You are on page 1of 14

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KEBERHASILAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN


DI INDONESIA



Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah Analisis Kebijakan Pendidikan
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Rusdarti, M.Si




Disusun oleh:

QUTFI MUARIF 0102513006
MAFUL 0102512027





PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN KELAS KHUSUS
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014
1

A. PENDAHULUAN
Berangkat dari visi mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai tujuan nasional,
bangsa Indonesia menyelenggarakan proses pendidikan secara terstruktur dalam
skala nasional. Dasar yuridis pelaksanaannya tertuang dalam Undang- Undang
Republik Indonesia No.20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Undang-Undang Sisdiknas). Di dalamnya dikemukakan bahwa pendidikan
nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Hal di atas merupakan cita-cita luhur bangsa yang mendasari proses dan
usaha bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan. Pendidikan menjadi satu pilar
penting dalam membangun manusia Indonesia yang berkualitas. merupakan proses
panjang dan kontinu yang tanpa ujung. Pada dasarnya hal ini adalah upaya menuju
tatanan masyarakat Indonesia yang lebih baik.
Pendidikan nasional dalam bentuk strukturnya dibentuk melalui kebijakan
nasional di bidang pendidikan. Maka tingkat keberhasilan pendidikan nasional
dimulai dari keberhasilan mengaplikasikan kebijakan pendidikan secara nasional.
Namun, keberhasilan ini sangat ditentukan oleh kemampuan aparat dalam
merumuskan program/kebijakan untuk dilaksanakan oleh aparat pemerintah dan
kelompok-kelompok masyarakat yang ikut serta bersama-sama melaksanakan
program/kebijakan yang telah diputuskan, yang harusnya mendapatkan dukungan
dari berbagai aspek, meliputi SDM berkualitas, sistem kerja yang kondusif, hingga
sarana dan prasarana yang memadai.
Aparatur negara sebagai perumus kebijakan dan seluruh stakeholder
kebijakan pendidikan perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
keberhasilan implementasi kebijakan agar dapat diambil langkah yang tepat untuk
tercapainya tujuan kebijakan tersebut. Makalah ini menguraikan sejumlah faktor
penting yang mempengaruhi terlaksananya kebijakan pendidikan. Namun
kompleksitas dunia pendidikan di Indonesia tidak memungkinkan penulis untuk
menampung semua faktor yang ada. Dalam hal ini penulis membatasi diri pada
faktor-faktor dominan yang dialami oleh para pelaku pendidikan pada umumnya.
2

B. PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan sejumlah permasalahan sebagai
berikut.
1. Apa saja yang menjadi indikator keberhasilan kebijakan pendidikan di
Indonesia?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kebijakan pendidikan?

C. PEMBAHASAN
1. Indikator Implementasi dan Parameter Keberhasilan
Tilaar (2008:139), mendefinisikan kebijakan pendidikan merupakan
keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan
yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan
tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun
waktu tertentu. Dalam penyusunan kebijakan pendidikan ini tidak bisa
dilepaskan dari nilai-nilai filosofi dan teori pendidikan. Rumusan kebijakan
tersebut kemudian diaplikasikan dalam tahap implementasi. Pada tahap ini
kebijakan publik dalam bidang pendidikan dinyatakan dalam program
pendidikan yang dipandang memiliki dampak langsung dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Untuk kemudian implementasi program pendidikan
ini perlu dilakukan evaluasi, riset dan pengembangan sebagai masukan dalam
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
Studi implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan
yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Mazmatian dan
Sabatier yang dikutip oleh Agustino (2006:139) mengungkapkan bahwa
pelaksanaan keputusan kebijakan tidak hanya dalam bentuk undang-undang,
namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan
eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan
mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas
tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan
atau mengatur proses implementasinya.
3

