You are on page 1of 50

1

LAPORAN
PRAKTIKUM FISIOLOGI
MODUL PENGINDRAAN




Disusun Oleh :
KELOMPOK 2


Fasilitator: ASTRI WIDIARTI., S.FARM, APT


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2013

2


KELOMPOK 2

Nama-nama anggota kelompok 2, yaitu :
1 DEDE TRI PIRMANDI FAA 110 031
2 NITA MARTHA HARDIANTY FAA 110 028
3 HASANAH FAA 110 016
4 EKA MARANATHA FAA 110 002
5 ANDI PRATAMA FAA 111 001
6 LOVINA DAMAYANTHI FAA 111 016
7 AHMAD MUHAJIRIN FAA 111 037
8 NI WAYAN LISTARI SETIA WATI FAA 111 047
9 WILDA MUHTAJAH FAA 111 027
10 DEA INTAN SORAYA FAA 111 033
11 THERESIA WITAYOSI FAA 111 030
12 FARIDAH FAA 111 002












3

PRAKTIKUM FISIOLOGI 1
GANGGUAN REFRAKSI

I. PENDAHULUAN
Organ indra adalah organ yang berfungsi untuk menerima jenis
rangsangan tertentu. Eksoreseptor adalah reseptor yang berfungsi mengenali
perubahan lingkungan luar. Interoreseptor adalah kelompok reseptor yang
berfungsi untuk mengenali lingkungan dalam tubuh. Eksoreseptor yang kita kenal
ada lima macam, yaitu: indra penglihat (mata), indra pendengar (telinga), indra
peraba (kulit), indra pengecap (lidah), dan indra pembau (hidung).
Setiap organ indra menerima stimulus tertentu yang sesuai dengan organ
indra yang mampu menerima stimulus, menghasilkan, dan mengirim impuls saraf.
Hal ini berhubungan dengan reseptor yang menerima stimulus untuk mendeteksi
lingkungan baik internal ataupun eksternal seperti suara, warna, bentuk, tekstur,
bau, rasa, suhu, tetapi tidak mengetahui tentang medan magnet, gelombang
cahaya terpolarisasi, gelombang radio, atau sinar X karena tidak memiliki reseptor
untuk berespon terhadap bentuk energi tersebut. Dengan adanya sistem
penginderaan, makhluk hidup dapat beradaptasi dengan lingkungannya dan
menanggapi hal-hal yang ada disekitarnya yang ditangkap oleh reseptor-reseptor
tertentu.
Mata adalah organ indra yang memiliki reseptor peka cahaya yang
disebut fotoreseptor. Setiap mata mempunyai lapisan reseptor, sisten lensa, dan
sistem saraf, indra penglihatan yang terletak pada mata (organ visus) yang terdiri
dari organ okuli assoria (alat bantu mata) dan okulus (bola mata). Saraf indra
penglihatan, saraf optikus (urat saraf kranial kedua), muncul dari sel-sel ganglion
dalam retina, bergabung untuk membentuk saraf optikus.
Agar dapat melihat, mata harus menangkap cahaya di lingkungan sebagai
gambar/bayangan optis di suatu lapisan sel peka sinar, retina. Seperti film yang
dapat di proses menjadi salinan visual yang semakin rumit hingga akhirnya secara
sadar di persepsikan sebagai kemiripan visual dari bayangan asli.
Dalam praktikum ini akan dilakukan pemeriksaan terhadap penginderaan,
yaitu mata. Pemeriksaan yang dilakukan dengan memakai beragam percobaan ini
4

agar mengetahui mekanisme kerja dari setiap sistem penginderaan normal.
Dimana setiap percobaan akan dilakukan secara berkelompok menurut fungsi
sistem penginderaan tersebut. Sebagai contoh, pemeriksaan penglihatan yang
menggunakan perimetri yaitu untuk menilai luas lapang pandang.

II. TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami dasar-dasar refraksi dan kelainan serta
tindakan koreksinya.
2. Mengetahui dan memahami mekanisme timbulnya diplopia.
3. Mengetahui dan memahami dasar-dasar refleks pupil langsung dan tak
langsung (konsensual).
4. Mengetahui dan memahami peristiwa yang terjadi pada mata waktu
melihat jauh dan dekat.
5. Mengetahui fisiologi letak bintik buta terhadap fovea sentralis di retina.
6. Mengetahui mekanisme buta warna organic dan fungsional.

III. CARA KERJA
I. VISUS (KETAJAMAN PENGLIHATAN)
1. Melakukan percobaan ini pada minimal satu orang percobaan (OP).
menginstruksikan OP untuk duduk menghadap optotipi Snellen pada
jarak 5 m. (=d)
2. Meminta OP menutup mata kiri OP untuk pemeriksaan visus mata
kanan.
3. Memeriksa visus mata kanan OP dengan menyuruhnya membaca huruf
yang ditunjuk oleh pemeriksa. Dimulai dari baris huruf yang terbesar
(seluruh huruf) sampai baris huruf terkecil (seluruh huruf) yang masih
dapat dilihat dengan jelas dan tegas serta dibaca OP dengan lancar tanpa
kesalahan.
4. Mencatat hasil visus mata kanan OP.
5. Mengulangi pemeriksaan pada:
a. mata kiri
b. kedua mata bersama-sama
5

6. Mencatat seluruh hasil percobaan dan menentukan visus OP.

II. PERCOBAAN DIPLOPIA
1. OP diminta memandang jari pemeriksa dengan kedua mata.
2. Meminta OP untuk menekan bola mata kiri dari lateral untuk
menimbulkan pergeseran sumbu bola mata ke radial.
3. OP akan merasakan adanya penglihatan rangkap.

III. REFLEKS PUPIL
1. Menyorot mata kanan OP dengan penlight dan memperhatikan perubahan
diameter pupil pada mata tersebut.
2. Menyorot mata kanan OP dengan penlight dan memperhatikan perubahan
diameter pupil pada mata kirinya.
IV. REAKSI MELIHAT DEKAT
1. Menginstruksikan OP untuk melihat jari pemeriksa yang ditempatkan
m di depannya.
2. Sambil memperhatikan pupil OP, dekatkan jari pemeriksa sehingga kedua
mata OP terlihat berkonvergensi.

V. PEMERIKSAAN BINTIK BUTA
1. Menggambar suatu poalang kecil di tengah sehelai kertas putih yang
cukup lebar. Letakkan kertas itu di atas meja.
2. Menginstruksikan OP untuk menutup mata kirinya, menempatkan mata
kanan tepat di atas gambar palang pada jarak 20 cm, dan mengarahkan
pandangannya pada gambar palang tersebut.
3. Menggerakkan ujung pensil mulai dari palang tersebut ke lateral mata
yang diperiksa, perlahan-lahan sampai ujung pensil tidak terlihat dan
kemudian terlihat kembali. Memberi tanda pada kertas pada saat ujung
pensil tidak terlihat dan mulai terlihat kembali.menetapkan titik tengah (T)
. Dengan titik T sebagai titik pusat, membuat 8 garis sesuai dengan 8
penjuru angin.Menggerakkan ujung pensil sesuai ke 8 garis dengan setiap
kali melewati titik T sambil mata OP difokuskan pada gambar
6

palang.Membuat tanda di kertas setiap kali ujung pensil tidak terlihat dan
mulai terlihat lagi (jumlah tanda 8, tanpa titik T).
4. Menghubungkan semua titik ini, maka ini merupakan proyeksi eksterna
bintik buta mata kanan OP.

VII. BUTA WARNA ORGANIK DAN FUNGSIONAL
I. ORGANIK
1. Menginstruksikan OP untuk mengenali angka atau gambar yang terdapat
di dalam buku pseudoisokromatik Ishihara.
2. Mencatat hasil pemeriksaan OP.

II. FUNGSIONAL
1. Menginstruksikan OP untuk melihat melalui plastik mika merah atau hijau
selama minimal 10 menit ke arah suatu bidang yang terang (awan putih).
2. Segera setelah itu, periksa keadaan buta warna yang terjadi dengan
menggunakan buku pseudoisokromatik Ishihara.
3. Mencatat hasil pemeriksaan OP.















7

IV. TINJAUAN PUSTAKA
Visus adalah ketajaman atau kejernihan penglihatan, sebuah bentuk yang
khusus di mana tergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan
sensitifitas dari interpretasi di otak. Visus merupakan ukuran kuantitatif suatu
kemampuan untuk mengidentifikasi simbol-simbol berwarna hitam dengan latar
belakang putih dengan jarak yang telah distandardisasi serta ukuran dari simbol
yang bervariasi. Ini adalah pengukuran fungsi visual yang tersering digunakan
dalam klinik. Istilah visus 20/20 adalah suatu bilangan yang menyatakan jarak
dalam satuan kaki yang mana seseorang dapat membedakan sepasang benda.
Satuan lain dalam meter dinyatakan sebagai visus 6/6. Dua puluh kaki dianggap
sebagai tak terhingga dalam perspektif optikal (perbedaan dalam kekuatan optis
yang dibutuhkan untuk memfokuskan jarak 20 kaki terhadap tak terhingga hanya
0.164 dioptri). Untuk alasan tersebut, visus 20/20 dapat dianggap sebagai
performa nominal untuk jarak penglihatan manusia, visus 20/40 dapat dianggap
separuh dari tajam penglihatan jauh dan visus 20/10 adalah tajam penglihatan dua
kali normal.
Visus terbagi menjadi dua yaitu visus sentralis dan visus perifer. Visus
sentralis dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat. Visus
sentralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang
letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. Visus sentralis
dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat
misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi
supaya bayangan benda tepat jatuh di retina.
Visus perifer menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa
dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu
benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika
ada bahaya dari samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan
menggunakan grafik huruf snellen yang dilihat pada jarak 20 kaki atau sekitar 6
meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya 6/6 maka tajam penglihatannya
dikatakan normal dan jika visus <6/6 maka tajam penglihatanya dikatakan kurang.
Untuk menghasilkan detail penglihatan, sistem optik mata harus
memproyeksikan gambaran yang fokus pada fovea, sebuah daerah di dalam
8

