You are on page 1of 18

5.

Uji Serologi
Uji serologi adalah membedakan bakteri berdasarkan sifat-sifat
antigeniknya. Uji serologi telah digunakan secara luas untuk diagnosis
laboratories penyakit menular. Uji laboratories yang didasarkan pada reaksi
antigen-antibodi memperluas keterampilan diagnostic para ahli klinik dan
mempedomani usaha-usaha pengobatan. Uji serologi yang terpenting dan
digunakan paling luas mencakup reaksi-reaksi aglutinasi, presipitasi, dan fiksasi
komplemen.
Selain itu, pemeriksaan serologi dikerjakan dalam mendeteksi infeksi virus
dengue. Ada beberapa metode pemeriksaan laboratorium yang digunakan yaitu :
isolasi virus dalam kultur, deteksi virus RNA melalui reverse transcription-PCR,
antibodi spesifik IgM/IgG, haemagglutination inhibition test, dan non-struktural
protein 1 (NS1).
A. Fiksasi Komplemen
Telah diketahui bahwa pada suatu interaksi antigen-antibodi, komplemen
yang ada dalam serum dapat diikat atau dikonsumsi oleh kompleks antigen-
antibodi tersebut, dan bahwa komplemen dapat diaktivasi oleh kompleks
erithrosit-hemolisin, sehingga mengakibatkan eritrosit tersebut melisis.
Kenyataan ini dipakai untuk menggunakan komplemen sebagai salah satu
bahan untuk penetapan antigen maupun antibodi. Pengujian ini didasarkan
atas reaksi yang terdiri atas 2 tahap, yaitu tahap pertama dimana sejumlah
tertentu komplemen oleh suatu kompleks antigen-antibodi, dan tahap kedua
dimana komplemen yang tersisa (bila ada) menghancurkan eritrosit yang telah
dilapisi hemolisin. Banyaknya komplemen yang tidak dikonsumsi pada reaksi
tahap pertama, dan yang mengakibatkan hemolisis pada reaksi tahap kedua,
secara tidak langsung merupakan parameter untuk antibodi atau antigen yang
diperiksa. Untuk mendapatkan hasil yang bisa dipercaya, semua reaktan yang
diperlukan untuk uji ini harus disesuaikan satu dengan yang lain dan berada
dalam jumlah atau titer yang optimal. Oleh karena itu sebelum melaksanakan
pemeriksaan pada sampel penderita, terlebih dahulu dilakukan uji
pendahuluan untuk menstandarisasi titer hemolisin dan titer komplemen yang
dipakai pada sistem uji ini.
Titer hemolisin ditentukan oleh pengenceran tertinggi hemolisin yang
masih dapat melisiskan eritrosit berkonsentrasi 2% secara lengkap, bila ada
komplemen. Titer hemolisin ini disebut 1 unit dan untuk pemeriksaan sampel
penderita dipakai 2 unit. Oleh karena uji fiksasi komplemen melibatkan suatu
sistem yang terdiri atas berbagai reaktan, disamping titrasi hemolisin dan
komplemen diatas, setiap reaktan harus diuji terhadap ada tidaknya faktor
penghambat atau faktor yang meningkatkan aktivasi komplemen
(antikomplemen atau prokomplemen). Untuk keperluan ini, pada titrasi
komplemen diikutsertakan antigen dan antigen kontrol, serta pada
pemeriksaan sampel selalu harus diikutsertakan kontrol serum positif maupun
negatif. Suatu hasil pemeriksaan, baru bisa dipercaya apabila semua reaktan
pada sistem ini terkontrol dengan baik.
Uji fiksasi komplemen dipakai pertama kali oleh Wassermann, Neisser
dan Bruck untuk menentukan diagnosis Sifilis (Test Wassermann), akan tetapi
kemudian prinsip pengujian yang sama dipakai juga dalam diagnosis serologik
berbagai penyakit lain, diantaranya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh
parasit, seperti Trypanosoma, Schistosoma, serta penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh virus, seperti virus Hepatitis B, Herpes, Rotavirus, Rubella
dan lain-lain.
Uji Fiksasi Komplemen untuk penetapan antibodi terhadap virus
Peralatan dan bahan yang diperlukan (cara mikro)
1. Peralatan yang dipakai sama seperti untuk teknik mikrohemaglutinasi
2. Kit reagens (Behring) terdiri atas antigen virus, komplemen, eritrosit
domba, hemolisin dan larutan penyangga.

