You are on page 1of 13

Bab II

Tinjauan Pustaka
2.1 Spinal Anesthesia
2.1.1 Fisiologi Anestesi Spinal
Anestesi spinal menghambat fungsi persarafan sensorik, motorik
dan sistem simpatik. Anestesi lokal yang dimasukkan ke ruang sub-
araknoid memblok konduksi saraf yang berdiameter kecil dan tidak
bermielin (saraf simpatis) lebih dulu dibandingkan saraf yang
berdiameter lebih besar dan bermielin (saraf sensorik dan motorik).
Anestesi spinal memblok sistem saraf simpatik lebih banyak
dibandingkan saraf sensorik, hal ini menjelaskan anestesi spinal yang
rendah tetap dapat menyebabkan hipotensi sistemik.
Anestesi spinal yang terlalu tinggi dapat memblok saraf motorik
sehingga terjadi paralisis otot abdomen dan interkostal, mengakibatkan
menurunkan kemampuan batuk dan membuang dahak. Pasien juga dapat
mengeluhkan dispnea walaupun ventilasi sudah adekuat karena kurang
adekuat sensasi bernafas karena hilangnya proprioseptif pada otot
abdomen dan toraks.
Anestesi spinal diatas ! menghambat persarafan sistem saraf
simpatis pada saluran cerna, sehingga saraf parasimpatis tidak ada yang
menghambat menyebabkan kontraksi usus meningkat dan relaksasi dari
sfingter. Anestesi spinal mempengaruhi ureter sehingga berkontraksi,
namun muara ureterovesika berelaksasi. "lok rangsang aferen dari
bagian yang dioperasi dengan anestesi spinal, selaras dengan hilangnya
respon adrenokortikal untuk rangsang nyeri. "erkurangnya pendarahan
selama anestesi regional dan jenis bedah tertentu menggambarkan
penurunan tekanan darah sistemik, dan juga penurunan tekanan vena
perifer, dimana peningkatan aliran darah ke ekstremitas bawah setelah
blok sistem saraf simpatis membuat penurunan insiden dari komplikasi
thromboemboli setelah operasi panggul.
2.1.2 Indikasi dan Kontraindikasi Anestesi spinal
Anestesi spinal digunakan untuk operasi yang melibatkan
abdomen bagian bawah, inguinal, urogenital, perineum, rektal dan
ekstremitas bawah.
Anestesi spinal memiliki kontraindikasi absolut dan relatif.
#ontraindikasi absolut dari anestesi spinal, antara lain$ (morgan)
Pasien menolak
#oagulopati dan bleeding diathesis
%ika pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombosit dibawah
&''.''' sel(mm
)
, prothrombin time (P) dan activated plasma
thromboplastin time (aP) memanjang, ada produk degradasi
fibrin di plasma dan rendahnya kadar fibrinogen dan antithrombin
***. +ntuk mengatasi hal ini harus dikoreksi penyebabnya terlebih
dahulu dan transfusi produk darah untuk menggantikan
komponen koagulan yang kurang. (spinal dan anestesi).
*nfeksi pada tempat penyuntikan
,ipovolemia berat
Peningkatan tekanan intrakranial
#ontraindikasi relatif dari anestesi spinal,antara lain$
"akteremia
Perlu diperhatikan bakteremia dapat menyebabkan epidural abses
atau meningitis jika darah yang terinfeksi masuk ke dalam ruang
epidural atau subaraknoid. +ntuk mencegah hal ini, dapat
diberikan antibiotic untuk menurunkan risiko infeksi. (miller)
Pasien yang tidak kooperatif
-efisit neurologis
.tenosis katup jantung
-eformitas spinal berat
2.1.3 Obat ang !igunakan pada Spinal Anestesi
/airan anestesi yang biasa digunakan untuk spinal adalah jenis
hiperbarik, dimana berat jenisnya lebih berat dibandingkan dengan cairan
serebrospinal. %enis hiperbarik dapat dibuat dengan cara menambahkan
glukosa pada cairan anestesi, sedangkan untuk hipobarik dapat dibuat
dengan menambahkan air steril. Pada posisi supinasi, cairan hiperbarik
dapat dibawah atau mencapai setinggi 0 karena mengikuti
kelengkungan dari torakolumbal. Posisi lateral dekubitus berguna pada
operasi ektremitas bawah salah satu sisi, sehingga pasien miring kearah
yang akan dioperasi selama )-! menit untuk mendapatkan blok pada sisi
tersebut. Posisi duduk dapat terjadi saddle block, yaitu blok bagian
lumbar dan sacral. Pada orang dengan skoliosis atau kifosis dapat
mempengaruhi pergerakan dari cairan hiperbarik ini, serta metode
penusukkan, yaitu dengan cara paramedian. Peningkatan tekanan
intraabdomen atau kondisi yang dapat menambah volume vena epidural
dapat menurunkan volume cairan serebrospinal, berhubungan dengan
blok yang lebih tinggi. Pada ibu hamil, dosis untuk anestesi spinal
dikurangi sampai &() dari dosis biasa. -engan bertambahnya usia,
adanya kelainan vertebra seperti kifosis atau skoliosis, dapat menurunkan
volume serebrospinal. Peningkatan tekanan serebrospinal dapat terjadi
saat batuk, tegang atau turbulensi saat injeksi.
