You are on page 1of 29

1 | P a g e

FARMAKOLOGI OBAT
(FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK)


OLEH



1. ST. MARHAMAH
2. ABULKHAIR ABDULLAH
3. ADE IRMADWIARTI FIRMANSYAH
4. AGUS SALIM
5. AHMAD ZAKIR
6. MUHAMMAD AKBAR SYAMSUL


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

SAMATA-GOWA
2012
2 | P a g e

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga dalam pembuatan makalah ini dapat terselesaikan
sebagaiman mestinya. Salam dan shalawat semoga tetap tercurah kepada
rasulullah Muhammad SAW, kepada sahabat-sahabatnya, dan kepada umatnya
hingga akhir zaman.
Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih kepada dosen yang dengan
kegigihan dan keikhlasannya membimbing kami sehingga kami bisa mengetahui
sedikit demi sedikit apa yang sebelumnya kami tidak ketahui. Juga tak lupa
teman-teman seperjuangan yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah
ini.
Makalah ini kami buat dengan sesederhana mungkin dan jika ada kesalahan
dalam penulisan makalah ini, kami berharap dan memohon saran serta kritikan
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini ke depannya. Semoga makalah
kami dapat bermanfaat bagi kita semua.

Samata, 19 Mei 2013

Penyusun


3 | P a g e

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................... i
Daftar isi .......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 1
C. Tujuan Makalah .................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Obat ................................................ 3
B. Apa itu Farmakologi? ........................................................... 4
C. Apa itu Farmakokinetik? ...................................................... 6
D. Apa itu Farmakodinamik? .................................................. 17
E. Kajian Al-Quran ................................................................. 22
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................... 24
B. Saran ................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 26

4 | P a g e

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam arti luas, farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa
terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Senyawa ini
biasanya disebut obat dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari
manfaat dan risiko penggunaan obat.
Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu
mengenai cara membuat, memformulasi, menyimpan, dan menyediakan obat.
Farmakologi terutama terfokus pada dua sub, yaitu farmakokinetik dan
farmakodinamik.
Tanpa pengetahuan farmakologi yang baik, seorang farmasis dapat
menjadi suatu masalah untuk bagi pasien karena tidak ada obat yang aman
secara murni. Hanya dengan penggunaan yang cermat, obat akan bermanfaat
tanpa efek samping tidak diinginkan yang tidak mengganggu.
Menurut suatu survey di Amerika Serikat, sekitar 5% pasien masuk
rumah sakit akibat obat. Rasio fatalitas kasus akibat obat di rumah sakit
bervariasi antara 2-12%. Efek samping obat meningkat sejalan dengan jumlah
obat yang diminum. Melihat fakta tersebut, pentingnya pengetahuan
farmakologi bagi seorang farmasis.
5 | P a g e

Dalam makalah ini akan dibahas secara umum mengenai farmakologi
(farmakokinetik dan farmakodinamik) serta hal-hal lain yang berkaitan
dengan materi ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan obat?
2. Apa itu farmakologi?
3. Apa itu farmakokinetik?
4. Apa itu farmakodinamik?

C. Tujuan Makalah
Setelah terselesaikannya makalah ini, semoga makalah ini dapat memberi
manfaat bagi pembaca terlebih pada masalah farmakologi di mana
farmakologi ini sangat penting untuk dikuasai oleh seorang farmasis.

6 | P a g e

BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Sejarah Obat
Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang
dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan, atau mencegah
penyakit berikut gejalanya.
1

Kebanyakan obat yang digunakan di masa lalu adalah obat yang berasal
dari tanaman. Dengan cara mencoba-coba, secara empiris, m terdahulu
mendapatkan pengalaman dengan berbagai macam daun atau akar tumbuhan
untuk mengobati penyakit. Pengetahuan ini secara turun-temurun disimpan
dan dikembangkan sehingga muncul ilmu pengobatan rakyat seperti
pengobatan tradisional jamu di Indonesia.
2

Namun, tidak semua obat memulai riwayatnya sebagai obat anti
penyakit, ada pula yang pada awalnya digunakan sebagai alat ilmu sihir,
kosmetika, atau racun untuk membunuh musuh. Misalnya, strychnine dan
kurare mulanya digunakan sebagai racun panah penduduk pribumi Afrika dan
Amerika Selatan. Contoh yang lebih baru ialah obat kanker nitrogen-mustard
yang semula digunakan sebagai gas racun (mustard gas) pada perang dunia
pertama.
3


1
Lihat Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, Obat-Obat Penting, 2007, hal. 3
2
Ibid, hal. 3
3
Ibid, hal. 3
7 | P a g e

