Professional Documents
Culture Documents
Ker
Pembimbing:
dr. Wahyu Jatmika, Sp.OG
oleh:
Eka Yunita W
11.2012.296
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRIK & GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS
PERIODE 2 DESEMBER 2013 8 FEBRUARI 2014
Tanda Tangan
: 11.2012.296
Kudus
Agama : Islam
Nama Suami : Tn. E (33 tahun)
Sp.OG
Status perkawinan : Menikah
A. ANAMNESIS
Diambil dari
: Autoanamnesis
Tanggal
: 22 Januari 2014
Jam
: 16.15 WIB
Keluhan utama :
Nyeri perut bagian bawah sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
4 hari sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh nyeri perut bawah, rasa nyeri
dirasakan hilang timbul. Nyeri terasa sangat sakit bila ditekan. Os mengatakan tidak ada
pengeluaran darah pervaginam. Sehari sebelum masuk rumah sakit os mengatakan sempat
memijatkan perutnya untuk menghilangkan rasa sakit. Namun nyeri makin bertambah.
Keluar darah berupa flek-flek sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Os tidak merasa
nyeri pada daerah bahu dan tidak merasa nyeri pada saat buang air besar dan buang air
kecil. Os merasa lemas namun tidak disertai mual dan muntah. Os tidak mengalami
demam.
Hewan ternak pemeliharaan seperti kucing, anjung, burung, ayam, dan lain-lain
tidak ada di rumah Os ataupun di lingkungan tempat tinggalnya.
Riwayat Haid
Menarche
: 13 tahun
Siklus haid
: 28 hari
Lamanya
: 7 hari
Banyaknya
: banyak ( 4 kotek/hari)
HPHT
: 3 Januari 2014
Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali pada usia 24 tahun, selama 3 tahun
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Anak
Tahun
Jenis
Umur
Jenis
ke
Persalinan
Kelamin
Kehamilan
Persalinan
2010
Laki-laki
9 bulan
Normal
2014
Hamil
ini
Penolong
Bidan
Hidup
Riwayat
Menetek
/ Mati
Nifas
s/d umur
Hidup
Baik
3 tahun
( + ) Suntikan 3 bulan
( ) Susuk KB
( ) Lain-lain
( ) IUD
Penyakit Dahulu
( ) Cacar
( ) Malaria
( ) Cacar air
( ) Disentri
( ) Burut ( hernia )
( ) Difteri
( ) Hepatitis
( ) Batuk rejan
( ) Tifus abdominalis
( ) Wasir
( ) Campak
( ) Diabetes
( ) Sifilis
( ) Alergi
( ) Tonsilitis
( ) Gonore
( ) Tumor
( ) Hipertensi
( ) Penyakit pembuluh
( ) Ulkus ventrikuli
( ) Pendarahan otak
( ) Pneumonia
( ) Ulkus duodeni
( ) Psikosis
( ) Gastritis
( ) Neurosis
( ) Tuberkulosis
( ) Batu empedu
( ) Jantung
( ) Operasi
( ) Kecelakaan
Riwayat keluarga
Hubungan
Umur
Jenis kelamin
Keadaan
Penyebab
meninggal
-
Ayah
75 tahun
Laki-laki
kesehatan
Hidup
Ibu
74 tahun
Perempuan
Hidup
Laki-laki
Hidup
Suami
33 tahun
Ya
-
Tidak
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum
: Sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan Darah
: 120 / 80 mmHg
Nadi
Suhu
: 36.50C
Pernafasaan
: 22 x/ menit. Abdominal-torakal
Tinggi Badan
: 166 cm
Hubungan
Aspek kejiwaan
Tingkah laku
: tenang
Alam perasaan
: biasa
Proses pikir
: wajar
Kulit
Warna
: sawo matang
Effloresensi
: tidak ada
Jaringan parut
: tidak ada
Pigmentasi
: tidak ada
Suhu raba
Keringat
Turgor
: baik
Lapisan lemak
: tebal
Ikterus
: tidak ada
Edema
: tidak ada
Kepala
Normocephali, Rambut hitam, distribusi merata
Mata
Pupil isokor 3mm, reflek cahaya (+/+), Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-),
Udem palpebra (-/-)
Telinga
Selaput pendengaran utuh, Serumen (-), Perdarahan (-)
Hidung
Sekret (-), Deviasi septum (-), Pernapasan cuping hidung (-), epistaksis (-)
Mulut
Lidah dalam batas normal, Pursed Lips breathing (-)
Leher
