You are on page 1of 20

ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN

ANDERSEN*
10.2009.234/ D-7
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat
And_der_sen@yahoo.com

PENDAHULUAN
1
Anemia hemolitik autoimun (AHA) atau autoimmune hemolytic anemia ialah suatu anemia
hemolitik yang timbul karena terbentuknya aotuantibodi terhadap eritrosit sendiri sehingga
menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit. Dan sebagian referensi ada yang menyebutkan
anemia hemolitik autoimun ini merupakan suatu kelainan dimana terdapat antibody terhadp
sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek. Tapi sebenarnya kedua defenisi dari
beberapa referensi diatas sama yakni karena terbentuknya autoantibody oleh eritrosit sendiri
dan akhirnya menimbulkan hemolisis. Hemolisis yakni pemecahan eritrosit dalam pembuluh
darah sebelum waktunya .Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi
sebagian besar penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Kadang-kadang tubuh mengalami
gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagai
bahan asing (reaksi autoimun), jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel darah merah,
akan terjadi anemia hemolitik autoimun.

TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai penyakit katarak senile imatur. Juga sebagai tambahan bahan materi pembelajaran
agar dapat lebih menguasai materi perkuliahan.

PEMBAHASAN
Skenario 4
Seorang pasien Ny B, 25 tahun, datang kepoliklinik dengan keluhan mudah lelah kurang
lebih 2-3 minggu ini, dan wajahnya terlihat agak pucat. Pasien tidak merasakan demam,
mual, muntah, frekuensi serta warna BAK dalam batas normal, dan frekuensi, warna,
konsistensi BAB masih dalam batas normal.
PF: BB:81 kg, TB :170cm, keadaan umum : tampak sakit ringan, kesadaran :CM, TD
:120/80 mmHg, N:90x/mnt, RR 18x/mnt, T:36,5
o
C, mata :konjungtiva anemis +/+, sclera
ikterik +/+, leher :JVP:5-2cmH
2
O, thorak : pulmo/cor : dalam batas normal, abdomen
:Hepar : tidak merasa membesar, lien:S I-II, ekstremitas : dalam batas normal
Lab : Hb:9,5 g/dl, Ht:30%, L:8900/uL, MCV : 82 fL, MCH : 34 g/dL, hitung Retikulosit :
6%
ANAMNESIS
1
Informasi yang bisa diperoleh dari kecurigaan terhadap pasien dengan gejala anemia dapat
dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu :
Gejala Umum anemia atau sindrom anemia
a. Sistem kardiovaskuler
Lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak waktu kerja, angina pectoris, dan gagal jantung
b. Sistem saraf
Sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel,
lesu, perasaan dingin pada ekstremitas
c. Sistem urogenital
Gangguan haid dan libido menurun
d. Epitel
Warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tupis dan halus
e. Tanda perdarahan
seperti ptekia dan purpura
Gejala anemia hemolitik autoimun
Dibagi menjadi 2 jenis :
1. Anemia hemolitik autoimun tipe hangat
Sekitar 70% kasus AIHA atau anemia hemolitik autoimun dan terjadi pada pasien
berusia lebih dari 40 tahun dan lebih sering pada wanita.
Apakah anemia yang terjadi makin hari semakin memburuk atau mendadak?
Apakah ada ikterik? Oleh karena peningkatan bilirubin indirek dalam darah
Warna urin dan feses coklat? Disebabkan urobilinogen meningkat
Apakah demam?
Adanya nyeri abdomen?
Apa terasa pembesaran pada daerah abdomen? Curigai hepatosplenomegali oleh karena
destruksi eritrosit oleh makrofag meningkat dan adanya limfadenopati juga perlu ditanyakan
2. Anemia hemolitik autoimun tipe dingin
Apakah tinggal didaerah dingin? Sebab udara dingin dapat memicu hemolisis yang
diperantai oleh antibodi dingin yaitu aglutinin dingin dan antibodi Donath-
Landstainer sehingga menyebabkan hemolisis diinduksi-dingin atau Fenomena
Raynaud yang iskemianya menyebabkan pucat dan baal pada tangan jika terpajan
dingin, diikuti sianosis, kemerahan (hiperemia reaktif), nyeri berdenyut, dan
kesemutan.
Anemia yang terjadi biasanya ringan dengan Hb : 9-12 g/dl, maka gejala umum
seperti rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-
kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas, dan dispepsia perlu ditanyakan.
Apakah terdapat Akrosianosis? Yaitu warna kebiru-biruan tanpa rasa sakit pada
kedua tangan dan kaki (lebih jarang) yang bersifat menetap, biasanya lebih sering
terjadi pada wanita. Dan apakah terdapat pembesaran limpa?
Gejala penyakit dasar yang menyebabkan anemia
Oleh karena gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia
sangat bervariasi maka perlu menyingkirkan penyakit-penyakit yang menyebabkan
anemia tersebut seperti infeksi cacing tambang dengan gejala antara lain sakit perut,
pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Selain itu juga anemia
akibat penyakit kronik seperti artritis reumatoid perlu ditanyakan. Tetapi pada
umumnya diagnosis anemia sangat memerlukan pemeriksaan laboratorium.
PEMERIKSAAN FISIK
2
Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematik dan menyeluruh
Perhatian khusus diberikan pada
a. Keadaan umum pasien : tampak sakit ringan atau berat
b. Warna kulit : pucat, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti jerami
c. Kuku : koilonychias (kuku sendok)
d. Mata : ikterus, konjugtiva pucat, perubahan pada fundus
e. Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, atrofi papil lidah
f. Limfadenopati, hepatomegali, splenomegali
g. Tingkat kesadaran pasien :
h. Proporsi tubuh : adakah kelainan fisik pada pasien