Tahap implementasi itu sendiri memiliki sejumlah indikator.
Sebagaimana dikembangkan oleh George C Edwards dalam Winarno
(2002:149), indikator implementasi kebijakan meliputi:
a. Komunikasi
Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur
keberhasilan aspek komunikasi, di antaranya adalah transmisi konten
yang dikomunikasikan. Penyaluran komunikasi yang baik akan
menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Adanya salah
pengertian yang terjadi lebih banyak dikarenakan komunikasi telah
melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan
menjadi terdistorsi. Dalam konteks organisasi sekolah, pemegang
otoritas adalah Kepala Sekolah yang didampingi oleh jajaran wakil
kepala. Dalam tahap tertentu, perumusan kebijakan hanya melibatkan
kalangan elit ini saja. Untuk itu perlu ada sistem komunikasi antara
jajaran pimpinan sekolah dengan guru sebagai pelaksana kebijakan, agar
terjalin pengertian yang seharusnya. Kejelasan, komunikasi yang
diterima oleh para guru sebagai pelaksana kebijakan haruslah jelas dan
tidak membingungkan. Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu
menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana
membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Pada saat
yang bersamaan, jajaran pimpinan sekolah juga memiliki kewajiban
untuk taat pada kebijakan yang dibuatnya. Perintah yang diberikan
dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah konsisten dan jelas.
b. Sumberdaya
Sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf.
Diuperlukan staf yang ahli dan mampu dalam mengimplementasikan
suatu kebijakan. Yang kedua adalah informasi, informasi berhubungan
dengan cara melaksanakan kebijakan, implementator harus mengetahui
apa yang harus mereka lakukan di saat mereka diberi perintah untuk
melakukan tindakan. Menurut Edward dalam Agustino (2006:158-159),
sumberdaya merupakan hal penting dalam implementasi kebijakan yang
4

baik. Indikator-indikator yang digunakan untuk melihat sejauhmana
sumberdaya mempengaruhi implementasi kebijakan terdiri dari:
i. Staf. Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah
staf atau pegawai. Kegagalan yang sering terjadi dalam
implementasi kebijakan, salah-satunya disebabkan oleh
staf/pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun
tidak kompeten dalam bidangnya. Penambahan jumlah staf
dan implementor saja tidak cukup menyelesaikan persoalan
implementasi kebijakan, tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf
dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten
dan kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan.
ii. Informasi. Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai
dua bentuk yaitu: pertama, informasi yang berhubungan dengan
cara melaksanakan kebijakan. Kedua, informasi mengenai data
kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi
pemerintah yang telah ditetapkan.
iii. Wewenang. Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal
agar perintah dapat dilaksanakan secara efektif. Kewenangan
merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam
melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika
wewenang tidak ada, maka kekuatan para implementor di mata
publik tidak dilegitimasi, sehingga dapat menggagalkan
implementasi kebijakan publik. Tetapi dalam konteks yang lain,
ketika wewenang formal tersedia, maka sering terjadi kesalahan
dalam melihat efektivitas kewenangan.
iv. Fasilitas. Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam
implementasi kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf
yang mencukupi, kapabel dan kompeten, tetapi tanpa adanya
fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi
kebijakan tersebut tidak akan berhasil.


5

c. Disposisi
Disposisi merupakan sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor
penting ketiga dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan
publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para
pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan
dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk
melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias.
d. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi memiliki pengaruh signifikan pada tingkat
keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi.
Walaupun sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan
mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, dan mempunyai keinginan
untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut
tidak dapat terlaksana atau terealisasi karena terdapatnya kelemahan
dalam struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut
adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif
pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebagiankan
sumberdaya-sumberdaya menjadi tidak efektif dan menjadi penghambat
jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan yang
telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi
dengan baik.