Tiroid dan KGB tidak teraba, Deviasi trakea (-), Hipertrofi otot pernapasan tambahan
(-), Retraksi suprasternal (-), JVP 5-2 cm H2O
Dada (Thorax)
Inpeksi
Bentuk
Buah dada
Paru-paru (Pulmo)
Inspeksi
Anterior
Kanan
Kiri
Bentuk : Pectus pectinatum, sela iga Bentuk : Pectus pectinatum, sela iga
tidak melebar, retraksi sela iga (-)
Posterior
Fremitus : simetris
-tidak ada nyeri tekan
Fremitus : simetris
-tidak ada nyeri tekan
Anterior
Posterior
Anterior
Fremitus : simetris
Sela iga 1-6 sonor
Linea skapularis : Sonor
Suara nafas vesikuler, Rhonki (-),
Fremitus : simetris
Sela iga 1-6 sonor
Linea skapularis : Sonor
Suara nafas vesikuler, Rhonki (-),
Posterior
Wheezing (-)
Wheezing (-)
Suara nafas vesikuler, Rhonki (-), Suara nafas vesikuler, Rhonki (-),
Posterior
Palpasi
Perkusi
Auskultas
Anterior
Whezing (-)
Whezing (-)
Jantung (Cor)
Inspeksi
Palpasi
sinistra
Perkusi
: Batas atas
Batas kiri
: Bunyi jantung I-II reguler, tidak terdengar murmur dan gallop pada ke 4
katup jantung
Perut (Abdomen)
Inspeksi
Bentuk
: Simetris
Limpa
Ginjal
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Anggota gerak :
Lengan
Kanan
Kiri
Otot
Tonus
Normotonus
Normotonus
Massa
Eutrofi
Eutrofi
Sendi
Gerakan
Aktif
Aktif
Kekuatan
+5
+5
Oedem
Tidak ada
Tidak ada
Tangan
Warna
Sawo matang
Sawo matang
Tremor
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kelainan jari:
Kanan
Kiri
Luka
Tidak ada
Tidak ada
Tonus :
Normotonus
Normotonus
Massa :
Eutrofi
Eutrofi
Normal
Normal
Gerakan :
Aktif
Aktif
Kekuatan :
+5
+5
Oedema:
Tidak ada
Ikterus :
Otot
Sendi
Tidak ada
-
C. PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Wajah
Payudara : pembesara payudara (-), puting susu menonjol, cairan dari mammae (-)
Abdomen : pembesaran abdomen (-),
striae nigra (-),
striae livide (-),
striae albicans (-),
linea nigra (-)
bekas operasi (-)
Palpasi
Pemeriksaan Dalam
Vaginal Toucher
Fluxus (+), Fluor (-)
V/U/V
Portio
Corpus uteri
Adneksa parametrium
Cavum dougles
: Menonjol
Pemeriksaan Penunjang
Tanggal : 22 Januari 2014
Hematologi
Hasil
Satuan
Batas normal
Darah rutin
Hemoglobin
8.6
g/dL
11.7 15.5
Leukosit
10.99
ribu
3.6 11.0
Eosinofil
0.4
13
Basofil
0.2
01
Neutrofil
83.7
50 70
Limfosit
11.5
25 40
Monosit
4.2
28
Luc%
1 4
MCV
84.3
fL
80 100
MCH
29.4
pg
26 34
MCHC
34.8
32 36
Hematokrit
24.7
30 43
Trombosit
308
ribu
150 440
Eritrosit
2.93
juta
3.8 5.2
RDW
12.8
11.5 14.5
PDW
9.9
fL
10 18
MPV
9.6
mikro m3
6.8 10
LED
32/76
mm/jam
0 20
Golongan darah / Rh
O/+
Waktu perdarahan / BT
1.00
menit
13
menit
2 6
L
L
Satuan
Batas normal
Darah rutin
Hemoglobin
8.8
g/dL
11.7 15.5
Urin
Hasil
Batas normal
Urin lengkap
Plano test
Positif
Albumin
Negatif
Negatif
Reduksi
Negatif
Negatif
Bilirubin
Negatif
Negatif
Reaksi / pH
7,0
4,8 7,4
Urobilinogen
Normal
Normal
Benda keton
Negatif
Negatif
Nitrit
Negatif
Negatif
Berat jenis
1.015
1.015 1.025
Darah samar
+1
Negatif
Leukosit
Negatif
Negatif
Vitamin C
Negatif
Negatif
Epitel sel
35
5 15
Eritrosit
35
01
Leukosit
35
35
Silinder
01
Parasit
Negatif
Negatif
Bakteri
Negatif
Negatif
Jamur
Negatif
Kristal
Negatif
D. RINGKASAN (RESUME)
4 hari sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh nyeri perut bawah, rasa nyeri
dirasakan hilang timbul. Nyeri terasa sangat sakit bila ditekan. Os mengatakan tidak ada
pengeluaran darah pervaginam. Sehari sebelum masuk rumah sakit os mengatakan sempat
memijatkan perutnya untuk menghilangkan rasa sakit. Namun nyeri makin bertambah.
