You are on page 1of 51

Laporan Kasus

COMBUSTIO ELEKTRIK
Kenaz Fauzie 1102009152


Pembimbing:
Dr. H. Supriyono, Sp.B.

Identitas
Nama : Tn. KD
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 46 tahun
Alamat : Jl. Sunan bonang
Link.dukuh rt 008 rw
003 Banjarnegara,
Ciwandan
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal MRS : 1 Juli 2013
Tanggal pemeriksaan : 2 Juli 2013
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada
luka di kedua tangan dan kaki kanan
akibat tersengat listrik sejak 6 hari SMRS

Anamnesa
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan
terdapat luka pada kedua tangan dan kaki
kanan sejak 6 hari yang lalu akibat
tersengat listrik pada saat pasien bekerja
membangun sebuah rumah dan
memegang sebuah besi yang kemudian
menyentuh kawat listrik bertegangan
tinggi.

Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat HT (-), riwayat DM (-)
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan
hal serupa.
Riwayat alergi :
Pasien mengaku tidak memiliki alergi terhadap
obat-obatan tertentu ataupun makanan
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
TD : 130/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respirasi : 22x/menit
Suhu aksila : 38C
Pemeriksaan fisik umum
Kepala Leher
Kepala : Normochepali, deformitas (-), tampak makula hiperpigmentasi
pada kedua pipi, batas tegas, tidak tertutup skuama tipis
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), pupil isokor,
refleks pupil (+/+)
THT : Rhinorea (-), polip (-), othorea (-)
Leher : Massa (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks
Paru
Inspeksi : bentuk simetris, ukuran normal, pergerakan dinding dada
simetris, pelebaran sela iga (-), retraksi sela iga (-), penggunaan otot bantu
nafas (-)
Palpasi : pergerakan dan fremitus raba simetris
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : tak tampak iktus kordis
Palpasi : iktus kordis teraba
Perkusi :- batas kanan jantung : SIC II linea parasternal dekstra
- batas kiri jantung : SIC V linea midklavikula sinistra
Auskultasi : S
1
S
2
reguler, tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : kulit tampak normal, distensi (-), luka operasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani pada semua lapang abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar & lien tidak teraba
Extremitas
Ekstremitas atas: akral hangat (+/+), edema (-/-), pembesaran KGB (-/-)
Ekstremitas bawah: hangat (+/+), edema (-/-)
Status Lokalis
-
-Regio Palmar Manus Dekstra
Inspeksi :
Tampak luka bakar dengan kulit yang mengelupas dan jaringan granulasi.
Darah (-), pus (+)
Palpasi :
Nyeri tekan (+)

-Regio Brachialis Dekstra
Inspeksi :
Tampak luka bakar dengan kulit yang menghitam dan mengelupas, Tampak
darah (+), pus (+)
Palpasi :
Nyeri tekan (+)

-Regio Palmar Manus Sinistra
Inspeksi :
Tampak luka bakar dengan kulit yang mengelupas dan jaringan granulasi.
Darah (+), pus (+)
Palpasi :
Nyeri tekan (+)

-Regio Brachialis Sinistra
Inspeksi :
Tampak luka bakar dengan kulit yang menghitam dan mengelupas. Darah
(+), pus (+)

Palpasi :
Nyeri tekan (+)
-Regio Femoralis, Tibia, Fibula dan Pedis Dekstra
Inspeksi :
Tampak luka bakar dengan kulit yang menghitam dan mengelupas.
Darah (-), pus (+)
Palpasi :
Nyeri tekan (+)
Resume
Tn. A dengan keluhan terdapat luka pada
kedua tangan dan kaki kanan sejak 6 hari yang
lalu akibat tersengat listrik pada saat pasien
bekerja membangun sebuah rumah dan
memegang sebuah besi yang kemudian
menyentuh kawat listrik bertegangan tingg.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan adanya
luka bakar pada regio palmar manus dekstra dan
sinistra, pada regio brachialis dekstra dan sinistra
serta pada femoralis, tibia, fibula dan pedis
dekstra. Tampak darah (+) dan pus (+) terlihat
kulit mengelupas dan menghitam dan nyeri tekan
(+).
Diagnosis
Combustio Elektrik Grade III

Diferensial diagnosis
Combustio Chemical
Combustio Thermal
Combustio Radiation
Rencana terapi
- Eskarotomi
- Debridement
- Skin graft

