You are on page 1of 10

SEPUTAR

"ARBITRASE INSTITUSIONAL"
DAN "ARBITRASE AD-HOC"
Ol eh: H. I AFAR SI DI K.
Abstract
Law of Arbitration is "Law of the Parties" and
"Law of Procedure". The parties
have the rights to chose the Forum of the Settlement of Disputes whether
institutional arbitration or ad-hoc arbitration. The paper identified about
lnstitutional Arbitration or Ad-Hoc Arbitration. These include: the Term and
Definition of Arbitration, the Classification of Arbitration, the Dffirence of
Institutional and Ad-Hoc Arbitration, the Existence, etc. in perspective of RI Law
Number 30
/
1999 concerning Arbitation and Alternative Dispute Resolution.
A. Pendahuluan
Dal am hubungan bi sni s kadangkal a seri ng terj adi sesuatu hal yang
berada di l uar kehendak
[paral
pi hak, sehi ngga sal ah satu pi hak ti dak
dapat memenuhi kewaj i bannya kepada pi hak l ai nnya, bai k karena
keterl ambatan
pekerj aan, perubahan kebi j akan perekonomi an di dal am
negeri , atau karena al asan-al asan l ai nnya. Hal i ni acapkal i mel ahi rkan
persengketaan di antara mereka.
r
Arbi trase merupakan sal ah satu i nstrumen dal am penyel esai an
sengketa para pi hak di l uar pengadi l an tel ah berkembang sangat bai k.
Dalam praktek terdapat 2
[dual
macam arbitrase, yaitu Arbitrase
Institusional dan Arbitr ase Ad-H oc.
Hukum Arbi trase adal ah Hukum Para Pi hak dan memi l i ki Hukum
Prosedur sendi ri ("Law of the Porti es" Qnd
"Law
of Procedure"
).2
Para
Pi hak memi l i ki hak penuh untuk memi l i h fbrum penyel esai an sengketa di
antara para pi hak tersebut: apakah mel al ui Arbi trase Insti tusi onal atau
Arbitrase.A d-Hoc.
Tulisan ini akan menguraikan hal-hal pokok antara lain tentang
i sti l ah dan pengerti an arbi trase,
j eni s-j eni s
arbi trase, perbedaan arbi trase
institusional dan arbitrase ad-hoc, eksistensinya, dst. dalam persfektif UU
No.30 Tahun 1999 tentang Arbi trase dan Al ternati f Penyel esai an Sengketa.
B. Pembahasan
1. Pengertian Arbitrase.
1
Hual a Adol f. Arbi trose Komersi ol l nternosi onol . Edi si Revi si , Cetakan ke-3, Penerbi t PT. Raj aGrafi ndo
Persada, Jakarta, 2OO2.
2
Priyatna Abdurrasyid. Arbitrose & Alternotif Penyelesoion Sengketa, Suotu Pengontar. Penerbit PT.Fikahati
bekerj asama dengan Badan Arbi trase Nasi onal Indonesi a (BANI), Cetakan Pertama, Jakarta,2OO2, hl m.57 .
26 Jurnal
I l mu Hukum Wacana Paramart a
Beberapa batasan tentang Arbitrase dapat dikemukakan antara
l ai n: 3
Black's Law Dictionary bahwa:
"
Arbitration. The reference of a dispute to an impartial (third) person
chosen by the porties to the dispute who agree in advance to abide by the
arbitrator's award issued after hearing at which both parties have an
opportunity to be heard. An arrangement
for
taking and abiding by the
judgment of selected persons in some disputed metter, instead of carrying it
to established tribunals of
justice,
and its intended to avoid the
formalities,
the delay, the expense and vexationof ordinary litigation".
Subekti mengatakan bahwa:
" Arbitrase itu adalah penyelesaian suatu
perselisihan (perkara) oleh
seorang atau beberapa orang wasit
[arbiterJ
yang bersama-sama ditunjuk
oleh para pihak yang berperkara dengan tidak diselesaikan lewat
pengadilan ".
