obat adalah antimikroba atau lainnya yang tidak larut dan tidak stabil dalam bentuk
cair pada penyimpanan.

MIXTURA AGITANDA ( CAMPURAN KOCOK)
Mixtura agitanda adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut dalam cairan
pembawa, sehingga cepat mengendap. Pada umumnya untuk pemakaian luar (topikal) dan dihindari
penambahan stabilisator PGA(Pulvis gummi arabicium), tragakant. Contoh; Liquor Faberi (FMI).

SUSPENSIONES ( SUSPENSI)
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam
fase cair. Suspensi selain mengandung obat juga mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas.
Contoh zat tambahan (stabilisator): PGA, tragakant, benzalkonium klorida. Tujuan stabilisator adalah
menghambat pengendapan zat aktif obat sehingga pada penuangan obat pertama dan terakhir mendekati
sama kadarnya. Suspensi merupakan cairan kental tetapi kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi,
sediaan harus dikocok dan mudah dituangkan. Suspensi dapat digunakan secara oral maupun topikal.
Contoh suspensi oral:Gelusil, Mylanta.
Sifat-sifat:
1. cocok untuk penderita yang sukar menelan, anak-anak dan manula.
2. pada umumnya ditambah pemanis,perasa( flavoring agent)
3. kecepatan absorpsi obat tergantung pada besar kecilnya ukuran partikel yang terdispersi.
4. tidak terbentuk garam kompleks yang tidak dapat diabsorpsi dari saluran pencernaan.
5. sering menimbulkan cake yang menyulitkan obat terbagi rata pada pengocokan terutama untuk
sediaan paten.

SEDIAAN FARMASI LAIN YANG BERUPA SUSPENSI:
GELS / MAGMA
Sediaan suspensi yang berbentuk kolodial dispersi. Kekentalannya lebih tinggi dibanding suspensi,
karena zat aktif (obat) BM-nya lebih tinggi dan pada umumnya merupakan sedian Non Generik . Contoh;
Polycrol gel

EMULSA (EMULSI)
Emulsi adalah sistem dua fase, salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain dalam
bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan dalam air merupakan fase
pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air (A/M). emulsi dapat distabilkan dengan penambah
bahan pengemulsi (surfaktan). Konsisten emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang
hingga krim setengah padat.
Semua emulsi memerlukan bahan antimikroba karena air mempermudah pertumbuhan
mikroorganisme, pengawet yang biasa digunakan dalam emulsi adalah metil, etil, propil dan butil paraben,
asam benzoat, dan senyawa amonium kuartener.
Bentuk sediaan obat emulsi dapat digunakan untuk oral, topikal maupun injeksi.
Tujuan penggunaan BSO emulsi:
1. oral : memperbaiki absorbsi, memperbaiki rasa dan aroma.

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


27
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2. topikal: mudah dibersihkan, penetrasi/absopsi lebih baik
3. parenteral : memperbaiki absorpsi , memperpanjang efek.
Kerugian BSO emulsi :
Oral : dalam penyimpanan dapat terjadi pemisahan antara air dan minyak yang tidak dapat
diperbaiki dengan pengocokan.
Topikal : dalam penyimpanan yang cukup lama dapat menjadi keras. Contoh obat dalam: Scott
Emulsion; Contoh obat luar: Cream A/M atau M/A

GUTTAE (TETES)
Sediaan cair berupa larutan (solutio), emulsi eliksir, atau suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam
dan luar, digunakan dengan cara meneteskan dengan alat penetes tertentu. Penetes yang dimaksud
adalah penetes baku yang tertera dalam Farmakope Indonesia, yaitu penetes pada suhu 20
0
C
memberikan tetesan air suling yang bobotnya antara 47,5 mg dan 52,5 mg (1 tetes baku= 0,05 ml). jadi 1
ml= 20 tetes.

Macam macam Guttae:
a. GUTTAE ORAL
Obat tetes untuk oral, digunakan dengan cara meneteskan obat ke dalam minuman atau makanan.
Bentuk sediaannya dapat berupa solutio, sirup, suspensi dan merupakan sediaan paten (nama dagang).
Bahan obatnya berkhasiat sebagai antimikroba, analgetika-antipiretika, vitamin dan antitusif.
Sifat-sifat:
1. volume pemberian kecil, sehingga cocok untuk bayi dan balita.
2. pada umumnya ditambah pemanis, perasa, pewarna, dan bahan tambahan lain yang sesuai dengan
bentuk sediaannya.
Perhatikan kemasan pada bobotnya, sehingga aturan pakai tepat. Contoh: Triaminic drops

b. GUTTAE ORIS
Obat tetes topikal yang digunakan untuk mulut, dengan mengencerkan lebih dahulu dengan air dan
kemudian dikumur-kumur. Penggunaan sediaan ini untuk efek lokal ( antiseptika, lokal anastetik,
analgetika, dll). Contoh: effisol liquid.

c. GUTTAE AURICULARES (tetes telinga)
Obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat kedalam telinga.
Penggunaan sediaan ini untuk efek lokal. Khasiat obat yang sering digunakan meliputi antimikroba,
antiseptika, kortikosteroid, lokal anastesik, dan zat uuntuk irigasi.

Sifat-sifat:
1. bahan pembawa yang digunakan harus mempunyai kekentalan yang cocok agar bahan obat
yang mudah menempel pada dinding telinga. Pembawa yang digunakan pada umumnya adalah
propilen-glikol, gliserol, heksilen glikol dan minyak nabati.
2. pH sebaiknya asam (5,0-6,0)

d. GUTTAE NASALES (tetes hidung)
Obat tetes untuk hidung dengan cara meneteskan bahan obat ke dalam rongga hidung. Komposisi
selain zat berkhasiat juga mengandung zat pendapar, pengawet.
1. cairan pembawa umumnya digunakan air, sebaiknya isotonis atau hampir isotonis. Minyak lemak
dan minyak mineral tidak boleh digunakan sebagai pembawa.
2. ph sebaiknya antara 5,5-7,5

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


28
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

3. bahan obat pada umumnya berkhasiat sebagai dekongestan, lokal anastesik, antimikroba, dan
antiseptika.
Contoh: iliadin 0,025%

e. GUTTAE OPTHALMICAE (tetes mata)
Obat tetes mata merupakan sediaan steril berupa larutan atau suspensi digunakan untuk mata
dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola mata. Apabila
bentuk sediaan suspensi, harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau goresan
bila terjadi massa yang mengeras atau pengumpulan. Pada umumnya obat berkhasiat sebagai
antimikroba, antiinflamasi, anastetika, diagnostika, midriatika, miotika dan zat irigasi.
Sifat-sifat:
1. steril
2. isotonis atau hampir isotonis (hipertonis masih diperbolehkan)
3. isohidris
4. untuk pemakaian ganda (multiple) ditambah pengawet yang cocok, sedang untuk pemakaian
tunggal atau untuk operasi tanpa bahan pengawet.
Contoh: Cendometason guttae opthalmicae.

INFUSA (INFUS)
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu
90 derajat celcius selama 15 menit. Kecuali dinyatakan lain, dan kecuali untuk simplisia yang tertera di
bawah ini, infus yang mengandung bukan bahan berkhasiat keras, dibuat dengan menggunakan 10%
simplisia.
Untuk pembuatan 100 bagian infus berikut, digunakan sejumlah yang tertera:
Daun kumis kucing( orthosiphon folia) 0,5 bagian
Daun tempuyung (sonchus folia) 2 bagian
Temulawak( curcuma rhizoma) 4 bagian
Contoh: Infus Orthosiphon 0,5 %
BERBEDA DENGAN CAIRAN INFUS UNTUK TERAPI CAIRAN INTRAVENA. INFUSA SIMPLISIA
TIDAK BOLEH ATAU DILARANG DIBERIKAN SECARA INTRAVENA (INFUSDABILATA). ISTILAH
INFUSA DI SINI DITUJUKAN UNTUK MENUNJUKKAN METODE EKSTRAKSI BAHAN ALAM.

EXTRACTUM ET EXTRACTUM LIQUIDUM (EKSTRAK DAN EKSTRAK CAIR)
Ekstrak adalah sediaan paket yang diperoleh dengan mengektraksi zat aktif dan simplisia nabati
atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan.
Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung etanol sebagai pelarut atau
sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet.

INJECTIONES (INJEKSI, OBAT SUNTIK)
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan
atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan
ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Berdasarkan bentuk sediaan:
a. Larutan : obat terlarut dalam air suling/minyak/pelarut organik yang lain.
Contoh: inj Vit C, Inj luminal, inj valium.
b. Suspensi : obat tersuspensi dalam air suling/minyak

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


29
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Contoh: inj. Penicilin oil, Inj Cortison Acetat suspensi
c. Kristal steril untuk dibuat larutan
Obat dalam bentuk kristal, sebelum disuntikkan, dilarutkan/disuspensikan terlebih dahulu
dalam pelarut steril (umumnya dalam aqua pro injectie)
Contoh : inj. Streptomycin sulfat, inj. Penicilin G Sodium
d. Kristal steril, untuk dibuat suspensi dengan zat cair steril yang ditentukan (umumnya aqua pro
injetie)
e. Cairan intravena ( infundabilia : infus i.V)
Sediaan steril berupa larutan atau suspensi dalam volume besar, untuk dosis tunggal. Sediaan
digunakan untuk dehidrasi atau pemberian nutrisi secara parenteral.
Contoh: inj. Ringer lactat, inj. Dextrose

Berdasarkan cara pemberian:
1. Injeksi intraderma/intrakutan (i.c)
- umumnya berupa larutan atau suspensi dalam air.
- Volume yang digunakan 0,1-0,2 ml
- Digunakan untuk diagnose atau immunitas
- Meninggalkan tanda sedikit melepuh pada tempat yang disuntikan.
- Contoh: ekstrak allergen; vaksin BCG
2. Injeksi Subkutan/hipodermik(s.c)
- umumnya berupa larutan atau suspensi (bahan obat yang mengiritasi atau suspensi
kental menyebabkan abses, luka dan rasa sakit).
- Volume yang digunakan < 2 ml
- Digunakan untuk pengobatan sistemik
- Contoh : inj. Valium
3. Injeksi intramuskular (i.m)
- Sediaan obat dapat berupa larutan, emulsi atau suspensi
- Efek yang ditimbulkan kurang cepat, dan biasanya durasi lebih besar dari pada
pemberian i.v
- Digunakan untuk pengobatan sistemik
- Tergantung dari tipe preparatnya, larutan dalam air lebih cepat diabsosrpsi dari pada
dalam minyak.
- Contoh: inj. Papaverin, inj. Streptomycin.
4. Injeksi intravena ( i.v)
- Sediaan harus berupa larutan jernih, larutan yang bersifat hipertonis harus diberikan
perlahan-lahan.
- Aksi obat cepat karena tidak melalui proses absorpsi
- Biasanya diberikan dalam keadaan darurat.
- Contoh : ampisilin injeksi.
5. Injeksi intratekal (i.t) atau subarakhnoid, intraspinal,intradural.
- umumnya tidak lebih dari 20 ml, tidak boleh mengandung bakterisida, dan diracik dalam
wadah dosis tunggal.
- Sediaan berupa larutan yang harus isotonis.
6. Injeksi peridural (p.d)
7. Injeksi intrasternal (i.s)
8. Injeksi peritoneal(i.p)
9. Injeksi intrakardial (i.k.d)
Larutan hanya digunakan dalam keadaan gawat karena dikehendaki onset yang cepat.
Syarat injeksi: aman, isotonis, bebas pirogen, steril, isohidris.