1bat
Anestesi
.pinal
Preparasi -osis (mg) -urasi (menit)
Perineum,
2kstremitas
bawah
Abdomen
bagian
bawah
Abdomen
bagian atas
Plain 2pinefrin
Prokain &'3
solution
4! &5! 5'' 0! 6'
"upivacain ',4!3
dalam
7,5!3
dekstrose
0-&' &5-&0 &5-&7 8'-&5' &''-&!'
etrakain &3
solution
dalam &'3
glukosa
0-7 &'-&5 &'-&6 8'-&5' &5'-50'
9idokain !3 dalam
4,!3
glukosa
5!-!' !'-4! 4!-&'' 6'-4! 6'-8'
9idokain !3 sudah tidak direkomendasi lagi karena
meningkatkan insiden gejala neurologis sementara. Penambahan
adjuvant seperti vasokonstriktor dan opioid dapat meningkatkan kualitas
dan memperpanjang durasi anestesi spinal. :asokontriktor, berupa
epinefrin (',&-',5 mg) dan fenilefrin (&-5 mg), menurunkan ambilan dan
klirens lokal anestesi dari cairan serebrospinal, sehingga memperlama
analgesik spinal. .aat ini yang paling sering digunakan adalah hiperbarik
bupivakain dan tetrakain. #eduanya memiliki onset yang lambat sekitar
!-&' menit dan memiliki durasi yang panjang 8'-&5' menit. ;alaupun
keduanya memiliki blok sensoris yang sama, namun tetrakain memiliki
blok motorik lebih baik daripada bupivakain dengan dosis yang sama.
2.1." Ko#plikasi Anestesi Spinal
"erikut adalah beberapa komplikasi dan efek samping yang
sering dialami pasien yang dilakukan anestesi spinal $
Ko#plikasi neurologi
#omplikasi neurologi dapat disebabkan karena trauma,
secara langsung dapat disebabkan karena penusukkan jarum atau
secara tidak langsung karena kompresi akibat hematoma atau
abses. Parestesia dapat sering terjadi setelah operasi, dan dapat
diatasi.
$ipotensi
,ipotensi (tekanan sistolik dibawah 8' mm,g) terjadi
pada &() pasien yang mendapat anestesi spinal. ,ipotensi ini
terjadi karena blok dari saraf simpatis sehingga menurunkan
venous return ke jantung dan menurunkan cardiac output dan atau
menurunkan resisten vascular sistemik. ,al ini dapat diatasi
dengan cara restorasi venous return untuk meningkatkan cardiac
output, yaitu dengan cara menurunkan kepala !-&' derajat
(autotransfusi) tanpa mempengaruhi efek obat spinal. .elain itu,
dapat diberikan hidrasi yang cukup sebelum dilakukan anestesi
spinal untuk meminimalisir efek venodilatasi dari blok saraf
simpatis. <amun perlu diperhatikan pada pasien dengan fungsi
jantung yang terbatas atau iskemia jantung. -apat juga diberikan
simpatomimetik dengan inotropik positif dan efek
vasokonstriktor, seperti efedrin (!-&' mg *:).