Cara kerja :
Uji Pendahuluan
1. Titrasi hemolisin
a. Sediakan 9 tabung reaksi. Masukkan kedalam tabung pertama dan
seterusnya larutan penyangga dengan volume seperti pada gambar.
b. Masukkan 1,0 ml hemolisin yang telah diencerkan 1:100 kedalam
tabung pertama, lalu campur kemudian pindahkan 1 ml kedalam
tabung berikutnya, demikian seterusnya hingga tabung terakhir.
c. Sediakan 12 tabung, kemudian kedalam 9 tabung pertama dimasukkan
masing-masing 0,2 ml larutan hemolisin dari tabung-tabung
permulaan. Tabung 10-12 dipakai untuk kontrol erithrosit.
d. Kedalam tabung 1-9 dimasukkan 0,1 ml komplemen yang sudah
diencerkan 1:30, 0,2 ml suspensi eritrosit 2% dan 0,5 ml larutan
penyangga.
e. Kedalam tabung 10-12 masukkan 0,2 ml suspensi eritrosit 2% dan 0,8
ml larutan penyangga.
f. Campur lalu inkubasikan tabung-tabung tersebut pada suhu 37OC
selama 30 menit.
g. Perhatikan adanya hemolisis dan tentukan tabung dengan pengenceran
hemolisis tertinggi yang menyebabkan hemolisis lengkap.
Pengenceran ini disebut 1 unit dan untuk pemeriksaan sampel
penderita dipakai 2 unit.
h. Pembuatan sistem hemolitik
Campur eritrosit 2% sama banyak dengan hemolisin yang titernya 2
unit. Biarkan dalam suhu kamar selama minimal 10 menit sebelum
dipakai.

2. Titrasi Komplemen
a. Sediakan 3 baris tabung yang jumlahnya masing-masing 8 buah.
Kedalam tabung-tabung baris I masukkan larutan penyangga,
komplemen dan larutan antigen, lalu campur
b. Lakukan hal yang sama pada tabung baris ke II dan ke III, hanya
sebagai pengganti antigen, kedalam tabung baris II dimasukkan
antigen kontrol dan kedalam tabung baris ke III dimasukkan larutan
penyangga.
c. Inkubasikan semua tabung dalam penangas air dengan suhu 37OC
selama 30 menit.
d. Masukkan sistem hemolitik (1h) kedalam semua tabung sebanyak 0,2
ml. Campur dan inkubasikan lagi pada suhu 37OC selama 30 menit.
e. Perhatikan hemolisis yang terjadi dan tentukan pengenceran
komplemen tertinggi yang menyebabkan hemolisis lengkap. Apabila
hemolisis lengkap pada ketiga baris tabung terjadi pada pengenceran
komplemen yang sama, berarti semua reaktan pada sistem ini baik.
f. Pengenceran tertinggi komplemen yang dapat menyebabkan hemolisis
lengkap disebut 1 unit dan dipakai 2 unit untuk pengujian.

