You are on page 1of 36

Dr. Herdiman B Purba, Sp.

KFR-K
PENDAHULUAN
Disabilitas gangguan neurologis sering kita
temui dalam praktek sehari hari


Lesi pada sistem saraf secara fungsional
dapat me kualitas hidup penderitanya.
Program rehabilitasi

Gangguan neurologis disusun dengan
memperhatikan proses alami pemulihan
neurologis penyakit yang mendasarinya.


Rehabilitasi harus memperhatikan proses alami
& prinsip perjalanan penyakit yang
mendasarinya.
PRINSIP PENATALAKSANAAN REHABILITASI
1. Simptom & gejala klinis harus diterjemahkan dalam gangguan fungsional apa
yang dihadapi pasien.
2. Kemampuan fungsional penderita dibandingkan dengan defisit neurologis.
3. Konsep penatalaksanaan secara spiral, dimana asesmen pertama
menentukan suatu program yang setiap kali direvisi sesuai dengan tahapan
pemulihan atau perubahan yang terjadi.
4. Rehabilitasi harus bekerjasama dalam tim secara multidisiplin.
5. Rehabilitasi memperhatikan seluruh aspek di luar medis yang menjadi
masalah penderita, misalnya bagaimana pasien mampu pergi ke toilet, baik
cara maupun bagaimana memakai peralatan toilet secara aman.

PROGNOSIS & OUTCOME FUNGSIONAL
Menetapkan prognosis langkah penting selanjutnya ~
outcome fungsional.

Memperkirakan sampai sejauh mana pasien akan pulih,
dan dalam waktu berapa lama ?

Apakah ia akan mandiri ?

Atau apakah perlu modifikasi lingkungan untuk
mendukung kemandiriannya ?
Neuroregenerasi / Neurorehabilitasi / Neuropastisitas

Menggunakan prinsip regenerasi sistim saraf baik
susunan saraf pusat maupun susunan saraf tepi.
Neurorehabilitasi :

Memperbaiki / merestorasi & memaksimal-kan fungsi
yang tersisa atau fungsi yang hilang karena
terjadinya impairment baik akibat penyakit /
trauma pada susunan saraf.

Pengaruh faktor neurotropik
misal : Pengaruh Schwann cell dan NGF
(Nervegrowth Factor) pada lesi susunan saraf
tepi dengan degenerasi Wallerian.
Dibedakan lokasi lesi
misal : - Lesi pada axon, maka pemulihan bersifat
reversibel.
- Lesi pada nucleus body misal pada
anterior horn cell, maka pemulihan
bersifat irreversibel.
Neuroplastisitas susunan saraf
tepi :

Neuroplastisitas pada susunan
saraf pusat :

Keterbatasan regenerasi susunan saraf pusat
1. Neuron bersifat paska mitotik jumlah stem
sell sedikit.
2. Sel-sel glia seperti astrocyt dan
oligodendrocytes bersifat inhibisi terhadap
pertumbuhan axon.

Reorganisasi sistim somatosensori atau cortex
sensori yang terlihat secara klinis dengan
adanya fenomena fantom pasca amputasi
anggota gerak.

WHO, 1980 : I C I D H
International Classification of
Impairments, Disability and Handicap.

WHO, 2001 : I C H
International Classification of
Functioning, Disability and Health.
Pada proses pembelajaran neural terjadi modifikasi
dalam kekuatan hubungan antar neuron (neural
network) yang khas bagi tiap individu (amat
individual).
Berbagai bukti menemukan bahwa modifikasi
hubungan antar neuron tergantung dari aktifitas
impuls jaras sensasi atau sensory pathway dan sifat
stimulasi sensasi.
Representasi somatosensori di kortikal bersifat
plastis dan diinduksi melalui berbagai cara, antara
lain melalui berubahnya atau hilangnya impuls
yang diperoleh
Neuroplastisitas sendiri diartikan sebagai
kemampuan struktur otak dan fungsinya yang
terkait untuk tetap berkembang karena adanya
suatu stimulasi.
Stimulasi sensori yang diterima otak memodifikasi
struktur dan fungsi bagian otak tertentu yang
bersifat stabil, diman terjadi modifikasi dari
jaringan dendrit sel neuron maupun akson,
sehingga timbul hubungan antar sel neuron yang
lebih banyak.
Plastisitas dapat terjadi melalui beberapa proses
antara lain perubahan reseptor, collateral sprouting,
unmasking of preexisting pathway dan lain-lain.