PEMERIKSAAN PENUNJANG
2,3
a) AHA Tipe panas
Pada AHA tipe panas ini dijumpai kelainan laboratarium sebagai berikut:
1. Darah tepi
Anemia ini juga dijumpai kelianan diantaranya, pada darh tepi terdapat mikrosferosit,
pliikromasia, normoblast dalam darh tepi.Morfologianemia ini pada umumnya ialah
normokoromik normositer dan juga didapat terjadinya peningkatan retikulosit.
2. Bilurubin serum meningkat 2-4 mg/dl, dengan bilurubin indierk lebihtinggi dari
bilurubin direk.



3. TesCoombs direk (DAT) positif.
Direct Coombs tes dapat menunjukkan adanya antibodi atau komplemen
pada permukaan sel darah merah dan merupakan tanda dari autoimun hemolisis.

Gambar 1. Tes Coombs
Sumber : http://www.scribd.com/doc/69691421/Anemia-Hemolitik-Autoimun









Gambar 2.. apusan darah tepi penderita AHA: Menunjukan eritrosit
normokromik normositer, mikrosferosit, fragmentosit dan
sebuah normoblast (panah).
Sumber : http://www.scribd.com/doc/41384272/Anemia-Hemolitik-Autoimun



4. Hemoglobin dibawah 7gr/dl.
5. Yang paling menonjol pada pemeriksaan darah tepi pada tipe hangatini yakni
ditemukan sferositosis yang menonjol dalam darh tepi.



Gambar 3. Menunjukkan sedian apus darah tepi pada anemia hemolitik autoimun tipe
hangat, terdapat banyak mikrosferosit dan sel polikromatik yang lebih besar
(retikulosit)
Sumber: http://www.scribd.com/doc/41384272/Anemia-Hemolitik-Autoimun

b) AHA Tipe dingin
Tes aglutitinasi dingin dijumpai titer tinggi dan tes Coombs direk positif. Dan juga tes darah
tepi yakni menghitung jumlah lekosit yang kadangsampai >50 rb/mmk yang biasanya
dijumpai pada yang akut, sealin itu juga menghitung jumlah trombosit meningkat.



















Gambar 4. Sedian apus darah pada anemia hemolitik autoimun tipe dingin.Aglutinasi
eritrosit yang jelas terdapat pada sediaan apus darahyang dibuat pada suhu
ruangan. Latar belakangnya disebabkan oleh kosentrasi protein plasma yang
meningkat

Sumber : http://www.scribd.com/doc/41384272/Anemia-Hemolitik-Autoimun

DIAGNOSIS KERJA
3,4
Hemolisis adalah kerusakan sel darah merah pada sirkulasi sebelum 120 hari( umur
eritrosit normal). Hemolisis mungkin asymptomatik, tapi bila eritropoesis tidak dapat
mengimbangi kecepatan rusaknya sel darah merah dapat terjadi anemia.

Autoimmune hemolytic anemia (AIHA) adalah suatu kondisi dimana imunoglobulin
atau komponen dari sistem komplemen terikat pada antigen permukaan sel darah merah
dan menyebabkan pengrusakan sel darah merah melalui Sistem Retikulo Endotelial (SRE).
Antibodi yang khas pada AIHA antara lain IgG,IgM atau IgA dan bekerja pada suhu yang
berbeda-beda. AIHA tipe hangat diperantarai IgG, yang mengikat sel darah merah secara
maksimal pada suhu 37
o
C. Pada AIHA tipe dingin diperantarai oleh IgM (coldaglutinin),
yang mengikat sel darah merah pada suhu yang rendah (0 sampai 4
o
C). AIHA tipe hangat
lebih sering dijumpai dari pada tipe dingin. Wanita lebih sering terkena daripada laki-laki