Pemeriksaan sampel
Pada setiap pemeriksaan selalu harus diikutsertakan kontrol antigen, kontrol
sistem hemolitik, kontrol eritrosit dan kontrol komplemen. Serum penderita
terlebih dahulu diinaktifkan dalam penangas air dengan suhu 56C untuk
menghilangkan komplemen yang ada dalam serum, sehingga satu-satunya sumber
komplemen hanya yang dibubuhkan pada pengujian dan diketahui titernya.
1. Sampel
Pakai satu baris sumur untuk sampel pertama (sampel akut) dan satu baris
lain untuk sampel kedua (konvalesen).
a. Masukkan ke dalam sumur 1 dan sumur 4-12 larutan penyangga
sebanyak 25 ul.
b. Masukkan ke dalam sumur 1-4 sampel yang terlebih dahulu telah
diencerkan 1:5 sebanyak 25 ul.
c. Buat pengenceran serum mulai sumur 4 sampai 12 dengan
mikrodiluter.
d. Masukkan kedalam sumur 2, sebanyak 25 ul antigen kontrol dan ke
dalam sumur 3-12 sebanyak 25 ul antigen virus (2 unit).
e. Campur, kemudian masukkan kedalam sumur 1-2 komplemen 2 unit
sebanyak 25 ul, lalu campur lagi.
2. Kontrol antigen
Pakailah satu baris sumur.
a. Masukkan ke dalam sumur 1 dan 4-12 larutan penyangga sebanyak 25
ul.
b. Masukkan kedalam sumur 1-4 serum kontrol positif yang telah
diencerkan 1:5 sebanyak 25 ul, dan ke dalam sumur 11-12 serum
kontrol negatif yang telah diencerkan 1:5 sebanyak 25 ul.
c. Buat pengenceran serum mulai sumur 10 dengan mikrodiluter.
d. Ke dalam sumur 2-12 dimasukkan 25 ul antigen virus (2 unit)
kemudian campur.
e. Masukkan ke dalam sumur 1-12 komplemen (2 unit) sebanyak 25 ul,
kemudian campur (kocok dengan alat pengocok).
3. Kontrol sistem hemolitik
Pakailah baris terakhir untuk kontrol sistem hemolitik, eritrosit dan
komplemen dengan prosedur seperti yang diuraikan dibawah ini :
Masukkan ke dalam sumur 1 dan 2 larutan penyangga sebanyak 50 ul dan
komplemen sebanyak 25 ul.
4. Kontrol eritrosit
Masukkan ke dalam sumur 3 dan 4 larutan penyangga sebanyak 75 ul dan
sistem hemolitik sebanyak 50 ul.
5. Kontrol komplemen
a. Masukkan ke dalam sumur 5-12 larutan penyangga sebanyak 25
ul, ke dalam sumur 5-8 antigen virus sebanyak 25 ul dan kedalam
sumur 9-12 antigen kontrol sebanyak 25 ul.
b. Buat pengenceran komplemen dalam tabung terpisah sehingga
memperoleh larutan komplemen 2 unit, 1,5 unit, 1,0 unit dan 0,5
unit.
c. Masukkan ke dalam sumur 5 dan 9 komplemen 2 unit sebanyak 25
ul, ke dalam sumur 6 dan 10 komplemen 1,5 unit sebanyak 25 ul,
ke dalam sumur 7 dan 11 komplemen 1,0 unit sebanyak 25 ul dan
ke dalam sumur 8 dan 12 komplemen 0,5 unit sebanyak 25 ul.
d. Campurlah reaktan dalam setiap sumur.
6. Plate ditutup dengan plate lain kemudian diinkubasikan pada suhu 4-6OC
selama 18 jam dalam kotak yang lembab (diberi kain basah).
7. Keesokkan harinya, biarkan plate dalam suhu kamar selama 15 menit,
kemudian masukkan ssitem hemolitik ke dalam semua sumur.
8. Kocok, lalu inkubasikan pada suhu 37OC selama 15-30 menit.
9. Reaksi dianggap selesai bila telah timbul hemolisis lengkap dalam sumur
yang berisi komplemen 2 dan 1,5 unit, hemolisis tak lengkap dalam
sumur berisi komplemen 1 unit dan tidak ada hemolisis dalam sumur
berisi komplemen 0,5 unit.
10. Perhatikan hemolisis yang terjadi pada sumur-sumur berisi sampel dan
nyatakan pengenceran tertinggi sampel yang tidak menyebabkan
hemolisis.