Obat nabati ini digunakan sebagai rebusan atau ekstrak dengan aktivitas
dan efek yang sering kali berbeda-beda tergantung dari asal tana,an dan cara
pembuatannya. Kondisi ini dianggap kurang memuaskan sehingga lambat
laun para ahli kimia mulai mencoba mengisolasi zat-zat aktif yang
terkandung di dalamnya. Hasil percobaan mereka adalah serangkaian zat
kimia, yang terkenal di antaranya adalah efedrin dari tanaman Ma Huang
(Ephedra vulgaris), kinin dari kulit pohon kina, atropine dari Atropa
belladonna, morfin dari candu (Papaver somniferum), dan digoksin dari
Digitalis lanata, dan masih banyak lagi.
4

Pada permulaan abad ke-20, obat-obat kimia sintetis mulai tampak
kemajuannya dengan ditemukannya obat-obat termashyur, yaitu salvarsan
dan aspirin sebagai pelopor yang kemudian disusul oleh sejumlah obat lain.
Pendobrakan sejati baru tercapai dengan penemuan dan penggunaan
kemoterapeutika sulfanilamide (1935) dan penisilin (1940).
5

Sejak tahun 1945, ilmu kimia, fisika, dan kedokteran berkembang pesat
dan hal ini menguntungkan sekali bagi penelitian sistematis obat-obat baru.
Menurut taksiran, lebih kurang 80% dari semua obat yang kini digunakan
secara klinis merupakan penemuan dari tiga dasawarsa terakhir.
6


B. Farmakologi Obat
Dalam arti luas, farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa
terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya reseptor. Senyawa ini

4
Ibid, hal. 3
5
Ibid, hal. 3
6
Ibid, hal. 3-4
8 | P a g e

biasanya disebut obat dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari
manfaat dan risiko penggunaan obat.
7

Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang mempelajari
pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun
fisikanya, kegiatan fisiologi, resorpsi, dan nasibnya dalam organisme hidup.
Untuk menyelidiki semua interaksi antara obat dan tubuh manusia khususnya,
serta penggunaan pada pengobatan penyakit, disebut farmakologi klinis. Ilmu
khasiat obat ini mencakup beberapa bagian, yaitu farmakognosi, biofarmasi,
farmakokinetik, farmakodinamik, toksikologi, dan farmakoterapi.
8

Farmakologi sebagai ilmu berbeda dari ilmu lain secara umum pada
keterkaitannya yang erat dengan ilmu dasar maupun ilmu klinik.
9

Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu
mengenai cara membuat, memformulasi, menyimpan, dan menyediakan
obat.
10

Farmakologi terutama terfokus pada dua sub, yaitu farmakodinamik dan
farmakokinetik. Farmakokinetik ialah apa yang dialami obat yang diberikan
pada suatu makhluk, yaitu absorpsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi.
Sub farmakologi ini erat sekali hubungannya dengan ilmu kimia dan
biokimia. Farmakodinamik menyangkut pengaruh obat terhadap sel hidup,
organ atau makhluk, secara keseluruhan erat berhubungan dengan fisiologi,
biokimia, dan patologi. Farmakokinetik maupun farmakodinamik obat diteliti

7
Lihat Amir Syarif, dkk, Farmakologi dan Terapi, 2007, hal. 1
8
Lihat Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, Obat-Obat Penting, 2007, hal. 4
9
Lihat Amir Syarif, dkk, Farmakologi dan Terapi, 2007, hal. 1
10
Ibid, hal. 1
9 | P a g e

terlebih dahulu pada hewan sebelum diteliti pada manusia dan disebut sebagai
farmakologi eksperimental.
11


C. Farmakokinetik Obat
Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses dan
kebanyakan proses sangat rumit. Umumnya ini didasari suatu rangkaian
reaksi yang dibagi dalam tiga fase:
12

1. Fase farmaseutik;
2. Fase farmakokinetik; dan
3. Fase farmakodinamik.
Farmakokinetik dapat didefinisikan sebagai setiap proses yang dilakukan
tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi.
Dalam arti sempit, farmakokinetik khususnya mempelajari perubahan-
perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya da dalam darah dan jarigan
sebagai fungsi dari waktu.
13

Dalam fase farmakokinetik termasuk bagian proses invasi dan proses
eliminasi (evasi). Yang dimaksud dengan invasi ialah proses-proses yang
berlangsung pada pengambilan suatu bahan obat ke dalam organisme
(absorpsi, distribusi), sedangkan eliminasi merupakan proses-proses yang
menyebabkan penurunan konsentrasi obat dalam organisme (metabolisme,
ekskresi).
14
Lihat gambar 1.