Priyatna Abdurrasyid mengatakan bahwa:
" Arbitrase adalah salah satu mekanisme alternatif
penyelesaian sengketa
-
aps yang merupakan bentuk tindakan hukum yang diakui oleh undang-
undang dimana salah satu
pihak atau lebih menyerahkan sengketanya
-
ketidaksefahamannya
-
ketidak sepakatannya dengan satu pihak lain atau
lebih kepada satu orang
farbiter)
atau lebih
[arbiter
-
arbiter
-
majelis)
ahli yang professional, yang akan bertindak sebagai hakim/peradilan
swasta yang akan menerapkan tata cara hukum Negara yang berlaku atau
menerapkan tata cara hukum perdamaian yang telah disepakati bersama
oleh para pihak tersebut terdahulu untuk sampai kepada putusan yang
final dan mengikat. Oleh karena itu dikatakan bahwa arbitra*se adalah
hukum prosedur dan hukum para pihak ( "law ofprocedure" dan
"law of
the parties"
).
Selain putusan arbiter yang final dan mengikat dikenal pula
pendapat mengikat ("binding opinion"
-
"binded adves").
Pengertian Arbitrase menurut UU No.30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
I
selanjutnya disebut
juga
UU No.30 Tahun 1.999) bahwa:
a
"Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa
perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada Perrjanjian Arbitrase
yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa."
"Perjanjian Arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa Klausula Arbitrase
yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat
para pihak
sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri
yang
dibuat para pihak setelah timbul sengketa".
t
Pri yatna Abdurrasyi d, l bi d., hl m, 55
-
56.
n
Pasal 1 angka 1 dan angka 3 UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbi trase dan Al ternati f Penyel esai an
Sengketa.
Jrrrnal I l mu Hukum W-acana Paramart a 27
2.
fenis-fenis
Arbitrase
Sutan Remy Sjahdeini mengemukakan terdapat dua macam
arbitrase,
yaitu
[a)
Arbitrase Ad-Hoc; dan
[b)
Arbitrase Institusional'
Menurut Ketentuan UU No.30 Tahun 1999 baik Arbitrase Ad-Hoc maupun
Arbitrase Institusional dapat digunakan.
s
(a) Arbitrase Ad-Hoc.
Arbitrase Ad-Hoc disebut
juga
sebagai arbitrase volunter.
Ketentuan
dalam Reglement Rechtvordering
(Rv) mengenal adanya
Arbitrase Ad-Hoc. Pada Pasal 615 ayat (1) Rv. Arbitrase Ad-Hoc adalah
Arbitrase
yang dibentuk khusus untuk menyelesaikan
atau memutus
perselisihan tertentu, atau dengan kata lain Arbitrase Ad-Hoc bersifat
insidentil.
o
Menurut Sutan Remy Sjahdeini bahwa Arbitrase Ad-Hoc bersifat
sekali
pakai (eenmalig
).
Berarti, setelah
para Wasit atau Arbiter
menjalankan tugasnya, maka Arbiter atau Majelis Arbiter
yang memeriksa
sengketa itu bubar. Para Arbiter dari Arbitrase Ad-Hoc dipilih sendiri
oleh para pihak yang bersengketa dan para Arbiter menyelesaikan
sengketa itu berdasarkan
peraturan prosedur yang ditetapkan sendiri oleh
para pihak.
z
Pasal 13 ayat
[1)
dan ayat (2) uu No.30 Tahun 1999 menyebutkan
bahwa:
,,Dalam
hal para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan
mengenai pemilihan arbiter atau tidak ada ketentuan
yang dibuat
mengenai
pengangkatan arbiter, Ketua Pengadilan Negeri
menunjuk arbiter atau majelis arbitrase".
Dalam suatu arbitrase od-hoc bagi setiap ketidaksepakatan
dalam
penunjukan seorang atau beberapa arbiter, para pihak dapat
mengajukan
permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri"' '
Guna mengetahui dan menentukan Arbitrase
jenis ,Ad-Hoc atau
Institusional
yang disepakati
para pihak, dapat dilihat melalui rumusan
Klausula Arbitrase dalam akta perjanjian yang dibuat sebelum terjadi
sengketa
"pactum de compromittendo" atau"pactum de contrahendo"
atau
akta perjanjian yang dibuat setelah terjadinya sengketa
"acta
von
Sutan Remy Sj ahdeni . "penyel esai an Sengketa Perbankan Mel al ui Arbi trase". l ndonesi a Arbi troti on
Quorterly
Newsletter. Number 6 |
2OO9., diterbitkan oleh BANI Arbitrotion center.