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


30
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

PELARUT OBAT SUNTIK ( Vehiculum)
1. pelarut air: aqua bidestilata steril (pro injectionem)
2. Pelarut bukan air:
Minyak: olea neutralisata ad injectionem
Guna pelarut minyak ialah agar waktu kerja obat lebih lama. Minyak yang dipakai adalah
minyak lemak berasal dari nabati, misalnya minyak kacang (Ol.Arachidis), minyak wijen ( Ol
sesami), minyak zaitun ( Ol olivarum), dll. Pembawa minyak hanya dipakai penyuntikan ke
dalam otot.
Bukan minyak : alkohol, propilen-glikol, gliserin, parafin liq.
Biasanya zat tersebut dicampurkan dengan air, selain sebagai pelarut juga digunakan untuk
mempertinggi stabilitas obat atau hasil larutannya.

BAHAN TAMBAHAN LAIN
1. Bahan penambah kelarutan
a. Untuk menaikkan kelarutan : alkohol, gliserin, dll
b. Surface active agent terutama non ionik, untuk stabilisator.
2. Larutan penyangga ( buffer)
Tujuan penambahan larutan penyangga:
o Menghindari perubahan pH dalam penyimpanan karena berinteraksi dengan wadah.
o Mencapai pH sama dengan pH darah (7,4)
Contoh :
- Asam asetat dan garamnya(1-2%)
- Asam sitrat dan garamnya (1-3 %)
- Asam fosfat dan garamnya (0,8-2%).
3. Antioksidan
Tujuannya: menghindari terjadinya oksidasi obat dalam sediaannya.
Contoh antioksidan:
- gas nitrogen
- Na bisulfit 0,15 %
- zat pengkhelat ( mis. EDTA 0,01-0,075%)
- gas karbondioksida
- Na Metabisulfit 0,2 %
4. Pengawet
Untuk injeksi pada wadah ganda ( multiple dese), bahan yang digunakan bersifat
bakteriostatik.
Contoh :
Benzalkonium kloroda 0,05-0,1 %
Klorobotanol 0,5 %
Benzyl alkohol 2 %
Fenil merkuri nitrat/asetat 0,002 %

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PEMBERIAN SECARA INJEKSI
1. Bekerjanya obat cepat (onset cepat)
2. Efek obat dapat diramalkan dengan tepat
3. Biovailabilitas sempurna atau hampir sempurna
4. Kerusakan obat dalam GIT dapat dihindari
5. Diberikan untuk penderita yang sakit keras, koma, an-cooperatif.
6. Rasa nyeri pada tempat suntikan
7. Efek psikologis pada penderita yang takut disuntik

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


31
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

8. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki, terutama pemberian
intavena.
9. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita di RS atau tempat praktek dokter, oleh dokter
atau perawat yang berkompeten.

WADAH OBAT SUNTIK
1. Wadah dosis tunggal ( single dose), pada umumnya berbentuk ampul dengan volume 1-10
ml.
2. Wadah dosis ganda ( multiple dose), umumnya berbentuk vial atau flacon volume 10-20 ml.
3. Wadah untuk infus i.v yaitu botol infus dari kaca atau plastik biasanya dengan volume 500
ml.













SEDIAAN STERIL YANG LAIN
a. IMMUNOSERA ( Imunoserrum)
Imunoserum adalah sediaan yang mengandung imunglobulin khas yang diperoleh dari serum
hewan dengan pemurnian. Imunoserum mempunyai kekuatan khas mengikat venon atau toksin yang
dibentuk oleh bakteri, antigen virus atau antigen lain yang digunakan untuk pembuatan sediaan.
Imunoserum diperoleh dari hewan yang diimunisasi dengan penyuntikan toksin atau toksid, venin,
suspensi, mikroorganisme atau antigen lain yang sesuai; selama imunisasi hewan tidak boleh diberi
penisilin. Imunoglobin khas diperoleh dari serum yang mengandung kekebalan dengan endapan fraksi
dan perlakuan dengan enzim atau cara kimia atau fisika lain.

b. IRIGATIONES (Irigasi)
Irigasi adalah larutan steril yang digunakan untuk mencuci atau membersihkan luka terbuka atau
rongga-rongga tubuh. Pemakaiannya secara topikal, tidak boleh digunakan secara parenteral. Pada etiket
diberi tanda bahwa sediaa ini tidak dapat digunakan untuk injeksi.

c. VACCINA ( Vaksin )
Vaksin adalah sediaan yang mengandung zat antigenik yang mampu menimbulkan kekebalan aktif
dan khas pada manusia. Vaksin dibuat dari bakteria, riketsia atau virus dan dapat berupa suspensi
organisme hidup atau fraksi-fraksinya atau toksoid.

AEROSOLUM ( AEROSOL)
Aerosol farmasetik adalah sediaan yang dikemas di bawah tekanan, mengandung zat aktif
terapetik yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan. Sediaan ini digunakan untuk
pemakaian topikal pada kulit dan juga pemakaian lokal pada hidung ( aerosol nasal), mulut (aerosol
lingua) atau paru-paru ( aerosol inhalasi). Pada aerosol inhalasi, ukuran partikel obat harus dikontrol dan
Ampul, single dose
Vol. 1-10 ml
Vial/flacon, multiple dose
Vol 10-20 ml

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


32
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

ukuran rata-rata partikel obat harus lebih kecil dari 10 mg. Sediaan ini dikenal sebagai inhaler dosis
terukur. Jenis aerosol lain dapat mengandung partikel-partikel berdiameter beberapa ratus mikrometer.
Aerosol digunakan untuk obat dalam dan luar.
Aerosol oral digunakan untuk pengobatan simtomatik, seperti pada asma bronkiale, sedangkan
aerosol topikal untuk pengobatan berbagai penyakit kulit, juga untuk pertolongan pertama pada keadaan
tertentu.
Keuntungan bentuk sediaan aerosol:
1. Obat mudah dipakai hanya dengan menekan tombol.
2. Obat tidak terkontaminasi dengan bahan asing, ataupun rusak karena kelembaban udara, terutama
untuk preparat yang digunakan untuk telinga, tenggorokkan dan hidung yang dapat dipakai berulang
kali.
3. Sterilitas obat dapat dipertahankan
4. Untuk pemakaian topikal dapat uniform, membentuk lapisan yang tipis pada kulit tanpa menyentuh
area sehingga menimbulkan efek dingin dan segar.
5. Obat yang perlu diberikan dalam dosis tertentu, wadahnya dilengkapi dengan katup khusus sebagai
meterd aerosol sehingga dosisnya dapat terkontrol.

Kerugian bentuk sediaan aerosol :
1. Harganya mahal
2. Bagi penderita asma atau emfisema apabila bronkus sudah banyak sekret (lendir), penggunaan
aerosol inhalasi tidak efektif.

INHALATIONES ( INHALASI)
Inhalasi adalah sediaan obat atau larutan atau suspensi terdiri atas satu atau lebih bahan obat
yang diberikan melalui saluran nafas hidung atau untuk memperoleh efek lokal atau sistemik. Larutan
bahan obat dalam air steril atau dalam larutan natrium klorida untuk inhalasi dapat disempotkan
menggunakan gas inert. Penyemprotan hanya sesuai untuk pemberian larutan inhalasi jika memberikan
tetesan dengan ukuran cukup halus dan seragam sehingga kabut dapat mencapai bronkioli (2-6 um).
Kelompok sediaan lain yang dikenal sebagai inhaler dosis terukur adalah suspensi atau larutan
obat dalam gas propelan cair dengan atau tanpa konsolven dan dimaksud untuk memberikan dosis obat
terukur ke dalam saluran pernapasan. Volume dosis tunggal yang umum diberikan mengandung 25-100
ul/ug tiap kali semprot, sedangkan dosis ganda biasanya lebih dari beberapa ratus. Contoh: Alupent
aerosol.
Serbuk dapat juga diberikan secara inhalasi, menggunakan alat mekanik secara manual untuk
menghasilkan tekanan atau inhalasi yang dalam bagi penderita yang bersangkutan. Contoh: Bricasma
inhaler. Jenis inhalasi khusus disebut inhalat terdiri dari satu atau kombinasi beberapa obat, yang karena
bertekanan uap tinggi, dapat terbawa oleh aliran udara ke dalam saluran hidung dan memberikan efek.
Wadah obat yang diberikan secara inhalasi disebut inhaler. Contoh: Vicks Inhaler.

SEDIAAN CAIR LAIN
LOTION ( OBAT GOSOK)
Sediaan cair yang dihunakan untuk pemakaiain luar pada kulit. Bentuk sediaan obat lotion dapat
berupa solutio atau emulsi tergantung dari zat aktifnya.
Sifat-sifatnya :
1. Dioleskan pada kulit yang luka atau sakit sehingga membentuk lapisan yang tipis di permukaan kulit
setelah kering.
2. Sebagai pelindung atau pengobatan tergantung dari komponen zat aktifnya
Contoh : Baby Lotion.