makula yang memiliki densitas tertinggi akan fotoreseptor konus/kerucut sehingga
memiliki resolusi tertinggi dan penglihatan warna terbaik. Ketajaman
danpenglihatan warna sekalipun dilakukan oleh sel yang sama, memiliki fungsi
fisiologis yang berbeda dantidak tumpang tindih kecuali dalam hal posisi.
Ketajaman dan penglihatan warna dipengaruhi secara bebasoleh masing-masing
unsur.Cahaya datang dari sebuah fiksasi objek menuju fovea melalui sebuah
bidang imajiner yang disebutvisual aksis. Jaringan-jaringan mata dan struktur-
struktur yang berada dalam visual aksis (serta jaringanyang terkait di dalamnya)
mempengaruhi kualitas bayangan yang dibentuk. Struktur-struktur ini
adalah;lapisan air mata, kornea, COA (Camera Oculi Anterior = Bilik Depan),
pupil, lensa, vitreus dan akhirnyaretina sehingga tidak akan meleset ke bagian lain
dari retina. Bagian posterior dari retina disebut sebagailapisan epitel retina
berpigmen (RPE) yang berfungsi untuk menyerap cahaya yang masuk ke dalam
retinasehingga tidak akan terpantul ke bagian lain dalam retina. RPE juga
memiliki fungsi vital untuk mendaur-ulang bahan-bahan kimia yang digunakan oleh sel-
sel batang dan kerucut dalam mendeteksi photon. JikaRPE rusak maka kebutaan dapat
terjadi.Seperti pada lensa fotografi, ketajaman visus dipengaruhi oleh diameter
pupil.
Aberasi optik pada mata yang menurunkan tajam penglihatan ada pada
titik maksimal jika ukuran pupil berada pada ukuran terbesar (sekitar 8 mm) yang
terjadi pada keadaan kurang cahaya. Jika pupil kecil (1-2 mm), ketajaman
bayangan akan terbatas pada difraksi cahaya oleh pupil. Antara kedua keadaan
ekstrim, diameter pupil yangsecara umum terbaik untuk tajam penglihatan normal
dan mata yang sehat ada pada kisaran 3 atau 4 mm.Korteks penglihatan adalah
bagian dari korteks serebri yang terdapat pada bagian posterior (oksipital) dari
otak yang bertanggung-jawab dalam memproses stimuli visual. Bagian tengah 100
darilapang pandang (sekitar pelebaran dari makula), ditampilkan oleh sedikitnya
60% dari korteksvisual/penglihatan. Banyak dari neuron-neuron ini dipercaya
terlibat dalam pemrosesan tajam penglihatan.Perkembangan yang normal dari
ketajaman visus tergantung dari input visual di usia yang sangatmuda. Segala macam bentuk
gangguan visual yang menghalangi input visual dalam jangka waktu yang
lamaseperti katarak, strabismus, atau penutupan dan penekanan pada mata selama
9

menjalani terapi medisbiasanya berakibat sebagai penurunan ketajaman visus
berat dan permanen pada mata yang terkena jika tidak segera dikoreksi atau
diobati di usia muda.
Penurunan tajam penglihatan direfleksikan dalam berbagai macam
abnormalitas pada sel-sel di korteks visual. Perubahan-perubahan ini meliputi
penurunan yang nyatakan jumlah sel-sel yang terhubung pada mata yang terkena
dan juga beberapa sel yang menghubungkan kedua bola mata, yang bermanifestasi
sebagai hilangnya penglihatan binokular dan kedalaman persepsi
ataustreopsis.Mata terhubung pada korteks visual melalui nervus optikus yang muncul dari
belakang mata. Kedua nervus opticus tersebut bertemu pada kiasma optikum di mana sekitar
separuh dari serat-serat masing-masing mata bersilang menuju tempat lawannya ke sisi
lawannya dan terhubung dengan serat saraf daribagian mata yang lain akan
menghasilkan lapangan pandang yang sebenarnya. Gabungan dari serat saraf dari
kedua mata membentuk traktus optikus. Semua ini membentuk dasar fisiologi dari
penglihatan binokular. Traktus ini akan berhenti di otak tengah yang disebut
nukleus genikulatus lateral untuk kemudian berlanjut menuju korteks visual
sepanjang kumpulan serat-serat saraf yang disebut radiasio optika.Segala macam
bentuk proses patologis pada sistem penglihatan baik pada usia tua yang
merupakan periode kritis, akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Maka,
pengukuran tajam penglihatan adalah sebuah tes yang sederhana dalam
menentukan status kesehatan mata, sistem penglihatan sentral, dan jaras-jaras
penglihatan menuju otak. Berbagai penurunan tajam penglihatan secara tiba-tiba
selalu merupakan hal yang harus diperhatikan. Penyebab sering dari turunnya
tajam penglihatan adalah katarak, dan parut kornea yang mempengaruhi jalur
penglihatan, penyakit-penyakit yang mempengaruhi retina seperti degenarasi
makular, dan diabetes, penyakit-penyakit yang mengenai jaras optik menuju otak
seperti tumor dan sklerosismultipel, dan penyakit-penyakit yang mengenai korteks
visual seperti stroke dan tumor.
Alat untuk mengukur visus adalah optotype van snellen yang dibuat oleh
van snellen pada tahun 1876. Alat ini digunakan untuk membandingkan visus
seseorang dengan visus orang normal berdasarkan sudut penglihatan satu menit.

10

V. HASIL & PEMBAHASAN
I. VISUS










No Orang Percobaan Visus OD Visus OS Visus ODS
1 Lovina 20/20 = 6/6 20/20 = 6/6 20/15
2 Muhajirin 20/15 20/20 20/15

Pada OP1, didapatkan visus mata kanan 6/6 atau 20/20 yang berarti
OP dapat melihat objek pada jarak 6 meter atau pada jarak 20 kaki dimana
orang dengan visus normal melihat pada jarak yang sama, ini berarti visus
OP1 normal.
Pada OP2, visus mata kanan 20/15 yang berarti OP dapat melihat
objek pada jarak 15 kaki dimana orang dengan visus normal melihat objek
tersebut pada jarak 20 kaki. Ini menandakan bahwa OP3 memiliki
ketajaman penglihatan yang melebihi orang normal pada umumnya
Tajam penglihatan ditentukan dengan mempergunakan huruf-huruf
percobaan yang tertera pada optotipi snellen. Optotipi snellen ini dibuat
sedemikian rupa, sehingga huruf tertentu dengan pusat optic mata (nodal
point) membentuk sudut sebesar 5 derajat untuk jarak tertentu. Jarak antara
optotipi snellen dengan mata adalah 5 m ( 6 m atau 20 kaki). Sinar yang
berasal dari suatu titik pada jarak 5 m, dapat dianggap sebagai sinar-sinar
sejajar, atau seolah-olah berasal dari titik letaknya pada jarak tak terhingga
di depan mata. Tajam penglihatan diperiksa satu per satu, misalnya mata
11

kanan (OD) dahulu, kemudian mata kiri (OS) dan dinyatakan dengan suatu
pembilang/penyebut, pembilang adalah jarak antara optotipi snellen
dengan mata (biasanya 5 meter), dan penyebut adalah jarak dimana suatu
huruf tertentu seharusnya dapat di lihat.
Bila pada pemeriksaan visus didapatkan penurunan visus, maka
perlu dilihat apakah gangguan ketajaman penglihatan ini disebabkan oleh
kelainan oftalmologik (bukan saraf), misalnya kelainan kornea, uveitis,
katarak dan kelainan refraksi.Pemeriksaan kasar dengan menggunakan
kertas \berlubang kecil (pinhole) dapat meberi kesan adanya faktor refraksi
dalam penurunan visus.Bila dengan menggunakan pinhole visus
bertambah maka kelainan disebabkan oleh gangguan refraksi. Salah satu
gangguan refraksi adalah miopi atau nearsightedness. Miopi atau rabun
jauh adalah kelainan refraksi dimana citra yang dihasilkan berada
didepqan retina ketika akomodasi dalam keadaan santai. Miopi dapat
erjadi karena bola mata terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang
terlalu besar sehingga cahaya yang masuk tidak difokuskan secara baik
dan objek jauh tampak buram.
Selain itu, visus merepresentasikan kepadatan reseptor sel kerucut
di retina yang berfungsi pada penglihatan di cahaya terang dan identifikasi
warna.Semakin padat reseptor sel kerucut di retina seseorang semakin
tinggi pula visusnya begitu pula sebaliknya.
Pertanyaan & Jawaban :
1. Mengapa jarak baca harus 6 meter?
Jawab : Karena pada jarak tersebut sinar akan dianggap sebagai sinar
sejajar yang akan memberikan gambaran seolah-olah berasal
titik yang letaknya pada jarak tak terhingga di depan mata.
2. Apabila pada pemeriksaan tersebut OP hanya mampu membaca lancer
tanpa kesalahan sampai pada baris hruf yang ditandai dengan angka 30
Ft (9,14 m) berapakah visus mata kanan OP!
Jawab : Tajam penglihatannya berarti 5/9,14 m. hal ini berarti bahwa
seseorang pada jarak 5 meter hanya dapat melihat huruf yang
seharusnya dapat dilihat pada jarak 9,14 meter.
12

3. Apakah dasar pembuatan optotipi snellen?
Jawab : Snellen mendefinisikan standar penglihatan adalah sebagai
kemampuan untuk mengenali salah satu dari obyek optotype
yang mewakili sudut 5 menit. Optotype ini hanya dapat
dikenali jika seseorang dengan melihatnya dapat membedakan
sebagian huruf/bentuk yang dipisahkan oleh sudut penglihatan
1 menit. Optotype digunakan dalam pemeriksaan dengan jarak
6 meter. Besaran huruf terbesar yang mewakili 6/60 m adalah
8,8 yang bila dibulatkan akan menjadi 8,9. Namun tidak
sedikit praktisi yang menggolongkan besaran untuk huruf
tersebut adalah berkisar antara 8,8-9,0. Berikut ini adalah
rujukan bila anda ingin membuatnya, dengan sedikit catatan
huruf dalam keadaan di blok/dihitamkan dengan jenis huruf
Courier Bold . Dasar pembuatan optotipi Snellen adalah
mata dapat mengenali suatu objek dengan membedakan dua
titik yang membentuk sudut satu menit. Satu huruf hanya
dapat dilihat bila seluruh huruf membentuk sudut lima menit
dan setiap bagian dipisahkan dengan sudut satu menit. Makin
jauh huruf harus terlihat, maka makin besar huruf tersebut
harus dibuat karena sudut yang dibentuk harus tetap lima
menit. Ketajaman normal memiliki visus 6/6 yang merupakan
jarak antara subjek dengan chart.Hal ini menjelaskan jarak
dimana garis yang membentuk huruf dapat dipisahkan dengan
sudut penglihatan minimal 1 menit, yang dibaca pada mata
tanpa kelainan refraktif dalam jarak 6m