A.Rahmat Rosyadi dan Ngatino. Arbitrose dotam Perspektif tstom don Hukum Positif. Penerbit PT.Citra
Adi tya Bakti , BandunS, 2O02, hl m. 79.
Sutan Remy Sj ahdeni , l bi d.
28 Jurnal
Ilmu Hukum Vacana Paramarta
compromis",
yang menyatakan bahwa
perselisihan akan diselesaikan oleh
Arbitrase.
8
Apabila dalam Klausula Arbitrase menyebutkan bahwa arbitrase
yang akan menyelesaikan
perselisihan adalah arbitrase
perorangan,
jenis
arbitrase
yang disepakati adalah Arbitrase Ad-Hoc'
Ciri
pokok Arbitrase Ad-Hoc adalah
penunjukkan para arbiternya
secara perorangan oleh masing-masing
pihak yang bersengketa.
Walaupun
demikian, di antara salah satu dari 3
[tiga]
arbiter harus ada arbiter
yang
netral yang tidak ditunjuk oleh para pihak. Pada prinsipnya Arbiter Ad-Hoc
tidak terikat atau terkait dengan salah satu Lembaga atau Badan Arbitrase'
Jenis
arbitrase ini tidak memiliki aturan atau cara tersendiri mengenai tata
cara pemeriksaan sengketa seperti halnya Arbirase Institusional' Akan
tetapi, dalam melaksanakan acaranya sedapat mungkin mengacu kepada
undang-undang
yang berlaku.
Dalam
praktek Arbitrase Ad-Hoc seringkali menemui kesulitan,
antara lain:
e
[1)
karena sukar untuk mengangkat arbiter, mengingat
para pihak
seringkali tidak menyetujui para arbiter ini secara bersama;
(2J karena adanya kurang paham dari para pihak pada waktu
merumuskan Klausula Arbitrase'
Pasal 12 ayat
[1)
dan ayat (2) uu No.30 Tahun 1999 terdapat
syarat-syarat
untuk dapat ditunjuk atau diangkat sebagai Arbiter, sebagai
berikut:
[1J
cakap melakukan tindakan hukum;
[2)
berumur
paling rendah 35 tahun;
(3) tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai
dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa;
(a) tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas
putusan arbitrase; dan
[5)
memiliki
pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya
paling sedikit 15 tahun.
t6)
Hakim,
iaksa,
panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak dapat
ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter.
Berdasarkan ketentuan itu penunjukkan dan pengangkatan Arbiter
tidak dapat dilakukan sembarangan. Arbiter
yang ditunjuk oleh para pihak
Sudargo Gautama. undong-l Jndong Arbi trose Boru 7ggg. Penerbi t PT.Ci tra Adi tya Bakti , Bandung,1999,
hl m. 30.
Sudar go Gaut ama, / bi d. hl m. 31.
Jurnal
Ilmu Hukum Wacana Paramarta
dalam
penyelesaian
sengketa
melalui Arbitrase
Ad-Hoc harus memenuhi
per syar at anpenunj ukkandanpengangkat anAr bi t er sebagai manayang
diatur dalam
UU No' 30 Tahun 1999'
[b)
Arbitrase
Institusional.
