You are on page 1of 22

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perilaku menarik diri adalah klien ingin lari dari kenyataan
tetapi karena tidak mungkin, maka klien menghindari atau lari secara
emosional sehinga klien jadi pasif, tergantung, tidak ada motivasi dan tidak
ada keinginan untuk berperan. Setiap saat, 450 juta orang di seluruh dunia
terkena dampak permasalahan jiwa, saraf maupun perilaku. Di Indonesia,
pravalensinya sekitar 11% dari total penduduk dewasa.
Berdasarkan dat statistik di atas, klien yang dirawat di rumah
sakit pada umumnya tidak hanya mengalami masalah fisik, namun mereka
juga mengalami masalsh psikososial seperti berdiam diri, tidak ingin
bertemu siapapun, merasa kecewa atau putus asa, malu dan tidak berguna
disertai keraguan dan percaya diri yang kurang. Keluarga juga sering merasa
kekhawatiran dan ketidak pastian tentang keadaan klien. Sehingga dalam
memberikan asuhan keperawatan perawat harus dapat meyakinkan bahwa
klien adalah makhluk bio-psiko-sosio-spiritual yang utuh dan unik sebagai
satu kesatuan dalam berintregasi terhadap lingkungannya dan dirinya
sendiri. Dengan melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan berhubungan sosial yang di intregasikan secara komperhensif
kepada program asuhan klien, diharapkan klien dan keluarga segera
mungkin dapat berperan serta sehingga self-care (perawatan diri) dan
family support (dukungan keluarga) dapat terwujud. Termasuk tindakan
rehabilitatif (pemulihan keadaan), preventif (aktivitas, dan ikhtiar yang
menyangkut pengakhiran konflik), kuratif, promotif (seluruh kerja dan
ikhtiar dalam rangka mendorong pemulihan klien). Salah satu aspek yang
dilakukan asuhan keperawatan psikososial khususnya pada klien dengan
gangguan berhubungan sosial.


2

1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Gangguan Hubungan Sosial?
2. Bagaimanakah rentang respon dari Gangguan Hubungan Sosial?
3. Bagaimanakah tugas perkembangan yang berhubungan dengan
hubungan interpersonal?
4. Apa saja yang menyebabkan terjadinya Gangguan Hubungan Sosial?
5. Bagaimanakah tanda dan gejala terjadinya Gangguan Hubungan Sosial?
6. Bagaimanakah mekanisme terjadinya Gangguan Hubungan Sosial?
7. Mekanisme koping apa saja yang dipakai pada klien dengan Gangguan
Hubungan Sosial?
8. Sumber koping apa saja yang berhubungan dengan Gangguan
Hubungan Sosial?
9. Bagaimanakah penatalaksanaan klien dengan Gangguan Hubungan
Sosial?
10. Bagaimanakah asuhan keperawatan klien dengan Gangguan Hubungan
Sosial?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun penulis menyusun makalah ini bertujuan untuk
memperoleh pengetahuan tentang keperawatan jiwa yaitu asuhan
keperawatan klien dengan gangguan hubungan sosial.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan mampu menjelaskan definisi dari Gangguan
Hubungan Sosial.
2. Mengetahui dan mampu menjelaskan rentang respon dari
Gangguan Hubungan Sosial.
3. Mengetahui dan mampu menjelaskan tugas perkembangan
berhubungan dengan hubungan interpersonal.
4. Mengetahui dan mampu menjelaskan etiologi dari Gangguan
Hubungan Sosial.
3

5. Mengetahui dan mampu menjelaskan manifestasi klinis dari
Gangguan Hubungan Sosial.
6. Mengetahui dan mampu menjelaskan mekanisme terjadinya
Gangguan Hubungan Sosial.
7. Mengetahui dan mampu menjelaskan mekanisme koping dari
Gangguan Hubungan Sosial.
8. Mengetahui dan mampu menjelaskan sumber koping dari
Gangguan Hubungan Sosial.
9. Mengetahui dan mampu menjelaskan penatalaksanaan dari
Gangguan Hubungan Sosial.
10. Mengetahui dan mampu menjelaskan Asuhan Keperawatan
Klien dengan Gangguan Hubungan Sosial.