11
Ibid, hal. 1
12
Lihat Ernst Mutschler, Dinamika Obat, 1999, hal. 5
13
Lihat Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, Obat-Obat Penting, 2007, hal. 22
14
Lihat Ernst Mutschler, Dinamika Obat, 1999, hal. 5-6
10 | P a g e




Gambar 1. Bagian proses farmakokinetik
1. Absorpsi
Umumnya penyerapan obat dari usus ke dalam sirkulasi berlangsung
melalui filtrasi, difusi, atau transport aktif.
15

Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian
ke dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian
obat adalah saluran cerna (mulut sampai dengan rectum), kulit, paru,
otot, dan lain-lain.
16

Pemakaian topikal. Contoh pemakaian topikal, selain pengobatan
lokal pada penyakit kulit, dapat disebutkan juga pemberian oral
adsorbansia atau adstringensia, pemakaian bronkholitika dalam bentuk
aerosol, penyuntikan anestetika lokal ke dalam jaringan dan pemakaian
lokal sitostatika ke dalam kandung kemih.
17

Keuntungannya pemakaian obat pada kulit ialah umumnya dosis
lebih rendah sedangkan keburukannya ialah bahaya alergi yang
umumnya lebih besar.
18

Pemakaian parenteral. Penyuntikan intravasal (kebanyakan
intravena) termasuk juga infuse ditandai oleh:
19


15
Lihat Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, Obat-Obat Penting, 2007, hal. 23
16
Lihat Amir Syarif, dkk, Farmakologi dan Terapi, 2007, hal. 2
17
Lihat Ernst Mutschler, Dinamika Obat, 1999, hal. 5
18
Ibid, hal. 7
Invasi
Absorpsi Distribusi
Eliminasi
Metabolism
e
Ekskresi
11 | P a g e

a. Dapat diatur dosis yang tepat dan ketersediaan hayati umumnya
sebesar 100%. Hanya dalam hal-hal khusus terjadi adsorpsi sebagian
bahan obat pada peralatan infuse dank arena itu mengakibatkan
penurunan ketersediaan hayati.
b. Akibat pengenceran yang cepat dalam darah dan akibat kapasitas
daparnya yang besar maka persyaratan larutan yang menyangkut
isotoni dan isohidri lebih rendah dibandingkan dengan penyuntikan
subkutan.
c. Bahan obat mencapai tempat kerja dengan sangat cepat.
Oleh karena itu bentuk pemakaian ini terutama dipakai jika faktor waktu
yang sangat penting, misalnya dalam keadaan darurat serta pada
pembiusan intravena.
20

Keburukannya, jika dibandingkan dengan cara pemberian lain, selain
biaya tinggi dan beban pasien (ketakutan akan penyuntikan) juga risiko
yang tinggi.
21

Pemakaian oral. Obat-obat paling sering diberikan secara oral
karena bentuk obat yang cocok dapat relatif mudah diproduksi dan di
samping itu, kebanyakan pasien lebih menyukai pemakaian ini. Akan
tetapi pemakaian obat secara oral dihindari untuk bahan obat yang sukar
diabsorpsi melalui saluran cerna (strofantin dan tubokurarin) atau iritasi

19
Lihat Ernst Mutschler, Dinamika Obat, 1999, hal. 7
20
Ibid, hal. 7
21
Ibid, hal. 7
12 | P a g e

mukosa lambung. Untuk kasus terakhir dibutuhkan pembuatan bentuk
obat dengan penyalut yang tahan terhadap cairan lambung.
22

Pemakaian rektal. Pemakaian rektal tetap terbatas pada kasus-kasus
yang tidak mutlak diperlukan kadar dalam darah tertentu dan juga tidak
terdapat keadaan darurat. Hal ini disebabkan oleh kuosien absorpsi
sangat berbeda dan kebanyakan juga sangat rendah.
23

Karena itu, suppositoria yang mengandung antibiotika ditolak,
sebaliknya pemakaian rektal analgetika dan antipiretika pada bayi dan
anak-anak kecil bermanfaat. Di samping itu, pada pasien yang cenderung
muntah atau lambungnya terganggu, lebih disukai pemakaian rektal
sejauh tidak dibutuhkan pemberian parenteral.
24