13

II. PERCOBAAN DIPLOPIA
Pada awalnya OP hanya melihat satu jari yang diacungkan oleh pemeriksa
dan ketika bola mata kirinya ditekan ke arah medial maka OP merasakan
penglihatan rangkap dimana jari pemeriksa tampak seolah-olah ada dua.
Diplopia adalah titik disparat yang memberikan kesan rangkap. Secara
umum terbagi menjadi dua yaitu diplopia binokular dan diplopia
monokuler.Diplopia binokuler adalah penglihatan ganda yang terjadi apabila OP
melihat dengan kedua mata dan menghilang bila salah satu mata ditutup. Diplopia
monokular adalah penglihatan ganda yang hanya terjadi pada satu mata. Diplopia
bukan merupakan penyakit secara khusus namun gejala yang dapat terjadi pada
penyakit tertentu seperti stroke, cidera kepala, tumor otak, infeksi otak, graves
disease trauma atau cidera pada otot mata, kerusakan pada tulang penyangga bola
mata. Katarak dan gannguan pada retina juga dapat memberikan gejala diplopia.
Pada proses penglihatan, impuls yang terbentuk di kedua retina oleh
berkas cahaya dari benda akan disatukan di tingkat korteks menjadi bayangan
tunggal. Titik titik di retina tempat bayangan benda harus jatuh, bila dilihat secara
binokular sebagai satu benda disebut titik-titik persesuaian atau yang disebut
dengan titik identik. Penglihatan rangkap atau ganda yang dirasakan oleh OP
ketika mata kirinya ditekan kearah medial disebabkan oleh pergeseran fovea
sentralis mata kiri sehingga bayangan di retina mata kiri tidak lagi jatuh di titik
identik, menyebabkan timbulnya diplopia.
Pertanyaan
P-PI.39 Bagaimana mekanisme terjadinya penglihatan rangkap pada percobaan
diplopia?
Jawaban : Pergeseran fovea sentralis mata kiri akibat penekanan bola mata kiri ke
arah medial sehingga bayangan yang ditangkap oleh retina mata kiri tidak lagi
jatuh di titik persesuaian atau titik identik, menciptakan kesan penglihatan
rangkap.




14

III. REFLEKS PUPIL
Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus
superior, saraf akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi
yang berhubungan dengan nukleus Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari
kedua sisi menyebabkan refleks cahaya menjadi bersifat konsensual. Saraf
eferen motorik berasal dari nukleus Eidinger-Westphal dan menyertai nervus
okulomotorius (N.III) ke dalam rongga orbita untuk mengkonstriksikan otot
sfingter pupil .
Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari reaksi
cahaya langsung dan tidak langsung (konsensual). Refleks cahya langsung
maksudnya adalah mengecilnya pupil (miosis) oleh nervus II pada mata yang
disinari cahaya. Sedangkan refleks cahaya tidak langsung atau konsensual
adalah mengecilnya pupil pada mata yang tidak disinari cahaya oleh nervus
III.
Ukuran pupil dikendalikan oleh keseimbangan antara tonus
parasimpatis (konstriktor) dan simpatis ( dilator) konstriksi pupil sebagai
respon terhadap cahya. Diteruskan melalui nervus optikus,traktus optikus,
nucleus genikulatum lateral Edinger-westphal dari N III dan ganglion siliaris.
Korteks tidak terlibat. Kontriksi pupil pada akomodasi. Konvergensi terjadi
dalam korteks diteruskan ke pupil melalui nucleus nervus III. Nervus dan
traktus optikus serta nucleus genikulatum lateral tidak terlibat.











15

HASIL
OP 1 Mata kanan dirangsang cahaya : miosis
Mata kiri tanpa cahaya : miosis
Bentuk pupil : bulat reguler
Ukuran pupil : 2 mm 5 mm
Posisi pupil : ditengah-tengah
Isokor
Reflek cahaya langsung (+)
Reflek cahaya konsensuil (+)
Reflek akomodasi/konvergensi (+)
OP 2 Mata kanan dirangsang cahaya : miosis
Mata kiri tanpa cahaya : miosis
Bentuk pupil : bulat reguler
Ukuran pupil : 2 mm 5 mm
Posisi pupil : ditengah-tengah
Isokor
Reflek cahaya langsung (+)
Reflek cahaya konsensuil (+)
Reflek akomodasi/konvergensi (+)



Refleks tidak langsung : Saat N.III (N. okulomotorius) mendapat impuls dari N.II
(N. optikus),akan diteruskan juga ke N.III (N. okulomotorius) sebelahnya. Jadi
mata pada sisi yang tidak diberi cahaya juga ikut mengecil.
16

IV. REAKSI MELIHAT DEKAT
Akomodasi adalah kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa sehingga
baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina. Jarak terdekat
dimana objek dapat difokuskan disebut near point of accommodation. Kekuatan
lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Korpus siliaris
terdiri dari dua komponen yaitu otot siliaris yang merupakanotot polos melingkar
yang melekat ke lensa melalui ligamentum suspensorium dan jaringan kapiler
yang menghasilkan aqueous humor . Berikut mekanisme akomodasi. Lensa
menempel pada otot siliaris mata oleh serat elastis yaituzonula (ligamentum
suspensorium). Sewaktu otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium menjadi
tegang, menimbulkan peregangan pada lensa, sehingga lensa menjadi datar dan
lemah.Sewaktu otot siliaris berkontraksi, ligamentum suspensorium melemas dan
tegangan pada lensa berkurang. Lensa kemudian dapat memulihkan bentuknya
yang lebih bulat karena elastisitasnya.Berkas cahaya dari objek yang membentur
lensa lebih dari 6 m (20 feet) adalah paralel. Berkas cahaya dari objek kurang dari
6 m disebarkan (divergensi) atau tidak parallel, cahaya tidak jatuh tepat pada
retina. Untuk menjaga jatuhnya cahaya tepat pada retina maka lensa harus
membulat.Penyesuaian inilah yang dikenal sebagai akomodasi. Semakin besar
kelengkungan lensa (karena semakin bulat) semakin besar kekuatannya,
sehingga berkas-berkas cahaya lebih dibelokkan. Otot siliaris dikontrol oleh
sistem saraf otonom. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris
untuk penglihatan jauh, sementara sistemsaraf parasimpatis menyebabkan
kontraksi otot untuk penglihatan dekat. Saat melihat dekat selain terjadi
akomodasi, juga terjadi konstriksi pupil.Rangsangan saraf parasimpatis saat
melihat dekat menyebabkan kontraksi otot sirkuler pada iris sehingga
menyebabkan konstriksi pupil atau (miosis).
OP 1 Pupil mengecil
Lensa kea rah nasal
OP 2 Pupil mengecil
Lensa kea rah nasal
Pada saat melihat dekat terjadi konstriksi pupil (miosis) karena adanya
rangsangan saraf parasimpatis nervus II.
17

1. PEMERIKSAAN BINTIK BUTA
Lapang pandang masing-masing mata adalah area yang dapat dilihat oleh
sebuah mata pada suatu jarak tertentu. Dibagi menjadi bagian nasal(medial)
dan bagian temporal (lateral). Proses pemetaan lapang pandang disebut
perimetri,dengan menggunakan alat yang disebut perimeter.Perimetri
dilakukan dengan menutup satu mata,dengan mata lain melihat pada suatu
titik sentral didepan matanya. Kemudian suatu bintik kecil cahaya atau
benda kecil digerakkan ke arah titik sentral ini di seluruh lapangan pandang,
ke arah nasal dan lateral serta ke atas dan ke bawah, danorang yang
diperiksa memberitahu jika bintik cahaya atau benda tersebut sudah terlihat
dan bilatidak terlihat. Pada saat yang sama, dibuat peta lapang pandang mata
yang diperiksa, yang menunjukkan area orang tersebut dapat atau tidak
dapat melihat target. Dengan memperhatikan lokasi dimana target tidak
terlihat dan menjadi terlihat lagi, bintik buta juga dapat dipetakan.Berikut
nilai normal area lapangan pandang. Di bagian lapangan pandang yang
ditempati diskus optikus terdapat sebuah titik buta (blindspot). Titik buta di
bagian lain lapangan pandang disebut skotoma. Bintik buta merupakan
daerah di mana cahaya tidak dapat ditangkap oleh retina sehingga bayangan
tidak dapat di deteksi. Bintik buta terletak di papila saraf optik yang
merupakandaerah tempat keluarnya saraf optik menembus lapisan retina
menuju sistem saraf pusat. Padadaerah ini tidak mengandung fotoreseptor
yaitu sel kerucut maupun sel batang. Pada retinitis pigmentosa, bagian-
bagian retina mengalami degenerasi dan terjadi pengendapan berlebihan
pigmen melanindi bagian-bagian ini. proses biasanya berawal di retina
perifer dan kemudian meluas kearah tengah. Salah satu kegunaan perimetri
yang penting adalah untuk mengetahui lokalisasi lesi di jaras
saraf penglihatan. Lesi pada saraf optik, kiasma optikum, traktus optikus,
dan radiasio optika menimbulkan pola daerah kebutaan lapang pandang
yang berbeda. Kerusakan pada saraf optik menimbulkan kebutaan pada mata
tersebut. Kerusakan kiasma optikum menghambat penjalaranimpuls pada
kedua retina bagian nasal yang berfungsi untuk melihat lapang pandang
bagiantemporal. Gangguan pada traktus optikus memutuskan persarafan
18

separuh bagian tiap retina pada sisi yang sama dengan lesi. Akibatnya,
kedua mata tidak dapat melihat objek pada sisi yang berlawanan. Keadaan
ini disebut hemianopsia homonim. Kerusakan pada radiasio optika
atau pada korteks penglihatan juga akan menyebabkan hemianopsia
homonym.




Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer
penglihatan, yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu
titik. Lapang pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama ke
semua jurusan, misalnya ke lateral kita dapat melihat 90 100
o
dari titik fiksasi,
19

ke medial 60
o
, ke atas 50 60
o
dan ke bawah 60 75
o.
Terdapat dua jenis
pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan secara kasar (tes konfrontasi) dan
pemeriksaan yang lebih teliti dengan menggunakan kampimeter atau perimeter.
Bintik buta OP terletak di temporal, di bawah garis horizontal. Hal ini
disebabkan bintik buta terletak di sebelah nasal dari fovea. Bagian nasal retina
menangkap lapang pandang temporal,sehingga bintik buta pada bagian nasal tidak
menangkap bayangan benda di temporal.

2. BUTA WARNA ORGANIK DAN FUNGSIONAL
Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Pasien
tidak atau kurangdapat membedakan warna yang dapat terjadi kongenital ataupun
didapatkan akibat penyakit tertentu. Hampir 5% laki-laki di negara barat
menderita buta warna yang diturunkan, lebih seringterdapat pada laki-laki
dibanding perempuan. Buta warna total merupakan keadaan yang jarang. Pada
protanomali terdapat kekurangan kerentanan merah sehingga diperlukan lebih
banyak merah untuk bergabung dengan kuning baku. Sedang yang disebut sebagai
protanopia Adalah kurangnya sensitifnya pigmen merah kerucut. Pada deutranomali
diperlukan lebih banyak hijau untuk menjadi kuning baku. Sedang deutranopia
merupakan kurangnya pigmen hijau kerucut. Tritanomali terdapat kekurangan pada
warna biru, pada keadaan ini akan sukar membedakanwarna biru terhadap kuning.
Akromatopsia atau monokromat berarti ketidakmampuan mem- bedakan warna
dasar atau warna antara. Pasien hanya mempunyai satu pigmen
kerucut(monokromatrod atau batang). Pada monokromat , sel kerucut hanya dapat
membedakan warnadalam arti intensitasnya saja dan biasanya mempunyai tajam
penglihatan 6 / 30.Buta warna fungsional merupakan sensasi melihat bayangan,
atau warna, atau cahaya, saat tak ada cahaya sebenarnya. Hal ini biasanya
disebabkan oleh kelelahan dari sel kerucut meresponwarna. Salah satu kejadian
yang menarik adalah negative afterimages. Jika kita melihat warna merah dalam
waktu 30 detik atau lebih, sel kerucut akan kelelahan. Ketika diganti melihat
kertas putih, maka mata kita tidak melihat warna merah, jadi yang terlihat adalah
warnakomplementernya yaitu hijau. Begitu juga sebaliknya, dan antara warna
20

biru-kuning. Hal ini juga berhubungan dengan adaptasi sel kerucut terhadap
pajanan yang diberikan.
Dari percobaan yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa OP tidak
mengalami buta warna organik. Setelah diberikan perlakuan berupa pemasangan
kaca mata hijau selama 10 menit, OP masih dapat mengenali gambar-gambar
yang diujikan. Namun yang dirasakan OP adalah sensasiwarna merah
disekelilingnya pada beberapa saat, dan susah membedakan warna hijau dan
merah. Peristiwa yang terjadi pada OP disebabkan oleh kelelahan sel kerucut yang
menangkap warnahijau, sehingga ketika kacamata dilepas, warna hijau kurang
ditangkap. Sebaliknya yang terlihat adalah warna merah sebagai warna
komplementer.












21

PRAKTIKUM FISIOLOGI 2
PENGHIDU DAN PENGECAPAN
I. Tujuan
Tujuan Instruksional Umum
Memahami dasar-dasar faal sensorik melalui faal pengecapan
Tujuan Perilaku Khusus
Mendemonstrasikan hukum Johannes Mller pada faal
pengecapan
Mendemonstrasikan perbedaan ambang pengecapan untuk
4 modalitas pengecapan
Mendemonstrasikan kemampuan intensitas kecap untuk 1
modalitas pengecapan

II. Dasar Teori
a. Pemeriksaan indera pengecapan
Pengecap terutama merupakan fungsi dari taste bud yang terdapat
di lidah. Selain itu penghidu ternyata juga mengambil peran dalam
persepsi pengecapan. Makna penting pengecapan terletak pada kenyataan
bahwa pengecapan memungkinkan manusia memilih makanan sesuai
dengan keinginannya dan mungkin juga sesuai dengan kebutuhan
metabolik di jaringan tubuh terhadap zat-zat tertentu. Pengenalan bahan
kimia spesifik yang mampu merangsang berbagai reseptor pengecapan
belum dapat diketahui semuanya. Walaupun begitu, penelitian yang
bersifat psikofisiologi dan neurofisiologi telah mengenali sedikitnya 13
reseptor kimia yang mungkin ada pada sel-sel pengecap. Kelima sensasi
pengecapan utama adalah asam, asin, pahit, manis dan umami.
Seseorang dapat menerima beratus-ratus pengecapan yang berbeda.
Semua itu seharusnya merupakan kombinasi dari sensasi-sensasi
pengecapan dasar, begitu juga dengan cara yang sama seperti ketika kita
melihat semua warna, yang merupakan kombinasi dari ketiga warna
utama.
22

Rasa asam disebabkan oleh asam, yakni karena konsentrasi ion
hidrogen, dan intensitas sensasi asam ini hampir sebanding dengan
logaritma konsentrasi ion hidrogen. Artinya, semakin asam suatu
makanan, semakin kuat pula sensasi asam yang terbentuk.
Rasa asin dihasilkan dari garam yang terionisasi, terutama karena
konsentrasi ion natrium. Kualitas rasanya berbeda-beda antara garam yang
satu dengan yang lain, karena beberapa garam juga menghasilkan sensasi
rasa selain rasa asin, tetapi anion juga ikut berperan walaupun lebih kecil.
Rasa manis tidak dibentuk oleh satu golongan zat kimia saja.
beberapa tipe zat kimia yang menyebabkan rasa ini mencakup gula, glikol,
alkohol, aldehid, keton, amida, ester, beberapa asam amino, beberapa
protein kecil, asam sulfonat, asam halogenasi, dan garam-garam anorganik
dari timah dan berilium.
Rasa pahit, seperti rasa manis, tidak dibentuk hanya oleh satu tipe
agen kimia saja. disini sekali lagi, zat yang memberikan rasa pahit hampir
seluruhnya merupakan substansi organik. Dua golongan substansi tertentu
yang cenderung menimbulkan rasa pahit adalah substansi organik rantai
panjang yang mengandung nitrogen, dan alkaloid. Alkaloid meliputi
banyak obat yang digunakan dalm obat-obatan, seperti kuinin, kafein,
strikinin, dan nikotin.
b. Pemeriksaan ambang pengecapan
Ambang batas dari sel kecap untuk dapat menimbulkan potensial
aksi dan mengenali rasa tersebut berbeda-beda pada setiap rasa. Ambang
batas untuk rasa pahit termasuk yang paling rendah, karena sel kecap
tersebut dapat mengenali rasa pahit pada konsentrasi yang paling rendah.
Contohnya, sel kecap dapat mengenali rasa pahit dari senyawa quinin pada
ambang batas 0,000008 M, sedangkan rasa asam dapat dikenali pada
ambang batas 0,0009 M. Rasa pahit merupakan rasa yang memiliki
ambang batas terendah untuk proteksi diri terhadap senyawa yang beracun,
karena senyawa tersebut mengandung alkaloid. Tak hanya senyawa
beracun dan berbahaya bagi tubuh, kafein, strychnine, nikotin, dan
beberapa obat memiliki kandungan alkaloid. Ambang batas yang terendah
23

setelah rasa pahit yaitu rasa asam. Kemudian, rasa manis dan asin
memiliki ambang batas yang hampir sama namun lebih tinggi daripada
rasa asam.

III. Alat dan Bahan
1. Larutan berbagai rasa:
a. Manis : gula 2 sdt + air 240 ml
b. Asam : cuka 10 ml + air 10 ml
c. Asin : garam 2 sdt + air 240 ml
d. Pahit : amoksilin 2 butir + air 240 ml
2. Tabung ukur
3. Lidi kapas
4. Air

IV. Cara Kerja
a. Pemeriksaan indera pengecapan
1. OP tidak mengetahui larutan apa yang diletakkan pada lidahnya.
2. Membuat kesepakatan dengan OP mengenai bahasa isyarat yang akan
digunakan bila OP dapat mengecap rasa pada lidi kapas dan rasa apa
yang ia kecap, selama percobaan berlangsung OP tidak diperkenankan
berbicara atau menyentuhkan lidahnya ke langit-langit mulut.
3. Mencelupkan lidi kapas ke larutan manis dan memeras kelebihan
larutan pada pinggir gelas.
4. Menginstruksikan OP untuk menjulurkan lidahnya dan meletakkan
lidi kapas tersebut pada semua area pengecapan di lidah.
5. Setelah setiap peletakkan, tanyakan pada OP apakah ia dapat
mengecap rasa dari larutan tersebut dan rasa apa yang ia kecap.
6. Mencatat hasilnya.
7. Menginstruksikan OP untuk berkumur dengan air.
8. Membuang lidi kapas yang telah digunakan.
9. Mengulangi langkah nomor 3-8 untuk larutan asam, asin dan pahit.

24

b. Pemeriksaan ambang pengecapan
1. OP harus mengetahui larutan apa yang akan diletakkan pada lidahnya.
2. Membuat kesepakatan dengan OP mengenai bahasa isyarat yang akan
digunakan bila OP dapat mengecap rasa pada lidi kapas, selama
percobaan berlangsung OP tidak diperkenankan berbicara atau
menyentuhkan lidahnya ke langit-langit mulut.
3. Mencelupkan lidi kapas ke larutan manis dengan konsentrasi 100%
dan memeras kelebihan larutan pada pinggir gelas.
4. Menginstruksikan OP untuk menjulurkan lidahnya dan meletakkan
lidi kapas tersebut pada area di lidah yang dapat mengecap rasa
manis.
5. Menanyakan pada OP apakah ia dapat mengecap rasa dari larutan
tersebut. Bila OP dapat mengecap rasa tersebut, memberi tanda positif
(+) di tabel ambang pengecapan pada form hasil.
6. Menginstruksikan OP untuk berkumur dengan air.
7. Membuang lidi kapas yang telah digunakan.
8. Mengulangi langkah nomor 3-7 dengan larutan manis berkonsentrasi
setengah dari konsentrasi larutan sebelumnya (bila konsentrasi
sebelumnya 100%, menggunakan konsentrasi 50%, bila konsentrasi
sebelumnya 50%, menggunakan konsentrasi 25%)
9. Mengulangi terus prosedur nomor 8 hingga OP tidak dapat mengecap
rasa yang diletakkan di lidahnya. Memberi tanda negatif (-) di tabel
ambang pengecapan pada form hasil pada saat OP tidak dapat lagi
mengecap rasa tersebut.
10. Mengulangi seluruh tahap percobaan ini dengan larutan asam, asin
dan pahit.