1.4 Manfaat
Diharapkan mendatangkan manfaat berupa penambahan
pengetahuan serta wawasan kepada pembaca tentang keperawatan jiwa, dan
dapat di gunakan sebagai penunjang proses belajar mengajar khususnya
untuk mahasiswa jurusan keperawatan.









4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gangguan Hubungan Sosial
Gangguan hubungan sosial adalah individu yang mengalami
ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain dan
dengan lingkungan sekitarnya secara wajar dalam khalayaknya sendiri yang
tidak realistis.
Gangguan hubungan sosial atau kerusakan interaksi sosial
adalah suatu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan
perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi individu dalam hubungan
sosialnya (Stuart dan Sundeen, 1998).
Kerusakan sosial adalah suatu keadaan seseorang
berpartisipasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang
tidak efektif (Towsend, 1998). Klien yang mengalami kerusakan interaksi
sosial mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain yang salah
satunya mengarah pada perilaku menarik diri.
Perilaku menarik diri adalah suatu usaha menghindari
interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan
akrab dan tidak menyadari kesempatan untuk berhubungan secara spontan
dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri,
tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang
lain (Budi Anna Keliat, 1999).

2.2 Rentang Respon Gangguan Hubungan Sosial
Adaptif Maladaptif
Solitude Kesepian Manipulasi
Otonomi Menarik diri Impulsif
Kebersamaan Saling ketergantungan Narkikisme
Saling ketergantungan

5

2.2.1 Respon Adaptif
Respon adaptif merupakan respon yang diterima oleh norma sosial
dan kultural dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam
batas normal. Adapun respon adaptif tersebut :
1. Solitude
Merupakan respons yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya
dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah
selanjutnya. Solitude umumnya dilakukan setelah melakukan
kegiatan.
2. Otonomi
Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide, pikiran, perasaan dalam hubungan
sosial.
3. Kebersamaan
Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu
tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
4. Saling ketergantungan
Merupakan kondisi saling tergantung antara individu dengan
orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

2.2.2 Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial
dan kebudayaan suatu tempat. Karakteristik dari perilaku maladaptif
tersebut adalah :
1. Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk
tidak berhubungan dengan orang lain untuk mencari ketenangan
sementara waktu.

6


2. Manipulasi
Hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap
orang lain sebagai objek dan berorientasi pada diri sendiri atau
pada tujuan, bukan berorientasi pada orang lain. Individu tidak
dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
3. Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri atau
kemampuan yang dimiliki.
4. Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar
dari pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian
yang buruk dan cenderung memaksakan kehendak.
5. Narkikisme
Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, memiliki sikap
egosentris, pencemburu dan marah jika orang lain tidak
mendukung.
2.3 Tugas Perkembangan Berhubungan Dengan Hubungan Interpersonal
Tahap
perkembangan
Tugas
Masa bayi Menetapkan landasan percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri
Masa pra sekolah Belajar menunjukkan inisiatif dan rasa tanggung jawab
dan hati nurani
Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama dan berkompromi
Masa pra remaja Menjadi intim dengan teman sejenis kelamin
Masa remaja Menjadi intim dengan lawan jenis kelamin dan tidak
tergantung pada orsng tua
Masa dewasa muda Menjadi saling tergantung dengan orang tua, teman,
menikah dan mempunyai anak
Masa tengah baya Belajar menerima
Masa dewasa Berduka karena kehilangan dan mengembangkan
perasaan keterikatan dengan budaya.

7

2.4 Etiologi Gangguan Hubungan Sosial
2.4.1 Faktor Predisposisi
1. Faktor perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial
berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai dari
usia bayi sampai dewasa lanjut untuk dapat mengembangkan
hubungan sosial yang positif, diharapkan setiap tahapan
perkembangan dapat dilalui dengan sukses. Sistem keluarga
yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial
maladaptif.
2. Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif.
3. Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan
berhubungan. Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak
mendukung pendekatan terhadap orang lain, tidak mempunyai
anggota masyarakat yang kurang produktif seperti lanjut usia,
orang cacat dan penderita penyakit kronis, isolasi dapat terjadi
karena mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang
berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas.
4. Faktor dalam keluarga
Pada komunikasi keluarga dapat mengantar seseorang dalam
gangguan berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan
hal-hal yang negatif akan mendorong anak mengembangkan
harga diri rendah. Adanya dua pesan yang bertentangan
disampaikan pada saat yang bersamaan, mengakibatkan anak
menjadi enggan berkomunikasi dengan orang lain.