2. Distribusi
Apabila obat mencapai pembuluh darah, obat akan ditranspor lebih
lanjut bersama aliran darah dalam sistem sirkulasi. Akibat landaian
konsentrasi darah terhadap jaringan, bahan obat mencoba untuk
meninggalkan pembuluh darah dan terdistribusi dalam organisme
keseluruhan. Penetrasi dari pembuluh darah ke dalam jaringan dan
dengan demikian distribusinya, seperti halnya absorpsi, bergantung pada
banyak peubah.
25


22
Ibid, hal. 8
23
Ibid, hal. 9
24
Ibid, hal. 9
25
Ibid, hal. 16
13 | P a g e

Berdasarkan fungsinya, organisme dapat dibagi dalam ruang
distribusi yang berbeda (kompartemen):
26

a. Ruang intrasel dan
b. Ruang ekstrasel. (Lihat gambar 2)
Dalam ruang intrasel (sekitar 75% dari bobot badan) termasuk cairan
intrasel dan komponen sel yang padat. Ruang ektrasel (sekitar 22% dari
bobot badan) dibagi lagi atas:
27

a. Air plasma;
b. Ruang usus; dan
c. Cairan transsel.




Gambar 2. Ruang distribusi organisme
Sering kali distribusi obat tidak merata akibat beberapa gangguan,
yaitu adanya rintangan, misalnya rintangan darah-otak (cerebro-spinal
barrier), terikatnya obat pada protein darah atau jaringan dan lemak.
28




26
Lihat Ernst Mutschler, Dinamika Obat, 1999, hal. 16
27
Ibid, hal. 16
28
Lihat Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, Obat-Obat Penting, 2007, hal. 27
Ruang
intrasel
Cairan
intrasel
Komponen
sel padat
Cairan
plasma
Cairan
transsel
Ruang
ekstrasel
Ruang
usus
14 | P a g e

Dalam darah, obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai
ikatan lemah (ikatan hidrofobik, van der Waals, hidrogen, dan ionic).
Ada beberapa macam protein plasma:
29

a. Albumin: mengikat obat-obat asam dan obat-obat netral (misalnya
steroid) serta bilirubin dan asam-asam lemak.
b. -glikoprotein: mengikat obat-obat biasa.
c. CBG (corticosteroid-binding globulin): khusus mengikat
kortikosteroid.
d. SSBG (sex steroid-binding globulin): khusus mengikat hormon
kelamin.
Obat yang terikat pada protein plasma akan dibawa oleh darah ke
seluruh tubuh. Kompleks obat-protein terdisosiasi dengan sangat cepat
(t ~ a20 milidetik). Obat bebas akan keluar ke jaringan (dengan cara
yang sama seperti cara masuknya) ke tempat kerja obat, ke jaringan
tempat depotnya, ke hati (di mana obat mengalami metabolisme menjadi
metabolit yang dikeluarkan melalui empedu atau masuk kembali ke
darah) dan ke ginjal (di mana obat/metabolitnya diekskresi ke dalam
urin).
30

Di jaringan, obat yang larut air akan tetap berada di luar sel (di
cairan usus) sedangkan obat yang larut lemak akan berdifusi melintasi
membran sel dan masuk ke dalam sel tetapi karena perbedaan pH di

29
Lihat Amir Syarif, dkk, Farmakologi dan Terapi, 2007, hal. 6
30
Ibid, hal. 6
15 | P a g e

dalam sel (pH = 7) dan di luar sel (pH = 7,4), maka obat-obat asam lebih
banyak di luar sel dan obat-obat basa lebih banyak da dalam sel.
31

Proses distribusi khusus yang harus dipertimbangkan ialah saluran
cerna. Senyawa yang diekskresi dengan empedu ke dalam usus 12 jari,
sebagian atau seluruhnya dapat direabsorpsi dalam bagian usus yang
lebih dalam (sirkulasi enterohepatik). Telah dibuktikan penetrasi
senyawa basa dari darah ka dalam lambung. Juga bahan ini sebagian
direabsorpsi dalam usus halus (sirkulasi enterogaster).
32

Satu segi khusus dari cara mempengaruhi distribusi ialah yang
disebut pengarahan obat (drug targetting), artinya membawa bahan obat
terarah kepada tempat kerja yang diinginkan. Efek samping sering terjadi
justru karena bahan obat selain bereaksi dengan struktur tubuh yang
diinginkan, ia bereaksi juga dengan struktur yang lain. Pengarahan obat
merangsang suatu sistem pembawa yang sesuai yang memungkinkan satu
transport yang selektif ke dalam jaringan yang dituju dan dengan
demikian memungkinkan kekhasan kerja yang diinginkan.
33