Penjelasan:
1. Adanya reaksi positif (tidak ada hemolisis) berarti dalam serum terdapat
antibodi terhadap virus bersangkutan.
2. Titer antibodi dalam serum tunggal belum memastikan apakah ada infeksi
atau pernah divaksinasi.
3. Untuk mengetahui adanya infeksi diperlukan pemeriksaan serum ganda,
yaitu 2 sampel yang diperoleh pada masa akut dan masa konvalesen
dengan jarak waktu 2 minggu. Suatu kenaikan titer sebanyak 4 kali
merupakan indikasi adanya infeksi.
4. Reaksi positif pada kontrol antigen berarti dalam serum antibodi terhadap
zat-zat nonspesifik yang menyertai antigen. Untuk memastikan, titrasi
terhadap serum diulang dengan menggunakan kedua jenis antigen secara
paralel. Adanya antibodi spesifik dapat dipastikan bila titernya terhadap
antigen virus 4 kali titer terhadap antigen kontrol.
5. Serum kontrol yang diperoleh dari binatang, kadang-kadang mengandung
antibodi terhadap antigen kontrol hingga dapat menimbulkan hemolisis.\







B. Tes Rapid Tes NS1
Suatu tes in vitro dengan teknik pengujian Immunochromato-graphic,
suatu tes satu langkah untuk menentukan secara kualitatif Antigen NS Dengue
virus didalam serum manusia untuk diagnosa dini pada infeksi dengue akut.
non struktural protein 1 (NS1) berguna untuk mendeteksi infeksi virus dengue.
Pemeriksaan ini juga dengan menggunakan serumdan plasma sample. Hasil
pemeriksaan NS1 bisa dibaca antara 15-30 menit, hasilnya bias positif atau
negatif. Pemeriksaan NS1 dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan
IgM/IgG. Dari pemeriksaan serologi, pasien yang menunjukkan antibodi IgM
yang positif menunjukkan bahwa pasien terkena infeksi virus dengue untuk
yang pertama kali atauinfeksi primer. Sedangkan pasien yang menunjukkan
antibodi IgG positif menunjukkan bahwa pasien terkena infeksi sekunder yaitu
infeksi untuk yang kedua kalinya oleh virus yang sama dari serotipe yang
berbeda. Pada infeksi sekunder antibodi IgM bisa positif
Prinsip Tes
Setiap tes berisikan satu membrane strip, yang telah dilapisi dengan anti-
dengue NS1 antigen capture pada daerah garis tes. Anti-dengue NS1 antigen-
colloid gold conjugate dan serum sampel bergerak sepanjang membran
menuju daerah garis tes (T) dan membentuk suatu garis yang dapat dilihat
sebagai suatu bentuk kompleks antibody-antigen-antibody gold particle.
Dengue Dx NS1 Antigen Rapid Tes memiliki dua garis hasil, garis T (garis
tes) dan C (garis kontrol). Kedua garis ini tidak akan terlihat sebelum
sampel ditambahkan. Garis kontrol C digunakan sebagai kontrol prosedur.
Garis ini selalu muncul jika prosedur tes dilakukan dengan benar dan reagen
dalam kondisi baik.
Material Kit
1. Perangkat tes Dengue Dx NS1 Antigen
2. Disposable dropper(sekali pakai)
3. Lembar petunjuk penggunaan
Prosedur Pengujian NS1
1. Apabila tes dan sampel disimpan dalam lemari pendingin (refrigerator),
adaptasikan terlebih dahulu pada suhu ruang
2. Buka kantong tes dan keluarkan tes. Letakkan ditempat bersih, kering
dan datar.
3. Dengan menggunakan disposable dropper , tambahkan tetes sampel
kedalam sumur (well) sampel bertanda (S)
4. Jika tes berjalan dengan baik, akan terlihat pergerakan warna ungu
sepanjang jendela hasil menuju kebagian tengah tes
5. Interpretasikan hasil setelah 15 -20 menit. Jangan membaca hasil
setelah 20 menit karena dapat meberikan hasil palsu
6. Hasil positip akan tetap setelah 20 menit. Walaupun demikian, untuk
mencegah kesalahan hasil, jangan baca hasil setelah 20 menit.