8

2.4.2 Faktor Presipitasi
1. Stressor sosiokultural
Stress dapat ditimbulkan oleh karena menurunnya stabilitas unit
keluarga dan berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena
dirawat di rumah sakit.
2. Stressor psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan
ansietas tingkat tinggi.
3. Stressor biologik
Merupakan stressor karena adanya faktor genetik atau
keturunan.
(Stuart, 2006)

3.4 Manifestasi Klinis Gangguan Hubungan Sosial
1. Data Subjektif
Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data
subjektif adalah menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata
tidak , iya, tidak tahu.
2. Data Objektif
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan :
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b. Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak memisahkan
diri dari orang lain, misalnya pada saat makan.
c. Komunikasi kurang / tidak ada, klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan klien lain / perawat.
d. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
e. Berdiam diri di kamar / tempat terpisah.
9

f. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
g. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, perawatan diri dan kegiatan
rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
h. Meniru posisi janin pada saat lahir.

2.5 Mekanisme Terjadinya Gangguan Hubungan Sosial
Menurut Stuard and Sundeen (1998), salah satu gangguan
berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi sosial
yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang bisa dialami klien
dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan,
kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit
dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien
menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan
kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku
masa lalu serta tingkah laku primitive antara lain pembicaraan yang autistik
dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat
lanjut menjadi halusinasi.

2.6 Mekanisme Koping Gangguan Hubungan Sosial
Individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan berbagai
mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut
berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik.
1. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial
a. Proyeksi yaitu pengalihan pikiran atau impuls pada diri sendiri
kepada orang lain terutama keinginan, perasaan emosional, dan
motivasi yang tidak dapat ditoleransi.
b. Splitting (pemisahan) yaitu sikap pengelompokkan orang / keadaan
hanya sebagai semuanya baik atau semuanya buruk, kegagalan
10

untuk memadukan nilai-nilai positif dan negative di dalam diri
sendiri.
c. Merendahkan orang lain.
2. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang
a. Splitting (pemisahan)
b. Formasi reaksi, seorang individu mungkin akan menunjukkan
perilaku yang merupakan kebalikan dari perilaku yang akan
ditunjukkannya jika keinginannya tersebut terpenuhi. Ini dikenal
dengan istilah formasi reaksi (reaction formation). Misalnya,
seorang individu yang karena frustrasinya menaruh rasa
permusuhan mungkin akan menunjukkan perilaku "ramah" atau
"simpati" yang berlebihan.
c. Proyeksi yaitu mempersalahkan obyek atau orang lain sebagai
kegagalan atau frustrasinya.
d. Isolasi
e. Idealisasi orang lain
f. Merendahkan orang lain
g. Identifikasi proyektif

2.7 Sumber Koping Gangguan Hubungan Sosial
Menurut Gall W. Stuart 2006, sumber koping yang berhubungan dengan
respon sosial maladaptif meliputi :
1. Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman
2. Hubungan dengan hewan peliharaan
3. Penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal
misalnya kesenian, musik atau tulisan.





11

2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Terapi Psikofarmaka
1. Clorpromazine (CPZ)
a. Indikasi
Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu,
daya nilai norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya
berat dalam fungsi -fungsi mental: waham, halusinasi,
gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau, tidak
terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari -
hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan
kegiatan rutin.
b. Mekanisme kerja
Memblokade dopamine pada reseptor paska sinap di otak
khususnya sistem ekstra piramidal.
c. Efek samping
Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/
parasimpatik,mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan
defikasi, hidung tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler
meninggi, gangguan irama jantung), gangguan ekstra
piramidal (distonia akut, akatshia, sindroma
parkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan
endokrin, metabolik, hematologik, agranulosis, biasanya
untuk pemakaian jangka panjang.
d. Kontraindikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung,
febris, ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan
kesadaran disebabkan CNS Depresan.