Keluar darah berupa flek-flek sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Haid
Menarche
: 13 tahun
Siklus haid
: 28 hari
Lamanya
: 7 hari
Banyaknya
: banyak ( 4 kotek/hari)
HPHT
: 3 Januari 2014
Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali pada usia 24 tahun, selama 3 tahun
Pemeriksaan fisik
KU : sakit sedang
Tekanan darah
: 120/80mmHg
Nadi
RR
: 22 x/menit
Suhu : 36.5oC
Mata
: CA -/- SI -/-
Thorax
: 80 x/menit
portio
Corpus uteri
Adneksa parametrium
Cavum douglasi
: Menonjol
Pemeriksaan Penunjang
Tanggal : 23 Januari 2014 (setelah operasi)
Hematologi
Hasil
Satuan
Batas normal
Darah rutin
Hemoglobin
8.8
L
Hasil
g/dL
Batas normal
11.7 15.5
Urin lengkap
Albumin
Negatif
Negatif
Reduksi
Negatif
Negatif
Bilirubin
Negatif
Negatif
Reaksi / pH
7,0
4,8 7,4
Urobilinogen
Normal
Normal
Benda keton
Negatif
Negatif
Nitrit
Negatif
Negatif
Berat jenis
1.015
1.015 1.025
Darah samar
+1
Negatif
Leukosit
Negatif
Negatif
Vitamin C
Negatif
Negatif
Epitel sel
35
5 15
Eritrosit
35
01
Leukosit
35
35
Silinder
01
Parasit
Negatif
Negatif
Bakteri
Negatif
Negatif
E. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja
Dasar diagnosis :
Nyeri perut bawah dan nyeri tekan suprapubik (+)
Pada pemeriksaan dalam terdapat nyeri goyang portio (+)
Pemeriksaan yang dianjurkan
1. Pemeriksaan EKG dan foto thorax untuk persiapan operasi
2. Pemeriksan Laboratorium CT/BT untuk persiaan operasi
3. Pemeriksaan urin dan Hb post operasi.
F. PENGELOLAAN:
Medika Mentosa:
1. sebelum operasi
Tradyl
Vitamin C
Alinamin
Cefotaxime 2 x 500
2. setelah operasi
-
Tradyl
Vitamin C
Alinamin
Cefotaxime 2 x 500
Transfusi NaCl
G. EDUKASI
-
H.