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


33
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM


LINIMENTUM ( LINIMENTA)
Sediaan cair yang digunakan untuk pemakaian topikal pada kulit . Bentuk sediaan linimentum
dapat berupa emulsi, suspensi atau solutio dalam minyak atau alkohol tergantung dari zat aktifnya.
Sifat-sifatnya :
1. Dipakai pada kulit yang utuh ( tidak boleh adanya luka berakibat terjadinya iritasi) dan dengan cara
digosokkan pada permukaan kulit.
2. Apabila pelarutnya minyak, iritasinya berkurang apabila dibandingkan dengan pelarut alkohol.
3. Linimentum dengan pelarut alkohol atau hidroalkohol baik digunakan untuk tujuan counterrritan
sedang pelarut minyak cocok untuk tujuan memijat atau mengurut.
Contoh : Linimentum salonpas ( untuk counteriritant)

SEDIAAN SETENGAH PADAT
Biasanya digunakan secara topikal dan berefek lokal, tetapi dengan perkembangan teknologi di
bidang farmasi tersedia juga obat yang bertujuan untuk memberi efek sistemik karena tertentu contoh:
obat anti-inflamasi diklofenak, kortikosteroid, antibiotika, dan voltaren. Voltaren merupakan NSAID yang
merupakan obat pilihan pertama untuk reumatoid artritis. Oleh karena ia merupakan NSAID maka sifat
khasnya adalah mengiritasi lambung dan menyebabkan pendarahan lambung jika diberikan per oral. Oleh
karena itu maka obat Voltaren diberikan secara topikal tapi bertujuan untuk menghasilkan efek sistemik.
Adapun prosesnya adalah sbb: setelah obat dilepas basis, obat akan diabsorpsi oleh lapisan kulit dan
membrana mukosa, kemungkinan obat akan diabsorpsi lebih lanjut masuk ke pembuluh darah kemudian
ke sirkulasi sistemik.
Komposisi sediaan ini, disamping mengandung bahan obat juga memerlukan bahan dasar/basis
yang berfungsi sebagai bahan pembawa obat disamping fungsi lain yaitu:
Pelumas (lubricant), khusus untuk sediaan setengah padat dengan basis berminyak.
Pelindung (protective), penutup; contoh vaseline.
Pembersih, pengering, contoh krem pembersih, Vanishing cream untuk obat jerawat, all
propose cream.
Pelunak ( emolien)
Bahan dasar atau basis yang digunakan harus memenuhi persyaratan stabil maksudnya tidak
terpisah dari obatnya kecuali penicilin dan tetrasilikin yang diberikan dalam bentuk sediaan dalam bentuk
sediaan oinment, lunak mudah dipakai dengan cara dioleskan, cocok/ sesuai serta dapat terdistribusi
merata.
Bentuk Resep:
Obat standart/paten
Racikan
Macam sediaan setengah padat
1. unguenta
2. cream
3. pasta
4. jelly
5. sapo
6. oculenta
7. sediaan lain, contoh :
in ora base
emplastrum
liniment

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


34
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Bahan obat bisa terdiri dari obat khas topikal, contoh : asam salsilat adalah salah satu contoh obat
yang khas tujuannya apakah akan digunakan sebagai antiseptik/antifungi/keratolitik,campora, resorcinol.
Sulfur, dll atau obat lain contoh : antibiotik, anthihistamin, kortikosteroid.

A. Basis Hidrokarbon
Dikenal sebagai basis berlemak antara lain vaseline putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil
bahan berair yang dapat dicampurkan kedalamnya. Tujuannya terutama memperpanjang kontak bahan
obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Penggunaan bahan dasar ini terutama
sebagai pelunak (emolien). Adapun sifat basis ini sukar dicuci, tidak mengering, dan tidak tampak
berubah dalam waktu lama. Adapun pembagian basis hidrokarbon ini adalah sbb:
1. Parafin padat/cair, vaseline, jelene
2. Plastik : Polietilen cair
3. Sabun : alumunium stearat + minyak mineral.

B. Basis lemak dan minyak
Ol . arachidis, Ol sesami, Ol. Olivarium.

C. Basis Polimer sintetik
Silikon, dimetikon/dimetilpolisiloksan

D. Basis absorpsi/ bahan dasar serap

Manfaat bahan dasar ini juga sebagai emolien
1. anhidrus : merupakan bahan dasar yang dapat bercampur dengan air dan membentuk emulsi air
dalam minyak, contoh:
adeps lanae ( lemak bulu domba) , untuk mengabsorpsi kebasahan lesi.
Hidrofilik petrolatum
Parafin hidrofilik
Lanoloin anhidrat.
2. Hidrous : merupakan emulsi air dalam minyak dan dapat bercampur dengan sejumlah air
tambahan, contoh:
Lanolin ( merupakan kombinasi asam lemak dan air dengan perbandingan 3:1).
Cholesterol.

E. Basis Tercuci
Merupakan emulsi minyak dalam air. Contohnya antara lain salep hidrofilik atau tepat disebut krim
(chemores). Basis ini disebut tercuci oleh karena mudah dicuci dengan air atau dilap basah sehingga
lebih dapat diterima sebagai bahan dasar kosmetik. Keuntungan yang lain adalah dapat diencerkan
dengan air dan mudah menyerap cairan yang terdapat pada keadaan dermatologik ( ket: pada lesi
dermatologik akut banyak mengandung air, sedangkan basis tercuci ini lebih banyak airnya daripada
minyak sehingga air dari sediaan ini akan lebih mudah bercampur dengan air dan lesi, ingat bahwa air
larut dalam air bukan dalam minyak).
Contoh lain:
PEG 4000 40% dilebur dengan
Peg 400 60%
(POLIETILEN GLIKOL)

F. Basis Tipe Emulsi
1. Emulsi M/A ( sedikit minyak yang terselubung dalam air) :
Vinishing cream

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


35
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Hidrophilic Oint
2. Emulsi A/M
Lanolin
Cold Cream

PEMILIHAN BAHAN DASAR
Tergantung pada banyak faktor antara lain:
Khasiat yang diinginkan
Sifat bahan obat yang dicampurkan, beberapa sediaan lebih efektif menggunakan bahan
dasar tercuci daripada bahan dasar hidrokarbon.
Ketersediaan hayati
Stabilitas dan ketahanan bahan jadi
Dalam beberapa hal perlu menggunakan bahan dasar yang kurang ideal untuk menjaga
stabilitasnya. Misalnya obat-obat yang cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam bahan dasar hidro karbon
daripada bahan dasar yang mengandung air, meskipun obat tersebut lebih efektif dalam bahan dasar
yang mengandung air.

UNGUENTUM ( Ointment, salep)
Adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan, terdiri atas satu atau lebih bahan
berkhasiat dalam bahan dasar yang cocok. Bahan dasar biasanya berminyak sehingga kontak dengan
kulit lebih lama.
Keuntungan : kontak dengan kulit lebih lama sehingga kerja obat lebih efektif.
Bahan obat : sampai dengan 10 %
Bahan dasar : A ( misal vaselin putih)/B/D ( misal lanolin) atau bisa juga campuran bahan dasar A dan D
Fungsi : pengobatan setempat, pelindung, oleh karena kontaknya dengan kulit lebih lama, pelunak
Sediaan : Racikan, Standar, Paten, Contoh Penulisan R/ Unguenta
Racikan = R/ Vioform 3%
Acid salisil 4 %
Adeps Lanae 2
Vaseline AD 15
M.F.L.A UNGT
SbDM m e t v.u.e
Standart = R/ 2-4 Salf 20
SsDM ue
Paten = R/ Nerisona fatty Oint/Oint tube I
StDM u.e

CREAM ( KRIM)
Adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung salah satu/lebih bahan obat
terlarut/terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk
sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasikan sebagai air dalam
minyak/minyak dalam air. Basis krim menggunakan bahan dasar yang dapat dicuci dengan air antara lain
basis emulsi atau cream tipe air/minyak ( A/M atau minyak/air ( M/A)
Basis krim A/M dapat menyimpan lipid dan kelembaban dalam stratum korneum dan kemampuan
memperbaiki jaringan dari kekeringan karena mempunyai sifat emolien. Basis krim M/A dioleskan pada
kulit untuk mendapatkan :
Fase penguapan yang kontinyu
Menaikkan konsentrasi obat dalam air
Membentuk lapisan film pada permukaan kulit

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


36
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Keuntungan : oleh karena mengandung banyak air maka bisa berfungsi sebagai pendingin kulit.
Kerugian : Karena banyak mengandung air maka mudah dibersihkan sehingga kontaknya
dengan kulit singkat ( kerja obat singkat)
Fungsi :
Pengobatan setempat
Pendingin
Pelunak
Sediaan
Racikan
Standart
Non Generik / Obat dengan nama dagang

Contoh Cream
Racikan= R/ Hidrocortison Asetat 0,1
Basis Crem A/M ad.10
m.f.l.a cream
sbDM met v.u.e
standart= R/All Purpose Cream 25
S.d.e.f

Non Generik / Obat dengan nama dagang= R/Nerisona Cream tube I
SsDM m.u.e

PASTA
Pasta adalah sediaan setengah padat yang mengandung satu/lebih bahan obat yang ditunjukkan
untuk pemakaian topikal. Sediaan tersebut berupa masa lembek, dibuat dengan mencampurkan bahan
obat berbentuk serbuk dalam jumlah besar(40-60 %) dalam vaselin/parafin cair atau ke dalam bahan
dasar berlemak dibuat dari gel fase tunggal mengandung air, misalnya pasta natrium
karbonsimetilselulose, sedangkan pasta berlemak misalnya pasta zink oksida, merupakan salep yang
padat dan kaku yang tidak meleleh pada suhu tubuh. Pasta berlemak ternyata kurang berminyak dan
lebih menyerap dibandingkan dengan salep karena tingginya kadar obat yang mempunyai afinitas
terhadap air dan daya penetrasi dan daya maserasi lebih rendah dibandingkan dengan salep.
Keuntungannya : bahan obat bisa 40-60 % lebih banyak
Kerugiannya : tak bisa menempel pada kulit berambut.
Bahan obat : padat 40-60%
Bahan dasar : A/B/D
Fungsi :
Pengobatan setempat
Pelindung pada bagian yang diolesi
Pembersih ( pasata gigi)
Tidak bisa untuk daerah berambut
Pengering
Obat dapat kontak lama dengan kulit
Cocok untuk lesi akut yang cendrung membentuk kerak menggelembung/mengeluarkan
cairan.
Cara pemakaian : dioleskan dulu pada kain kasa
Sediaan : racikan, Standart, Non Generik / Obat dengan nama dagang
CONTOH PASTA
Standart =