Hasil Negatip: Jika hanya terbentuk garis pada area garis kontrol (C) Hasil
Positip: Jika terbentuk garis pada area garis (T) dan (C).Hasil Invalid: jika
tidak terbentuk garis pada area garis kontrol (C). Untuk hasil invalid dilakukan
tes ulang
C. Antibodi spesifik IgM/IgG
Pemeriksaaan IgG/IgM Rapid Tes adalah suatu tes cepat dengan teknik
pengujian Immuno chromatographic untuk mendeteksi secara kualitatif
sekaligus membedakan antibodi IgG dan IgM terhadap virus dengue didalam
serum. Pada infeksi primer Antibodi IgM muncul pada hari ke 3-5 sejak gejala
dan bertahan untuk jangka waktu 30-60 hari. Antibodi IgG muncul disekitar
hari ke 14 dan bertahan seumur hidup. Infeksi dengue sekunder ditunjukkan
dengan tingkat antibodi IgG meningkat dalam 1-2 hari setelah gejala muncul
dan merangsang respon antibodi IgM setelah 20 hari infeksi.
Ada beberapa pemeriksaan antibodi spesifik IgG/IgM yaitu : In-house IgM
capture (MAC) ELISA, PanBio Duo IgM and IgG Rapid Cassete, PanBio Duo
IgM and IgGCapture ELISA, Accusen Dengue Virus Rapid Strip Test, United
Dengue IgG and IgM Combo Rapid Test.
Prinsip Tes
Dengue Dx IgG/IgM Rapid Tes dirancang untuk secara simultan
mendeteksi sekaligus membedakan antibodi IgG dan IgM terhadap virus
dengue. Tes ini juga dapat mendeteksi ke empat serotype virus dengue karena
menggunakan suatu paduan antigen recombinant dengue envelope proteins
Dengue Dx IgG/IgM tes memiliki tiga garis Pre-coated pada permukaan
membran. Garis tes dengue IgG (G) garis tes dengue IgM (M), dan garis
kontrol (C). Ke-tiga garis ini terletak dibagian jendela hasil dan tidak akan
terlihat sebelum sebelum dilakukan penambahan sampel. Garis kontrol C
digunakan sebagai kontrol prosedur. Garis ini selalu muncul jika prosedur tes
dilakukan dengan benar dan reagen dalam kondisi baik. Garis G dan M
akan terlihat pada jendela hasil jika terdapat antobodi IgG dan IgM terhadap
virus dengue dalam sampel. Jika tidak terdapat antibodi, maka tidak akan
terbentuk garis G atau M Ketika sampel diteteskan kedalam sumur (well)
sampel (S) dan diikuti dengan penambahan buffer diluent, maka sampel dan
antibody gold conjugate akan bergerak sepanjang membrane, yang
selanjutnya akan ditangkap oleh anti human IgG dan atau anti human IgM
mem bentuk garis berwarna.

Material Kit
Material Kit terdiri dari:
1. Dengue Dx IgG/IgM tes masing -masing dikemas dalam kantong
alumunium foil yang dilengkapi dengan pengering. Setiap tes strip yang
mengandung: Gold conjugates berupa recombinant dengue virus envelope
proteingold colloid(10.2g); Garis tes G berupa mouse monoclonal
anti-human IgG(51g)
2. Garis Tes M berupa mouse monoclonal anti-human IgM (51g); dan
Garis Kontrol C berupa rabbit anti-dengueIgG (2.50.5g).
3. Larutan diluent, mengandung 100mM Phosphate buffer (5mL), Sodium
azide (0,01% w/w).
4. Pipet kapiler10L
5. Lembar petunjuk penggunaan