PROGNOSIS :
Ad vitam
: Ad bonam
Ad functionam
: Ad bonam
Ad sanationam
: Ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal : 22 Januari 2014
Pukul 16.15 WIB
S : nyeri perut (+)
O : KU
: Baik
Tensi
: 110/80 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Nafas
: 18x/menit
Suhu
: 36,6 0C
Mata
Thorak
: Cor
PPV
: (+) darah
Ekstremitas
: oedem (-)
Diagnosis post-operasi
Lama operasi
Laporan operasi
Laparotomi
Salphingektomi kanan
Perdarahan 400 cc
Tanggal : 23 Januari 2014
Pukul 07.00 WIB
S : nyeri pada luka post operasi
O:
KU
: Baik
Tensi
: 110/80 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Nafas
: 18x/menit
Suhu
: 36,8 0C
Mata
Thorak
: Cor
PPV
: (+) darah
Ekstremitas
: oedem (-)
A : post salphingektomi dekstra hari ke-1 atas indikasi kehamilan ektopik terganggu
P : Tirah baring
Monitor hemoglobin
KU
: Baik
Tensi
: 130/80 mmHg
Nadi
: 84x/menit
Nafas
: 18x/menit
Suhu
: 36,8 0C
Mata
Thorak
: Cor
PPV
: (+) darah
Ekstremitas
: oedem (-)
A : post salphingektomi dekstra hari ke-2 atas indikasi kehamilan ektopik terganggu
P : Mobilisasi dini
KU
: Baik
Tensi
: 120/80 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Nafas
: 20x/menit
Suhu
: 36,5 0C
Mata
Thorak
: Cor
PPV
: (+) darah
Ekstremitas
: oedem (-)
A : post salphingektomi dekstra hari ke-3 atas indikasi kehamilan ektopik terganggu
P : Pulang
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi kehamilan ektopik terganggu
Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar
endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sama dengan kehamilan ektopik
karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis serviks masih termasuk dalam
uterus, tetapi jelas bersifat ektopik.
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi
implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang
rudimenter, dan divertikel pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba,
terdapat kehamilan pars interstisialis tuba, kehamilan pars ismika tuba, kehamilan pars
ampularis tuba, dan kehamilan infundibulum tuba.1
Kehamilan di luar tuba ialah kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter,
kehamilan servikal, dan kehamilan adominal yang bisa primer atau sekunder.1
Kehamilan intrauterine dapat ditemukan bersamaan dengan kehamilan
ekstrauterin. Dalam hal ini dibedakan dua jenis, yaitu combined ectopic pregnancy dimana
kehamilan intaruterin terdapat pada waktu yang sama dengan kehamilan ekstrauterin dan
compound ectopic pregnancy yang merupakan kehamilan intrauterin pada wanita dengan
kehamilan ekstrauterin lebih dahulu dengan janin sudah mati dan menjadi litopedion.
B.
Epidemiologi
kehamilan ektopik
terganggu
Telah
terjadi
peningkatan
nyata jumlah absolut dan angka kematian ektopik di Amerika Serikat selama dua dekade
belakangan. Jumlah sebenarnya telah meningkat melampaui proporsi pertumbuhan
penduduk. 2
Insiden kehamilan ektopikpada wanita bukan kulit putih lebih tinggi pada setiap
kategori usia dibanding pada wanita kulit putih, dan perbedaan ini meningkat sejalan
dengan pertambahan usia. Secara keseluruhan, pada tahun 1989 seorang wanita bukan kulit
putih memiliki peningkatan resiko kehamilan ektopik sebesar 1,4 kali dibanding dengan
seorang wanita kulit putih. Gabungan faktor ras dan peningkatan usia sekurang-kurangnya
merupakan faktor tambahan. Sebagai contoh, wanita bukan kulit putih berusia 35 sampai
44 tahun lima kali lebih mungkin mengalami kehamilan ektopik daripada wanita kulit putih
berusia 15 sampai 24 tahun.2
Angka kehamilan ektopik per 1000 kehamilan yang dilaporkan meningkat empat
kali lipat dari tahun 1970 sampai 1992. Peningkatan ini lebih besar pada wanita bukan kulit
putih dibanding pada wanita kulit putih dan untuk keduanya, insiden meningkat seiring
dengan pertambahan usia. Dengan kata lain, pada tahun 1992 hampir 2 persen dari seluruh
kehamilan adalah kehamilan ektopik. Yang penting, kehamilan ektopik bertanggung jawab
terhadap 10 persen dari semua kematian yang disebabkan oleh kehamilan.2
Peningkatan angka KET adalah disebabkan oleh :
1. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba akibat penularan seksual
2. Diagnosis lebih dini dengan pemeriksaan gonadotropin korionik yang sensitif dan
ultrasonografi transvaginal pada beberapa kasus terjadi resorpsi sebelum dilakukan
diagnosis pada masa lalu.
3. Popularitas kontrasepsi yang mencegah kehamilan intrauterine tetapi tidak untuk
kehamilan ekstrauterine.