Prognosis
Quo ad vitam : ad malam
Quo ad functionam : ad malam

Status Lokalis Pasca Operasi
-Regio Palmar Manus Dekstra
Inspeksi :
Tampak Darah (+), pus (+)
Palpasi :
Nyeri tekan (+)

-Regio Brachialis Dekstra
Inspeksi :
Tampak darah (+), pus (+)
Palpasi :
Nyeri tekan (+)

-Regio Palmar Manus Sinistra
Inspeksi :
Tampak Darah (+), pus (+)
Palpasi :
Nyeri tekan (+)

-Regio Brachialis Sinistra
Inspeksi :
Tampak Darah (+), pus (+)

Palpasi :
Nyeri tekan (+)
-Regio Femoralis, Tibia, Fibula dan Pedis Dekstra
Inspeksi :
Tampak Darah (-), pus (+)
Palpasi :
Nyeri tekan (+)

Combustio Elektrik
Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang
disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit,
mukosa dan jaringan yang lebih dalam.
2.2 Etiologi
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

Fase Luka Bakar
A. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada
fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang
bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway
tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah
terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan
akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya
ketidakseimbangan antara paskan O
2
dan tingkat kebutuhan
respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut
dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi dengan
problema instabilitas sirkulasi.
B. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problem penuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau
tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ organ
fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.

C. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat
luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul
pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid,
gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
2.3 Klasifikasi Luka Bakar
A. Dalamnya luka bakar.
Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan
Ketebalan partial
superfisial
(tingkat I)
Jilatan api, sinar
ultra violet (terbakar
oleh matahari).
Kering tidak ada gelembung.
Oedem minimal atau tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan ujung
jari, berisi kembali bila tekanan
dilepas.
Bertambah merah. Nyeri
Lebih dalam dari
ketebalan partial
(tingkat II)
- Superfisial
- Dalam
Kontak dengan
bahan air atau bahan
padat.
Jilatan api kepada
pakaian.
Jilatan langsung
kimiawi.
Sinar ultra violet.
Blister besar dan lembab yang
ukurannya bertambah besar.
Pucat bial ditekan dengan ujung
jari, bila tekanan dilepas berisi
kembali.
Berbintik-bintik yang
kurang jelas, putih,
coklat, pink, daerah
merah coklat.
Sangat nyeri
Ketebalan
sepenuhnya
(tingkat III)
Kontak dengan
bahan cair atau
padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak dengan arus
listrik.
Kering disertai kulit mengelupas.
Pembuluh darah seperti arang
terlihat dibawah kulit yang
mengelupas.
Gelembung jarang, dindingnya
sangat tipis, tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan.
Putih, kering, hitam,
coklat tua.
Hitam.
Merah.
Tidak sakit,
sedikit sakit.
Rambut mudah
lepas bila dicabut.
B. Luas luka bakar
- Lund and Browder

- Rules of Nine
C. Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus
dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada
permukaan tubuh.
2) Kedalaman luka bakar.
3) Anatomi lokasi luka bakar.
4) Umur klien.
5) Riwayat pengobatan yang lalu.
6) Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American Burn Association membagi dalam :
1) Yang termasuk luka bakar ringan (minor) :
a) Tingkat II kurang dari 15% Total Body Surface Area
pada orang dewasa atau kurang dari 10%
Total Body Surface Area pada anak-anak.
b) Tingkat III kurang dari 2% Total Body Surface Area yang
tidak disertai komplikasi.

2) Yang termasuk luka bakar sedang (moderate) :
a) Tingkat II 15% - 25% Total Body Surface Area pada
orang dewasa atau kurang dari 10% - 20%
Total Body Surface Area pada anak-anak.
b) Tingkat III kurang dari 10% Total Body Surface Area
yang tidak disertai komplikasi.
3) Yang termasuk luka bakar kritis (mayor):
a) Tingkat II 32% Total Body Surface Area atau lebih pada
orang dewasa atau lebih dari 20% Total Body
Surface Area pada anak-anak..
b) Tingkat III 10% atau lebih.
c) Luka bakar yang melibatkan muka, tangan, mata, telinga, kaki
dan perineum.
d) Luka bakar pada jalan pernafasan atau adanya komplikasi
pernafasan.
e) Luka bakar sengatan listrik (elektrik).
f) Luka bakar yang disertai dengan masalah yang memperlemah
daya tahan tubuh seperti luka jaringan lunak, fraktur, trauma
lain atau masalah kesehatan sebelumnya.