Prosedur pengujian
1. Adaptasikan semua komponen kit dan sampel kesuhu ruang sebelum
digunakan
2. Buka kantong tes, letakkan tes ditempat datar dan kering
3. Dengan menggunakan Pippet Kapiler: ambil 10L sampel serum, plasma
atau whole blood dan teteskan kedalam sampel welltes bertanda S, atau,
dengan menggunakan Micropipette: ambil 10L
4. Sampel serum, plasma atau whole blood dan teteskan kedalam sampel
well tes bertanda S
5. Tambahkan 3-4 tetes (90-120L) sampel diluentkedalam lobang berbetuk
bulat (round-shaped well)
6. Baca dan interpretasikan hasil pengujian setelah 15-20 menit



Penjelasan:
1. Negatif
Hanya terlihat garis kontrol C pada tes. Tidak terdeteksi adanya antibodi
IgG atau IgM. Ulangi tes 3-5 hari kemudian jika diduga ada infeksi
dengue
2. IgM Positip
Terlihat garis kontrol C dan garis IgM (M) pada tes. Positip antibodi
IgM terhadap virus dengue. Mengindikasikan infeksi dengue primer
3. IgG Positip
Terlihat garis Kontrol C dan garis IgG (G) pada tes. Positip antibodi
IgG terhadap virus dengue. Mengindikasikan infeksi dengue sekunder
ataupun infeksi dengue masa lalu
4. IgG dan IgM Positip
Terlihat garis Kontrol C, garis IgG (G), dan garis IgM (M) pada tes.
Positip pada kedua antibodi IgG dan IgM terhadap virus dengue.
Mengindikasikan infeksi dengue primer akhir atau awal infeksi dengue
sekunder
5. Invalid
Tidak terlihat garis Kontrol C pada tes. Jumlah sampel yang tidak
sesuai, atau prosedur kerja yang kurang tepat dapat mengakibatkan hasil
seperti ini. Ulangi pengujian dengan menggunakan tes yang baru.

PanBio Duo IgM and IgG Capture ELISA, pemeriksaan ini
digunakan untuk mendeteksi antibodi IgM dan IgG virus dengue pada
serum dan darah lengkap manusia. Antibodi IgM dan IgG diletakkan pada
suatu test kaset yang mempunyai dua garis, kemudian ditambahkan
antigen virus dengue, jika antigen dan antibodi IgG atau IgM pasien
berikatan, akan memperlihatkan garis pink pada test kaset, yang
mengindikasikanhasil yang positif PanBio Duo IgM and IgG Capture
ELISA pemeriksaannya dengan memakai 2 piringan yang berisi dengue
virus1-4 (antigen plate) dan yang lain berisi antibodi IgG dan IgM (assay
plate), 100 l serum pasien ditambahkan pada antigen platet kemudian
diinkubasi selama 1 jam pada suhu kamar, dan assay plate juga diinkubasi
selama 1 jam tetapi pada suhu 37C, kemudian serum pada antigen plate
ditransfer ke assay plate, kemudian ditambahkan dengan 100 l
tetramethylbenzidine, setelah 10 menit reaksi dihentikan dengan
penambahan 100 l phosphoric acid , jika hasilnya positif akan terlihat
kompleks antigen-antibodi. Stripnya dibaca dengan pembaca piringan
mikrotiter.
PanBio Duo IgM and IgG Capture ELISA pemeriksaannya dengan
memakai 2 piringan yang berisi dengue virus1-4 (antigen plate) dan yang
lain berisi antibodi IgG dan IgM (assay plate), 100 l serum pasien
ditambahkan pada antigen platet kemudian diinkubasi selama 1 jam pada
suhu kamar, dan assay plate juga diinkubasi selama 1 jam tetapi pada suhu
37C, kemudian serum pada antigen plate ditransfer ke assay plate,
kemudian ditambahkan dengan 100 l tetramethylbenzidine, setelah 10
menit reaksi dihentikan dengan penambahan 100 l phosphoric acid , jika
hasilnya positif akan terlihat kompleks antigen-antibodi. Stripnya dibaca
dengan pembaca piringan mikrotiter