4. Sterilisasi tuba yang gagal
5. Induksi aborsi yang diikuti dengan infeksi
6. Meningkatnya penggunaan teknik reproduksi dengan bantuan.
7. Bedah tuba, termasuk riwayat salpingotomi serta tuboplasti untuk kehamilan tuba
C. Etiologi kehamilan ektopik terganggu
Sebagian besar penyebab kehamilan ektopik tidak diketahui. Tiap kehamilan
dimulai dengan pembuahan telur di bagian ampula tuba, dan dalam perjalanan ke uterus
telur mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya di
tuba dipermudah. 1-6 Faktor faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai
berikut :
1. Faktor dalam lumen tuba 2-3 :
-
pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berlekuk lekuk dan hal ini sering
disertai gangguan fungsi silia endosalping
operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen
tuba menyempit
endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba
divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang
dibuahi di tempat itu
migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau
sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus ;
pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur
Faktor hormonal
Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat mengakibatkan
gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan
terjadinya ektopik.
pemakai IUD di mana proses peradangan yang dapat timbul pada endometrium
dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Faktor umum
penderita yang sudah menua dan faktor perokok juga sering dihubungkan dengan
terjadinya kehamilan ektopik.
Bedasarkan tingkat resikonya, faktor resiko KET dapat dibagi menjadi 2-3 :
Resiko tinggi
o Rekonstruksi tuba
o Sterilisasi tuba
Pada yang pertama telur berimplantasi pada sisi atau ujung jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya
telur mati secara dini kemudian diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur
bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur
dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna
malahan kadang
endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot otot tuba dengan merusak jaringan
dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa
faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan
yang terjadi oleh invasi trofoblas. 1-6
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek ; endometrium dapat
berubah pula menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan perubahan pada
endometrium yang disebut fenomena Arias Stella. Sel epitel membesar dengan
intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel
dapat berlubang lubang atau berbusa, dan kadang kadang ditemukan mitosis.
Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik. 1-6
2. Abortus Tuba
Terjadinya abortus tuba bergantung pada lokasi implantasi. Umumnya terjadi
bila implantasi di ampulla, sebaliknya ruptur tuba terutama bila implantasi di daerah
ismus. Adanya perdarahan menyebabkan plasenta dan membran terlepas dari dinding
tuba. Jika plasenta terlepas seluruhnya, semua produk konsepsi dapat keluar melalui
fimbria ke rongga abdomen. Saat itu perdarahan dapat berhenti dan gejala umumnya
menghilang. Perdarahan akan tetap terjadi selama produk konsepsi tetap berada di
tuba. Darah akan menetes sedikit-sedikit melalui tuba dan berkumpul di kavum
Douglasi. Jika fimbria mengalami oklusi, darah akan terkumpul di tuba membentuk
hidrosalfing. 1-6
3. Ruptur Tuba
Produk konsepsi yang melakukan invasi dapat menyebabkan tuba pecah pada
beberapa tempat. Jika tuba ruptur pada minggu-minggu oertama kehamilan, biasanya
implantasi terjadi di ismus, jika implantasi terjadi di pars intertitial, ruptur terjadi agak
lebih lambat. Ruptur umumnya terjadi spontan, tetapi dapat pula disebabkan oleh
trauma akibat koitus dan pemeriksaan bimanual. 1-6
Saat ruptur semua hasil konsepsi keluar dari tuba, atau jika robekan tuba kecil,
perdarahan hebat dapat terjadi tanpa disertai keluarnya hasil konsepsi dari tuba. Jika
hasil konsepsi keluar ke rongga abdomen pada awal kehamilan, implantasi dapat