Menurut
Sutan Remy Sjahdeini
bahwa Arbitrase
Institusional
merupakan
suatu badan arbitrase
permanen yang telah mempunyai
peraturan
prosedur tersendiri untuk menyelesaikan
setiap sengketa
yang
di peri ksanYa. l o
Menurut
M. Yahya Harahap bahwa Arbitrase
Institusional
sengaia
didirikan
untuk menangani
sengketa
yang mungkin timbul bagi mereka
yang menghendaki
penyelesaian di luar
pengadilan'
Arbitrase ini
mer upakansat uwadahyangsengai adi di r i kanunt ukmenampung
perselisihan
yang timbul dari
perjanjian' Suyud Margono
sebagaimana
aimtir
pula oleh A. Rahmat Rosyadi dan Ngatino
mengatakan
bahwa
Arbitrase
Institusional
(lnstitusional
ArbitrationJ
merupakan
lembaga atau
badan
arbitrase
yang bersifat
permanen, sehingga
disebut
"Permanent
Arbital BodY".tr
Arbitrase
Institusional
bersifat
permanen, ia tetap ada meskipun
perselisihan
yang ditangani telah selesai diputus. Sedangkan
Arbitrase
Ad-
Hoc bersifat
insidentil,
ia akan berakhir keberadaannya
setelah sengketa
yang ditangani
selesai diputus. Selain itu, dalam
pendirian Arbitrase
Institusional
sebagai lembaga atau badan
yang bersifat
permanen, di
dalarnnya
terdapat susunan organisasi
serta ketentuan-ketentuan
tentang
tata cara
pengangkatan arbiter dan tata cara
pemeriksaan
persbngketaan
secara baku
yang mengacu
pada undang-undang
yang berlaku'
Menurut
Gunawan
Widjaja bahwa faktor kesengaiaan
dan
permanen ini merupakan
ciri pembeda dengan Arbitrase
Ad-Hoc' Selain
itu Arbitrase
Institusional
ini sudah ada sebelum
sengketa
timbul
yang
berbeda
dengan Arbitrase Ad-Hoc
yang baru dibentuk setelah
perselisihan
timbul. Selain itu Arbitrase
Institusional
ini berdiri untuk selamanya
dan
tidak bubar meskipun
perselisihan
yang ditangani telah selesai.
rz
Arbitrase
Institusional
ini menyediakan
jasa
administrasi
arbitrase
yangmel i put i pengawasant er hadappr osesar bi t r ase, at ur an- at ur an
prosedural sebagai
pedornan bagi
para pihak dan
pengangkatan
para
Arbiter.
to
Sutan RemY Sj ahdei ni , l bi d.
11
A.Rahmat Rosyadi dan Ngati no, ,bt4 hl m' 81'
t,
Gunawan wi dj aj a. Al teri oti f Penyel esoi on sengketo. Edi si l , cetakan Kedua, Penerbi t PT' Raj aGrafi ndo
Persada, Jakarta, Juni 2OO2, hl m.107'
30
Jurnal
Ilmu Hukum Wacana Paramarta
Gunawan Widjaja mengemukakan terdapat beberapa lembaga yang
menyediakan
jasa
arbitrase, yaitu:
13
[a)
Arbitrase Institusional yang bersifat nasional, yaitu arbitrase yang
ruang lingkup keberadaan dan yurisdiksinya hanya meliputi
kawasan Negara yang bersangkutan. Misalnya:
Lembaga Arbitrase Institusional di Indonesia, antara lain:
[1J
Badan Arbitrase Nasional Indonesia
-
BANI
(The
National Board of Arbitration
);
1a
[2J
Badan Arbitrase Syariah Nasional Indonesia
IBASYARNASJ.
1s
Lembaga Arbitrase Institusional di Negara Lain, antara lain:
(1) Nederlands Arbitrage Instituut;
(2) The
Japan
Commercial Arbitration Association;
(3) The American Arbitration Association;
(4) The British Institute of Arbitrators.
tb)
Arbitrasi Institusional yang bersifat internasional, yaitu arbitrase
yang ruang lingkup keberadaan dan yurisdiksinya bersifat
internasional. Misalnya:
(7) Court of Arbitration of The International Chamber of Commerce
I
disingkat
"ICC"
);
Q)
fhe International Center
for
Settlement of Investment Disputes (
disingkat
"lCSID");
(3) UNCITRAL Arbitration Rule
I
disingkat
"UAR"
)
(c) Arbitrase Institusional yang bersifat regional, yaitu arbitrase yang
ruang lingkup keberadaan dan yurisdiksinya berwawasan regional.