D. PCR
PCR atau Teknik Polymerase Chain Reaction digunakan untuk
mendeteksi jumlah molekul RNA dangue, diantara jutaan molekul RNA
lainnya. Pemeriksaan ini sangat mahal dan jarang dikerjakan oleh dokter dan
petugas lab.
PCR ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1985, merupakan suatu
prosedur yang efektif untuk pelipatgan dan (amplifikasi) DNA. Proses ini
mirip dengan proses replikasi DNA dalam sel. Amplifikasi ini menghasilkan
lebih dari sejuta kali DNA asli. Hasil pelipatgandaan segmen DNA ini
menyebabkan segmen DNA yang dilipatgandakan tersebut mudah dideteksi
karena konsentrasinya tinggi. Pendeteksian dilakukan dengan metode
pemisahan molekul berdasarkan bobot molekulnya, yang disebut
elektroforesis menggunakan gel agarosa (Sudjadi,2008).


Gambar. Alat PCR

Gambar. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Proses pelipatgandaan DNA oleh PCR ini meliputi tiga tahapan proses
utama, yaitu:
1. Proses pertama
Melepaskan rantai ganda DNA me njadi dua rantai tunggal DNA melalui
proses denaturasi. Proses denaturasi DNA dilakukan dengan cara
menaikkan suhu sampai 95
o
C. Sebelum proses denaturasi ini, biasanya
diawali dengan proses denaturasi inisial untuk memastikan rantai DNA
telah terpisah sempurna menjadi rantai tunggal.
2. Proses kedua adalah annealingatau pemasangan 2 rantai primer pada
kedua rantai DNA tersebut. Primer berfungsi sebagai pancingan awal
dalam pelipatgandaan segmen DNA. Primer terdiri dari 18 - 24 deret basa
nukleotida pengode DNA [adenin(A), guanin (G), sitosin (C), dan timin
(T)] yang disintesis secara artifisial dan biasanya dapat dipasangkan
dengan DNA yang akan dideteksi. Proses pemasangan primer dengan
DNA yang akan dideteksi ini membutuhkan suhu optimum sesuai
kebutuhan primer tersebut. Biasanya dengan cara menurunkan suhu antara
37
o
C-60
o
C DNA yang akan dideteksi. Proses pemasangan primer dengan
DNA yang akan dideteksi ini membutuhkan suhu optimum sesuai
kebutuhan primer tersebut. Biasanya dengan cara menurunkansuhu antara
37
o
C-60
o
C.
3. Proses ketiga disebut ekstension atau perpanjangan . Pada proses ini
deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), yang sebelumnya telah
ditambahkan dalam pereaksi, menyebabkan primer yang tadinya hanya 18
sampai 24 deret basa nukleotida akan memperoleh tambahan basa
nukleotida yang terdapat di dNTP dan kemudian menjadi sepanjang
segmen DNA yang dilipatgandakan itu. Proses ini dibantu oleh adanya
enzim DNA polimerase dan enzim ini bekerja optimum pada suhu 72
o
C.
dNTP merupakan kumpulan 4 jenis basa nukleotida (A,G,C, dan T) yang
terikat pada 3 gugus fosfat dan masing-masing berdiri bebas sampai enzim
DNA polimerase mengkatalis pengikatannya pada primer. Setelah siklus
PCR berakhir, proses final extensiondilakukan selama 5-15 menit pada
suhu yang sama dengan proses ekstensi untuk menjamin semua rantai
tunggal DNA telah penuh terbentuk.