terjadi di daerah mana saja rongga abdomen, asal terdapat sirkulasi darah yang cukup
sehingga dapat bertahan dan berkembang. Namun hal tersebut jarang terjadi. Sebagian
besar hasil konsepsi berukuran besar dapat tertahan di kavum Douglasi membentuk
massa yang berkapsul atau mengalami kalsifikasi membentuk lithopedon. 1-6
ditemukan adalah perdarahan pervaginam tanpa disertai nyeri. Pada umumnya serviks
membesar, hiperemis atau sianosis. Seringkali diagnosis ditegakkan hanya secara
kebetulan saat melakukan pemeriksaan USG rutin atau saat kuret karena dugaan
abortus inkomplit. Diagnosis awal ditegakkan dengan observasi kantong kehamilan di
sekitar serviks saat melakukan pemeriksaan USG. Bila kondisi hemodinamik stabil,
penanganan koservatif untuk mempertahankan uterus merupakan pilihan. Pemberian
metroteksat dengan cara lokal dan atau sistemik menunjukkan keberhasilan sekitar
80%. Histerektomi dianjurkan jika kehamilan telah memasuki trimester kedua akhir
ataupun ketiga. 1-6
E. Diagnosis dan gejala klinis kehamilan ektopik terganggu
1. Anamnesis
Amenorea
Amenore yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa bulan
atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang kadang dijumpai keluhan hamil muda
dan gejala hamil lainnya. Sekitar seperempat wanita tidak melaporkan amenore,
mereka menyalahkan perdarahan uterus yang sering terjadi pada kehamilan tuba
sebagai menstruasi yang sebenarnya. Ketika dukungan endokrin untuk endometrium
menurun, perdarahan biasanya sedikit, bewarna coklat tua, dan dapat intermiten atau
kontinu. Meskipun perdarahan per vaginam yang banyak lebih sugestif untuk
abortus inkomplet daripada kehamilan ektopik, perdarahan semacam itu kadang kala
ditemukan pada kehamilan tuba. 1-6
Nyeri Tekan Abdomen dan Pelvis 97%
Pada abortus tuba keluhan dan gejala kemungkinan tidak begitu berat, hanya
rasa sakit di perut dan perdarahan pervaginam. Hal ini dapat dikacaukan dengan
abortus biasa. Bila tejadi ruptur tuba, maka gejala akan lebih hebat dan dapat
membahayakan jiwa si ibu. Perasaan nyeri dan sakit yang tiba tiba di perut, seperti
diiris dengan pisau dan disertai muntah dan bisa jatuh pingsan. 1-6
Perdarahan pervaginam 79%
Tanda - tanda akut abdomen
Nyeri tekan yang hebat (defiance musculer), muntah, gelisah, pucat, anemis,
nadi kecil dan halus, tensi rendah atau tidak terukur (syok). 1-6
Nyeri bahu
Karena perangsangan subdiafragma karena adanya darah pada cavum
abdominale.1-6
2.
Premeriksaan fisik
1. Pada pemeriksaan fisik
Tekanan darah dan Denyut Nadi
Sebelum ruptur, tanda-tanda vital umumnya normal. Respon dini terhadap
perdarahan sedang dapat berkisar dari tanpa perubahan tanda vital hingga
sedikit peningkatan tekanan darah, atau respon vasovagal disertai bradikardia
dan hipotensi. Tekanan darah akan turun dan denyut nadi meningkat hanya
jika perdarahan berlanjut dan hipovolemianya menjadi nyata. 1-6
Suhu
Setelah perdarahan akut, suhu dapat normal atau bahkan rendah. Suhu dapat
mencapai 38oC, tetapi suhu yang lebih tinggi jarang bila tidak ada infeksi.
Demam penting untuk membedakan kehamilan tuba yang mengalami ruptur
dengan beberapa kasus salpingitis akut. 1-6
Palpasi dan Perkusi abdomen
Ada tanda tanda perdarahan intra abdominal (shifting dullness). 1-6
2. Pemeriksaan ginekologik (periksa dalam) terdapat :
-
Adanya nyeri goyang porsio : dengan menggerakkan porsio dan serviks ibu
akan merasa sakit yang sangat.1-6
Massa Pelvis
Massa pelvis dapat diraba pada sekitar 20% wanita. Ukuranya berkisar antara
5 sampai 15 cm, dan massa seperti ini sering kali lunak dan elastis. Bila
infiltrasi darah ke dalam dinding tuba luas, massanya mungkin keras. Massa
ini hampir selalu terletak di posterior atau lateral dari uterus. Nyeri dan nyeri
tekan sering menghalangi identifikasi massa tersebut melalui palpasi. 1-6
retrouterina
Bila darah segar berwarna merah dan dalam beberapa menit membeku ;
hasil negatif karena darah ini berasal dari arteri atau vena yang kena tusuk
3.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan lab
i.
ii.
iii.
v.