Ukuran keberhasilan suatu kebijakan pendidikan di Indonesia tidak
memiliki parameter yang baku. Setiap pihak dapat menggunakan parameternya
masing-masing. Untuk itulah perlu dilakukan analisis kebijakan guna
menangkap tingkat ketercapaian tujuan kebijakan yang dimaksud.
Fokus analisis implementasi kebijakan berkisar pada masalah-masalah
pencapaian tujuan formal kebijakan yang telah ditentukan. Hal ini sangat
mungkin oleh karena street level-level-bureucrats tidak dilibatkan dalam
formulasi kebijakan. Berangkat dari perspektif tersbut, maka timbullah
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
6

1. Sampai sejauh mana tindakan-tindakan pejabat pelaksana konsisten
dengan keputusan kebijakan tersebut?
2. Sejauh mana tujuan kebijakan tercapai?
3. Faktor-faktor apa yang secara prinsipil mempengaruhi output dan
dampak kebijakan?
4. Bagaimana kebijakan tersebut diformulasikan kembali sesuai
pengalaman lapangan?

Empat pertanyaan tersebut mengarah pada inti sejauhmana tindakan para
pelaksana sesuai dengan prosedur dan tujuan kebijakan yang telah digariskan
para pembuat kebijakan dilevel pusat. Fokus tersebut membawa konsekuensi
pada perhatian terhadap aspek organisasi atau birokrasi sebagai ukuran
efisiensi dan efektifitas pelaksanaan kebijakan.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Kebijakan Pendidikan
Dalam proses implementasi sebuah kebijakan, para ahli mengidentifikasi
berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi sebuah
kebijakan. Dari kumpulan faktor tersebut bisa kita tarik benang merah faktor
yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan publik. Faktor-
faktor tersebut adalah:
a. Isi atau konten kebijakan
Kebijakan yang baik dari sisi konten setidaknya mempunyai sifat-
sifat sebagai berikut: jelas, tidak distorsif, didukung oleh dasar teori yang
teruji, mudah dikomunikasikan ke kelompok target, didukung oleh
sumberdaya baik manusia maupun finansial yang baik.
Isi kebijakan umumnya mewujud dalam peraturan perundangan,
baik berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,
Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, hingga Peraturan Daerah, dan
sebagainya. Secara umum Abidin (2006:17) menjelaskan kebijakan adalah
keputusan pemerintah yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh
anggota masyarakat. Konten kebijakan ini yang pada perkembangannya
menjadi pondasi utama terbentuknya sistem pendidikan nasional.
7

Menurut Atmosudirdjo dalam Hidayat (2012: 39), sistem
didefinisikan sebagai segala sesuatu yang terdiri atas obyek-obyek atau
unsur-unsur yang berkaitan satu sama lain sehingga unsur-unsur tersebut
merupakan suatu kesatuan pemrosesan atau pengolahan data tertentu.
Keberhasilan kebijakan terutama ditentukan oleh isi kebijakan itu sendiri,
khususnya keberterimaannya di tengah masyarakat. Selain aspek
keberterimaan, konten kebijakan juga harus selaras dengan filosofi dan
tujuan nasional bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.
Untuk bisa menghasilkan kebijakan yang layak untuk membangun
sistem pendidikan nasional yang ideal, perlu ada proses yang matang dan
terarah. Dalam upaya mengimplementasikan kebijakan arah pendidikan
nasional seperti yang tertuang dalam UUD 1945 dan undang-undang
sisdiknas nomor 20 tahun 2003, perlu dilakukan pengakajian keilmuan
yang tepat dalam pengembangan persekolahan untuk level pendidikan
menengah dan tinggi. (Supardi, 2008: 119)