12

2. Haloperidol (HP)
a. Indikasi
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam
fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari hari.
b. Mekanisme kerja
Obat anti psikosis dalam memblokade dopamine pada
reseptor paska sinaptik neuron di otak khususnya sistem
limbik dan sistim ekstra piramidal.
c. Efek samping
Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik
(hipotensi, antikolinergik/parasimpatik, mulut kering,
kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata
kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama
jantung).
d. Kontraindikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung,
febris, ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan
kesadaran.
3. Trihexy phenidyl (THP)
a. Indikasi
Segala jenis penyakit parkinson, termasuk paska ensepalitis
dan idiopatik, sindrom parkinson akibat obat misalnya
reserpin dan fenotiazine.
b. Mekanisme kerja
Obat anti psikosis dalam memblokade dopamin pada
reseptor paska sinaptik nauron diotak khususnya sistem
limbik dan sistem ekstra piramidal.
c. Efek samping
Sedasi dan inhibisi psikomotor gangguan otonomik
(hypertensi, anti kolinergik/ parasimpatik, mulut kering,
13

kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur,
tekanan intra oluker meninggi, gangguan irama jantung).
d. Kontraindikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung,
fibris, ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan
kesadaran.

2.8.2 Terapi Somatis
Terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif
dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien.
Walaupun yang diberikan perlakuan adalah fisik klien, tetapi target
terapi adalah perlakuan klien. Jenis terapi somatik meliputi :
1. Pengikatan
Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau
manual untuk membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan
untuk melindungi cedera fisik pada klien sendiri atau orang lain.
2. Terapi Kejang Listrik/Elektro Convulsive Therapy (ECT)
Bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang
(Grandmal) dengan mengalirkan arus listrik kekuatan rendah (2-
3 joule) melalui electrode yang ditempelkan di beberapa titik
pada pelipis kiri/kanan (lobus frontalis) klien.
3. Isolasi
Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri
di ruangan tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan
melindungi klien, orang lain, dan lingkungan dari bahaya
potensial yang mungkin terjadi.
4. Fototerapi
Fototerapi adalah terapi yang diberikan dengan memaparkan
klien pada sinar terang 5-10 x lebih terang daripada sinar
14

ruangan dengan posisi klien duduk, mata terbuka, pada jarak 1,5
meter di depan klien diletakkan lampu setinggi mata.
5. Terapi deprivasi tidur
Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien
dengan mengurangi jumlah jam tidur klien sebanyak 3,5 jam.
Cocok diberikan pada klien dengan depresi.

2.8.3 Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa.
Tetapi ini diberikan dalam upaya mengubah perilaku klien dari
perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif. Jenis-jenis terapi
modalitas antara lain :
1. Terapi Aktifitas Kelompok
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) adalah suatu bentuk terapi
yang didasarkan pada pembelajaran hubungan interpersonal.
Fokus terapi aktifitas kelompok adalah membuat sadar diri (self-
awereness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat
perubahan, atau ketiganya.Terapi keluarga
2. Terapi Keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang member
perawatan langsung pada setap keadaan (sehat-sakit) klien.
Perawat membantu keluarga agar mampu melakukan lima tugas
kesehatan yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota
keluarga yang sehat, menciptakan lingkungan yang sehat, dan
menggunakan sumber yang ada dalam masyarakat.
3. Terapi Rehabilitasi
Program rehabilitasi dapat digunakan sejalan dengan terapi
modalitas lain atau berdiri sendiri, seperti terapi okupasi,
rekreasi, gerak, dan musik.

15

4. Terapi Psikodrama
Psikodrama menggunakan struktur masalah emosi atau
pengalaman klien dalam suatu drama. Drama ini member
kesempatan pada klien untuk menyadari perasaan, pikiran, dan
perilakunya yang mempengaruhi orang lain.
5. Terapi Lingkungan
Terapi lingkunagan adalah suatu tindakan penyembuhan
penderita dengan gangguan jiwa melalui manipulasi unsur yang
ada di lingkungan dan berpengaruh terhadap proses
penyembuhan. Upaya terapi harus bersifat komprehensif,
holistik, dan multidisipliner.