Sebagai pembawa yang mungkin ialah makromolekul tubuh sendiri
maupun makromolekul sintetik atau sel-sel tubuh misalnya eritrosit.
Contoh yang sangat menarik ialah pengikatan kovalen sitostatika kepada
antibodi antitumor. Walaupun keberhasilan praktis dengan sistem
demikian sampai sekarang malah mengecewakan, tetapi harapan

31
Ibid, hal. 6
32
Lihat Ernst Mutschler, Dinamika Obat, 1999, hal. 18
33
Ibid, hal. 19
16 | P a g e

berkembang bahwa melalui penambahan antibodi monoklon yang makin
banyak tersedia, maka keefektifan dapat diperbaiki.
34

3. Metabolisme
Pada dasarnya setiap obat merupakan zat asing bagi tubuh yang tidak
diinginkan karena obat dapat merusak sel dan mengganggu fungsinya.
Oleh karena itu, tubuh akan berupaya merombak zat asing ini menjadi
metabolit yang tidak aktif lagi dan sekaligus bersifat lebih hidrofil agar
memudahkan proses ekskresinya oleh ginjal.
35

Biotransformasi terjadi terutama di dalam hati dan hanya dalam
jumlah yang sangat rendah terjadi dalam organ lain (misalnya dalam
usus, ginjal, paru-paru, limpa, otot, kulit, atau dalam darah.
36

Obat yang telah diserap usus ke dalam sirkulasi, lalu diangkut
melalui sistem pembuluh darah (vena portae), yang merupakan suplai
darah utama dari daerah lambung-usus ke hati. Dengan pemberian
sublingual, intrapulmonal, transkutan, parenteral, atau rektal (sebagian),
sistem porta ini dan hati akan dapat dihindari. Dalam hati dan
sebelumnya juga di saluran lambung-usus seluruh atau sebagian obat
mengalami perubahan kimiawi secara enzimatis dan apda umumnya hasil
perubahannya (metabolit) menjadi tidak atau kurang aktif lagi. Maka
proses ini disebut proses detoksifikasi atau bio-inaktivasi. Ada pula obat
yang khasiat farmakologinya justru diperkuat (bio-aktivasi), oleh

34
Ibid, hal. 19
35
Lihat Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, Obat-Obat Penting, 2007, hal. 24
36
Lihat Ernst Mutschler, Dinamika Obat, 1999, hal. 20
17 | P a g e

karenanya reaksi-reaksi metabolisme dalam hati dan beberapa organ lain
lebih tepat disebut bio-transformasi.
37

Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar
(larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal
atau empedu. Dengan perubahan ini, obat aktif umumnya diubah menjadi
inaktif tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif (jika asalnya prodrug),
kurang aktif, atau menjadi toksik.
38

Reaski metabolisme terdiri dari reaksi fase I dan reaksi fase II.
Reaksi fase I terdiri dari oksidasi, reduksi, dan hidrolisis, yang mengubah
oabt menjadi lebih polar dengan akibat menjadi inaktif, lebih aktif, atau
kurang aktif. Sedangkan reaksi fase II merupakan reaksi konyugasi
dengan substrat endogen: asam glukuronat, asam sulfat, asam asetat, atau
asam amino, dan hasilnya menjadi sangat polar. Dengan demikian
hampir selalu tidak aktif. Obat dapat mengalami reaksi fase I saja atau
reaksi fase II saja, atau reaksi fase I dan diikuti dengan reaksi fase II.
Pada reaksi fase I, obat dibubuhi gugus polar seperti gugus hidroksil,
gugus amino, karboksil, sulfhidril, dan sebagainya untuk dapat bereaksi
dengan substrat endogen pada reaksi fase II. Karena itu, obat yang sudah
mempunyai gugus-gugus tersebut dapat langsung bereaksi dengan
substrat endogen (reaksi fase II). Hasil reaksi fase I dapat juga sudah

37
Lihat Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, Obat-Obat Penting, 2007, hal. 25
38
Lihat Amir Syarif, dkk, Farmakologi dan Terapi, 2007, hal. 8
18 | P a g e

cukup polar untuk langsung diekskresi lewat ginjal tanpa harus melalui
reaksi fase II lebih dulu.
39

Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim
cytochrome P450 (CYP) yang disebut juga enzim mono-oksigenase atau
MFO (mixed-function oxidase) dalam endoplasmic reticulum (mikrosom)
hati.
40

4. Ekskresi
Seperti halnya metabolisme, ekskresi suatu obat dan metabolitnya
menyebabkan penurunan konsentrasi bahan berkhasiat dalam tubuh.
Ekskresi dapat terjadi bergantung kepada sifat fisikokimia (bobot
molekul, hatga pKa, kelarutan, tekanan uap) senyawa yang diekskresi.
41

Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan
oleh ginjal melalui air seni disebut ekskresi. Selain itu ada pula beberapa
cara lain, yaitu:
42

a. Kulit, bersama keringat, misalnya paraldehida dan bromida
(sebagian).
b. Paru-paru, melalui pernapasan, biasanya hanya zat-zat terbang,
seperti alkohol, paraldehida, dan anastetika (kloroform, halotan,
siklopropan).
c. Empedu, ada obat yang dikeluarkan secara aktif oleh hati dengan
empedu, misalnya fenolftalein (pencahar).