Bradikardi dan asistol
<adi tidak berubah secara signifikan selama anestesi
spinal. <amun &'-&!3 pasien dapat terjadi bradikardi. =isiko
terjadinya bradikardi meningkat karena tingginya level sensorik
dari anestesi, yaitu setinggi &-0. ,al ini dapat diatasi dengan
pemberian efedrin !-!' mg *:, atropine ',0-& mg *:, epinefrin
','!-',5! mg *:. %ika terjadi asistol diberikan epinefrin & mg *:.
Post-dural puncture headache
Post-dural puncture headache terjadi karena efek
langsung dari penusukkan jarum yang membuat lubang di
duramater, menghasilkan hilangnya cairan serebrospinal lebih
banyak dari yang diproduksi sehingga dapat terjadi herniasi atau
distensi dari pembuluh darah sebagai kompensasi karena volume
otak yang tetap. Post-dural puncture headache dapat terjadi mulai
&5-07 jam setelah penusukkan, muncul ketika sedang duduk atau
berdiri dan membaik saat berbaring. <yeri kepala yang berdenyut
dan tumpul dapat berada di oksipital atau frontal. -apat berkaitan
dengan gejala mual, muntah, anoreksia dan malaise. >angguan
penglihatan, berupa diplopia, penglihatan buram, fotofobia dapat
terjadi karena regangan dari saraf ke 6 karena hilangnya cairan
serebrospinal. Post-dural puncture headache dapat diatasi dengan
cara bed rest, cairan dan analgetik dan kafein (!'' mg *:). Post-
dural puncture headache dicegah dengan menggunakan jarum
;hitacre atau .protte, jarum ukuran kecil dan posisi penusukan
yang paralel dengan serabut kauda ekuina.
High Spinal Anesthesia
,ipotensi sistemik seringkali berkaitan dengan anestesi
spinal yang terlalu tinggi, sehingga menyebabkan pasien mual
dan agitasi. Anestesi spinal total adalah istilah yang digunakan
jika blok sensorik dan motorik berlebihan diikuti dengan
penurunan kesadaran. Apnea dan hilangnya kesadaran terjadi
karena paralisis iskemi dari pusat pernapasan karena hipotensi
dan penurunan aliran darah ke daerah tersebut. ,ilangnya
kesadaran dapat juga terjadi karena efek langsung dari obat lokal
anestesi diatas foramen magnum sehingga pasien gagal
mempertahankan tekanan darah sistemik. %ika pasien mendapat
anestesi spinal terlalu tinggi maka dapat diubah menjadi anestesi
umum karena dapat mengakibatkan kegagalan ventilasi.
reatment dari anestesi spinal yang tinggi adalah dengan cara
menjaga jalan nafas dan ventilasi serta menjaga sirkulasi dengan
simpatomimetik dan infuse cairan.
%ual dan #untah
erjadi karena peningkatan aktivitas dari saraf
parasimpatis pada saluran cerna (karena sistem saraf simpatisnya
di-blok), sehingga terjadi peningkatan peristaltik saluran cerna.
&etensi urin
=etensi urin terjadi karena adanya inervasi ke kantung
kemih yang akan berkontraksi dari muara , sehingga perlu
pemakaian kateter.
Ba'ka'he
-apat terjadi karena ligament tertarik ketika blok sensorik
dan relaksasi dari otot skeletal sehingga posisi yang tidak nyaman
dapat mengakibatkan sakit punggung.
$ipo(entilasi
Penurunan kapasitas vital paru terjadi jika blok motorik
melebihi ke dermatom thoraks bagian atas dan servikal.
,ilangnya proprioseptif dari otot interkostal dapat menghasilkan
perasaan dispnea. ,ipoventilasi dapat diperberat dengan
penggunaan obat yang menghasilkan rasa mengantuk selama
anestesi spinal, sehingga perlu dipasang pulse oximetry dan juga
capnography
2.2 Trans)*rethral &ese'tion o+ the Prostate
+=P dilakukan pada pasien yang mengalami pembesaran prostat jinak.
-i mana +=P merupakan tindakan bedah yang tidak terlalu invasif untuk
mengurangi volume prostat sehingga retensi urine yang terjadi dapat berkurang.
+=P dilakukan dengan memasukkan kamera endoskopi untuk memvisualisasi
prostat dan resectoscope yang menyerupai kauter untuk membakar dan
membuang sebagian dari prostat. =esectoscope menggunakan aliran listrik untuk
membuang bagian ? bagian dari prostat, di mana darah dan jaringan yang
menghalangi visualisasi akan dikeluarkan dengan menggunakan cairan irigasi.