25

V. Hasil
Tabel 1. Pemeriksaan Indera Pengecapan (Praktikum I)
Rasa Hasil
1. Manis
2. Asam
3. Asin
4. Pahit
+
+
+
+

Tabel 2. Pemeriksaan Ambang Pengecapan (Praktikum II)
Rasa

Konsentrasi
100% 50% 25% 12,5%
Manis + + - -
Asam + + + + samar
Asin + + + + samar
Pahit + + - -

VI. Pembahasan
Reseptor yang terdapat pada pengecapan dan penghidu adalah
kemoreseptor. Kemoreseptor untuk sensasi pengecapan terkemas dalam papil-papi
pengecapan (bud taste). Hanya zat kimia dalam larutan, baik cairan atau zat padat
yang telah larut dalam air liur yang dapat berikatan dengan reseptor. Pengikatan
suatu zat kimia dengan sel reseptor menyebabkan perubahan saluran-saluran ion
dan menimbulkan depolarisasi potensial reseptor. Potensial reseptor ini kemudian
memulai potensial aksi di ujung-ujung terminal serat saraf aferen yang bersinaps
dengan reseptor tersebut yang akan menimbulkan impuls saraf yang memberi
sinyal adanya zat kimia yang bersangkutan. Jalur sensorik pengecapan memiliki
dua rute, satu ke sistem limbik untuk pengolahan emosional dan perilaku dan satu
lagi ke korteks melalui talamus untuk persepsi sadar dan diskriminasi halus.
Pembagian tugas (area) dari masing-masing lidah adalah pada ujung lidah
bertugas untuk mengecap rasa manis, dibelakang ujung lidah bertugas mengecap
rasa asam, pada pinggir-pinggir lidah bertugas untuk mengecap rasa asin, dan
pada pangkal lidah bertugas untuk mengecap rasa pahit.
26

Pada praktikum, peletakkan lidi kapas diletakkan pada semua area
pengecapan di lidah dan didapati hasil positif (+) pada OP yang berarti OP dapat
mengecap rasa dari keempat macam larutan yang diberikan (tabel 1). Kita dapat
membedakan ribuan sensasi pengecapan yang berlainan, namun semua rasa
tersebut adalah berbagai kombinasi dari empat rasa utama : asin, masam (kecut),
manis, dan pahit. Rasa asin dirangsang oleh garam-garam kimiawi, terutama NaCl
(garam dapur). Asam menimbulkan rasa masam. Kandungan asam sitrat pada
jeruk, misalnya, menimbulkan rasa masam yang khas. Sensasi rasa manis
dicetuskan oleh konfigurasi khas glukosa. Molekul-molekul organik lain dengan
struktur serupa juga dapat berinteraksi dengan tempat pengikatan reseptor
manis. Golongan alkaloid (misalnya kafein, nikotin, striknin, morfin, dan
turunan tumbuhan toksik lainnya) atau zat-zat beracun menimbulkan rasa pahit,
mungkin segabai mekanisme protektif untuk menghindari ingesti senyawa-
senyawa yang memiliki potensi berbahaya. Hasil dari praktikum I ini
memperlihatkan indera pengecapan OP berfungsi dan memberikan tanggapan
terhadap rasa yang diberikan.
Pada tabel 2, didapati hasil pengecapan OP terhadap rasa manis dan pahit
pada konsentrasi larutan 50% negatif (-) yang berarti OP tidak dapat mengenali
atau mengecap rasa dari larutan yang ada pada kapas lidi walaupun OP telah
diberitahu nama rasa dari larutan tersebut. Sedangkan perubahan pengecapan dan
terdapat perbedaan ambang rasa terhadap rasa asam dan asin mulai terjadi pada
konsentrasi larutan 12,5%, yaitu positif (+) samar. Hal ini menunjukkan bahwa
setiap sel reseptor berespons dalam tingkat yang berbeda-beda, terhadap keempat
rasa utama tersebut di mana rasa asam dan asin lebih peka dibanding dengan rasa
manis dan pahit. Perbedaan respons atau ketanggapan ini terjadi akibat kepekaan
tiap-tiap reseptor yang terdapat pada papil pengecap terhadap stimulasi (rasa)
tersebut berbeda dan kandungan bahan-bahan (kimia) dalam cairan atau
perbedaan konsentrasi kelarutannya.

27

PRAKTIKUM FISIOLOGI 3
GANGGUAN PENGINDERAAN
( FISIOLOGI SIKAP, KESEIMBANGAN DAN PENDENGARAN )

I. Tujuan Praktikum
Tujuan umum :
1. Memahami peran mata dalam pengaturan sikap dan keseimbangan
tubuh.
2. Memahami peran alat vestibuler dalam pengaturan sikap dan
keseimbangan tubuh.
3. Memahami dasar dasar 3 cara pemeriksaan pendengaran dengan
menggunakan garputala ( penala ) dan interpretasinya..

Tujuan khusus :
1. Menjelaskan peran mata dan kedudukan kepala dalam
mempertahankan sikap dan keseimbangan tubuh.
2. Mendemonstrasikan peran mata dan kedudukan kepala dalam
mempertahankan sikap dan keseimbangan tubuh.
3. Menjelaskan pengaruh percepatan sudut pada sikap dan keseimbangan
tubuh.
4. Mendemonstrasikan pengaruh aliran endolimfe pada krista ampularis
dengan menggunakan model kanalis semisirkularis.
5. Mendemostrasikan pengaruh percepatan sudut pada sikap dan
keseimbangan tubuh dengan menggunakan kursi Barany.
6. Menjelaskan perbedaan hantaran udara dan hantaran tulang pada
pendengaran.
7. Menjelaskan gangguan hantaran udara dan hantaran tulang pada
pendegaran.
8. Mendemonstrasikan perbedaan hantaran udara dan hantaran tulang
pada pendengaran dengan 3 cara pemeriksaan dengan menggunakan
garputala.
28

9. Mendemonstrasikan gangguan hantaran udara pada pendengaran
dengan 3 cara pemeriksaan dengan menggunakan garputala.
10. Menjelaskan kesimpulan hasil 3 cara pemeriksaan ketajaman
pendengaran dengan menggunakan garputala.

II. Dasar Teori
a. Keseimbangan
Bagian telinga dalam mempunyai komponen khusus lain, yaitu aparatus
vestibularis yang mampu memberikan informasi mengenai sensasi keseimbangan
dan koordinasi gerakan kepala dengan gerakan mata dan postur. Aparatus
vestibularis terdiri dari kanalis semisirkularis dan organ otolit (sakulus dan
utrikulus).
Seperti di koklea, semua komponen apartus vestibularis dikelilingi oleh
perilimfe dan di dalamnya mengandung endolimfe. Komponen vestibularis juga
mengandung sel-sel rambut yang berespon terhadap deformasi mekanis yang
dipicu oleh gerakan spesifik endolimfe.
Di kedua sisi kepala, kanalis semisirkularis saling tegak lurus satu sama
lain, sehingga kanalis-kanalis terletak pada tiga bidang ruangan. Kanalis
semisirkularis yaitu kanalis horizontal, kanalis superior dan posterior yang
ketiganya tersusun secara tiga dimensi. Kanalis horizontal berperan pada saat
kepala ditekukan ke bawah 30
o
. Struktur reseptornya yaitu krista ampularis,
terletak di ujung tiap-tiap kanalis membranosa yang melebar (ampula). Setiap
krista dilapisi oleh sel rambut dan sel sustentakularis yang dilapisi oleh pemisah
gelatinosa (kupula) yang menutupi ampula.

29

Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi kepala
rotasional atau angular, misalnya saat kita memulai atau berhenti berputar,
jungkir-balik atau menengok. Akselerasi atau deselerasi sewaktu rotasi kepala
dalam arah apapun akan menyebabkan gerakan endolimfe paling tidak pada salah
satu kanalis semisirkularis.
Pada saat kita mulai gerakan rotasi kepala, cairan endolimfe akan
tertinggal (bergerak berlawanan dengan arah berlawanan gerakan kepala)
belakang karena inersianya. Keadaan ini akan menyebabkan kupula miring dalam
arah berlawanan dengan gerakan kepala sehingga menekuk rambut-rambut
sensorik yang terbenam di dalamnya. Jika pergerakan kepala dalam kecepatan dan
arah yang konstan maka endolimfe akan menyerasikan gerakannya dengan kepala
sehingga kupula akan kembali ke posisi normal meskipun kepala dalam keadaan
rotasi dan rambut-rambut berada pada keadaan tidak menekuk. Sedangkan bila
gerakan rotasi kepala diperlambat atau dihentikan kupula rambut secara transien
akan melengkung ke arah putaran sebelumnya, yaitu berlawanan dengan arah
lengkungan sewaktu akselerasi.
Organ otolit memberi informasi tentang posis kepala relatif terhadap
gravitasi (yaitu kepala miring statik) dan juga mendeteksi perubahan kecepatan
gerak lurus. Organ otolit yaitu utrikulus berorientasi vertikal dan sakulus
berorientasi horizontal. Rambut utrikulus bergerak oleh setiap perubahan pada
gerakan linear horizontal (begerak lurus ke depan, ke belakang atau ke samping).
Sedangkan rambut sakulus berespon secara selektif terhadap gerakan miring
kepala menjauhi posisi horizontal (misalnya bagun dari tempat tidur) dan terhadap
akselerasi dan deselerasi linear vertikal (meloncat naik-turun/naik tangga
berjalan).
Sinyal dari segala komponen aparatus vestibularis dibawa melalui nervus
vestibulokoklearis ke nukleus vestibularis dan ke serebelum. Serebelum dan
nuleus vestibularis tidak hanya menerima input dari vestibular, namun juga dari
bagian visual dan somatik (kulit, otot dan sendi). Setelah dari nukleus vestibularis,
impuls dikirimkan pada salah satu dari dua daerah output yaitu pengatur gerakan
mata atau pengontrol otot skeletal di leher.
30



b. Pendengaran
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang
suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah
bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul-molekul udara yang
berselang seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan
molekul tersebut.
Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu
gelombang tekanan di telinga dalam. Gelombang tekanan menyebabkan
perpindahan mirip-gelombang pada membran basilaris terhadap membrana
tektorium. Sewaktu menggesek membrana tektorium, sel-sel rambut tertekuk. Hal
ini menyebabkan terbentuknya potensial aksi. Apabila deformitasnya cukup
signifikan, maka saraf-saraf aferen yang bersinaps dengan sel-sel rambut akan
terangsang untuk melepaskan potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak
Frekuensi gelombang tekanan menentukan sel-sel rambut yang akan
berubah dan, neuron aferen yang akan melepaskan potensial aksi. Misalnya, sel-
sel rambut yang terletak dibagian membrana basilaris dekat jendela oval adalah
sel-sel yang mengalami perubahan oleh suara berfrekuensi tinggi, sedangkan sel-
sel rambut yang terletak di membrana basilaris yang paling jauh dari jendela oval
adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh gelombang berfrekuensi rendah.
31