2.9 Asuhan Keperawatan Gangguan Hubungan Sosial
2.9.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Pada umumnya idetitas klien yang dikaji pada klien dengan
masalah utama Kerusakan Interaksi Sosial Menarik Diri adalah
: biodata yang meliputi nama, umur, terjadi pada umur atara 15
40 tahun, bisa terjadi pada semua jenis kelamin, status
perkawinan, tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian,
alamat klien, agama pendidikan serta pekerjaan dapat menjadi
faktor untuk terjadinya penyakit Kerusakan Interaksi Sosial
pada kasus Menarik Diri.
2. Alasan masuk / keluhan utama
Keluhan biasanya adalah kontak mata kurang, duduk sendiri
lalu menunduk, menjawab pertanyaan dengan singkat,
menyediri (menghindar dari orang lain), komunikasi kurang
atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi dengan
orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari hari, dependen.
3. Faktor predisposisi
16

Pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa, usaha
pengobatan bagi klien yang telah mengalami gangguan jiwa
trauma psikis seperti penganiayaan, penolakan, kekerasan
dalam keluarga dan keturunan yang mengalami gangguan jiwa
serta pengalaman yang tidak menyenangkan bagi klien
sebelum mengalami gangguan jiwa. Kehilangan, perpisahan,
penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis,
kegagalan / frustrasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial.
4. Faktor presipitasi
Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi,
kecelakaan, dicerai suami , putus sekolah, PHK, perasaan malu
karena sesuatu yang terjadi (korban perkosaan, di tuduh KKN,
dipenjara tiba tiba). Perlakuan orang lain yang tidak
menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.
5. Aspek Fisik
Hasil pengukuran tada vital (TD: cenderung meningkat, Nadi:
cenderung meningkat, suhu: meningkat, Pernapasan :
bertambah, TB, BB: menurun). Keluhan fisik : biasanya
mengalami gangguan pola makan dan tidur sehingga bisa
terjadi penurunan berat badan. Klien biasanya tidak
menghiraukan kebersihan dirinya.
6. Psikososial
a. Genogram
Genogram yang menggambarkan 3 generasi ke atas.
b. Konsep diri
(1) Citra tubuh : Menolak melihat dan menyentuh bagian
tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan
tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.
Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif
17

tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh yang
hilang mengungkapkan keputusasaan dan
mengungkapkan perasaan ketakutan.
(2) Identitas diri: Ketidakpastian memandang diri, sukar
menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil
keputusan .
(3) Peran: Berubah atau berhenti fungsi peran yang
disebabkan penyakit, proses menua, putus sekolah,
PHK.
(4) Ideal diri: Mengungkapkan keputusasaan karena
penyakitnya; mengungkapkan keinginan yang terlalu
tinggi.
(5) Harga diri: Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa
bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan
sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan
kurang percaya diri. Klien mempunyai gangguan /
hambatan dalam melakukan hubungan social dengan
orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang
diikuti dalam masyarakat.
c. Hubungan sosial
Pada umumnya klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial
pada kasus Menarik Diri mengalami gangguan seperti
tidak merasa memiliki teman dekat, tidak pernah
melakukan kegiatan kelompok atau masyarakat dan
mengalami hambatan dalam pergaulan.
d. Spiritual
Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk
ibadah (spritual).



18

7. Status Mental
a. Penampilan
Pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial : Menarik
Diri berpenampilan tidak rapi, rambut acak-acakan, kulit
kotor, gigi kuning, tetapi penggunaan pakaian sesuai
dengan keadaan serta klien tidak mengetahui kapan dan
dimana harus mandi.
b. Pembicaraan
Pembicaraan klien dengan Kerusakan interaksi sosial
Menarik Diri pada umumnya tidak mampu memulai
pembicaraan, bila berbicara topik yang dibicarakan tidak
jelas atau kadang menolak diajak bicara.
c. Aktivitas motorik
Klien tampak lesu, tidak bergairah dalam beraktifitas,
kadang gelisah dan mondar-mandir.
d. Alam perasaan
Alam perasaan pada klien dengan Kerusakan Interaksi
Sosial pada kasus Menarik Diri biasanya tampak putus asa
dimanifestasikan dengan sering melamun.
e. Afek
Afek klien biasanya datar, yaitu tidak bereaksi terhadap
rangsang yang normal.
f. Interaksi selama wawancara
Klien menunjukkan kurang kontak mata dan kadang-
kadang menolak untuk bicara dengan orang lain.
g. Persepsi
Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus
Menarik Diri pada umumnya mengalami gangguan
persepsi terutama halusinasi pendengaran, klien biasanya
mendengar suara-suara yang megancam, sehingga klien
cenderung sering menyendiri dan melamun.
19