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


37
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Pasta lasari
R/ Acid salicyl 0,5
Zinc. Oxyd 6,250
Vaselin Flav ad 25
Mfla pasta
SsDM v.u.e
Racikan= R/ CMC 1 %
PEG 10-30 %
CaCO3 15-50 %
Na Lauryl Sulfat 1-2 %
Pengawet
Na F
Warna 0,1-1%
Aqua ad 100
Cara pemakaian :
Tidak langsung dioleskan pada kulit tetapi dioleskan dahulu pada kain kasa
Sediaan : Non Generik / Obat dengan nama dagang,Standart,racikan


JELLY, GEL
Gel atau jeli merupakan sistem semi padat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel/jeli topikal
merupakan gel fase tunggal dengan menggunakan bahan dasar larut dalam air, antara lain karbomer (
PEG, CMC) dan gom alam ( tragakanta, pektin)
Bahan dasar : Gom, Tragakanta, Caragen agar Pektin, As, Alginat, semi sintetik (metil selulose, CMC)
Tidak dikemas dalam pot tapi dalam tube
Sifat :
Pelicin kulit, pembawa obat, pendingin
Mudah berjamur
Mudah kering oleh karena basisnya mengandung air
Efek lokal atau kemungkinan sistemik
Sediaan : Non Generik / Obat dengan nama dagang ( Bioplacenton)

SAPO
Sediaan cair/setengah padat/padat yang terdiri dari campuran satu atau lebih bahan obat dengan
suatu detergent/sabun. Sabun diperoleh dengan proses penyabunan alkali dengan lemak atau asam
lemak tinggi.
Bahan dasar : Penyabunan Alkali dengan lemak ( A no.3)
Fungsi : pembersih kulit & pembawa obat
Sediaan : Non Generik / Obat dengan nama dagang

OCULENTA ( UNGENTUM OPHTALMICAE)
Sediaan salep steril untuk pengobatan mata dengan menggunakan dasar/basis salep yang cocok.
Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan difusi obat dalam cairan mata dan
tetap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu tertentu pada kondisi penyimpanan yang cocok.
Vaselin merupakan dasar salep mata yang banyak digunakan. Bahan dasar yang lain adalah
beberapa bahan dasar salep yang dapat menyerap, bahan dasar yang mudah dicuci dengan air dan
bahan dasar yang mudah dicuci dengan air dan bahan dasar yang larut dalam air. Bahan dasar salep

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


38
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

seperti ini memungkinkan dispersi obat larut yang lebih baik. Keuntungan menggunakan salep mata yaitu
obat dapat kontak lama dengan mata.
Sifat :
Steril, sehingga obat tetap berkhasiat selama penyimpanan
Untuk obat dalam larutan/serbuk halus, basis tidak mengiritasi mata dan memungkinkan
obat tersebar dengan perantaraan air mata.

SEDIAAN LAIN
1. IN ORA BASE
Merupakan preparat Non Generik / Obat dengan nama dagang setengah padat yang dioleskan.
Digunakan untuk pengobatan bibir dan mukosa mulut
Sediaan : Non Generik / Obat dengan nama dagang ( contoh Kenalog)

2. EMPLASTRUM
Dari segi kimia hasil proses penyabunan dari asam lemak dengan logam berat, konsistensinya
sedemikian rupa sehingga mudah melekat pada kulit dan biasanya dilapisi dengan kain.
Sifat emplastrum :
Proteksi dan bantuan mekanis pada kulit
Kontak obat dengan kulit erat
Obat tidak melelh sehingga efek lokal lebih intensif.
Sediaan : Non Generik / Obat dengan nama dagang ( Kove salonpas)

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATKAN DALAM MEMILIH BENTUK SEDIAAN SETENGAH PADAT
Kondisi kulit yang terkena penyakit:
- luas permukaan kulit, jika lesi luas ( luas permukaan tubuh atau lebih berikan sediaan
lotion ( murah).
- Lapisan Straturn Komeum, jika lap. Str, korneum tebal tambahkan keratolitik.
- Fisiologi Kulit
Tujuan :
- Penetrasi Obat baik
- Obat lama dikulit
- Pembersih, dll
Bentuk sediaan :
- macam
- Fungsi
Basis :
- Macam
- Sifat

PEDOMAN
DERMATOSA
Akut : Krim M/A
Kronis : Salep
Pasta
Krim M/A atau A/M
Sub Akut : pasta
Krim A/M
KEADAAN KULIT
Kering : salep
Krim

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


39
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Basah : Salep = Basis 4 ( D)
Krim M/A atau A/M
Berambut : basis 5 ( E)
Krim M/A atau A/M
Bersisik atau lap. Str corneum tebal;
Pelumas keratolitik
Contoh : pada lesi yang akut dan basah, maka berikan sediaan yang cocok sesuai pedoman
diatas. Lihat pada dermatosa yang akut dan pada keadaan kulit yang basah. Setelah dicocokkan maka
sediaan yang cocok adalah krim M/A.

RESEP
Kata resep berasal dari bahasa latin:
Recipe (R/) : ambilah
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/1993: Resep merupakan suatu
permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada APA ( Apoteker Pengelola Apotek)
untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundangan-undangan yang
berlaku.
Fungsi resep :
1. Sebagai perwujudan cara terapi
Upaya terapi pasien dengan menggunakan obat
2. Merupakan dokumen legal ( karena dilindungi UU)
Agar pelayanan oleh apotek tidak dijumpai hal-hal yang merugikan penderita.
3. Sebagai catatan terapi
Sebaiknya resep dibuat rangkap 2 :
1 lembar untuk pasien agar mendapat obat
1 lembar sebagai catatan dokter bila pasien datang lain untuk kontrol atau tidak sembuh,
juga untuk memonitor atau mengevaluasi pengoabatan.
4. Merupakan media komunikasi
Dari dokter kepada apoteker, atau dengan petugas kesehatan lain.

Orang yang berhak menulis resep adalah:
Dokter ( umum, spesialis)
Dokter gigi terbatas untuk penyakit gigi
Dokter hewan terbatas untuk hewan

Orang yang berhak mengetahui resep :
Dokter penulis resep atau yang merawat penderita
Penderita, tetapi kalau berpengaruh jelek pada psikologisnya, sebaiknya tidak perlu diberitahu.
Petugas kesehatan
Petugas lain yang berwenang menurut UU, misalnya instansi yang membiayai pasien.

Tempat melayani resep : apotek ( umum, RS)
Cara menyimpan resep : disimpan rapi sebagai dokumen selama tiga tahun
Cara pemusnahan resep : dibakar oleh apotek dan dilaporkan pada instansi yang berwenang, misal
Dinas Kesehatan, Depkes, Balai Pengawasan Obat dan Makanan, etc.





BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


40
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

ATURAN PENULISAN RESEP
A. Dengan cara yang benar.
Jelas dapat dibaca
Sesuai aturan/kaidah penulisan yang berlaku
Resep harus sesuai dengan Peraturan Menkes NO. 26/1980 dan Keputusan Menkes
No.280/1981, harus ditulis dengan jelas dan lengkap.
Aturan/kaidah penulisan resep:
1. Nama obat.
Bahan baku ( bentuk aslinya).
Dapat ditulis: 1) Nama generik. 2) Nama Sinonim
Misal : Asetosal ( ac.acet.salic); Ac. Salic; Ac Benzoic; Theophylin.

Obat jadi
ditulis nama standart
sesuai DOEN ( berisi nama obat generik berlogo)
Misal: 1). Tab. Acetosal 100 mg, 500 mg. 2). Tab Aminophylin 200 mg. 3). Pot. Nigr. C.
tuss. (OBH)
Obat dengan Nama Dagang
Contoh : Tab. Aspirin; tab. Bronsolven; Allerin Exp.60 ml, 120 ml
Nama obat harus ditulis dengan jelas agar tidak keliru diberikan, misalnya Indocin
(anlgesik, antiinflamasi) dengan Lindocin (antibiotik) atau sebaliknya..
2. Satuan jumlah/kekuatan obat
2.a. Berat : g (gram), mg (miligram), mcg (mikrogram). Satuan internasional : IU
Volume : l (liter). ml (mililiter)
Persentase %, b/b, b/v, v/v, v/b (b=berat, v=volume)
Arti prosentase :
- 0,5 % ( b/b) = 0,5 g dalam 100 g sediaan
- 0,5 % ( b/v) = 0,5 g dalam 100 ml sediaan
- 0,5 % (v/v) = 0,5 ml dalam 100 ml sediaan

2 .b. Satuan tab./cap./lag/tube ( biji)
Satuan tersebut ditulis dengan angka Romawi . Contoh: ampicilin syr. Lag No.I

3. Alat penakar
Sendok makan (=15 ml) C
Sendok teh ( = 8 ml) Cth
Sendok obat ( =5 ml) C plastik, biasa juga ditulis cth.
Tetesan/drops ( = 0,05 ml) gtt

B. Resep ditulis:
Resep ditulis pada blanko R/ yang berukuran :
Panjang : 15-18 cm
Lebar : 10-12 cm
Ditulis dengan tinta dan bahasa latin. Singkatan ditulis dalam bahasa latin dan harus lengkap
penulisannya agar memenuhi syarat untuk dibuatkan/dilayani obatnya di apotek.

BAHASA LATIN DALAM RESEP
Bahasa latin dalam resep digunakan untuk penulisan:
Nama obat ( obat baku)

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


41
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Pembentukan/bentuk obat
Petunjuk penggunaan obat ( biasanya disingkat)
Biasanya ditulis dengan singaktan yang baku ( disepakati Internasional) dan dihindarkan singkatan
dalam bahasa Indonesia. Penulisan singkatan ini dikarenakan ukuran blanko R/ yang tidak terlalu besar,
maka diupayakan agar seluruh pesan tersampaikan. Bila ada istilah yang tidak ada dalam bahasa latin,
istilah/kata tersebut ditulis utuh, jangan disingkat, misal: sendok plastik harus ditulis C plastik.
Untuk hal-hal yang khusus, maka boleh digunakan bahasa Indonesia, namun tidak boleh disingkat.
Misalnya: obat diberikan untuk 3 hari ( maksudnya kalau sampai 3 hari tidak terlihat perkembangannya
yang positif, pasien kembali kepada dokternya).
Alasan penggunaan bahasa latin :
Bahasa latin adalah bahasa yang mati ( artinya bahasa yang sudah tidak berkembang lagi)
Merupakan bahasa Internasional dalam dunia kedokteran dan kefarmasian
Menghindari dualisme ( adanya perbedaan pengertian).
Dalam keadaan tertentu karena faktor psikologi, ada baiknya pasien tidak perlu tahu obat/ bahan
obat apa yang diberikan.