Otak menginterpretasikan suatu suara berdasarkan neuron-neuron yang diaktifkan.
Otak menginterpretasikan intensitas suara berdasarkan frekuensi impuls neuron
dan jumlah neuron aferen yang melepaskan potensial aksi.
Penghantaran (konduksi) gelombang bunyi ke cairan di telinga dalam
melalui membran timpani dan tulang-tulang pendengaran, yang merupakan jalur
utama untuk pendengaran normal, disebut hantaran osikular. Gelombang bunyi
juga menimbulkan getaran membran timpani kedua yang menutupi fenestra
rotundum. Proses ini, yang tidak penting untuk pendengaran normal, disebut
hantaran udara. Hantaran jenis ketiga, hantaran tulang, adalah penyaluran getaran
dari tulang-tulang tengkorak ke cairan di telinga dalam. Hantaran tulang yang
cukup besar terjadi apabila kita menempelkan garpu tala atau benda lain yang
bergetar langsung ke tengkorak. Jaras ini juga berperan dalam penghantaran bunyi
yang sangat keras.

III. Alat dan bahan
1. Model kanalis semisirkularis
2. Tongkat atau statif yang panjang
3. Kursi Barany
4. Penala berfrekuensi 512
5. Kapas
6. Audiogram

IV. Cara Kerja
A. Praktikum Keseimbangan
I. Model Kanalis Semisirkularis
1. Mempelajari pengaruh berbagai kedudukan kepala terhadap posisi
setiap kanalis semisirkularis.
2. Mempelajari pengaruh pemutaran terhadap aliran endolimfe dan
perubahan posisi krista ampularis.



32

II. Percobaan sederhana untuk kanalis semisirkularis
1. OP (Orang Percobaan), dengan mata tertutup dan kepala
ditundukkan 30, berputar sambil berpegangan pada tongkat,
menurut arah jarum jam sebanyak 10 kali dalam 30 detik.
Kemudian OP berhenti dan berjalan dengan mata terbuka.
2. Ulangi percobaan no.1 dengan berputar menurut arah berlawanan
dengan jarum jam.
III. Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang normal terhadap
keseimbangan badan
1. OP berjalan mengikuti suatu garis lurus dengan mata terbuka.
2. Ulangi percobaan no.1 dengan mata tertutup.
3. Ulangi percobaan no.1 dan 2 dengan :
- Kepala dimiringkan ke kiri
- Kepala dimiringkan ke kanan
IV. Percobaan dengan kursi Barany
A. Nistagmus
1. OP duduk di kursi Barany dengan mata tertutup dan
menundukkan kepalanya 30 ke depan, lalu putar kursi
sebanyak 10 kali dalam 30 detik.
2. Menghentikan putaran kursi dan membuka mata OP.
3. Pemeriksa memperhatikan adanya nistagmus.
B. Tes Penyimpangan penunjukan
1. OP duduk di kursi barany dan pemeriksa tepat di depan OP. OP
meluruskan lengan kanan nya sehingga dapat menyentuh jari
tangan pemeriksa.
2. Lalu OP dengan menundukkan kepala 30 ke depan diputar
bersama kursi Barany sebanyak 10 kali selama 20 detik.
3. Kemudian hentikan putaran kursi, buka mata OP. Dan
perintahkan untuk melakukan percobaan 1.



33

C. Tes Jatuh
1. OP duduk di kursi Barany dengan menutup mata serta dengan
posisi kepala menunduk 120, lalu putar kursi sebanyak 10 kali
selama 20 detik.
2. Hentikan putaran kursi, dan mengintruksikan OP untuk
kembali menegakkan badannya.
3. Perhatikan kemana OP akan jatuh dan menanyakan kepada OP
kemana rasanya dia akan jatuh.
4. Ulangi tes jatuh ini, tiap kali pada OP lain dengan
a. Memringkan kepala kearah bahu 90.
b. Menengadahkan kepala ke belakang 60.
5. Menghubungkan arah jatuh pada setiap percobaan dengan arah
aliran endolimfe pada kanalis semisirkularis yang terangsang.
D. Kesan ( Sensasi )
1. OP duduk di kursi Barany dengan menutup kedua matanya.
2. Putar kursi ke kanan dengan kecepatan yang semakin lama
semakin cepat dan kemudian kurangi kecepatan secara
berangsur-angsur sampai berhenti.
3. Menanyakan kepada OP :
a. Sewaktu kecepatan putar masih bertambah
b. Sewaktu kecepatan menetap
c. Sewaktu kecepatan dikurangi
d. Sewaktu kursih dihentikan

34

B. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran dengan garputala
A. Cara Rinne


















B. Cara weber
1. Pemeriksa menggetarkan penala yang berfrekuensi 512 seperti pada
percobaan Rinne sebelumnya.
2. Menekan ujung tangkai peala pada dahi OP di garis median
3. Menanyakan kepada OP, apakah ia mendengar dengungan bunyi penala
sama kuat di kedua telinganya atau terjadi lateralisasi.

C. Cara Schwabach
1. Pemeriksa menggetarkan penala 512.
2. Menekan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu telinga
OP. Dan memerintahkan kepada OP untuk mengancungkan jarinya pada
saat degungan bunyi menghilang.
Menanyakan kepada
OP apakah
mendengar bunyi
penala
mendengung,di
telinga yang
diperiksa
Menekankan ujung
tangkai penala pada
prosessus mastoideus
pada salah satu
telinga OP.
Menggetarkan penala
dengan cara
memukulkan salah satu
ujung jari penala
ketelapak tangan.
Apabila mendengar,
OP disuruh
mengacungkan jari
telunjuk, begitu tidak
mendengar lagi jari
diturunkan.
Kemudian peneriksa
mengangkat penala dari
prosesus mastoideus OP dan
kemudian ujung jari penala
ditempatkan kedepan liang
telinga OP
Menanyakan
apakah Op
mendengar
dengungan itu
Mencatat hasil
pemeriksaan Rinne
35

3. Pada saat itu juga pemeriksa memindahkan penala ke prosesus mastoideus
sendiri.
Bila dengungan penala masih dapat di dengar oleh si pemeriksa, maka
hasil pemeriksaan ialah Schwabach Memendek.
Bila dengungan penala tidak dapat terdengar oleh pemeriksa, maka
hasil pemeriksaan ialah normal atau Schwabach Memanjang.
4. Untuk memastikan uji shcwabah normal atau memanjang dilakukan
pemeriksaan lanjutan sebagai berikut:
- Penala yang telah digetarkan, ujungnya diletakkan di prosesus
mastoideus pemriksa sampai tidak terdengar lagi dengungan.
- Kemudian ujung tangkai penala diletakkan di prosesus matoideus OP.
- Bila dengungan masih didengar OP, hasil pemeriksaan schwabach
memanjang,
- Bila dengungan juga tidak dapat didengar oleh OP, tes schwabach
normal.

















36

5. Hasil

A. Praktikum Keseimbangan
1. Model Kanalis Semisirkularis
Pada praktikum kali ini model kanalis semisirkularis tidak dilengkap dengan
cairan di dalam kanal sehingga hasil pengamatan aliran endolimfe tidak
dilaporkan. Namun pembahasan mengenai kanalis semisirkularis dibahas pada
bab pembahasan.
2. Percobaan Sederhana Untuk Kanalis Semisirkularis
Setelah OP diputar menurut arah jarum jam, OP tidak bisa berjalan lurus
ke depan. Arah jalan OP menyimpang ke kanan.

3. Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang Normal Terhadap
Keseimbangan Badan
Perlakuan Hasil
Berjalan lurus dengan mata terbuka OP dapat berjalan lurus tanpa
kesulitan
Berjalan lurus dengan mata tertutup OP dapat berjalan lurus namun sedikit
sulit
Berjalan dengan kepala miring ke kiri
+ mata ditutup
OP cenderung berjalan ke kiri
Berjalan dengan kepala miring ke
kanan + mata ditutup
OP cenderung berjalan ke kanan

4. Percobaan Dengan Kursi Barany
a. Nistagmus
Setelah pemutaran ke kanan mata OP akan terlempar ke arah kanan
(komponen lambat) dan mata OP berusaha kembali ke arah tengah
berlawanan dengan arah rotasi (komponen cepat).