Alat yang digunakan untuk melakukan +=P juga memiliki irrigation solution
pole, yang merupakan alat untuk menyemprotkan cairan irigasi yang dapat diatur
tekanannya.
2.2.1 Peran ,airan Irigasi pada T*&P
/airan irigasi digunakan untuk mengalirkan keluar sisa ? sisa
jaringan prostat yang telah direseksi dan juga darah agar lapangan
pandang operator dapat terjaga. /airan irigasi ini akan disemburkan ke
dalam vesica urinaria, di mana cairan irigasi yang digunakan harus
memenuhi beberapa persyaratan $
/airan yang digunakan harus isotonik atau mendekati
isotonik (bila hipotonik dapat menyebabkan hemolisis)
Electrically inert untuk mencegah terjadinya luka bakar
karena reaksi antara resectoscope dengan elektrolit yang
ada.
/airan yang non-toksik
ransparant agar lapangan pandang dapt divisualisasi
dengan baik.
A@uadestilata merupakan cairan yang inert dan non toksik serta
transparan, namun sangat hipotonik sehingga bila diserap ke dalam
sirkulasi dalam jumlah banyak dapat menyebabkan hemodilusi dengan
cepat yang berakhir dengan cerebral edema dan komplikasi lainnya.
"eberapa dari cairan irigasi yang dapat digunakan antara lain $
>lycine
Aannitol )3
>lukosa 5.! ? 03
Pemilihan cairan irigasi merupakan hal yang penting karena
cairan irigasi akan diserap sebagian oleh sinus ? sinus vena yang ada di
dalam vesica urinaria. ,al ini dapat menyebabkan dilusi dari volume
intravaskular sehingga menimbulkan kondisi hipo-osmolar yang akhirnya
bisa fatal. Ada juga kondisi ? kondisi tertentu yang dapat disebabkan oleh
cairan ? cairan irigasi tertentu (misalnya hiperammonemia pada pasien
yang diberika >lycine untuk irigasi).
2.2.2 Posisi Pasien pada Operasi T*&P
Pada operasi +=P, pasien akan diposisikan dalam posisi
lithotomy, di mana pasien dalam posisi berbaring telentang dengan kedua
kaki diangkat dan ditopang dengan penyangga. Pinggang pasien
difleksikan pada sudut 7' ? &''
'
, dengan kedua kaki diabduksi sekitar )'
? 0!
'
, kedua kaki juga berada dalam keadaan sedikit terotasi ke arah luar
(external rotation). Posisi ini memiliki beberapa risiko yang harus
diperhatikan $
&. Perubahan preload
,al ini disebabkan karena lebih tingginya posisi kaki
dibandingkan kepala sehingga venous return akan
meningkat sejalan dengan aliran balik darah yang
mengikuti gravitasi. ,al ini menyebabkan peningkatan
dari cardiac output, tekanan intra-kranial, dan tekanan
vena sentral.
5. Pergeseran organ viscera ke arah cephalad
Pergeseran organ viscera ini akan menyebabkan
terdorongnya diafragma ke atas sehingga diafragma lebih
sulit untuk mengembang, akibatnya didapati functional
residual capacity dan tidal volume yang menurun.
). =isiko trauma pada tulang belakang
rauma yang terjadi biasanya adalah torsi dari tulang
belakang bagian lumbal, yang terjadi saat pengangkatan
dari kedua kaki ke atas penyangga yang tidak dilakukan
secara bersamaan.
0. rauma pada saraf
rauma pada saraf terjadi akibat penekanan pada saraf
tersebut sehingga vaskularisasinya terganggu. Penekanan
ini biasanya terjadi pada kedua kaki yang ditopang oleh
penyangga, yang tidak diberi bantalan (padding), biasanya
saraf yang terkena adalah <ervus peroneus komunis
(peroneal common nerve), yang memberi gejala berupa
lower extremity motor neuropathy.