Misalnya:
(1) Regional Centre
for
Arbitration, yang didirikan oleb. Asia-
Africa Legal Consultotive Committee ( AALCC
).
Keberadaan dari Arbitrase Institusional dan Arbitrase Ad-Hoc ini
juga
diakui dalam UU No.30 Tahun 1999.
3. Pengelompokan Penyelesaian Sengketa Perdata melalui
Arbitrase.
Priyatna Abdurrasyid memberikan pengelompokkan "cose
tracking" manajemen penyelesaian suatu sengketa perdata melalui
arbitrase dalam 3
ftiga)
kategori, yaitu:
16
[a)
Fast Track
fJalur
Cepat).
Yaitu untuk penyelesaian sengketa-sengketa
yang dapat
dituntaskan dengan segera.
(b) Standard Track (falur BiasaJ.
tt
Guna"ran widjaja, tbid.
tn
Anggaran Dasar B A N l . Li hat Sudargo Gautama. Aneko Hukum Arbi trase (Ke Aroh Hukum Arbi trose
l ndonesi o Yong Boru). Penerbi t PT. Ci tra Adi tya Bakti , Bandung, 1996, hl m. 339
-
366.
t t
Anggar anDasar BASYARNAS. Li hat A. Rahmat Rosyadi danNgat i no, l bi d, hl m. t 33- 147.
16
Pri yatna Abdurrasyi d, l bi d.,hl m.t4.
Jurnal
Il mu Hukum Wacana Paramarta 31
Yaitu untuk
penyelesaian berbagai sengketa
yang rutin.
tc)
Complex Track (falur Komplikatif).
Yaitu untuk
penyelesaian sengketa yang kompleks karena
sengketanya,
jumlah pihak atau karena sebab-sebab lain.
4. Perbandingan Arbitrase Institusional versus Arbitrase Ad'Hoc.
Menurut Madjedi Hasan telah melakukan
pengkajian yang
mendalam terhadap Rules & Procedures BANI Arbitrqtion Center sebagai
Arbitrase Institusional dibandingkan dengan Rules & Procedures UNCITRAL
(1976) sebagai Arbitrase Ad-Hoc.
17
Arbitrase melalui institusi bahwa administrasi
proses dilaksanakan
atau diawasi oleh suatu organisasi menurut aturan-aturan arbitrase dari
institusi itu sendiri.
Administrasi oleh institusi bertujuan untuk membantu kelancaran
proses arbitrase, namun demikian tidak mencampuri
penyelesaian
sengketa
yang ditangani oleh para Arbiter. Dengan memilih Arbitrase
Institusional, maka para pihak dapat mengandalkan
pada keahlian dan
sumber daya dari institusi, termasuk dalam memilih Arbiter, dan untuk
melakukan administrasi arbitrase. Dalam pelaksanaan, lembaga atau
badan arbitrase ini menjamin dipatuhinya
prosedur pelaksanaan arbitrase
dan manakala salah satu pihak tidak kooperatif, maka lembaga atau badan
arbitrase tersebut dapat mengingatkan
pihak yang mempersulit atau para
arbiter yang menunda persidangan,
Dalam Arbitrase Ad-Hoc tidak terdapat administrasi fo.rmal oleh
suatu organisasi, dan para pihak bersepakat untuk menggunakan
seperangkat aturan yang dibuatnya sendiri, prosedur dari salah satu badan
arbitrase tertentu, aturan tertentu yang tidak terkait dengan suatu badan
tertentu seperti IINCITRAL Arbitration Rules (1976) atau meminta Majelis
Arbitrase untuk menetapkan aturan dan prosedur.
Arbitrase Ad-Hoc seringkali dianggap berbiaya yang lebih rendah'
Hal ini berkaitan dengan proses arbitrase yang dilaksanakan oleh Majelis
dan karenanya tidak ada tambahan biaya untuk
iasa
(dan biaya institusi).