37

b. Tes penyimpangan penunjukan (Past pointing test of barany)
Setelah putaran dihentikan dan mata OP dibuka, OP berusaha
menyentuh tangan pemeriksa yang ada di depannya, namun OP
mengalami kesulitan dan tangannya cenderung tertarik ke kanan.
Namun setelah beberapa saat, OP sudah bisa menyentuh tangan
pemeriksa.
c. Tes jatuh
Perlakuan Hasil
Kepala OP ditundukan 120
o
terhadap
sumbu tegak
OP akan cenderung jatuh ke kiri karena
seolah-olah menghidari jurang yang
ada di sebelah kanannya.
Kepala OP dimiringkan ke arah bahu
kanan dengan sudut 90
o

OP cenderung jatuh ke belakang karena
seolah-olah menghindari jurang yang
ada di depannya.
Kepala OP ditengadahkan ke belakang
hingga membentuk sudut 60
o

OP cenderung jatuh ke kiri karena
seolah-olah ada jurang di sebelah
kanannya.
d. Kesan (sensasi)
Perlakuan Hasil
Kecepatan putar bertambah OP merasa arah perputarannya
berlawanan arah (ke kiri) dengan arah
putar sesungguhnya (ke kanan).
Kecepatan putar menetap OP merasa tidak berputar.
Kecepatan putar diperlambat OP merasa arah putarannya searah
dengan putaran sesungguhnya.
Putaran dihentikan OP merasa masih berputar dengan arah
putaran sesungguhnya.





38

B. Pemeriksaan pendengaran


Orang Percobaan
Cara Rinne
Telinga ( penala digetarkan pada
prosessus mastoideus )
Telinga ( penala digetarkan
lewat udara )
Kanan Kiri Kanan Kiri
Ujang Fauzan Zaini + + + +


Perlakukan
Cara Weber Interpretasi
Penala diletakkan di garis median dahi
Lateralisasi Kanan Lateralisasi Kiri
Telinga tidak
disumbat
- - bunyi sama kuat di kedua
telinga
Telinga kanan
disumbat

+
- Bunyi lebih kuat di sebelah
kanan
Telinga kiri
disumbat
- + Bunyi lebih kuat di sebelah
kiri

Pemeriksaan Schwabach
Prosesus mastoideus
OP
Prosesus mastoideus
pemeriksa
Interpretasi
Berhenti Berhenti Normal/Memanjang
Pemeriksaan lanjutan
Prosesus mastoideus
pemeriksa
Prosesus mastoideus
OP
Interpretasi
Berhenti Berhenti Normal






39

6. Pembahasan
A. Pemeriksaan Keseimbangan
1. Model Kanalis Semisirkularis





Berdasarkan ilustrasi gambar tersebut di atas, berbagai gerakan kepala akan
mempengaruhi gerakan aliran endolimfe. Bila kepala ditundukan 30
o
maka aliran
endolimfe akan masuk ke kanalis semisirkularis anterior dan kanalis
semisirkularis lateral berada pada bidang horizontal,. Sewaktu kepala
kanalis
posterior
kanalis
anterior
kanalis
lateral
Kanalis
lateralis
Kanalis
posterior
Kanalis
anterior
Kanalis
anterior
Kanalis
lateralis
Kanalis
posterior
40

diputar/ditengokan ke kanan atau kiri dalam posisi tegak, aliran endolimfe masuk
ke kanalis semisirkularis lateralis dan bila kepala dimiringkan ke kanan dan kiri
maka aliran endolimfe akan masuk ke kanalis semisirkularis posterior dan kanalis
semisirkularis anterior berada pada bidang horizontal.

Sistem kanalis semisirkularis di kepala merupakan cerminan satu sama lain,
yaitu antara bagian kanan dan kiri. Oleh sebab itu bila kepala diputar ke sebelah
kiri aliran endolimfe akan menggerakan kupula krista ampularis di sebelah kiri
untuk meningkatkan aktivitas nervus vestibularis sedangkan di sebelah kanan
aliran endolimfe akan menghambat aktivias nervus.

Bila pemutaran dilakukan, pada saat pertama kali akan terlihat aliran
endolimfe berlawanan dengan arah putaran. Aliran endolimfe akan menyebabkan
kupula (bagian dari krista ampularis) melekuk. Keadaan ini akan menyebabkan
sel-sel rambut mengalami depolarisasi (bila stereosilia menekuk ke arah
kinosilium) atau hiperlolarisasi (bila stereosilia menekuk menjauhi kinosilium).
Sel rambut membentuk akson dengan nervus vestibularis. Depolarisasi akan
menyebabkan peningkatan frekuensi lepas muatan sedangkan hiperpolarisasi akan
mengurangi pelepasan neurotransmiter.
41

2. Percobaan Sederhana Untuk Kanalis Semisirkularis
Kepala OP ditundukan 30
o
ke depan agar cairan endolimfe masuk ke
kanalis anterior dan kanalis semisirkularis lateralis berada pada bidang
horizontal. Dalam keadaan ini sumbu kanalis semisirkularis horizontal
menjadi poros rotasi. Akibatnya, sesudah dilakukan pemutaran ke arah
kanan OP menjadi berjalan dengan deviasi ke kanan pada waktu OP
diminta untuk berjalan lurus. Hal timbul karena setelah dihentikan
pemutaran kupula akan melekuk searah dengan putaran (ke kanan)
sehingga OP akan berjalan ke arah kanan.
3. Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang Normal Terhadap
Keseimbangan Badan
Dalam sistem keseimbangan tiga komponen yang berperan yaitu
penglihatan, organ propoiseptor dan organ keseimbangan (vestibularis).
Bila ketiga sistem tersebut dalam keadaan normal maka proses
keseimbangan akan berjalan dengan baik. Hal ini dapat menjelaskan
mengapa saat mata dibuka OP dapat berjalan lurus dengan sempurna, OP
sedikit kesulitan saat berjalan lurus dengan mata ditutup, OP berjalan ke
arah kiri saat kepala dimiringkan ke sebelah kiri karena sistem
keseimbangan menganggap posisi tubuh cenderung ke bagian kiri dan OP
cenderung berjalan ke arah kanan saat kepala dimiringkan ke arah kanan.
4. Percobaan Dengan Kursi Barany
a. Nistagmus
Nistagmus adalah gerakan menyentak khas pada mata yang tampak
pada awal dan akhir periode rotasi. Gerakan ini sebenarnya merupakan
refleks untuk mempertahankan fiksasi penglihatan di titik-titik yang
diam dimana tubuh bergerak.
Sewaktu rotasi dimulai, mata bergerak lambat dalam arah berlawanan
dengan arah rotasi, untuk mempertahankan fiksasi penglihatan (refleks
vestibulo-okular, VOR). Komponen lambat dicetuskan oleh impuls
dari labirin, sedangkan komponen cepat dicetuskan oleh pusat di
batang otak.
42

Arah gerakan mata pada nistagmus dinyatakan oleh arah komponen
cepat. Arah komponen cepat pada saat rotasi sama dengan arah rotasi,
namun arah komponen cepat nistagmus pascarotasi seperti yang
dilakukan pada praktikum, berlawanan arah. Sehingga komponen cepat
mata mengarah ke kiri dan komponen lambat mata mengarah ke kanan
(rotasi dilakukan ke arah kanan). Hal ini dapat terjadi karena adanya
VOR untuk menstabilkan gambar pada retina selama kepala
digerakkan dengan memproduksi gerakan mata ke arah yang
berlawanan dengan gerakan kepala, sehingga mempertahankan gambar
untuk tetap berada di pusat bidang visual.

b. Tes penyimpangan penunjukan (Past pointing test of barany)
Setelah dilakukan pemutaran OP tidak dapat menunjuk jari pemeriksa
dengan tepat. Hal ini dakibatkan proses pemutaran menyebabkan
perubahan pada sistem vestibularis dan juga mempengaruhi
penglihatan dan gerakan tubuh OP sehingga keseimbangan OP
terganggu untuk sementara waktu. Namun setelah beberapa saat OP
dapat kembali menunjuk jari pemeriksa dengan benar karena sistem
kesiembangan sudah kembali ke keadaan normal.
c. Tes jatuh
Tujuan dari mengubah posisi kepala saat pemutaran adalah untuk
mengetahui posisi kanalis semisirkularis dan aliran endolimfenya.
Saat kepala ditundukan ke depan dengan sudut 120
o
dan
ditengadahkan ke belakang membentuk sudut 60
o
, kanalis
semisirkularis posterior berada pada posisi horizontal. Akibatnya bila
putaran dihentikan dan kepala ditegakkan, aliran endolimfe akan
menekukan kupula ke arah rotasi sehingga OP merasa seolah-olah
terdapat jurang pada sisi kanannya. Akibatnya tubuh akan jatuh ke sisi
kiri untuk menyeimbangkan hal tersebut.
Saat kepala di miringkan ke sisi kanan dengan sudut 90
o
kanalis
semisirkularis anterior akan berada pada bidang horizontal, menjadi
sumbu rotasi (bagian ini yang akan terangsang). Akibatnya, setelah
43

pemutaran dihentikan, OP akan menjatuhkan dirinya ke belakang. Saat
itu OP merasa ada jurang di depannya. Dalam keadaan tegak, kanalis
semisirkularis anterior berespon terhadap gerakan kepala menunduk
atau menengadah, sehingga bila bagian kanal ini dijadikan poros
putaran, perasaan yang akan dialami OP bila dilakukan pemutaran
seperti tersebut di atas.
Arah jatuhnya tubuh OP berlawanan dengan arah putar endolimfe di
dalam kanalis semisirkularis yang menjadi poros rotasi. Hal ini
merupakan mekanisme bentuk kompensasi dan keterkaitan antara
sistem vestibular dan propioseptor.
d. Kesan (sensasi)
Saat pertama kali berputar aliran endolimfe akan mengalir berlawanan
arah dengan arah putar sehingga kupula bergerak sesuai dengan arah
endolimfe. Dengan demikian OP merasa arah putaran pada saat
pertama kali berlawanan arah dengan arah [utar sesungguhnya. Bila
kecepatan putar menetap sehingga tak ada percepatan yang dihasilkan,
kupula akan kembali ke posisi normal sehingga OP merasa tidak ada
perputaran yang terjadi. Saat kecepatan mulai diturunkan (deselerasi)
cairan endolimfe akan mengalir searah dengan arah putar sehingga
kupula akan melekuk ke arah putar. Hal ini menjelaskan mengapa pada
saat kecepatan putar diturunkan OP merasa berputar ke arah putaran
sesungguhnya. Kupula membutuhkan waktu sekitar 25-30 detik untuk
kembali ke posisi normal setelah melekuk hal ini menjelaskan
mengapa OP masih merasa berputar pada saat putaran telah dihentikan.