Kerugian : Akibat perkembangan dari ilmu kedokteran dan kefarmasian, banyak menimbulkan istilah-
istilah baru yang tidak dijumpai singkatannya dalam bahasa latin. Jadi istilah tersebut harus ditulis
lengkap. Tidak boleh membuat singkatan versi sendiri, seperti singkatan bahasa Indonesia.

Singkatan Bahasa asing yang Penting :
Iterx = iteratur= diulangx
N.I = ne iteratur = tidak boleh diulang
Cito = segera
Urgent = penting
Statim = penting
P.I.M = periculum in mora= berbahaya bila ditunda!
= ditulis dibelakang jumlah obat jika dosis melebihi dosis maksimum.

RESEP LENGKAP
Resep lengkap terdiri atas :
1. Superscriptio
Nama, umur (khususnya u/anak), alamat pasien
Tempat dan tanggal penulisan R/
Simbol R/ (= invocatio)
Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter
2. Inscriptio
Jenis bahan obat dalam resep, meliputi:
- remidium cardinale = nama dan jumlah bahan-bahan pokok, bisa tunggal atau
beberapa bahan.
- Remidium adjuvant/korektor= nama dan jumlah obat tambahan
- Remidium corrigens ( hanya kalau perlu), meliputi:
- Corringens saporis= perasa. Misal : saccharum lactis ( sacch. Lact)
- Corringens coloris ( warna)= carmine
- Corringens odoris (bau)= ol. Rossarum ( minyak permen)
- Corringens constituen: ditambahkan untuk bahan yang sedikit agar dapat
dibuat sediaan obat.
- Vehicle ( pembawa) yang diperlukan bila resep merupakan racikan dokter sendiri dan
bukan obat jadi.

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


42
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Jumlah bahan obat dinyatakan dalam satuan berat untuk bahan padat (mcg,mg,g) atau
satuan isi untuk cairan (tetes, ml,I)
3. Subscriptio
Memuat cara pembuatan (nama dan jumlah bentuk sediaan)
4. Signatura/transcriptio
berisi petunjuk penggunaan obat, sebuah resep dikatakan sah bila:
Untuk resep dokter praktek swasta harus ada nama, izin kerja, alamat praktek dan
rumah, tanda tangan/paraf.
Untuk resep dokter RS/Klinik/Poliklinik harus ada 1). Nama, alamat
RS/Klinik/Poliklinik.2). nama, alamat, tanda tangan/paraf* dokter penulis resep.
3).bagian/unit di RS.
Dibubuhkan pada resep setelah signa
tanda tangan u/ gol. Obat narkotika dan psikotropika tertentu
paraf u/ gol.obat selain diatas

Dalam memberikan resep kepada pasien perlu diperhatikan hal-hal sbb:
Penggunaan obat, sediaannya dipilih obat mana dan sediaan apa yang paling efektif dan cocok
untuk penderita
Penggunaan kombinasi obat harus dipertimbangkan adanya kemungkinan interaksi
Dosis diperhitngkan dengan tepat sesuai kondisi penderita.
Penulisan singkatan dalam bahasa latin
Jumlah obat/sediaan seperlunya.
Sertakan info tentang cara penggunaan, efek samping, dan peringatan lain, misal: perubahan
urin menjadi merah bila mengkonsumsi Rifampisin.
Adanya catatan ( kartu obat) untuk evaluasi jika pasien kembali lagi.

Contoh blanko resep dokter praktek swasta :


















dr. Enni Yuliani
SIP : DU-2000/III/1999

Alamat Rumah/Praktek :
Jl.Ahmad yani 9
Gerung

Gerung,

R/
Pro :
Alamat :
Umur :

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


43
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Contoh Blanko resep dokter RS/Klinik/Poliklinik















Arti singkatan bahasa latin:
s.t.d.d.tab.l.u.h.a.c (= tandailah 3x sehari 1 tablet 1 jam sebelum makan)
s.d.c.f ( = tandailah dengan formulanya)
m.f.l.a.susp.200ml (= campur dan buat sesuai aturan suspensi sebanyak 200 ml)
f.l.a.pulv.d.t.d.no.XX (= campur sesuai aturan puyer sesuai takaran di atas sebanyak 20
bungkus).

Catatan : untuk resep-resep intern misalnya RS, bagian nama sampai dengan alamat dapat diganti oleh
kop. RS, dokter, dan SMF.
Pada lembar resep yang digunakan oleh dokter hewan, khusus untuk nama pasien perlu
dicantumkan: jenis spesies( jenis binatang seperti kucing, anjing, dll), nama binatang, berat
badan, nama dan alamat pemilik.
Untuk penulisan resep digunakan bahasa latin. Apabila ada keraguan dalam penjelasan dengan
menggunakan bahasa tersebut, maka gunakan bahasa Indonesia, resep yang demikian hanya
berlaku lokal untuk negara Indonesia saja.
Penulisan resep tidak boleh dicantumkan kode-kode tertentu.
Penulisan nama obat dengan menggunakan singkatan bahasa latin, bila termasuk obat
baku/generik.
Untuk nama obat Non Generik / Obat dengan nama dagang harus secara lengkap dan jelas.
Penulisan signa harus jelas, dengan mencantumkan dan lain-lain yang diperlukan.
Pada penulisan numero dengan menggunakan angka romawi, misalnyaX jika diperlukan dapat
ditulis-X-. Penulisan tersebut diperlukan terutama untuk keamanan agar angkanya tidak
ditambahi, misalnya untuk obat narkotika jumlahnya tidak ditambahi oleh pasien yang akan
menyalahgunakan pamakaiannya, atau penambahan angka untuk obat lainnya oleh pihak
apotek ( terutama dalam hubungannya dengan klaim asuransi).
Untuk tanda-tanda khusus seperti Cito atau PIM harus ditulis disebelah kanan pada bagian
atas kertas resep. iter harus ditulis disebelah kiri di bawah pada setiap R/ yang memerlukan
pengulangan maka harus ditulis pada sebelah kiri atas dari resep.

FORMULA RESEP
Dalam menuliskan resep, seorang dokter bisa memilih 3 penulisan formula resep, yaitu:
1. Resep Formula Magistralis
-sediaan disusun oleh dokter sendiri
- obat yang dipilih : bahan baku ( racikan)
Klinik Bersalin
EXONERO
JL.Pemuda 18
Mataram

Mataram,
Dokter :

R/
Pro :
Alamat :
Umur :

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


44
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Sediaan Non Generik / Obat dengan nama dagang
- memakai bahan tambahan, antara lain : corrigen saporis, odoris, coloris,
vehikulum/constituen.
- Bila memakai formula ini, dokter harus memahami spesifikasi/kekhususan bahan
sediaan obat (BSO).
2. Resep Formula Officinalis
- berupa sediaan jadi atau sediaan yang diracik apotek..
- obat berupa standart/baku menurut: Formula standart, farmakope Indonesia, Extra
farmakope dan Formularium Indonesia.
- Obat / sediaan generik berlogo
- Dokter harus memahami isi/komposisi obat dan indikasinya.
3. Resep Formula Spesialistis
- obat yang dipilih berupa obat dengan nama dagang atau obat jadi
- sediaan jadi sesuai pabrik
- satu sediaan bisa memiliki banyak formulasi
- dokter harus memahami spesifikasi/kekhususan, sifat, dan tujuan produk obat yang
akan diberikan.

Contoh cara penulisan, Arti, dan Makna masing-masing formula Resep:
1. RESEP MARGINALIS
Sediaan padat











- arti singkatan
* Saccaharum lactum quantum sactis = Saccaharum lactum secukupnya.
** misce fac lege artis pulveres da tales dosis nomero quindecem= campur dan buatlah
sesuai aturan puyer sebanyak dosis tersebut diatas sebanyak 15 bungkus.
*** signa pro re nata ter de die pulveres una= tandai: bila perlu 3x sehari 1 bungkus
puyer
- Makna resep
setiap bungkus puyer mengandung bahan obat: Parasetamol 100 mg, Phenobarbital
10 Mg, dan Saccaharum laktum ( sebagai pemanis dan pembawa) secukupnya.
Komposisi tersebut dibuat puyer sesuai dengan dosis obat yang digunakan. Buatlah
puyer sejumlah 15 bungkus.
Aturan pakai : 3x sehari masing-masing 1 bungkus. Obat diperlukan untuk 5 hari.
Atau:

R/ Paracetamol mg 100
Phenobarbital mg 10
Sacch. Lact.q.s*
m.f.l.a pulv.d.t.d no. XV**
s.p.r.n t.d.d pulv.I ***
Paraf

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


45
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM













- arti singkatan : idem sda
- Makna resep : dari bahan obat : Parasetamol 1,5 g, Phenobarnital 150 mg dan
saccharum laktum secukupnya dicampur dan dibuat untuk menajdi 15 bungkus puyer.
Aturan pakai : 3x sehari masing-masing 1 bungkus. Obat diperlukan untuk 5 hari.

Apa bedanya kedua resep tersebut?
Pada R/1 ditulis jumlah banyaknya obat untuk tiap bungkus puyer, sedangkan R/2 ditulis jumlah
banyaknya obat untuk 15 bungkus puyer.

Tidak dianjurkan bentuk peresepan berikut:












arti singkatan : s.d.a
Makna resep : tablet parasetamol ( 1 tablet =500 mg) sebanyak 3 tablet ( jadi 3x500 mg=
1500 mg= 1,5 gr). Tablet Luminal ( 1 tablet = 50 mg ) sebanyak 3 tablet ( jadi 3x50 = 150 mg),
dan Saccharum laktum secukupnya. Dicampur dan dibuat untuk menjadi 15 bungkus puyer. Jadi
tiap bungkus mengandung 100 mg dan Phenobarbital 10 mg. Aturan pakai : s.d.s

Mengapa resep seperti ini tidak dianjurkan?
Sediaan tablet Parasetamol dan Luminal mengandung sejumlah obat yang tertentu per tablet, sehingga
bila diperlukan dosis lain yang tidak sama dengan kandungan obat dalam sediaan tersebut, akan
memberikan masalah.