Arbitrase Ad-Hoc dapat lebih fleksibel daripada Arbitrase Institusional,
dipandang dari bagaimana arbitrase dilaksanakan dan efektivitasnya akan
tergantung
pada keriasama antara para pihak dan kuasanya' Namun
demikian,
permasalahan sering timbul, terutama pada dimulainya
proses,
yang kemudian sering memerlukan intervensi dari pengadilan, yang
tt
Madiedi Hasan. "Arbitrase Institusional versus Ad-Hoc". tndonesio Arbitration Quarterly
Newsletter.
Number 9 /
20t0, diterbitkan oleh BANI Arbitration Center.
32 Jurnal Ilmu llukum Wacana Paramarta
biayanya dapat lebih tinggi daripada biaya menggunakan Arbitrasi
Institusional. Karena itu itikad baik dengan standar tinggi diperlukan
dalam Arbitrase Ad-Hoc.
Selanjutnya, Madjedi Hasan telah melakukan pengkajian terhadap
beberapa hal pokoh antara lain berkaitan dengan:
re
[a)
Saat dimulainya Arbitrase;
tb)
Tempat Arbitrase;
tcl
Arbiter (Jumlah Arbiter, Penunjukan Arbiter, Penggantian Arbiter);
td)
Permohonan Arbitrase;
[e)
Peraturan Prosedur dan Hukum Yang Mengatur;
t0
Bahasa;
tg)
Putusan Sela;
th)
Kerahasiaan;
0
Kelalaian (Default);
tt)
Bukti;
(k) Banyak Pihak (Multi-Parties)|
0)
Arbitrase Berdasarkan Dokumen (Paper Arbitration);
(m) Persi dangan;
(n) Perubahan Tuntutan
/ fawaban;
(o) Putusan;
(p) Pembetul an Kesal ahan;
(q) Bandi ng;
(r) Biaya Arbitrase;
[s)
Party Autonomy.
Penj el asan sebagi an atas hasi l kaj i an tersebut di atas dapat
di kemukakan beri kut i ni . Bahwa menurut Pasal 6 Peraturan darf Prosedur
BANI bahwa arbi trase di anggap di mul ai pada tanggal Sekretari at BANI
meneri ma permohonan tertul i s dari sal ah satu pi hak (Pemohon atau
Claimant). Sementara menurut Pasal 2 ayat (2) Peraturan UNCITRAL
bahwa arbitrase dianggap dimulai pada tanggal Termohon (Respondent)
meneri ma pemberi tahuan tertul i s mengenai arbi trase dari Pemohon.
Menurut Peraturan dan Prosedur BANI bahwa
persi dangan
diselenggarakan di tempat yang ditetapkan oleh BANI dan kesepakatan
para pi hak, namun dapat pul a di tempat l ai n yang di anggap
perl u ol eh
Maj el i s dengan kesepakatan para pi hak. Sementara, menurut Peraturan
UNCITRAL, Maj el i s menetapkan tempat persi dangan. Tempat persi dangan
arbi trase i ni seri ngkal i bukan di tempat di mana para pi hak dan saksi
berdomi si l i atau di mana dokumen-dokumen di si mpan.
tt
Madle Hasan, lbid
Jurnal
Ilmu Hukum Wacana Paramarta J J
Menurut Pasal 37 ayat
[1)
UU No.30 Tahun 1999 bahwa tempat
arbitrase ditentukan oleh Arbiter atau Majelis Arbitrase, kecuali
ditentukan sendiri oleh para pihak. Menurut Penjelasan Pasal 37 ayat
[1)
UU No.30 Tahun 1999 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai tempat
arbitrase ini penting terutama apabila terdapat unsur hukum asing dan
sengketa menjadi suatu sengketa Hukum Perdata Internasional. Tempat
dilaksanakannya
arbitrase dapat menentukan hukum yang harus
dipergunakan untuk memeriksa sengketa tersebut.
fika
para pihak tidak
menentukan sendiri, maka arbiter yang dapat menentukan tempat
arbitrase.
C. Penutup
Arbitrase merupakan salah satu instrumen dalam penyelesaian
sengketa
para pihak di luar pengadilan. Terdapat dua macam atau
jenis
arbitrase,
yaitu (a) Arbitrase I d-Hoc; dan (b) Arbitrase Institusional.