B. Pemeriksaan Pendengaran
Pada percobaan Rinne hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang
pada telinga yang diperiksa dibandingkan. Saat penala digetarkan,pada prosessus
mastoideus, terdengar suara dengungan, baik ditelinga kiri maupun telinga kanan
pada orang percobaan. Begitu pula saat digetarkan di udara, tanpa menyentuh
prosessus mastoideus, suara dengungan terdengar jelas. Pada Orang Percobaan
44

didapatkan semua hasil positif yaitu masih mendengar dengungan melalui
hantaran aerotimpanal berarti fungsi pendengaran masih berfungsi dengan baik.
Cara Weber ini bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang antara
kedua telinga pasien. Cara kerja pemeriksaan ini telah di jelaskan di atas.
Interpretasi dari hasil pemeriksaan weber ini adalah jika telinga pasien mendengar
lebih keras pada satu telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut,
biasanya terjadi pada keadaan tuli konduktif atau saat telinga ditutup. Dan jika
kedua telinga pasien sama-sama mendengar dengan jelas tanpa ada salah satu
yang mengalami lateralisasi menunjukan telinga dalam keadaan normal. Pada tuli
perseptif/sensorik lateralisasi akan terjadi pada telinga yang normal. Getaran
melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan
terdengar di seluruh bagian kepala.
Cara Schwabach bertujuan untuk membandingkan daya transport suara
melalui tulang mastoid antara pemeriksa ( normal) dengan Probandus (OP). Dasar
dari tes ini adalah gelombang-gelombang dalam endolimfe dapat ditimbulkan oleh
getaran yang datang melalui tekorak khususnya os. Temporale. Bila OP sudah
tidak mendengar suara namun pemeriksa masih mendengar suara pada garputala
maka tes schwabach memendek. Namun bila OP sudah tidak medengar suara lagi
pada garputala begitu juga dengan pemeriksa maka tes schwabach normal atau
memanjang. Perlu dilakukan tes lagi yang dimulai dari pemeriksa. Bila pemeriksa
tidak medengar suara dari garputala begitu pula dengan OP, maka tes schwabach
normal, namun bila OP masih juga mendengar suara maka tes schwabach
memanjang.

Pertanyaan
1. Apa maksud tindakan penundukan kepala OP 30
o
ke depan?
Jawab: kanalis semisirkularis mempunyai posisi anatomi terangkat 30
o
,
dengan demikian bila kepala ditundukkan ke depan dengan sudut 30
o
maka
kanalis semisirkularis lateral akan berada pada posisi horizontal.
2. Apa yang saudara harapkan terjadi pada OP ketika berjalan lurus ke depan
setelah berputar 10 kali searah dengan jarum jam?
Jawab: OP seharusnya berjalan sempoyongan dengan deviasi ke kanan.
45

3. Bagaimana keterangannya?
Jawab: saat dilakukan gerakan pertama kali aliran endolimfe bergerak
berlawanan arah dengan arah putaran sedangkan setelah rotasi dihentikan
aliran endolimfe bergerak searah dengan putaran. Gerakan endolimfe akan
menyebabkan penekukan kupula ke kanan. Keadaan ini menyebabkan OP
mengalami ketidakseimbangan berupa deviasi ke kanan ketika diminta
untuk berjalan lurus ke depan.
4. Bagaimana pengaruh sikap kepala dan mata terhadap keseimbangan
badan?
Jawab: saat mata terbuka masukan informasi keseimbangan berasal dari
penglihatan, posisi kepala dan otot-otot penompang tubuh. Bila mata
ditutup dan kepala dimiringkan hal ini akan memberikan kesukaran bagi
OP untuk mempertahankan keseimbangannya sehingga saat diminta
berjalan lurus OP cenderung berjalan dengan deviasi ke arah dimana
kepala dimiringkan.
5. Apa yang dimaksud dengan nistagmus pemutaran dan nistagmus pasca
pemutaran?
Jawab: nistagumus pemutaran adalah gerakan involunter searah rotasi
ketika rotasi sedang berlangsung. Sedangkan nistagmus pascapemutaran
adalah bila nistagmus komponen cepat berlawanan arah dengan arah rotasi
saat rotasi telah dihentikan.
6. Bagaimana keterangan terjadinya penyimpangan penunjukan?
Jawab: karena sesaat pascapemutaran aliran endolimfe masih bergerak
searah rotasi sehingga kupula masih menekuk. Hal ini menyebabkan OP
tidak bisa memfokuskan gerakan tangannya untuk menyentuh jari
pemeriksa. Devisasi cenderung ke arah kanan, sesuai arah rotasi.
7. Apa maksud penundukan kepala OP 120
o
dari posisi tegak?
Jawab: agar kanalis semisrkularis posterior sejajar dengan bidang
horizontal.


46

8. Apa maksud tindakan memiringkan kepala ke bahu kanan dan
menengadahkan kepala ke belakang? Terangkan.
Jawab: kepala dimiringkan ke bahu kanan sebesar 90
o
agar kanalis
semisirkularis anterior sejajar dengan bidang horizontal. Kepala
ditengadahkan ke belakang membentuk sudut 60
o
agar kanalis
semisirkularis posterior sejajar dengan bidang horizontal.
9. Dengan jenis hantaran apa OP mendengar dengungan pada peletakkan
ujung penala pada prosesus mastiodeus?
Jawab: jenis hantaran tulang.
10. Dengan jenis hantaran apa OP mendengar dengungan pada saat penala
diletakkan di depan liang telinga?
Jawab:jenis hantaran udara atau aerotimpani.
11. Apakah yang dimaksud dengan lateralisasi?
Jawab: peristiwa terdengarnya dengungan penala yang lebih kuat pada
salah satu telinga.
12. Kemanakah arah lateralisasi pada saat telinga ditutup dan kemana arah
lateralisasinya, terangkan mekanismenya?
Jawab: arah lateralisasi ke telinga yang ditutup.
Mekanisme lateralisasi:
Gelombang suara ditransmisikan ke tulang tengkorakcairan endolimfe
dalam telingaaktivasi sel rambutpersepsi suara
Lateralisasi konduktif terjadi bila hantaran tulang lebih besar dari hantaran
udara.
Lateralisasi tuli sensoris ke arah telinga sehat karena saraf pendengarannya
terganggu.






47

13. Apa tujuan pemeriksaan pendengaran dengan penala di klinik? Bagaimana
interpretasi masing-masing pemeriksaan?
Jawab: untuk membedakan tuli saraf dengan tuli hantar.
schwabach Rinne Bing Weber
Tuli saraf Memendek Positif positif Lateralisasi
ke arah
telinga sehat
Tuli
konduktif
Memanjang Negatif Indeferent Lateralisasi
ke arah
telinga sakit


48

PENUTUP
I. Kesimpulan
1. Praktikum Fisiologi 1 : gangguan refraksi
Pada praktikum ini telah dipelajari bagaimana proses fisiologis
mata sejak mendapat rangsang cahaya hingga terinterpretasi sebagai
sebuah objek bagi penglihatan. Dan dari proses awal stimulus hingga
interpretasi objek itu telah dipahami berbagai pemeriksaan untuk
melihat dan menentukan berbagai keadaan pada penglihatan yang
diantaranya kelainan refraksi, timbulnya diplopia,bagaimana terjadinya
reflex pupil langsung dan tidak langsung, fisiologi bintik buta terhadap
fovea sentralis dan bagaimana mekanisme buta warna organik dan
fungsional.

2. Praktikum Fisiologi 2 : Penghidu dan Pengecapan
Organ pengecapan memiliki reseptor pengecap berupa
kemoreseptor yang terdapat pada papil lidah, yang dapat berikatan
dengan zat kimia sehingga menimbulkan impuls saraf lalu diteruskan
ke sistem limbik (pengolahan emosional dan perilaku) dan ke korteks
melalui talamus (persepsi sadar dan diskrimansi halus). Perbedaan
ketanggapan atau ambang pengecapan disebabkan oleh adanya
perbedaan kepekaan tiap-tiap reseptor yang terdapat pada papil lidah
dan jumlah kandungan zat kimia dalam cairan yang diberikan.

3. Praktikum Fisiologi 3 : gangguan penginderaan (fisiologi sikap,
keseimbangan dan pendengaran)
Posisi kepala dan rotasi akan memberikan rangsangan terhadap
kanalis semisirkularis.
Mata dan posisi kepala mempengaruhi keseimbangan
seseorang.
Komponen cepat nistagmus pascarotasi berlawanan dengan
arah rotasi sedangkan komponen lambat searah dengan rotasi.
49

Arah penunjukan pascarotasi akan berdeviasi ke arah rotasi
yang dilakukan.
Aliran endolimfe akan mempengaruhi kesan terhadap arah
rotasi yang terjadi.
Kanalis semisirkularis mendeteksi mendeteksi akselerasi atau
deselerasi angular atau rotasional kepala.
OP dapat mendengar dengungan penala dengan baik. Dengan
demikian dapat disimpulkan telinga OP masih bekerja dengan
normal.























50

DAFTAR PUSTAKA

1. Raff H, Levitzky M. Medical physiology. McGraw-Hill, 2011. (ebook)
2. Saladin. Anatomy & physiology. Edisi 3. McGraw-Hill, 2003. (ebook)
3. Marieb EN, Hoehn K. Human anatomy & physiology. Edisi 7. (ebook)
4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar telinga
hidung tenggorok kepala & leher. Edisi 6. Jakarta: FKUI, 2007.
5. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata FKUI. Edisi Ketiga. Jakarta: EGC; 2004
6. Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama
7. Ganong WF. Review of medical physiology. 22
nd
edition. Mc Graw Hills
Company: San Fransisco. 2005.
8. Sherwood L. Human Physiology from Cells to System, 7
th
Edition.
Australia. Brooks/Cole Cengange Learning. 2011.
9. Froetscher M & Baehr M. Duus Topical Diagnosis in Neurology. 4thedition.
2005. Stuttgart : Thieme. p 130 137.
10. Mardjono Mahar & Sidharta Priguna. Neurologi klinis dasar. Edisi V. jakarta :
dian rakyat. 2004. p 116 126.
11. Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi Penglihatan Sentral. Dalam : Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. 1997. Jakarta : EGC. p 825.
12. Lumbantobing S. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta :
Balai Penerbit ]FKUI. 2006. p 25 46.
13. Ilyas Sidharta. Pemeriksaan Pupil. Dalam : Ilmu Penyakit Mata.Edisi Ketiga.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. p 31 33.

You might also like