b. Implementator dan kelompok target.
Pelaksanaan implementasi kebijakan tergantung pada badan
pelaksana kebijakan (implementator) dan kelompok target (target groups).
Implementator harus mempunyai kapabilitas, kompetensi, komitmen dan
konsistensi untuk melaksanakan sebuah kebijakan sesuai dengan arahan
dari penentu kebijakan (policy makers), selain itu, kelompok target yang
terdidik dan relatif homogen akan lebih mudah menerima sebuah kebijakan
daripada kelompok yang tertutup, tradisional dan heterogen. Lebih lanjut,
kelompok target yang merupakan bagian besar dari populasi juga akan
lebih mempersulit keberhasilan implementasi kebijakan.
Menurut Gaffar (2007), Kebijakan pendidikan berhubungan dengan
keputusan-keputusan yang berkaitan dengan perbaikan dan penyempurnaan
penyelenggaraan pendidikan. Keputusan-keputusan tersebut berkaitan
dengan kinerja SDM yang berperan sebagai implementator. SDM
implementator merupakan hal penting dalam mengimplementasi kebijakan.
Perannya sangat krusial karena adanya komunikasi antara pembuat
8

kebijakan dan pelaksana kebijakan dapat terjalin jika terdapat sumberdaya
manusia yang memiliki kapabilitas dalam memainkan perannya. Menurut
George C. Edward III dalam Leo Agustino (2006 : 151) dalam
mengimplementasikan kebijakan, salah satu indikator sumberdaya utama
adalah Staf. Keberhasilan dan kegagalan yang sering terjadi dalam
implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh tingkat kemampuan
staf. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak mencukupi, tetapi
diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang
diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan
atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.
Sedangkan kelompok target merupakan khalayak yang menjadi
sasaran kebijakan tersebut. Keberhasilan kebijakan sangat dipengaruhi oleh
bagaimana implementator dapat membangun komunikasi dengan kelompok
target. Masih menurut George C. Edward III dalam Leo Agustino (2006 :
151), indikator penting dalam implementasi kebijakan salah satunya faktor
Informasi. Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua
bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara
melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus
mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan.
Kedua informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana
terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.
Implementor harus mengetahui apakah orang lain yang terlibat di dalam
pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap kebijakan. Dengan adanya
informasi ini, tingkat keberhasilan kebijakan dapat diukur.

c. Lingkungan
Keadaan sosial-ekonomi, politik, dukungan publik maupun kultur
populasi tempat sebuah kebijakan diimplementasikan juga akan
mempengaruhi keberhasilan kebijakan publik. Kondisi sosial-ekonomi
sebuah masyarakat yang maju, sistem politik yang stabil dan demokratis,
dukungan baik dari konstituen maupun elit penguasa, dan budaya
keseharian masyarakat yang mendukung akan mempermudah implementasi
9

sebuah kebijakan. Lingkungan merupakan keseluruhan entitas yang
melingkupi adanya kebijakan tersebut.
Berbeda dengan uraian mengenai implementator, faktor lingkungan
lebih banyak membahas tentang komunikasi dan pola hubungan yang
terjalin antar aktor pelaksana kebijakan, baik perumus maupun pada tataran
pelaksana. Aktor aktor pelaksana dan hubungan antar aktor berpengaruh
langsung terhadap keberhasilan implementasi. Umumnya penjelasan
mengenai aktor dan pola hubungan mereka menggunakan teori-teori yang
dipinjam dari disiplin ilmu organisasi, psikologi dan ilmu politik. Istilah
Disposisi atau kepatuhan misalnya digunakan untuk menggambarkan
sikap mental aktor pelaksana terhadap kebijakan yang harus ia
implementasikan. Interest atau kepentingan, yang digunakan untuk
menggambarkan bahwa adanya hubungan emosi dalam wujud kepentingan
(apapun itu), akan mempengaruhi cara implementor melaksanakan
tugasnya, dll.
Tak pelak bahwa kondisi lingkungan akan dapat mempengaruhi
hasil akhir sebuah implementasi kebijakan, meski tidak secara langsung.
Bahwa sebuah kebijakan telah diperhitungkan secara masak dan rasional,
struktur implementasi telah dipersiapkan sebaik mungkin, actor-aktor
pelaksana dan pola komunikasi juga telah persiapkan secara matang,
namun hasil akhir bisa berbeda tergantung pada kondisi lingkungan dimana
kebijakan tersebut diimplementasikan. Perbedaan factor kondisi lingkungan
inilah yang kemudian melahirkan istilah diskresi dalam implementasi
kebijakan public (walau tidak pernah dinyatakan secara implicit dalam
model-model implementasi).
Secara umum factor-faktor kondisi lingkungan yang dipandang
dapat mempengaruhi implementasi kebijakan adalah factor-faktor sistem
politik, sistem ekonomi, dan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku. Faktor-
faktor sistem politik/tata pemerintahan misalnya berpengaruh terhadap
bagaimana seharusnya penstrukturan proses implementasi. Ada yang
distrukturkan secara legal formal dan ada yang cenderung lebih pragmatis.
Manakala kontrol publik sangat besar terhadap kinerja pemerintahan, maka
10