R/ Paracetamol g 1,5
Phenobarbital mg 150
Sacch. Lact.q.s
m.f.l.a pulv. no. XV
s.p.r.n t.d.d pulv.I

Paraf

R/ Tab.Paracetamol No. III
Tab. Luminal 50 mg no.III
Sacch. Lact.q.s
m.f.l.a pulv.d.t.a no. XV
s.p.r.n t.d.d pulv.I

Paraf


BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


46
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM














Arti singkatan * misce fac lege artis pulveres da tales dosis nomero trigenta= campur dan buatlah
sesuai aturan puyer sesuai dosis tersebut sebanyak 30 bungkus.** da in capsula= berikan dalam
bentuk kapsul.*** signa pro re nata ter de die capsula una post coenam=tandai : bila perlu 3x sehari
masing-masing 1 kapsul, berikan sesudah makan.

Sediaan Cair sekarang sudah tidak ada sediaan cair yang disusun formula oleh dokter melalui
resep, karena untuk membuat sediaan cair perlu teknologi dan sudah tersedia dalam bentuk sediaan
jadi yang siap pakai oleh pabrik farmasi. Obat sediaan cair (sirup, suspensi, emulsi) harus dibuat
segera dan memerlukan tambahan pengawet, stabilitas tidak bisa dijamin apabila dibuat di apotek.
Pencampuran sediaan obat padat ke dalam sebuah sediaan jadi cair dilarang karena sangat tidak
rasional, menggangggu homogenitas dan kadar obat dalam darah yang akhirnya akan mempengaruhi
tujuan terapi.

Sediaan Padat













Arti singkatan * Adeps lanae 2= Adeps lanae sebanyak 2 gram** vaselin album ad 20 = Vaselin album
sampai 20 gram.***misce fac lege artis unguenta = campur dan buatlah sesuai aturan salep.
**** signa bi de die usus externus mane et vespere = tandai: 2x sehari untuk pemakaian luar pagi dan
sore hari.
Makna resep campur dan buatlah salep sebanyak 20 gram yang mengandung : Tetrasiklin 3 %,
Hidrokortison 2,5 %, dan bahan Adeps lanae 2 gram dan vaseline album( ditambahkan hingga mencapai
20 g). aturan pakai: untuk pemakaian luar 2x sehari pagi dan sore.



R/ Tetrasiklin 3 %
Hidrokortison 2,5 %
Ad.Lan.2*
Vas.alb.ad 20 **
m.f.l.a. ungt***
s.b.d.d.u.e.m.et. v ****

Paraf

R/ Aminophylin mg 150
Prednison mg 5
m.f.l.a pulv.d.t.a no. XXX*
da.in caps.**
s.p.r.n t.d.d caps.1 p.c***

Paraf


BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


47
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM


Atau













Arti resep : ambilkan Tetrasiklin 0,6 gram, Hidrokortison 0,5 gram. Adeps lanae 2 gram dan Vaseline
album sampai jumlah salep sebanyak 20 gram.* campur dan buatlah menurut aturan salep.** tandailah
dua kali sehari untuk pemakaian luar pagi dan sore hari.
Makna resep salep resep diatas mengandung Tetrasiklin 3 %, Hidrokortison 2,5 %, dengan basis salep:
Adeps lanae (10 %) dan Vaseline album. Dibuat salep . Aturan pakai : s.d.a
Apa beda resep ini dengan resep diatas?
Rsep ini memakai jumlah obat dalam gram.Yaitu Tetrasiklin 0,6 gram, di dapat dari : 3 % x20 gram = 0,6
gram; demikian pula Hidrokortison: 2,5 %x20 gram = 0,5 gram.
2. RESEP OFFICINALIS
Sediaan Padat








Arti singkatan * signa ter de die capsula una= tandailah 3x sehari 1 kapsul.
Makna resep: berikan kapsul amoksisilin 500 mg sebanyak 15 butir. Aturan pakai; 3xsehari
masing-masing 1 kapsul.

Sediaan Cair








Arti singkatan
* potio album contra tussim = obat batuk putih (OBP).** signa ter de die cochlear theae=
tandailah 3x sehari masing-masing 2 sendok teh
Makna resep:
R/ Tetracyclin 0,6
Hidrokortison 0,5
Ad.Lan.2
Vas.alb.ad 20
m.f.l.a. ungt*
s.b.d.d.u.e.m.et. v **

Paraf

R/ Amoxycilin 500 mg no.XV
s.t.d.d. caps.I *


Paraf

R/ Pot. Alb.c.tuss.ml. 100 *
s.t.d.d. Cth. II* *


Paraf


BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


48
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

berikan obat batuk putih100 ml. Aturan pakai : 3x sehari masing-masing 2 sendok teh.

Formula Potio Album Contra Tusim ( OBP)
R/ sol. Amm.spirt. Anis.2
Ol.Mint.Pip.Gtt.I
Syr. Simpl.10
Aq.dest.Ad 100
m.f.l.a mixt

Sediaan Padat










Arti singkatan
* Ungentum Sulfuric Salicylitum= salep Belerang-Salsilat
** signa bi de die usus externus mane et vespere = tandailah 2 x sehari ,pagi dsan sore,untuk
pemakaian luar.,setelah mandi
Makna resep
Berikan salep Sulfuris Salisilitum sebanyak 20 gram. Aturan pakai 2x sehari untuk pemakaian
luar, pagi, dan sore hari sesudah mandi.

Formula Ungt. Sulfuris Salicylitum( 2-4 Zalf)
R/ acidum salicylicum 2
Sulfur praesipitatum 4
Vaselin alb. Ad.100

3. RESEP SPESIALISTIS
Sediaan Padat







Makna resep
berikan kapsul Amoxan 500 mg 15 butir. Aturan pakai: 3x sehari, masing-masing 1 kapsul.
Formula dan sediaan Amoxan: Bisa dilihat di buku IIMS/ISO

Sediaan Cair



R/ Ungt.Sulf.Salicyl. 20*
s.b.d.d.u.e.m.et.v**
( setelah Mandi)


Paraf

R/ Caps Amoxan 500 mg no.XV
s.t.d.d. caps I

Paraf

R/ Cohistan expt.60 ml lag.I*
s.t.d.d. Cth.I

Paraf


BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


49
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM


Arti singkatan
* Cohistan expectoran 60 ml lag una= Cohistan Expectoran 60 ml 1 btl.
Makna resep
berikan Cohistan expectoran 60 ml 1 botol. Aturan pakai : diminum 3x sehari masing-masing 1 sendok
teh.
Formula dan sediaan Cohistan Expectoran:
Bisa dilihat di ISO/IIMS

Sediaan Padat






Arti singkatan:
* Scabicid cream tube una= krim Scabicid 1 tube
** signa usus cognitus = Tandailah : aturan pakai sudah tahu.
Makna resep
berikan Scabicid cream 1 tube. Aturan pakai ; telah diketahui.
Formula dan sediaan Scabicid Cream :
Lihat ISO/IIMS
Catatan : dalam penulisan formula spesialistis dokter hanya perlu menuliskan nama Non Generik / Obat
dengan nama dagang yang diberikan oleh pabriknya, kekuatan, dan jumlahnya. Komposisi/ formula harus
diketahui secara baik oleh dokter penulis resep.

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENULISAN RESEP:

1.





Arti singkatan:
* injeksi Pethidin ampula duo = Injeksi Pethudin dua ampul
** signa in manum medici = Serahkan pada dokter


Makna resep
serahkan pada dokter, injeksi Pethidin sebanyak 2 ampul.
Perhatian
Karena obat ini ( injeksi Pethidin) termasuk golongan narkotika, maka dokter harus memberi
tanda tangan bukan paraf.


2.


R/ Scabicid cr.Tub.I*
s.u.c.**


Paraf

R/ Inj. Pethidin amp. II ( duo) *
s.i.m.m**

R/ Otopain ear drop lag I
s.b.d.d gtt.II a.d.*


Paraf

Tanda tangan

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


50
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM


Arti singkatan:
signa bi de die guttae duo auriculae dextra=Tandailah 2x sehari 2 tetes pada telinga
kanan.
Makna Resep
Berikan Otopain Ear drop (satu) botol. Aturan pakai 2x sehari 2 tetes pada telinga kanan .
Perhatian:
Untuk tetes telinga, hidung atau mata harus jelas untuk telinga, hidung atau mata kanan atau
mata kiri atau kedua-duanya.
Pemakaian kata ear drop ( bahasa inggris) diperbolehkan..

3.



Arti singkatan:
signa bi de die unguentum opthalmicum ocular dexter et ocular sinister= tandailah 2x
sehari salep mata, mata kanan dan mata kiri.
Makna resep
Berikan salep mata Kloramfenikol 1 % 1 tube. Aturan pakai : 2x sehari mata kanan dan kiri.
Perhatian:
Seperti halnya tetes, salep mata jelas untuk mata kanan, kiri atau keduanya.

4.







Makna Resep:
berikan Tempra oral drop satu flacon/botol. Aturan pakai : bila demam/panas berikan 0,4 ml
(dengan pipet yang tersedia), dapat diberikan 3x sehari.
Perhatian:
Bila pemberian hanya waktu tertentu, bisa diberi keterangan. Misal: selain p.r.n = pro re nata=
bila perlu, dapat diberi keterangan febris/demam/panas. Untuk obat-obat simptomatis yang
diminum bila demam.

5.






Makna resep :
berikan Bricasma aerosol 1 flacon/botol. Aturan pakai 2x sehari, 2 semprotan.


R/ Chloramphenicol Ungt.Opth. 1 % tub.I
s.b.d.d. ungt. Opth. Od & Os.


Paraf

R/ Tempra oral drop fl.I
s.p.r.n.t.d.d. 0,4 ml


Paraf

R/ Bricasma Aerosol fl I
s.b.d.d puff.II


Paraf


BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


51
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM









Makna resep :
Berikan Bricasama Turbohaler 1 botol. Aturan pakai 2x sehari, 2 hirupan (inhalan).

Perhatikan perbedaan kedua resep
Perhatikan perbedaan aturan pakai dan sediaan/alat yang digunakan. Yang satu aerosol yang
satu lagi inhalasi.