39
Ibid, hal. 8
40
Ibid, hal. 8
41
Lihat Ernst Mutschler, Dinamika Obat, 1999, hal. 34
42
Lihat Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, Obat-Obat Penting, 2007, hal. 29-30
19 | P a g e

Ekskresi melalui ginjal melibatkan tiga proses, yakni filtrasi
glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal, dan reabsorpsi pasif di
sepanjang tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12
bulan dan setelah dewasa menurun 1% per tahun.
43

Filtrasi glumerulus menghasilkan ultrafiltrat, yakni plasma minus
protein. Jadi semua obat akan keluar dalam ultrafiltrat sedangkan yang
terikat protein tetap tinggal dalam darah.
44

Sekresi aktif dari dalam darah ke lumen tubulus proksimal terjadi
melalui transporter membran P-glikoprotein (P-gp) dan MRP (multidrug-
resistance protein) yang terdapat di membran sel epitel dengan
selektivitas berbeda, yakni MRP untuk anion organik dan konyugat dan
P-gp untuk kation organik dan zat netral. Dengan demikian terjadi
kompetisi antara asam-asam organik maupun antara basa-basa organik
untuk disekresi.
45
Reabsorpsi pasif terjadi di sepanjang tubulus untuk bentuk nonion
obat yang larut lemak. Oleh karena derajat ionisasi bergantung pada pH
larutan, maka hal ini dimanfaatkan untuk mempercepat ekskresi ginjal
pada keracunan suatu obat asam atau obat basa.
46

Ekskresi melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan
fungsi ginjal. Lain halnya dengan pengurangan fungsi hati yang tidak
dapat dihitung, pengurangan fungsi ginjal dapat dihitung berdasarkan

43
Lihat Amir Syarif, dkk, Farmakologi dan Terapi, 2007, hal. 11
44
Ibid, hal. 11
45
Ibid, hal. 11
46
Ibid, hal. 11
20 | P a g e

pengurangan kreatinin. Dengan demikian, pengurangan dosis obat pada
gangguan ginjal dapat dihitung.
47


D. Farmakodinamik Obat
Farmakodinamik ialah sub farmakologi yang mempelajari efek
biokimiawi dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari
mekanisme obat ialah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi
obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan
respons yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal ini merupakan
dasar terapi rasional dan berguna dalam sintesis obat baru.
48

Kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan
reseptornya pada sel organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini
mencetuskan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respons
khas untuk obat tersebut. Reseptor obat merupakan komponen makromolekul
fungsional, hal ini mencakup dua konsep penting. Pertama, obat dapat
mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua, obat tidak menimbulkan
fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada.
49

Tujuan pokok percobaan farmakologi adalah penjelasan terhadap
pertanyaan, apakah senyawa yang diuji merupakan obat yang bekerja spesifik
atau tidak spesifik.
50



47
Ibid, hal. 11
48
Ibid, hal. 12
49
Ibid, hal. 12
50
Lihat Ernst Mutschler, Dinamika Obat, 1999, hal. 52
21 | P a g e

Senyawa yang bekerja tidak spesifik. Zat berkhasiat ini mempunyai
ciri:
51

1. Tidak bereaksi dengan reseptor spesifik;
2. Karena bekerja hanya pada dosis yang relatif besar;
3. Menimbulkan efek yang mirip walaupun strukturnya berbeda; dan
4. Kerjanya hampir tidak berubah pada modifikasi yang tidak terlalu besar.
Dalam kebanyakan hal, khasiatnya berhubungan dengan sifat lipofilnya.
Oleh karena itu, perbedaan kerjanya dapat dijelaskan dengan koefifien
distribusi yang berbeda. Kemungkinan besar kerja senyawa demikian
menyangkut interaksi dengan struktur lipofil organisme, khususnya struktur
membran dalam hal ini fungsi struktur diubah. Yang termasuk dalam obat
yang bekerja tidak spesifik antara lain, anestetika inhalasi, demikian juga zat
desinfektan.
52