struktur yang legal formal lebih disukai implementor untuk menghindari
klaim publik atau sebagai tameng dalam akuntabilitas publik. Oleh
karenanya implementasi diterapkan sesuai textbook dan diskresi
dihindari. Faktor lingkungan ekonomi misalnya apakah yang dianut adalah
sistem ekonomi pasar, terpimpin, atau campuran, karena masing-masing
sistem akan melahirkan kebijakan dan cara pengimplementasian yang
berbeda pula.
Diskresi merupakan keleluasaan implementor kebijakan, utamanya
yang berhadapan langsung dengan kelompok sasaran, untuk menafsirkan
dan memilih cara yang mungkin berbeda dengan yang disepakati
sebelumnya, sepanjang tidak keluar dari tujuan utamanya. Namun
kewenangan untuk melakukan diskresi juga harus dilakukan dengan hati-
hati, sebab bisa memerangkap pelakunya dengan pelanggaran prosedur
walau dengan tujuan yang mulia, atau bisa juga kewenangan tersebut
disalah-gunakan untuk kepentingan pribadi. Sementara itu manakala
tingkat kepercayaan public relative tinggi, maka struktur implementasi bisa
bersifat lebih pragmatis sesuai kebutuhan yang ada, sehingga diskresi bagi
para implementor menjadi dimungkinkan.

d. Fasilitas dan Pembiayaan
Fasilitas utama yang mempengaruhi keberhasilan kebijakan adalah
dana. Semua permasalahan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut,
jika ditelaah secara mendalam akhirnya akan mengarah pada satu bagian
yang mendasar, yaitu penyediaan dana atau anggaran pendidikan yang
umumnya diperlukan dalam jumlah nominal yang cukup besar.
Mengacu pada konsep efektivitas dan efisiensi, tentunya secara
oprasional pengalokasian biaya pendidikan memerlukan perhatian
tersendiri karena sektor pendidikan merupakan sektor pelayanan publik
yang tidak mudah disejajarkan dengan bentuk perusahaan yang bernafaskan
ekonomi atau kegiatan untung rugi, pelayanan pendidikan lebih mengarah
pada kepentingan politik yang menyentuh berbagai lapisan masyarakat.
11