2.2.3 T*&P Sndro#e
2.2.3.1 %ekanis#e T*&P Sndro#e
+=P syndrome merupakan komplikasi dari +=P yang
disebabkan karena absorbsi dari cairan irigasi dalam jumlah besar
(dapat mencapai 7 liter) yang menyebabkan terjadinya hemodilusi
dari volume intravaskular. ,emodilusi yang terjadi menyebabkan
kondisi hipoosmolar yang akan menyebabkan masuknya cairan
ke dalam sel, akhirnya terjadi edema jaringan, salah satunya
adalah di otak, menyebabkan terjadinya cerebral edema. .elain
itu dapat juga terjadi hiponatremia dan overload cairan
intravaskular yang menyebabkan terjadinya gagal jantung
kongestif, biasanya pasien akan mengalami penurunan kesadaran
terlebih dahulu yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah,
setelah beberapa saat makan tekanan darah akan turun dan pasien
mengalami syok kardiogenik
2.2.3.2 -ejala T*&P Sndro#e
=isiko +=P syndrome cukup tinggi pada pasien ? pasien
tertentu, terutama pasien dengan hal ? hal berikut $
9ama operasi lebih dari &!' menit
+kuran prostat lebih dari 0! gram
Acute urinary retention
=isiko +=P syndrome lebih tinggi pada pasien
yang dilakukan +=P dengan gejala obstruksi
yang akut, atau baru ? baru ini, bila dibandingkan
dengan yang sudah lama (kronik) mengalami
retensi urine.
+sia pasien lebih dari 7' tahun
Kardiopul#onari -injal dan $e#atologi Siste# Sara+ Pusat
,ipertensi ,yperammonemia Aual dan muntah
"radicardia ,yponatremia >elisah
Arrhytmia ,ypoosmolality #ebutaan
=espiratory -istress ,emolysis #ejang
/yanosis Acute #idney *njury 9etargi dan koma
,ipotensi dan .yok ,yperglycinemia Aidriasis pupil
2.2.3.3 %anaje#en T*&P Sndro#e
Pada saat operasi berlangsung, pasien harus terus
dimonitor untuk gejala ? gejala awal yang mungkin muncul, di
mana biasanya berupa gejala neurologis (perubahan kualitas
kesadaran) dan peningkatan tekanan darah, selama preoperatif
juga sebaiknya telah dilakukan pemeriksaan elektrolit untuk
mengetahui kadar <atrium darah sehingga sewaktu ? waktu sapat
diketahui apakah sudah terjadi hiponatremia atau belum. "ila
pasien dicurigai mengalami +=P syndrome, maka $
&. ,entikan operasi sesegera mungkin.
5. "erikan diuretik berupa Burosemide sebanyak 5' mg *:
untuk mengeluarkan kelebihan cairan.
). Pastikan oksigenasi pasien tetap baik karena pasien
memiliki risiko hipoksia akibat edema paru.
>unakan face mask atau nasal cannule dan
pertimbangkan intubasi endotrakeal bila diperlukan.
0. Ambil darah pasien untuk mengetahui keadaan asam ?
basa dan elektrolitnya.
!. #oreksi dengan hypertonic saline (<a/9 )3) bila pasien
dalam kondisi hiponatremia berat yang simptomatik.
6. "ila pasien mengalami kejang berika antikonvulsan
berupa AidaColam 5 ? &' mg atau -iaCepam ! ? 5' mg.
2.3 $ipertensi pada Anestesi
2.3.1 !e+inisi dan Kategori $ipertensi
Aenurut %oint <ational /ommittee on 2valuation, -etection , and
Prevention of ,igh "lood Pressure (%</), tekanan darah optimal
untuk dewasa adalah kurang dari &5' mm,g untuk sistolik dan kurang
dari 7' mm,g untuk diastolic. #ategori untuk tekanan darah tercantum
dalam table berikut.
Kategori Sistolik !iastolik
1ptimal D &5' D7'
<ormal D&)' D 7!
<ormal tinggi &)'-&)8 7!-78
,ipertensi stage & &0'-&!8 8'-88
,ipertensi stage 5 &6'-&48 &''-&'8
,ipertensi stage ) E&7' E&&'
*., E&0' D8'
PP, Pulse pressure E 6! mm,g
*., $ *solated .ystolic ,ypertensionF PP, $ Pulse Pressure ,ypertension
.umber $
2.3.2 .tiologi $ipertensi
"eberapa etiologi dari hipertensi$
,ipertensi esensial
2tiologi tidak diketahui
=enal
>lomerulonefritis akut atau kronis, pielonefritis kronik, polikistik,
diabetic nefropati, retensi natrium, hidronefrosis.