American college of surgeon membagi dalam:
A. Parah critical:
a) Tingkat II : 30% atau lebih.
b) Tingkat III : 10% atau lebih.
c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue
yang luas.

B. Sedang moderate:
a) Tingkat II : 15 30%
b) Tingkat III : 1 10%

C. Ringan minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%

2.4 Patofisiologis Luka Bakar
Perubahan
Tingkatan hipovolemik
( s/d 48-72 jam pertama)
Tingkatan diuretik
(12 jam 18/24 jam pertama)
Mekanisme Dampak dari Mekanisme Dampak dari
Pergeseran cairan
ekstraseluler.
Vaskuler ke insterstitial. Hemokonsentrasi
oedem pada lokasi luka
bakar.
Interstitial ke vaskuler. Hemodilusi.
Fungsi renal. Aliran darah renal
berkurang karena desakan
darah turun dan CO
berkurang.
Oliguri. Peningkatan aliran
darah renal karena
desakan darah
meningkat.
Diuresis.
Kadar sodium/natrium. Na
+
direabsorbsi oleh
ginjal, tapi kehilangan Na
+

melalui eksudat dan
tertahan dalam cairan
oedem.
Defisit sodium. Kehilangan Na
+
melalui
diuresis (normal
kembali setelah 1
minggu).
Defisit sodium.
Kadar potassium. K
+
dilepas sebagai akibat
cidera jarinagn sel-sel
darah merah, K
+
berkurang
ekskresi karena fungsi
renal berkurang.
Hiperkalemi K
+
bergerak kembali ke
dalam sel, K
+
terbuang
melalui diuresis (mulai
4-5 hari setelah luka
bakar).
Hipokalemi.
Kadar protein. Kehilangan protein ke
dalam jaringan akibat
kenaikan permeabilitas.
Hipoproteinemia. Kehilangan protein
waktu berlangsung
terus katabolisme.
Hipoproteinemia.
Keseimbangan nitrogen. Katabolisme jaringan,
kehilangan protein dalam
jaringan, lebih banyak
kehilangan dari masukan.
Keseimbangan nitrogen
negatif.
Katabolisme jaringan,
kehilangan protein,
immobilitas.
Keseimbangan
nitrogen negatif.
Keseimbangan asam basa. Metabolisme anaerob
karena perfusi jarinagn
berkurang peningkatan
asam dari produk akhir,
fungsi renal berkurang
(menyebabkan retensi
produk akhir tertahan),
kehilangan bikarbonas
serum.
Asidosis metabolik. Kehilangan sodium
bicarbonas melalui
diuresis,
hipermetabolisme
disertai peningkatan
produk akhir
metabolisme.
Asidosis
metabolik.
Respon stres. Terjadi karena trauma,
peningkatan produksi
cortison.
Aliran darah renal
berkurang.
Terjadi karena sifat
cidera berlangsung
lama dan terancam
psikologi pribadi.
Stres karena luka.
Eritrosit Terjadi karena panas,
pecah menjadi fragil.
Luka bakar termal. Tidak terjadi pada hari-
hari pertama.
Hemokonsentrasi.
Lambung. Curling ulcer (ulkus pada
gaster), perdarahan
lambung, nyeri.
Rangsangan central di
hipotalamus dan
peingkatan jumlah
cortison.
Akut dilatasi dan
paralise usus.
Peningkatan
jumlah cortison.
Jantung. MDF meningkat 2x lipat,
merupakan glikoprotein
yang toxic yang dihasilkan
oleh kulit yang terbakar.
Disfungsi jantung. Peningkatan zat MDF
(miokard depresant
factor) sampai 26 unit,
bertanggung jawab
terhadap syok septic.
CO menurun.
2.5 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan
pada luka bakar mayor. Hal ini untuk menunjang
tatalaksana, mengingat luka bakar mayor dapat
menyebabkan kerusakan yang lebih berat dan
gangguan keseimbangan metabolisme tubuh
yang berat. Hal ini harus dikenali sehingga bisa
diatasi secepat mungkin.Pemeriksaan yang dapat
dilakukan :Hemoglobin, hematokrit, elektrolit, gula
darah, golongan darah, kadar COHb dan kadar
sianida (pada luka bakar akiibat kebakaran di
ruangan).
Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
Pasien luka bakar diindikasikan untuk rawat inap harus mengikuti pedoman
dari American Burn Association.
1. Pasien yang lebih muda dari 10 tahun atau lebih tua dari 50 tahun
mengalami luka bakar parsial atau dengan luka bakar seluruh lapisan
lebih besar dari 10%.
2. Luka bakar parsial atau luka bakar sampai lebih dari 20% pada usia
lainnya.
3. Khusus daerah, termasuk sendi, tangan, kaki, perineum, alat kelamin,
wajah, mata, atau telinga.
4. Luka bakar seluruh lapisan lebih besar dari 5%.
5. Luka bakar akibat aliran listrik (termasuk petir), disebabkan kerusakan
jaringan dalam tubuh dapat terjadi akibat aliran listrik yang masuk ke
dalam tubuh.
6. Luka bakar kecil pada pasien dengan permasalahan sosial, termasuk
pada anak yang berisiko tinggi.