Besarnya anggaran biaya pendidikan dan makin berkembangnya
tuntutan kebutuhan masyarakat terhadap sektor pendidikan adalah
konsekuensi politis di mana profesionalisme pengelolaan pendidikan yang
dilakukan oleh pemerintah semakin diperlukan dalam upaya peningkatan
mutu pendidikan, yang pada operasionalnya memiliki perbedaan pengertian
untuk setiap periode/tahap pembangunan. Ace Suryadi mengatakan bahwa,
Pendekatan dalam membangun Sistem Pendidikan Nasional dalam rangka
memasuki masa tinggal landas (1993-2018) pada hakekatnya berbeda
dengan membangun sistem pendidikan dalam masa persiapan tinggal
landas (1969-1993). (Suryadi, 1990).
Alokasi dana pendidikan menjadi proses yang rumit karena
berbenturan dengan proses politik. Besaran anggaran pendidikan tentu
tergantung dari polical will pemerintah dalam memprioritaskan pendidikan
sebagai alur utama proses pembangunan nasional. Implementasi kebijakan
hanya dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang semula
bersifat umum telah dirinci, program-program aksi telah dirancang dan
sejumlah dana/biaya telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan
dan sasaran-sasaran tersebut. Ini merupakan syarat-syarat pokok bagi
implementasi kebijakan publik apapun.
Dengan demikian jelaslah bahwa, besarnya anggaran biaya
pendidikan yang dibutuhkan merupakan implikasi dari semakin
berkembangnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan pendidikan
sebagai akibat kemajuan pembangunan, atau dengan kata lain hubungan
biaya pendidikan akan berbanding lurus dengan mutu pendidikan yang
diperlukan masyarakat. Selain itu, peningkatan mutu pendidikan
memerlukan kebijakan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Terkait dengan hal itu, sumber-sumber daya finansial
merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan pendidikan
sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan nasional.



12

D. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian data dan analisis di atas, dapat ditarik poin-poin utama
sebagai berikut.
1. Indikator implementasi kebijakan terdiri atas komunikasi, sumberdaya,
disposisi, dan struktur birokrasi. Keempatnya harus berjalan secara akumulatif
untuk dapat mengukur keberhasilan implementasi.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan
pendidikan di antaranya adalah:
i. Isi Kebijakan: Keberhasilan kebijakan sangat tergantung pada
keberterimaan masyarakat terhadap konten kebijakan dan keselarasannya
dengan filosofi dan tujuan nasional dalam UUD 1945.
ii. Implementator dan Kelompok Target: Merupakan sumberdaya SDM yang
merumuskan dan melaksanakan kebijakan. Keberhasilan kebijakan
tergantung pada kapabilitas dan kompetensi implementator dan kelompok
target.
iii. Lingkungan: Yaitu seperangkat sistem yang telah ada lebih dulu di tengah
masyarakat. Kebijakan pada intinya membangun sistem tersebut menjadi
lebih baik, namun keberhasilan kebijakan tergantung pada seberapa
kondusif lingkungan yang bersangkutan untuk direstorasi.
iv. Fasilitas dan Pembiayaan: Menjadi sarana dan alat pemenuhan kebutuhan
logistik implementasi kebijakan. Terpenuhinya kebutuhan fasilitas dan
biaya akan dapat mendorong suksesnya implementasi kebijakan.

E. PENUTUP
Uraian dalam makalah ini semata hasil kajian penulis yang secara
kapabilitas dan kompetensi masih butuh banyak pengembangan. Penulis berharap
uraian analitis di atas dapat memberikan kontribusi positif bagi kemajuan
pendidikan nasional pada tataran implementasi kebijakan, baik secara teoritis
maupun praktis. Namun penulis mengharapkan adanya saran dan masukan dari
khalayak pembaca demi perbaikan di masa mendatang.


13

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Zaina, Kebijakan Publik, (Jakarta: Suara Bebas, 2006)
Agustino, Leo, Dasar Dasar Kebijakan Publik, (Bandung: CV. Alfabeta, 2006)
H.A.R. Tilaar, Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk memahami kebijakan
pendidikan dan kebijakan pendidikan sebagai kebijakan public, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008)
Hidayat, Ara, dkk., Pengelolaan Pendidikan: Konsep, Prinsip, dan Aplikasi dalam
Mengelola Sekolah dan Madrasah, (Yogyakarta: Kaukaba, 2012)
Jurnal Mimbar Pendidikan, NO. 2 Tahun IX Juli 1990, University Press IKIP Bandung
Supardi, Arah Pendidikan Di Indonesia Dalam Tataran Kebijakan dan Implementasi,
dalam Jurnal Formatif Volumen 2 Nomor 2 Tahun 2007
Suryadi, Ace, Analisis Kebijakan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990)
Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2002)

You might also like