Senyawa dengan kerja spesifik. Senyawa golongan ini bekerja melalui
interaksi dengan reseptor spesifik. Efeknya sangat bergantung pada struktur
kimia dan dengan demikian bergantung kepada bentuknya, besarnya, dan
pengaturan stereokimia molekul. Selain itu, bergantung juga pada gugus
fungsinya serta distribusi elektronnya. Senyawa demikian berkhasiat dalam
konsentrasi yang lebih kecil daripada senyawa yang bekerja tidak spesifik.
Bahkan perubahan yang sangat kecil pada struktur kimianya dapat sangat
mempengaruhi khasiat farmakologinya. Senyawa yang berkaitan dengan

51
Ibid, hal. 52
52
Ibid, hal. 52
22 | P a g e

reseptor yang sama memiliki banyak unsur struktur yang umum yang disebut
gugus farmakofor, dalam tata susun ruang yang sesuai.
53

Walaupun sudah banyak diketahui tentang efek obat dalam tubuh
manusia, akan tetapi mengenai mekanisme kerjanya belum banyak dipahami
dengan baik.
54

Mekanisme kerja obat yang kini telah diketahui dapat digolongkan
sebagai berikut:
55

1. Secara fisis, misalnya anestetika terbang, laksansia, dan diuretika
osmotis. Aktivitas anestetika inhalasi berhubungan langsung dengan sifat
lipofilnya. Obat ini diperkirakan melarut dalam lapisan lemak dari
membran sel yang karena ini berubah demikian rupa hingga transport
normal dari oksigen dan zat-zat gizi terganggu dan aktivitas sel
terhambat. Akibatnya adalah hilangnya perasaan. Pencahar osmotis
(magnesium dan natrium sulfat) lambat sekali diresorpsi usus dan melalui
proses osmosis menarik air dan sekitarnya. Volume isi usus bertambah
besar dan dengan demikian merupakan rangsangan mekanis atas dinding
usus untuk memicu peristaltic dan mengeluarkan isinya.
2. Secara kimiawi, misalnya antasida lambung dan zat-zat chelasi
(chelator). Antasida, seperti natrium bikarbonat, aluminium, dan
magnesium hidroksida dapat mengikat kelebihan asam lambung melalui
reaksi netralisasi kimiawi. Zat-zat chelasi mengikat ion-ion logam berat
pada molekulnya dengan suatu ikatan kimiawi khusus. Kompleks yang

53
Ibid, hal. 52
54
Lihat Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, Obat-Obat Penting, 2007, hal. 35
55
Ibid, hal. 35
23 | P a g e

terbentuk tidak toksis lagi dan mudah diekskresikan oleh ginjal.
Contohnya adalah dimerkaprol (BAL), natrium edetat (EDTA), dan
penisilamin (dimetilsistein) yang digunakan sebagai obat rematik.
3. Melalui proses metabolisme pelbagai cara, misalnya antibiotika yang
mengganggu pembentukan dinding sel kuman, sintesa protein, atau
metabolisme asam nukleinat. Begitu pula antimikroba mencegah
pembelahan inti sel dan diuretika yang menghambat atau menstimulir
proses filtrasi contoh lain adalah probenesid, suatu obat encok yang dapat
menyaingi penisilin dan derivatnya (antara lain amoksisilin) pada sekresi
tubuler, sehingga ekskresinya diperlambat dan efeknya diperpanjang.
4. Secara kompetisi (saingan), di mana dapat dibedakan dua jenis, yakni
kompetisi untuk reseptor spesifik atau untuk enzim.
Ikatan antara obat denga reseptor biasanya terdiri dari berbagai ikatan
lemah (ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van der Waals), mirip ikatan antara
substrat dengan enzim, jarang terjadi ikatan kovalen.
56

Yang dimaksud dengan reseptor adalah makromolekul (biopolimer) khas
atau bagiannya dalam organisme, yakni tempat aktif biologi, tempat obat
terikat. Persyaratan untuk interaksi obat-reseptor adalah pembentukan
kompleks obat-reseptor. Apakah kompleks ini terbentuk dan seberapa besar
terbentuknya bergantung pada afinitas obat terhadap reseptor. Kemampuan
suatu obat untuk menimbulkan suatu rangsang dan dengan demikian efek,
setelah membentuk kompleks dengan reseptor disebut aktivitas intrinsik.