h. Proses pikir
Proses pikir pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial
pada kasus Menarik Diri akan kehilangan asosiasi, tiba-
tiba terhambat atau blocking serta inkoherensi dalam
proses pikir.
i. Isi pikir
Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus
Menarik Diri pada umumnya mengalami gangguan isi
pikir : waham terutama waham curiga.
j. Tingkat Kesadaran
Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus
Menarik Diri tidak mengalami gangguan kesadaran.
k. Memori
Klien tidak mengalami gangguan memori, dimana klien
mampu mengingat hal-hal yang telah terjadi.
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus
Menarik Diri pada umumnya tidak mengalami gangguan
dalam konsentrasi dan berhitung.
m. Kemampuan penilaian
Klien tidak mengalami gangguan dalam penilaian
n. Daya tilik diri
Klien mengalami gangguan daya tilik diri karena klien
akan mengingkari penyakit yang dideritanya.
8. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Makan
Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan.
b. BAB/BAK
Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan
membersihkan WC, membersikan dan merapikan pakaian.
c. Mandi
20

Klien mandi 2X sehari pagi dan sore, gosok gigi, rambut
bersih dan tidak berbau, kuku pendek dan tidak kotor, dan
tidak bau badan.
d. Berpakaian
Dapat memilih dan mengenakan pakaian serta cara
berpakaian klien terlihat rapi.
e. Istirahat dan tidur
Klien dapat melakukan istirahat dan tidur. Sebelum tidur
menggosok gigi terlebih dahulu, sesudah tidur merapikan
tempat tidur.
f. Penggunaan obat
Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan
benar.
g. Pemeliharaan kesehatan
Dapat memanfaatkan sistem pendukung dengan baik.
Rajin kontrol kesehatan di pelayanan kesehatan terdekat.
h. Dapat beraktivitas di dalam atau di luar rumah
9. Mekanisme koping
Koping yang digunakan klien adalah proyeksi, menghindar dan
kadang-kadang mencedrai diri. Klien apabila mendapat
masalah takut atau tidak mau menceritakannya pada orang
orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri).
Mekanisme koping yang sering digunakan pada klien menarik
diri adalah regresi, represi, dan isolasi.
10. Masalah psikososial dan lingkungan
Klien mendapat perlakuan yang tidak wajar dari lingkungan
seperti klien direndahkan atau diejek karena klien menderita
gangguan jiwa.
11. Pengetahuan
Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik
Diri, kurang mengetahuan dalam hal mencari bantuan, faktor
21

predisposisi, koping mekanisme dan sistem pendukung dan
obat-obatan sehingga penyakit klien semakin berat.
12. Aspek medik
Meliputi diagnosa medis dan terapi obat-obatan yang
digunakan oleh klien selama perawatan.
2.9.2 Masalah Keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri
2. Gangguan sensori/persepsi : halusinasi pendengaran
3. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
4. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis
5. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik
6. Defisit perawatan diri : mandi dan berhias
7. Ketidakefektifan koping keluarga : Ketidakmampuan keluarga
merawat klien dirumah
8. Gangguan pemeliharaan kesehatan
2.9.3 Pohon Masalah













Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
(Akibat)
Gangguan
sensori/persepsi :
halusinasi pendengaran

Isolasi sosial : menarik diri
(Core Problem)


Gangguan konsep diri :
Harga diri rendah
kronis
(Penyebab)

Ketidakefektifan
koping keluarga :
Ketidakmampuan
keluarga merawat
klien dirumah


Ketidakefektifan
penatalaksanaan
program terapeutik

Defisit
perawatan diri :
mandi dan
berhias

Gangguan
pemeliharaan
kesehatan
22

2.9.10 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri berhubungan
dengan halusinasi pendengaran.
2. Gangguan sensori/persepsi : halusinasi pendengaran
berhubungan dengan menarik diri.
3. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah kronis.
4. Gangguan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan defisit
perawatan diri : mandi dan berhias.
5. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat klien
di rumah.

You might also like