R/ Bricasma Turbohaler fl I
s.b.d.d inh.II


Paraf


BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


52
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

ISTILAH BAHASA LATIN DALAM RESEP
Aa
a.c
ad
ad lib
aDM
aq.bidest
aq.dest
aq.pro.inj
aq.steril
b.d.d/b.i.d
b.h
c
C
Cp
C.th
Caps
Cylsm
Collyr
Collut
Conc
Cr
d/da
d.c
d.c.f
d.d
d.i.d
d.in.2 plo
dil.
div.in p.aeq
d.t.d

dext
empl
enem
extr
extr.liq
extr.spiss
extr.sicc
f
f.l.a
filtr
g.,G
garg
gtt
gtt.opth
gtt.auric
gtt.nasal
h
h.m
haust
h.s
i.m.m
inf
inf.iv
iter
iter 2x
Lc
Ana
Ante coenam
Ad
Ad libitium
Adbe
Aqua bidestilata
Aqua destilata
Aqua pro injectio
Aqua sterilisata
Bis de die/bis in die
Bis hora
Cum
Cochlear
Cochlear pultis
Cochlear theae
Capsulae
Clysma
Collyrium
Collutio
Concentratus
Cream
Da
Dorante coenam
Da cum formula
De die
Da in demidio
Da in duplo
Dilitus
Devide in dartes/equales
Da tasles dosis

Dexter
Emplastrum
Enema
Extractum
Extractum liquidium
Extractum spisssum
Extractum siccum
Fac/fiat
Fac lege artis
Filtra
Grama
Gargarisma
Guttae
Guttae opthalimiceae
Guttae auriculares
Guttae nasales
Hora
Hora matutina
Haustus
Hora somni
In manum medici
Infusum
Infus intavenus
Iteretur /iteratie
Iteretur 2x
Loco
Masing-masing sama banyak
Sebelum makan
Sampai
Sampai yang diinginkan
Tambahkan
Air suling 2 kali
Air suling
Air untuk larutan suntik
Air steril
2 kali sehari
2 jam
Dengan
Sendok makan 9 15 ml)
Sendok bubur 9 8 ml)
Sendok the(5 ml)
Kapsul
Lavement (cairan utk bubur)
Cuci mata
Cuci muluit
Pekat
Krim
Berilah
Selama makan
Berilah dengan
resep/formulanya sehari
Berilah setengahnya
Berilah 2 kalinya
Encer
Bagilah dalam bagian yg sama
Berikan sebanyak takaran
tersebut
Kanan
Plester
Lavement
Ekstrak/sari
Sari cair
Sari kental
Sari kering
Buat/ dibuat
Buat menurut seni( aturan)
Saring
Garam
Obat kumur
Tetes
Tetes mata
Tetes relinga
Tetes hidung
Jam
Pagi-pagi
Sekali minum sebelum tidur
Serahkan ke dokter
Rebusan
Sediaan steril untuk
intravenous
Diulang
Diulang 2 kali
Penggantinya

l.a
lag
lin
liq
Liq.Carb.det
Liq
Paraf.liq
Lit.oris
Lot
Loz
m/man
m.
m.d.s
m.et v.
m.f.
m.f.pulv
mg
mixt
merid.
N
ne iter/ N.I
o. .h./o.d.h
o.h.
o.b.h.
o.t.h
o.m.
o.n.
p.aeq
p.c.
P.I.M
Pot.
p.p.
p.r.n
pulv

pulv.adsp.
q.d.d/q.i.d/4.d.
d
q.s.
R.
rec.
r.p.
S
scat.
s.n.e
s.n.s
sol./solut
spir
s.s.n
s.u.e
s.u.i
s.u.n
s.u.c
sum.
t.d.d/t.i.d
Ungt.,ung
Vesp
Lege artis
Legena
Linimentum
Liquor
Liquor Carbonas detergent
Liquidium
Parafin liquidium
Litus oris
Lotio
Lozonges
Mane
Misce
Misce da signa
Mane et vespere
Misce fac
Misce fac pulveres
Miligramata
Mixtura
Meridium
Noctum
Ne iteretur
Omni dimidia hora
Omni hora
Omni bi horio
Omni tri horio
Omni mane
Omni noctum
Partes aequales
Post coenam
Periculum in mora
Potio
Pro paupere
Pro re nata
Pulvis
Pulveres
Pulvis adspersorius
Quarter de die/ quarter in
die
Quantum satis/quanrum
suficit
Recipe
Recens
Recenter paratus
Signa
Scatula
Si necesse est.
Si necesse sit
Solutio
Spiritus
Signa suo nomine
Signa usus externus
Signa usus internus
Signa usus notus
Sgna usus cognitus
Sumendum
Ter de die/ ter in die
Unguentum
Vespere
Menurut semestinya (= aturan)
Botol
Linimen
Cairan
Cairan varbonas pencuci
Cair
Parpum cair
Tutul mulut
Air pembersih
Tablet hisap
Pagi hari
Campurlah
Campur dan berilah tanda
Pagi dan sore hari
Campur dan buatlah
Campur dan buatlah serbuk
Miligram
Larutan campuran
Siang/tengah hari
Malam hari
Tidak diulang
Tiap jam
Tiap jam
Tiap 2 jam
Tiap 3 jam
Tiap pagi hari
Tiap malam
Tiap bagian yang sama
Sesudah makan
Berbahaya bila ditunda
Cairan utk diminum
Utk si miskin
Bila perlu
Serbuk (tunggal)
Serbuk( jamak)
Serbuk tabur
Empat kali sehari
Secukupnya
Ambillah
Segar
Dibuat baru
Tanda
Dos
Bila perlu
Bila perlu
Larutan
Alkohol= etanol
Tandai dengan namanya
Tanda untuk obat luar
Tanda untuk obat dalam
Tanda aturan pakai sudah tahu
Tanda aturan pakai sdh tahu
utk
Diminum
Tiga kali sehari
Salep
Senja(=sore)hari





BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


53
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

ANGKA LATIN
1= I = Unus, unae, unum, una
2=II= duo, ae
3=III=tres
4=IV=quatuor
5=V=quinguae
6=VI=sex
7=VII=Septem
8=VIII= octo
9=IX=novem
10=X= decem
12=XII=duodecem
15=XV=quidacem
20=XX=viginti
21=XXI=unus et viginti
25=XXV=quinguae et viginti
30=XXX=trigenta
40=XL=quadragenta
50=L=Quingenta
51=LI=unus quingenta
90=XC=nona genta
100=C=Centum
500=D=quncenti
1000=M=mille
2000=MM=duo mille
121=CXXI=centum unus et viginti
131=CXXXI= centum unus trigenta.

PENGGUNAAN OBAT RASIONAL
Terapi dengan menggunakan obat terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas atau
mempertahankan hidup pasien. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara : mengobati pasien,
mengurangi atau meniadakan rasa sakit, menghentikan atau memperlambat proses penyakit
serta mencegah penyakit atau gejalanya.
Terdapat 7 kriteria penggunaan obat secara rasional (POSR), yaitu :
1. Tepat diagnosis
2. Tepat indikasi
3. Tepat pemilihan obat
4. Tepat dosis, cara & lama pemberian
5. Tepat informasi
6. Tepat penilaian kondisi pasien
7. Tepat tindak lanjut
Namun ada hal-hal yang tidak dapat disangkal dalam pemberian obat yaitu kemungkinan
terjadinya hasil pengobatan yang seperti yang diharapkan (Drug related problem).
Ketidakberhasilan pengobatan ini dapat disebabkan oleh:
1. Penulisan resep yang kurang tepat
a. Pengobatan kurang tepat (missal: pemilihan obat, bentuk sediaan, dosis, rute,
interval dosis, lama pemakaian).
b. Peresepan obat berlebih
c. Pemberian obat yang tidak diperlukan.
d. Peresepan obat majemuk (polifarmasi).
e. Peresepan salah
2. Penyerahan obat yang tidak tepat
a. Obat yang tidak tersedia pada saat dibutuhkan
b. Kesalahan dispensing
3. Perilaku pasien yang tidak mendukung
a. Berhubungan dengan cara pengobatan yang tidak tepat
b. Penggunaan obat tidak sesuai dengan perintah pengobatan (Non compliance)
4. Idiosinkrasi pasien
a. Respon aneh individu terhadap obat
b. Terjadi kesalahan atau kecelakaan
5. Tidak tepat penderita
a. Pemberian obat yang dikontraindikasikan pada penderita



BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


54
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

6. Pemantauan yang tidak tepat
a. Gagal untuk mengenali dan menyelesaikan adanya keputusan terapi yang tidak
tepat.
b. Gagal dalam memantau efek pengobatan pada pasien.

Masalah yang terkait dengan pemberian obat
Rute pemberian obat
Rute pemberian obat perlu dievaluasi untuk memastikan bahwa rute tersebut tepat bagi
pasien.
Contoh :
Pasien yang tidak dapat menerima pengobatan secara oral karena tidak mampu /
tidak boleh minum obat seperti sebelum operasi, tidak sadar atau menderita mual
dan muntah.
Pasien yang tidak dapat menerima pengobatan peroral memerlukan adanya kajian
apakah pengobatan dapat diabaikan sementara waktu atau apakah diperlukan rute
atau pengobatan alternatif.
Pasien dengan keadaan tidak memungkinkan akses melalui vena sehingga
pemeberian obat secara IV harus dihindari.
Rute pemberian obat juga harus disesuaikan dengan obat itu sendiri.
Contoh :
Sediaan obat yang pelepasannya terkendali akan tidak tepat jika diberikan melalui
selang naso-gastrik; harus dilakukan kajian terhadap pengobatan yang sedang
diterima saat ini untuk menentukan formulasi atau pilihan obat alternatif.
Dosis yang terabaikan (kadang-kadang terlupakan, kadang-kadang tidak tersedia di
bangsal / di apotek / di puskesmas, atau obat tidak tersedia pada saat dibutuhkan).

Bentuk sediaan obat
Pada obat-obat tertentu, sangatlah penting untuk mempertimbangkan bioekuivalensi
berbagai nama dagang obat.
Contoh: pasien yang diterapi dengan Calsium chanel blockers pelepasan terkendali harus
menggunakan nama dagang obat yang sama untuk terapi pemeliharaanya.
Pada rute pemberian obat dapat diperlukan penyesuaian dosis untuk pasien dan
pemantauan intensif terhadap efek klinis.
Contoh: suspensi fenitoin 90mg dalam 15 ml dipertimbangkan memberikan efek terapeutik
yang kurang lebih sama dengan kapsul atau tablet yang mengandung natrium fenitoin
100mg.
Pasien yang mungkin mengalami kesulitan dalam mematuhi aturan pengobatan akan
memperoleh kemudahan dengan penyederhanaan aturan pengobatan, yaitu melalui
pemberian sediaan obat yang pelepasannya terkendali sehingga cukup diberikan satu kali
sehari.