Progesteron Serum
Pengukuran progesteron tunggal sering dapat digunakan untuk
memastikan bahwa terdapat kehamilan yang berkembang normal. Nilai di
atas 25ng/ml menyingkirkan kehamilan ektopik dengan sensitivitas 97,5%.
Nilai kurang dari 5ng/ml menunjukkan bahwa janin-embrio sudah mati,
tetapi tidak menunjukkan lokasinya. Kadar progesteron antara 5 sampai 25
ng/ml, sayangnya sering tidak konklusif. 1-6
Menurut DeCherney, 10 persen wanita yang mengalami kehamilan
normal mempunyai nilai progesteron serum kurang dari 25 ng/ml. Hahlin
melaporkan bahwa bahwa tidak ada wanita dengan kehamilan intrauterine
yang mempunyai kadar progesteron di bawah 10 ng/ml, sedangkan 88
persen diantara mereka yang hemil ektopik dan 83 persen yang mengalami
abortus spontan mempunyai nilai yang lebih rendah. 1-6
vi.
Pencitraan Ultrasonografi
-
Sonografi abdomen
Identifikasi produk kehamilan tuba falopii sulit dilakukan dengan
menggunakan sonografi abdomen. Jika kantong gestasi teridentifikasi
dengan jelas di dalam rongga uterus, kecil kemungkinan adanya
kehamilan ektopik yang terjadi bersamaan. Lebih lanjut, bila tidak
ditemukan kehamilan uterus dengan sonografi, hasil tes kehamilan
yang positif, adanya kehamilan ektopik hampir dapat dipastikan.
Sayangnya,
Sonografi vagina
Sonografi dengan transduser di vagina dapat digunakan untuk
mendeteksi kehamilan uteri sejak 1 minggu setelah terlambat
menstruasi bila -hCG serum lebih dari 1500mIU/ml. Dalam penelitian
oleh Banhard, uterus yang kosong dengan konsentrasi -hCG serum
1500mIU/ml atau lebih, 100 persen akurat untuk mengidentifikasi
kehamilan ektopik. 2-7
Sonografi vagina juga digunakan untuk mendeteksi massa
adnexa. Namun, cara ini dapat menyesatkan dan kehamilan ektopik
dapat terlewatkan kalau massa tubanya kecil atau tertutup oleh usus.
/sensitivitas dan spesifisitas ultrasonografi vagina untuk kehamilan
untuk
Infeksi pelvik.
Apendisitis akut
Salpingitis akut
penatalaksanaan
kehamilan
abdominal.
Selain
itu,
perlu
dibedakan
pula
Salpingostomi
Salphingektomi dilakukan jika tuba mengalami kerusakan hebat atau tuba kontralateral
baik. Jika implantasi terjadi di pars intertitial, mungkin dapat dilakukan reseksi kornu
uterus. 1-7
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang
sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi.
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:
1) kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu),
2) tuba kontralateral baik
3) pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif,
4) terjadi kegagalan sterilisasi,
5) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya,
6) pasien meminta dilakukan sterilisasi,
7) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi,
8) kehamilan tuba berulang,
9) massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.
Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada
kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada
salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan
lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars interstitialis, sering
kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang terjadi. Pada
salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan
kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi,
sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari
mesosalping.
Evakuasi fimbrae dan fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari
fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah tekanan
dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari
implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup besar
sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan. 8-10
Medikamentosa
Terapi medikamentosa untuk kehamilan ektopik dengan pemberian metrotreksat,
baik secara sistemik maupun dengan injeksi ke kehamilan ektopik melalui laparoskopi atau
dengan bantuan USG. 1-7
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas
jaringan dan sel hasil konsepsi. Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus
memiliki syarat-syarat berikut ini: keadaan hemodinamik yang stabil, bebas nyeri perut
bawah, tidak ada aktivitas jantung janin, tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen dan
kavum Douglas, harus teratur menjalani terapi, harus menggunakan kontrasepsi yang
efektif selama 3-4 bulan pascaterapi, tidak memiliki penyakit-penyakit penyerta, sedang
tidak menyusui, tidak ada kehamilan intrauterin yang koeksis, memiliki fungsi ginjal, hepar
dan profil darah yang normal, serta tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian
methotrexate. Berikut ini akan dibahas beberapa metode terminasi kehamilan ektopik
secara medis. 1-7
1. Methotrexate
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan,
termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan
merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik,
methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan
terminasi kehamilan tersebut. Seperti halnya dengan penatalaksanaan medis untuk
kehamilan ektopik pada umumnya, kandidat-kandidat untuk terapi methotrexate harus
stabil secara hemodinamis dengan fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal.