Menurut Ketentuan UU No.30 Tahun 1999 baik Arbitrase Ad-Hoc maupun
Arbitrase Institusional diakui keberadaannya dan dapat digunakan.
Keberadaan Arbitrase Ad-Hoc dan Arbitrase Institusional
t
seperti BANI dan BASYARNAS
)
di Indonesia merupakan suatu kebutuhan
nyata ("condition sine qua non"
)
serta memiliki dasar-dasar hukum yang
kuat berdasarkan hukum positifyang berlaku.
1e
Jenis
Arbitrase Ad-Hoc dan Arbitrase Institusional merupakan
macam arbitrase yang diakui eksistensi dan kewenangannya untuk
memeriksa dan memutus perselisihan atau sengketa atau beda"pendapat
di antara
para pihak yang mengadakan
perjanjian.
Faktor kesengaiaan dalam pembentukan dan pendiriannya serta
bersifat
permanen keberadaannya
pada Arbitrase Institusional
merupakan ciri pembeda dengan Arbitrase Ad-Hoc. Selain itu Arbitrase
Institusional ini sudah ada sebelum sengketa timbul yang berbeda dengan
Arbitrase Ad-Hoc yang baru dibentuk setelah perselisihan timbul. Selain itu
Arbitrase Institusional ini berdiri untuk selamanya dan tidak bubar
meskipun perselisihan yang ditangani telah selesai. selain itu, pada
Arbitrase Institusional ini menyediakan
jasa
administrasi arbitrase
meliputi antara lain: pengawasan terhadap proses arbitrase, aturan-
aturan
prosedural sebagai pedoman bagi para pihak dan pengangkatan
para Arbiter.
tt
Li hat
l uga
A.Rahmat Rosyadi dan Ngati no, l bi d, hl m.L76.
Jurnal
llmu I{ukum Wacana Paramarta
Daftar Pustaka
Buku:
A.Rahmat Rosyadi dan Ngatino. Arbitrase dalam Perspektif Islam dan
Hukum Positif. Penerbit PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002'
Gunawan Widjaja. Alternatif Penyelesaian Sengketa. Edisi I, Cetakan Kedua,
Penerbit PT.RajaGrafindo Persada,
fakarta, Juni
2002.
Huala Adolf. Arbitrase Komersial Internasional. Edisi Revisi, Cetakan ke-3,
Penerbit PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta,
2002.
M. Yahya Harahap. Arbitrase. Edisi Kedua, Cetakan Pertama, Penerbit PT.
Sinar Grafika,
fakarta,luli
2001.
Priyatna Abdurrasyid. Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa, Suatu
Pengantar. Penerbit PT.Fikahati bekerjasama dengan Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Cetakan Pertama,
fakarta,
2002.
Sudargo Gautama. Aneka Hukum Arbitrase
(Ke Arah Hukum Arbiyase
Indonesia Yang Baru). Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
1996.
Sudargo Gautama. Undang-tJndang Arbitrase Baru 7999. Penerbit PT.Citra
Aditya Bakti, Bandung, L999.
Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang Nomor: 30 Tahun L999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
RI LAW No.30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute
Resolution.
Peraturan dan Prosedur
-
Rules and Procedures BANI Arbitration Center
Peraturan dan Prosedur
-
Rules and Procedures BASYARNAS.
Maialah/furnal/News letter :
Madjedi Hasan.
"Arbitrase Institusional versus Ad-Hoc". Indonesia
Arbitration
Quarterly
Newsletter. Number 9
/
20L0, diterbitkan
oleh BANI A rbitration Center.
Sutan Remy Sjahdeini.
"Penyelesaian Sengketa Perbankan Melalui
Arbitrase". Indonesia Arbitration
Quarterly
Newsletter' Number 6
/
2009., diterbitkan oleh BANI Arbitration Center.
Dr. H.
Jafar
Si di k, S.H., M.H., M.Kn., Arb. adal ah Dosen Tetap Fakul tas
Hukum Unl a
Jurnal
Ilmu Hukurn Vacana Paramarta 35

You might also like