E. Uji Widal
Reaksi widal adalah reaksi serum (sero-test) untuk mengetahui ada
tidaknya antibody terhadap Salmonella typhii dengan jalan mereaksikan serum
seseorang dengan antigen O, H, dan Vi dari laboratorium. Bila terjadi
aglutinasi, maka reaksi widal positif, berarti serum orang trsebut mempunyai
antibody terhadap Salmonella typhii, baik setelah vaksinasi, setelah sembuh
dari penyakit tipus ataupun sedang menderita tipus. Reaksi widal negative
artinya tidak memiliki antibody terhadap Salmonella typhii (tidak terjadi
aglutinasi). Cara kerja reaksi widal digunakan 3 macam cara seri pengenceran
yaitu:
1. Pengenceran 1:80, dibuat dengan cara memipet serum 20 L ditambah
dengan 1 tetes (40 L) reagen S. typhii H lalu dikocok selama 1 menit.
apabila terjadi aglutinasi dihitung titer antibodinya. Perhitungan per titer
antibody adalah 20 x 1/1600 = 1/80
2. Pengenceran 1:160, dibuat dengan cara memipet serum 10 L ditambah
dengan 1 tetes (40 L) reagen S. typhii H lalu dikocok selama 1 menit.
apabila terjadi aglutinasi dihitung titer antibodinya. Perhitungan per titer
antibody adalah 10 x 1/1600 = 1/160
3. Pengenceran 1:320, dibuat dengan cara memipet serum 5 L ditambah
dengan 1 tetes (40 L) reagen S. typhii H lalu dikocok selama 1 menit.
apabila terjadi aglutinasi dihitung titer antibodinya. Perhitungan per titer
antibody adalah 10 x 1/1600 = 1/16

Gambar. Uji Widal
Reaksi aglutinasi mempunyai prinsip yang sama dengan hubungan
antigen-antibodi. Perbedaan yang penting adalah bahwa kompleks soluble
tidak terbentuk pada aglutinasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi
aglutinasi adalah ukuran partikel, kepadatan muatan elektrostatik permukaan,
atau sifat-sifat imunokimia antibody derta keadaan fisikokomia tertentu.
Proses aglutinasi fase pertama penyatuan antigen-antibodi terjadi seperti pada
presipitin dan tergantung pada kekuatan ion, pH, dan suhu. Fase kedua,
pembentukan kisi-kisi, tergantung pada penanggulangan gaya tiolak
elektrostatik partikel-partikel. Aglutinasi sel darah merah, misalnya dalam
sisi-sisi reseptor antigenic mungkin terletak pada cekungan yang dalam. Pada
permukaan sel, antibody diikat kuat pada sisi reseptor pada satu sel.
Pembentukan kisi-kisi tidak dapat terjadi sampai valensi reseptor bebasnya
melekat pada antigen antara sel-sel yang berdekatan. Jika sel terpisah oleh
gaya tolak, ujung bebas molekul antibody tidak akan mendekat ke antigen
cukup rapat untuk membuat ikatan yang kuat. Gaya tolak dapat diatasi
dengan metode fisik yang memaksa sel menjadi lebih dekat dengan
semifugasi. Namun, dengaan beberapa system antigen-antibodi cara demikian
ini tidak mempunyai pengaruh sehingga aglutinasi tidak dapat terjadi.




















DAFTAR PUSTAKA

1. Taufik A, Yudhanto D, Wajdi F, Rohadi. Peranan Kadar Hematokrit,
Jumlah Trombosit dan Serologi IgG IgM anti DHF dalam Memprediksi
Terjadinya Syok pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) di Rumah
Sakit Islam Siti Hajar Mataram. J PenyakitDalam. 2007;8:105
2. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. In : Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I,KMS, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4thed.
Jakarta : PusatPenerbitan Departemen Ilmu Penyakit FKUI; 2006. p. 1709
3. Sekaran SD, Lan EC, Subramaniam. Comparison of Five Serological
Diagnostic Assay for Detection of IgM and IgG Antibodies to Dengue
Virus. African Journal ofMicrobiology. 2008;2:141
4. Blacksell SD, Bell D, Kelley J, Mammen MP, Robert J, et al. Prospective
Study tDetermine Accuracy of Rapid Serologic Assay fo Diagnosis of
Acute Dengue VirusInfection in Laos. Clinical and Vaccine Immunology.
2007;14:1458
5. Pelczar and Chan. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Jakarta: UI Press. 1988
6. Maryani, dkk. Buku Praktikum Serologi. Surakarta: Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2011

You might also like