Harus diketahui pula bahwa terapi methotrexate maupun medis secara umum
mempunyai angka kegagalan sebesar 5-10%, dan angka kegagalan meningkat pada usia
gestasi di atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter lebih dari 4 cm.
Pasien harus diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan terapi medis, pengulangan
terapi diperlukan, dan pasien harus dipersiapkan untuk kemungkinan menjalani
pembedahan. Selain itu, tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu harus selalu
diwaspadai. Bila hal tersebut terjadi, pasien harus sesegera mungkin menjalani
pembedahan. Senggama dan konsumsi asam folat juga dilarang.7
Tentunya methotrexate menyebabkan beberapa efek samping yang harus
diantisipasi, antara lain gangguan fungsi hepar, stomatitis, gastroenteritis dan depresi
sumsum tulang. Beberapa prediktor keberhasilan terapi dengan methotrexate yang
disebutkan dalam literatur antara lain kadar -hCG, progesterone, aktivitas jantung janin,
ukuran massa hasil konsepsi dan ada/tidaknya cairan bebas dalam rongga peritoneum.
Namun disebutkan dalam sumber lain bahwa hanya kadar -hCG-lah yang bermakna
secara statistik. Untuk memantau keberhasilan terapi, pemeriksaan -hCG serial
dibutuhkan. Pada hari-hari pertama setelah dimulainya pemberian methotrexate, 65-75%
pasien akan mengalami nyeri abdomen yang diakibatkan pemisahan hasil konsepsi dari
tempat implantasinya (separation pain), dan hematoma yang meregangkan dinding tuba.
Nyeri ini dapat diatasi dengan analgetik nonsteroidal. -hCG umumnya tidak terdeteksi
lagidalam 14-21 hari setelah pemberian methotrexate. Pada hari-hari pertama pula massa
hasil konsepsi akan tampak membesar pada pencitraan ultrasonografi akibat edema dan
hematoma, sehingga jangan dianggap sebagai kegagalan terapi. Setelah terapi berhasil,
kadar -hCG masih perlu diawasi setiap minggunya hingga kadarnya di bawah 5
mIU/mL.7
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis
tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel yang
diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari
ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen
pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6
dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada
patensi tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate
dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi.
Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk
kehamilan ektopik yang belum terganggu. 7
2. Actinomycin
Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama 5
hari berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien-pasien dengan kegagalan
terapi methotrexate sebelumnya. 7
3. Larutan glukosa hiperosmolar
Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan alternatif
terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Yeko dan kawan-kawan melaporkan
keberhasilan injeksi larutan glukosa hiperosmolar dalam menterminasi kehamilan tuba.
Namun pada umumnya injeksi methotrexate tetap lebih unggul. Selain itu, angka
kegagalan dengan terapi injeksi larutan glukosa tersebut cukup tinggi, sehingga alternatif
Daftar Pustaka
2014.
4. Hauth. C. John, dkk: Kehamilan ektopik, Obstetri Williams, Ed 21, vol 2, 982 1013,
2006
5. Mochtar. R, Lutan. D. Kelainan letak kehamilan (kehamilan ektopik) : Sinopsis
Obstetri. Edisi kedua. 1998. Halaman 226 237.
6. Manuaba I.B.G, Manuaba I.B. Chandranita. Kehamilan ektopik : Pengantar Kuliah
Obstetri. 2007. Halaman 106-120.
7. Hauth. C. John, dkk. Kehamilan ektopik - Obstetri Williams. Edisi 21. vol 2.
2006.h.982 1013.
8. Sepllan
VP.
Ectopic
Pregnancy.
Edisi
2012.
Diunduh
dari
Edisi
2012.
Diunduh
dari
Ectopic
pregnancy.
Edisi
2011.
Diunduh
dari