Korteks sensori primer terdiri dari berbagai area
representasi badan dalam topografi yang teratur, sistematis
dan tidak berubah.

Meskipun demikian karena sifat plastisitasnya akan
beradaptasi dan bermodifikasi dengan adanya berbagai
pengalaman sensori.
HOMUNCULUS
(LITTLE MAN IN THE BRAIN)
DARI PENFIELD
Why do they behave like that
Successful rehabilitation program depend on
Timing of rehabilitation recovery process
Which phase early phase
recovery phase
later phase
Location and amount of brain damage
Other disease or risk factors
Other complication
Other higher cerebral function
Recovery
Specialization in hemisphere concept
REHABILITATION :
IT IS A LEARNING PROCESS OR
RE LEARNING PROCESS TO FUNCTION AGAIN
IN THE COMUNITY

TEORI REHABILITASI PADA KASUS NEUROLOGIS
Plastisitas dan respons sistem saraf yang intak terhadap kerusakan
membentuk dasar teori rehabilitasi. Fungsi abnormal dari sistem
saraf akibat penyakit ataupun lesi tidak dapat dipisahkan dari
konsep pemulihan.

Didapatkan suatu kontinuitas antara lesi atau penyakit, terjadinya
perubahan sistem saraf pusat (plastisitas, pemulihan atau
maladaptasi) sampai ke pembentukan kondisi kronis atau yang
disebut defisit neurologis yang menetap atau permanen.

Dengan memperhatikan proses alami seperti ini maka program
terapi rehabilitasi yang realistis dapat disusun.
SINDROMA NEUROLOGIS KLINIS
Lokasi, tipe & beratnya neuropatologi gangguan
otak mempunyai korelasi dengan gangguan
fungsi dan perilaku yang dapat diperkirakan
sebelumnya.

SINDROMA NEUROLOGIS
KLINIS
Agar dapat memahami kekhususan korelasi ini
sangat bervariasi, tergantung pada banyak
faktor, termasuk antara lain :


1. Luasnya lokasi, penyebaran dan lateralisasi
fungsi otak yang khusus.
2. Lesi yang terjadi fokal atau merupakan efek
simultan dari sistem neurologis multiple.
3. Kemampuan untuk mengenali dan mengukur
masalah klinis tertentu
4. Pengetahuan mutakhir mengenai hubungan
otak perilaku dalam pertimbangan tertentu.
5. Ketidakjelasan gejala klinis fokal yang tertutup
impairment global (misalnya arousal rendah,
confusion)
6. Perubahan yang terjadi setelah plastisitas dan
pemulihan yang mengubah korelasi klinis
anatomis yang umum.

Perencanaan program rehabilitasi sebaiknya
memperhatikan hal berikut :
1. Diagnosis neurologis spesifik mengidentifikasi etiologi
yang mendasari masalah impairment dan disabilitas.

2. Prognosis membentuk dasar untuk merencanakan goal
& outcome fungsional, sehingga arahan dan strategi
terapi yang realistis dapat ditentukan, begitu pula
keterbatasan pemulihan dapat diperkirakan.

3. Melalui proses alami penyakit atau lesi yang
menyebabkan gangguan, kita dapat memprediksi
lamanya perawatan di rumah sakit, terapi rawat jalan
lanjutan dan kemungkinan modifikasi lingkungan yang
sudah harus dipersiapkan.
HEALTH PHILOSOPHY
Promotion
Prevention
Diagnostic
Curativ / treatment
Rehabilitation
Rehabilitation
REHABILITATION SERVICES
Institutional Based Rehabilitation / IBR

Outreached Services

Community Based Rehabilitation / CBR
Hemiparesis pasca strok
Subluksasi sendi bahu
Derajat subluksasi sendi bahu
Kemandirian AKS
Makan Kebersihan diri Berpakaian Mobilitas
Hanna H, 1999
TERIMA KASIH

You might also like