Pemilihan waktu pemberian obat
Sangat penting untuk memahami tentang ketepatan waktu pemberian dosis obat.
Contoh:
Pemberian obat sedasi untuk malam hari sebaiknya 30 menit sebelum tidur.
Pemberian obat antihiperlipidemia golongan statin harus pada malam hari karena
tujuan untuk mengurangi produksi kolesterol endogen yang diproduksi oleh tubuh
pada malam hari.
Diuretik lebih baik diberikan pada pagi hari daripada malam hari (kecuali pada
pasien yang dikateterisasi).

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


55
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Beberapa makanan dapat mempengaruhi absorpsi obat-obat tertentu sehingga perlu
diperikasa adanya persyaratan bahwa suatu obat harus diberikan bersamaan dengan atau
sesuadah makan, atau justru menghindari pemberian bersamaan dengan makanan/
minuman.
Contoh:
Tetrasiklin harus diberikan 1 jam sebelum makan atau pada saat perut kosong dan
tidak boleh diberikan bersamaan dengan susu.

Frekwensi pemberian obat
Pastikan frekwensi pemberian obat telah sesuai dengan farmakokinetika obat ataupun
formulasinya.
Pertimbangkan apakah pengobatan tersebut akan efektif bila diberikan hanya jika perlu atau
perlu diberikan secara teratur.
Contoh:
Laktulosa perlu diberikan secara teratur agar efektif.
antipirektik hanya diberikan jika diperlukan untuk mengatasi demam.

Kecepatan pemberian obat
Untuk obat-obat tertentu perlu dipastikan bahwa obat-obat tersebut diberikan pada
kecepatan yang tepat.
Contoh:
Furosemid secara intravena harus diberikan pada kecepatan tidak lebih dari 4mg per
menit.

Efek samping yang terkait dengan cara pemberian obat
Perlu diantisipasi efek samping yang mungkin timbul sebagai akibat dari rute pemberian
obat.
Contoh:
Acute anger glaucoma dilaporkan terjadi pada pasien dengan pemberian ipatropium
bromida secara nebulasi, terutama jika digunakan bersama-sama dengan
salbutamol secara nebulasi). Perhatian/perlakuan khusus diperlukan untuk
mencegah uap nebulasi dari masker menuju ke mata pasien.

Masalah yang terkait dengan obat
Ketepatan pengobatan
Aturan pengobatan perlu dikaji untuk memastikan kesesuaiannya dengan kondisi pasien.
Aturan pengobatan juga perlu dikaji dalam rangka memastikan ketepatan untuk masing-
masing individu pasien, mengingat faktor-faktor seperti: keadaan penyakit yang bersamaan,
fungsi hati dan ginjal, kontra indikasi, alergi, persoalan kepatuhan dan lain-lain.
Contoh:
Profilaksis anti malaria yang tepat untuk wisatawan sesuai dengan tempat tujuan
mereka, pilihan waktu dan lamanya kunjungan.
Beta bloker dapat memperparah keadaan asma, sehingga harus dihindarkan pada
pasien dengan riwayat penyakit asma atau penyakit paru obstrutif menahun.

Pentingnya pengobatan
Pertimbangkan apakah pengobatan benar-benar dibutuhkan oleh pasien.
Contoh:
Perlu dipertimbangkan antara resiko dan manfaat jika pasien diobati atau tidak
diobati (terutama pada kehamilan dan menyusui).

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


56
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Pertimbangkan apakah suatu pengobatan masih diindikasikan untuk pasien seperti
penyelesaian suatu periode antibotika.
Pertimbangkan dasar pemikiran pada pemberian pengobatan yang bersamaan
ataupun tambahan pengobatan, yang dapat mengarah pada duplikasi pengobatan
(termasuk obat yang berbeda tetapi memiliki mekanisme aksi sama) atau
pengobatan yang diberikan untuk mengatasi efek samping yang diakibat obat
(termasuk ruam, mual, muntah).
Ketepatan dosis
Pertimbangkan pedoman dosis (termasuk dosis maksimum dan minimum) dan variable
pasien yang mempengaruhi dosis (termasuk tinggi, berat, usia, fungsi ginjal dan hati).
Kadang-kadang dosis obat perlu disesuaikan ketika terapi berlangsung.
Contoh:
Karbamazepin menginduksi metabolismenya sendiri, sehingga perlu kajian terhadap
khasiatnya dan atau penyesuain dosis.
Penurunan dosis kortikosteroid pada tahap akhir pengobatan jangka panjang asma.
Jangka waktu pengobatan
Beberapa terapi obat harus dilanjutkan untuk seumur hidup, sementara obat yang lain perlu
diberikan untuk suatu pengobatan jangka waktu tertentu.
Contoh:
Pengobatan seumur hidup untuk disfungsi tiroid atau diabetes mellitus.
Pengobatan jangka pendek untuk infeksi, mual / muntah, diare atau demam.

Efek samping obat
Efek samping yang dapat diantisipasi perlu dicegah atau ditangani dengan tepat.
Efek samping yang tidak terduga perlu diidentifikasi dan dinilai untuk memutuskan apakah
pengobatan dapat dilanjutkan, harus dihentikan (dan pengobatan alternatif diberikan) dan
apakah pengobatan tambahan perlu diresepkan untuk mengatasi efek samping obat.

Interaksi obat
Interaksi obat dapat termasuk: interaksi obat-penyakit, interaksi obat-obat, interaksi obat-diet
atau interaksi obat uji laboratorium.
Contoh:
Walaupun beta bloker tidak dikontra indikasikan untuk diabetes, tetapi golongan obat
ini dapat mengakibatkan sedikit penurunan toleransi terhadap glukosa darah, serta
mengganggu respon metabolisme dan autonomik terhadap hipoglikemia. Kardio
selektif beta bloker lebih dipilih dan beta bloker harus dihindarkan pada mereka
yang sering mengalami kejadian hipoglikemia.
Amiodaron meningkatkan konsentrasi digoksin dalam plasma sehingga memerlukan
penurunan dosis pemeliharaan digoksin.
Sebagian makanan enteral yang diberikan melalui selang nasogastrik dapat
mengganggu absorpsi fenitoin. Atau adanya logam bervalensi 2 pada diet (misalnya
sayur bayam) dapat mengurangi absorpsi ciprofloksasin secara bermakna.
Eritromisin estolat menyebabkan peningkatan semu terhadap aspartat transaminase
AST / SGOT.

Kompatibilitas / Ketercampuran obat.
Masalah obat yang tidak tercampurkan (OTT) secara fisika maupun kimia dapat muncul dan
mengakibatkan hilangnya potensi, meningkatnya toksisitas atau efek samping lain. OTT

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


57
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

dapat timbul karena pencampuran dua jenis injeksi yang tidak tepat atau penambahan suatu
injeksi ke dalam cairan infus yang tidak tepat.
Contoh.
Siklizin cenderung mengendap dengan adanya NaCl 0,9% ketika digunakan
bersamaan dalam satu alat suntik (syring drive) sehingga sangat penting untuk
memeriksa semua tanda / indikasi pengendapan sebelum pemberian obat.

Pedoman Pengobatan
Salah satu aspek yang dapat memudahkan dan menjamin terlaksananya POSR adalah
adanya suatu pedoman pengobatan. Pedoman tersbut disusun berdasarkan bukti ilmiah dan
kesepakatan para ahli. Contoh pedoman yang digunakan di Indonesia adalah FRS, DOEN,
DOEW, PPAB, dan PDT.
Manfaat pedoman pengobatan:
a. Untuk pasien
Pengobatan yang diterima oleh pasien hanya pengobatan yang paling
bermanfaat,paling dibutuhkan, aman dan ekonomis, serta dapat mengurangi kebingungan
pasien akibat keaneka- ragaman pengobatan antara petugas sehingga kepatuhan pasien
terhadap pengobatan lebih terjamin.

b. Untuk dokter dan tenaga keperawatan
Memudahkan dokter dan tenaga keperwatan untuk menentukan pengobatan yang paling
bermanfaat, aman, rasional dan ekonomis bagi pasien. Tenaga kesehatan lebih dapat
memusatkan perhatian pada proses penegakan diagnosis, mutu peresepan lebih terjamin
dan memungkinkan evaluasi, supervisi dan monitoring praktek peresepan serta memberikan
perlindungan hukum.

c. Untuk pengelolaan suplai obat
Suplai obat tiap penyakit baik oleh pemerintah sendiri ataupun melalui kerjasama
dengan pihak swasta, lebih terjamin. Dapat memperkirakan kebutuhan obat secara lebih riil
berdasarkan epidemiologi penyakit.

d. Untuk pemegang kebijaksanaan kesehatan
Pedoman pengobatan bermanfaat untuk mengukur mutu pelayanan pengobatan dan
pengendalian biaya, sehingga anggaran obat dapat dimanfaatkan secara lebih efektif.

Aspek Hukum Pedoman Pengobatan
a. Sebagai standar keprofesian, karena pedoman pengobatan dibuat atas dasar pertimbangan
ilmiah dan juga merupakan kesepakatan berbagai ahli yang relevan dan kompeten
b. Memberi status hukum yang jelas dan dapat diterima, karena telah mengikuti prosedur yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan hukum.

Dampak pengobatan tidak rasonal

a. Dampak terhadap biaya pengobatan
Waktu perawatan lebih lama, pemberian obat tanpa indikasi dan pemberian obat
yang tidak perlu menyebabkan biaya pengobatan meningkat
b. Dampak terhadap efek samping obat
Semakin banyak jenis obat yang diberikan, efek samping yang mungkin dialami oleh
pasein dapat meningkat. Penggunaan antibiotik secara tidak rasonal menyebabkan
terjadinya resistensi obat.

BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran


58
Laboratorium Keterampilan Medik
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM


Faktor penyebab penggunaan obat yang tidak rasional
Banyak faktor yang mendorong terjadinya pnggunaan obat yang tidak rasional, antara lain:
1. Kurangnya pengetahuan tentang farmakoterapi
2. Kurang mendapat informasi obat yang benar
3. Diagnosis yang tidak pasti sehingga pemberian obat seperti shot gun therapy
4. kurangnya motivasi dokter dan tenaga paramedis untuk menambah ilmu misalnya jarang
mengikuti kursus penyegar
5. Tidak adanya pedoman pengobatan pada unit-unit pelayanan kesehatan
6. Tekanan dari penderita
7. Tekanan dari industri farmasi
8. Sistem pelayanan kesehatan yang kurang merata
9. Pengawasan penggunaan dan peredaran obat yang kurang ketat.

You might also like