2.6 Penatalaksanaan
Seperti menangani kasus emergency umum yaitu:
A. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan:
a) Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO
2
, HCL, Bensin iritasi
Bronkhokontriksi obstruksi gagal nafas.
2) Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra
vaskuler hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal.

B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C. Resusitasi cairan Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 3 tahun : BB x 75 cc
3 5 tahun : BB x 50 cc
diberikan 8 jam pertama
diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
D. Monitor urine dan CVP.
E. Topikal dan tutup luka
Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
Tulle.
Silver sulfa diazin tebal.
Tutup kassa tebal.
Evaluasi 5 7 hari, kecuali balutan kotor.

F. Obat obatan:
Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai
hasil kultur.
Analgetik : kuat (morfin, petidine)
Antasida : kalau perlu

Tindakan bedah
Pemotongan eskar atau eskarotomi dilakukan pada luka bakar derajat tiga
yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh karena pengerutan keropeng dan
pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan yang
membahayakan sirkulasi sehingga bagian distal bisa mati. Tanda dini
penjepitan adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa sampai kebas pada
ujung-ujung distal. Keadaan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan
memanjang yang membuka keropeng sampai jepitan terlepas.
Debridemen diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati
dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan sesegera mungkin
setelah keadaan penderita menjadi stabil karena eksisi tangensial juga
menyebabkan perdarahan. Biasanya eksisi dini ini dilakukan pada hari ke-3
sampai ke-7, dan pasti boleh dilakukan pada hari ke-10. Eksisi tangensial
sebaiknya tidak dilakukan lebih dari 10% luas permukaan tubuh, karena dapat
terjadi perdarahan yang cukup banyak. Luka bakar yang telah dibersihkan atau
luka granulasi dapat ditutup dengan skin graft yang umumnya diambil dari kulit
penderita sendiri (skin grafting autologus).
Penutupan luka bakar dengan bahan biologis seperti kulit
mayat atau kulit binatang atau amnion manusia dapat dilakukan jika
terdapat keterbatasan luas kulit penderita atau terlalu payah.
Walaupun kemungkinan ditolak, bahan tersebut dapat berfungsi
sementara sebagai penghalang penguapan berlebihan, pencegah
infeksi yang lebih parah, dan mengurangi nyeri. Namun, sedikit
demi sedikit penutup sementara ini harus diganti dengan kulit
penderita sendiri sebagai penutup permanen.
Sebaiknya pada penderita luka bakar derajat dua dalam dan
derajat tiga dilakukan skin grafting untuk mencegah terjadinya keloid
dan jaringan parut yang hipertropik. Skin grafting dapat dilakukan
sebelum hari kesepuluh, yaitu sebelum timbulnya jaringan granulasi.
Saat ini telah banyak terdapat material pengganti kulit (skin
subtitute) yang dapat digunakan jika skin grafting tidak bisa
dilakukan. Skin subtitute ini antara lain integra, aloderm, dan
dermagraft. Aloderm adalah dermis manusia yang elemen-elemen
epitelnya telah dibuang sehingga secara teoritis bersifat bebas
antigen, dan berfungsi sebagai kerangka pengganti dermis.
Dermagraft merupakan hasil pembiakan fibroblas neonatus yang
digabung dengan membran silikon, kolagen babi, dan jaring (mesh)
nilon. Setelah dua minggu, membran silikon dikelupas dan
digantikan dengan STTG (split thickness skin graft). Integra
merupakan analog dermis yang terbuat dari lapisan kolagen dan
kondroitin ditambah lapisan silikon tipis.
Nutrisi
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup
kebutuhan kalori dan keseimbangan nitrogen yang
negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2.500-
3.000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi.
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya
memerlukan fisioterapi untuk memperlancar peredaran
darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu, sendi
diistirahatkan dalam posisi fungsional dengan bidai.
Medikamentosa
Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk
mencegah infeksi. Yang banyak dipakai adalah
golongan aminoglikosida yang efektif terhadap
pseudomonas. Bila ada infeksi, antibiotik diberikan
berdasarkan hasil biakan dan uji kepekaan kuman.
Untuk mengatasi nyeri, paling baik diberikan opiat
melalui intravena dalam dosis serendah mungkin yang
bisa menghasilkan analgesia yang adekuat namun tanpa
disertai hipotensi.
Selanjutnya, diberikan pencegahan tetanus berupa
ATS dan/atau toksoid.
Luka bakar derajat satu dan dua yang menyisakan
elemen epitel berupa kelenjar sebasea, kelenjar
keringat, atau pangkal rambut, dapat diharapkan
sembuh sendiri, asal dijaga supaya elemen epitel
tersebut tidak hancur atau rusak karena infeksi. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pencegahan infeksi. Pada
luka lebih dalam, perlu diusahakan secepat mungkin
membuang jaringan kulit yang mati dan memberi obat
topikal yang daya tembusnya tinggi sampai mencapai
dasar jaringan mati. Perawatan setempat dapat
dilakukan secara terbuka atau tertutup.
Ada beberapa jenis obat yang dianjurkan seperti golongan
silver sulfadiazine dan yang terbaru MEBO (moist exposure burn
ointment). Obat topikal yang dipakai dapat berbentuk larutan, salep
atau krim. Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk sediaan kasa
(tulle). Antiseptik yang dipakai adalah yodium povidon atau nitras-
argenti 0,5%. Kompres nitras-argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam
efektif sebagai bakteriostatik untuk semua kuman. Obat ini
mengendap sebagai garam sulfida atau klorida yang memberi
warna hitam sehingga mengotori semua kain. Krim silver
sulfadiazine 1% sangat berguna karena bersifat bakteriostatik,
mempunyai daya tembus yang cukup, efektif terhadap semua
kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan aman. Krim ini dioleskan
tanpa pembalut, dan dapat dibersihkan dan diganti setiap hari.
2.7 Komplikasi Luka Bakar
- Fase Akut: syok, gangguan
keseimbangan cairan dan
elektrolit
- Fase Subakut: infeksi dan sepsis
- Fase Lanjut: parut hipertropik
2.8 Prognosis
Ditentukan oleh
Derajat luka bakar
Luas permukaan
Daerah
Usia
Keadaan kesehatan.
Kesimpulan
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas,
arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan
jaringan yang lebih dalam
Penyebabnya antaralain, Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal
Burn):Gas Cairan ,Bahan padat (Solid) Luka Bakar Bahan Kimia
(chemical Burn) Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn) Luka
Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan pada luka bakar
mayor. Hal ini untuk menunjang tatalaksana, mengingat luka bakar
mayor dapat menyebabkan kerusakan yang lebih berat dan
gangguan keseimbangan metabolisme tubuh yang berat.

Daftar Pustaka
Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition.
J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 1328.
Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott
Campany. Philadelpia. Hal. 752 779.
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press.
Surabaya.
Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd
ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.
Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A
Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 401.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2,
(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis.
Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit
Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya. (2001). Pendidikan
Keperawatan Berkelanjutan (PKB V) Tema: Asuhan Keperawatan Luka Bakar Secara
Paripurna. Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Jane, B. (1993). Accident and Emergency Nursing. Balck wellScientific Peblications.
London.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta.
R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Senat Mahasiswa FK Unair. (1996). Diktat Kuliah Ilmu Bedah 1. Surabaya.
Sylvia A. Price. (1995). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4
Buku 2. Penerbit Buku Kedokteran Egc, Jakarta
TERIMA KASIH

You might also like