2ndokrin
.indrom /ushing, aldostronisme, hipotiroidisme, hipertiroidisme,
kortikosteroid
<eurogenik
Psikogenik, peningkatan tekanan intrakranial, >uillain-"arre
syndrome, sleep apnea
9ain-lain
#oartasio aorta, hipertensi karena kehamilan, hiperkalsemia,
penggunaan alcohol dan obat-obatan, stress akut akibat operasi
2.3.3 Ko#plikasi $ipertensi
"erikut adalah komplikasi dari hipertensi yang sering ditemui
dalam perjalanan penyakitnya $
#ardiovaskular
,ipertrofi ventrikel kiri
Angina atau infark miokard
Aritmia
>agal jantung
Aata
Perubahan vascular yang menyebabkan retinopati hipertensi dan
retinopati arteriosklerotik
>injal
/erebral
.troke atau transient ischemic attack (*A)
2.3." %anage#en Anestesi pada Pasien dengan $ipertensi
Preoperati+
.elain anamnesis dan pemeriksaan fisik rutin, perhatian lebih
harus dilakukan untuk mengetahui etiologi, tingkat keparahan
hipertensi, tipe hipertensi, pengobatan saat ini, dan kerusakan organ
target.
1bat antihipertensi memiliki implikasi yang berbeda pada
anestesi. 1bat diuretik menyebabkan hipokalemi kronis dan
hipomagnesemia, yang dapat menyebabkan aritmia. .erum elektrolit
harus di cek saat preoperatif.
+ntuk evaluasi kardiovaskular, 2#> dan foto rontgen thoraG
merupakan tes minimal. ,ipertrofi ventrikel kiri meningkatkan risiko
miokardiak iskemik perioperatif.
+ntuk evaluasi ginjal, urinalisis, serum kratinin, dan blood urea
nitrogen. %ika terdapat gagal ginjal kronis maka pemeriksaan
hiperkalemia dan peningkatan plasma volume harus diperhatikan.
+ntuk evaluasi cerebrovascular, riwayat kecelakaan
cerebrovaskular dan *A ataupun adanya retinopati hipertensi harus di
cari dengan seksama.
1perasi elektif harus ditunda sampai tekanan darah mencapai
dibawah &7'(&&' mm,g. "ila dimungkinkan penurunan dilakukan
dalam 6-7 minggu untuk mencapai dibawah &0'(8' mm,g.
Penggunaan obat antihipertensi harus dilanjutkan sampai hari
operasi. #arena penghentian obat dapat menimbulkan efek withdrawal
dan meningkatkan risiko iskemik miokard.
Intraoperati+
Aonitoring yang harus dilakukan pada pasien dengan hipertensi
antara lain $
o 2#>
Ainimal lead :! dan ** untuk melakukan analisis . segment
o ekanan darah
Aonitoring secara kontinu diperlukasn karena instabilitas
tekanan darah pada pasien seperti ini
o #ateter arteri pulmonal
+ntuk menangani penggantian cairan dan monitorin fungsi
ventrikel
o Pulse oGymeter
+ntuk memonitor aliran darah perifer dan oksigenasi
o End-tidal C! analy"er
+ntuk menjaga normokarbia
o emperature
*nduksi dengan menggunakan obat-obat intravena dapat
dilakukan dengan perhatian khusus pada tekanan darah, dimana dapat
terjadi penurunan tekanan darah. .eluruh obat-obatan dapat diberikan
kecuali ketamine karena dapat menyebabkan hipertensi dan takikardia.
.ementara untuk maintenance dapat menggunakan obat-obat inhalasi
ataupun intravena. idak ada kontraindikasi untuk pasien dengan
hipertensi selama tekanan darah diperhatikan agar tidak turun akibat
anestesi yang terlalu dalam.
Postoperati+
Aanagemen postoperative bergantung pada etiologi hipertensi,
dantingkat hipertensi. Penyebab dari hipertensi tersebut harus di
terapi. 1bat-obatan antihipertensi harus diberikan bila terdapat
hipertensi postoperative. ,ipertensi postoperative dapat disebabkan
oleh nyeri, hipoksemia, hiperkarbia, reaksi akibat endotrakeal
intubasi, bladder yang penuh, hipotermia, hipervolemia akibat terapi
cairan, dan efek withdrawal dari pengobatan sebelumnya.

You might also like