56
Lihat Amir Syarif, dkk, Farmakologi dan Terapi, 2007, hal. 17
24 | P a g e

Aktivitas intrinsik menentukan besarnya efek maksimum yang dicapai oleh
masing-masing senyawa.
57

Secara farmakodinamik dapat dibedakan dua jenis antagonisme
farmakodinamik, yakni:
58

1. Antagonisme fisiologik, yaitu antagonisme pada sistem fisiologik yang
sama tetapi pada sistem reseptor yang berlainan. Misalnya, efek histamin
dan autakoid lainnya yang dilepaskan tubuh sewaktu terjadi syok
anafilaktik dapat diantagonisasi dengan pemberian adrenalin.
2. Antagonisme pada reseptor, yaitu antagonisme melalui sistem reseptor
yang sama (antagonisme antara agonis dengan antagonisnya). Misalnya,
efek histamin yang dilepaskan dalam reaksi alergi dapat dicegah dengan
pemberian antihistamin yang menduduki reseptor yang sama.
Antagonisme pada reseptor dapat bersifat kompetitif atau
nonkompetitif.
59

Antagonisme kompetitif. Dalam hal ini, antagonis mengikat reseptor di
tempat ikatan agonis secara reversibel sehingga dapat digeser oleh agonis
kadar tinggi. Dengan demikian hambatan efek agonis dapat diatasi dengan
meningkatkan kadar agonis sampai akhirnya dicapai efek maksimal yang
sama. Jadi, diperlukan kadar agonis yang lebih tinggi untuk memperoleh efej
yang sama.
60


57
Lihat Ernst Mutschler, Dinamika Obat, 1999, hal. 52
58
Lihat Amir Syarif, dkk, Farmakologi dan Terapi, 2007, hal. 20
59
Lihat Amir Syarif, dkk, Farmakologi dan Terapi, 2007, hal. 20
60
Ibid, hal. 21
25 | P a g e

Antagonism nonkompetitif. Hambatan efek agonis oleh antagonis
nonkompetitif tidak dapat diatasi dengan meningkatkan kadar agonis.
Akibatnya, efek maksimal yang dicapai akan berkurang tetapi afinitas
terhadap reseptornya tidak berubah.
61


E. Kajian Al-Quran
QS. An-Nahl ayat 11:
e):LNC 7 gO) 4vOEO-
]O+-uCEO-4 OgCEL-4
=U4L;N-4 }g`4 ]
g4OEEV- Ep) O) CgO
LO4CE Og ]NOO:E4-4C
^
Artinya: Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman;
zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
memikirkan.
QS. An-Nahl ayat 11:
Oj>7 }g` ]7 g4OEE1-
OUc +lc l)4O
1E7O _ NO^C }g` E_g^O7C+
_-4O= 7-)U4^CO` +O+^4O^
gO1g E7.Eg- +EELUg Ep)
O) ElgO LO4CE Og
4pNO-E4-4C ^g_ 4 W-OOO):U>
4E^- gC4l^)
W-ON+-'>4 E-E^- +^4
4pO+u> ^jg
Artinya: Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah
jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar

61
Ibid, hal. 21
26 | P a g e

minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat
yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.



27 | P a g e

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kebanyakan obat yang digunakan di masa lalu adalah obat yang berasal
dari tanaman. Dengan cara mencoba-coba, secara empiris, m terdahulu
mendapatkan pengalaman dengan berbagai macam daun atau akar tumbuhan
untuk mengobati penyakit. Pengetahuan ini secara turun-temurun disimpan
dan dikembangkan sehingga muncul ilmu pengobatan rakyat seperti
pengobatan tradisional jamu di Indonesia.
Dalam arti luas, farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa
terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya reseptor. Senyawa ini
biasanya disebut obat dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari
manfaat dan risiko penggunaan obat.
Farmakokinetik dapat didefinisikan sebagai setiap proses yang dilakukan
tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi.
Dalam arti sempit, farmakokinetik khususnya mempelajari perubahan-
perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya dalam darah dan jarigan
sebagai fungsi dari waktu.
Farmakodinamik ialah sub farmakologi yang mempelajari efek
biokimiawi dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari
mekanisme obat ialah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi
obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan
28 | P a g e

respons yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal ini merupakan
dasar terapi rasional dan berguna dalam sintesis obat baru.

B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Jika terdapat
kesalahan pada makalah ini mohon dimaklumi dan kami sangat
membutuhkan saran atau kritikan demi perbaikan makalah kami ke depannya.
Terima kasih.

29 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran
Mutschler, Ernst. 1999. Dinamika Obat Edisi 5. Bandung: Penerbit ITB.
Syarif, Amir, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI.
Tjay, Tan Hoan, dkk. Obat-Obat Penting Edisi 6. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.

You might also like