Adapun klasifikasi anemia hemolitik autoimun berdasarkan sifat reaksi antibodi, AHA
dibagi 2 golongan sebagai berikut:
1. Anemia Hemolitik Autoimun Hangat atau warm AHA (yang sering terjadi) Anemia
Hemolitik Autoimun Hangat (warm AHA) yakni suatu keadaan dimana tubuh
membentuk autoantibody yang bereaksi terhadap sel darah merah pada suhu
tubuh.Autoantibody melapisi sel darah merah, yang kemudian dikenalinya sebagai benda
asing dan dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa atau kadang dalam hati dan sumsum
tulang.Dan suhu badan pasien pada anemia hemolitik aotuimun hangat ini >37
o
C.
Warm reactive antibodies :
a. Primer (idiopatik)
b. Sekunder :
1).Kelainan limfoproliferatif
2).Kelainan autoimun (Sistemik lupus eritematosus/SLE)
3).Infeksi mononukleosisc.
c. Sindroma evand.
d. HIV

2. Anemia Hemolitik Dingin atau cold AHA. .
Anemia Hemolitik Autoimun Dingin (cold AHA) yakni suatu keadaandimana tubuh
membentuk aotoantibodi yang beraksi terhadap sel darah merah dalam
suhu ruangan atau dalam suhu yang dingin. Dan suhu tubuh pasien pada anemia
hemolitik aotuimun dingin ini <37
o
C.
Cold reactive antibodies:
a.Idiopatik (Cold agglutinin diseases)
b.Sekunder :
1). Atipikal atau pneumonia mikoplasma
2).Kelainan limfoproliferatif
3).Infeksi mononukleosi


DIAGNOSIS BANDING
4,5
1). Anemia pasca perdarahan
Anemia Karena Perdarahan Hebat adalah berkurangnya jumlah sel darah merah atau
jumlah hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang disebabkan oleh perdarahan
hebat.
Anemia karena perdarahan terbagi atas :
1. perdarahan akut
mungkin timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak, sedangkan
penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian.
Penatalaksanaan :
mengatasi perdarahan
mengatasi renjatan dengan transfusi darah atau pemberian cairan per
infuse
2. perdarahan kronik
pengeluaran darah biasanya sedikit-sedikit sehingga tidak diketahui pasien.
Penyebab yang sering antara lain ulkus peptikum, menometroragi, perdarahan
saluran cerna karena pemakaian analgesic, dan epistaksis. Di Indonesia sering
karena infestasi cacing tambang.
Pemeriksaan laboratorium
Gambaran anemia sesuai dengan anemia defisiensi Fe. Perdarahan pada saluran
cerna akan member hasil positif pada tes benzidin dari tinja.
Penatalaksanaan :
Mengobati sebab perdarahan
Pemberian preparat Fe

2). Anemia Hemolitik Imun Diinduksi Obat
Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan hemolisis karena obat yaitu:
hapten/penyerapan obat yang melibatkan antibodi tergantung obat, pembentukan kompleks
Ternary (mekanisme kompleks imun tipe innocent bystander ), induksi autoantibodi yang
bereaksi terhadap eritrosit tanpa ada lagi obat pemicu, serta oksidasi hemoglobin.
Penyerapan/absorbsi protein non-imunologis terkait obat akan menyebabkan tes coombs
positif tanpa kerusakan eritrosit.

Pada mekanisme hapten/absorbsi obat, obat akan melapisi eritrosit dengan kuat. Antibodi
terhadap obat akan dibentuk dan bereaksi dengan obat pada permukaan eritrosit. Eritrosit
yang teropsonisasi oleh obat tersebut akan dirusak di limpa. Antibodi ini bila dipisahkan dari
eritrosit hanya bereaksi dengan reagen yang mengandung eritrosit berlapis obat yangsama
(misal penisilin).

Mekanisme pembentukan kompleks
ternary melibatkan obat atau metabolit obat, tempatikatan obat permukaan sel target,
antibodi, dan aktivasi komplemen. Antibodi melekat pada neoantigen yang terdiri dari
ikatan obat dan eritrosit. Ikatan obat dan sel target tersebut lemah, dan antibodi akan
membuat stabil dengan melekat pada obat ataupun membrane eritrosit. Beberapa antibodi itu
memiliki spesifisitas terhadap antigen golongan darah tertentu. Pemeriksaan coombs
biasanya positif. Setelah aktivasi komplemen terjadi hemolisis intravaskular,
hemoglobinemia, dan hemoglobinuria. Mekanisme ini terjadi pada hemolisis akibat obat
kinin, kuinidin, sulfonamide, sulfonylurea, dan tiazid.

Banyak obat menginduksi pembentukan autoantibodi terhadap eritrosit autolog, seperti
contoh metildopa. Metildopa yang bersirkulasi dalam plasma akan menginduksi
autoantibodi spesifik terhadap antigen Rh pada permukaan sel darah merah. Jadi yang
melekat pada permukaan sel darah merah adalah autoantibodi, sedangkan obat tidak melekat.
Mekanisme bagaimana induksi formasi autoantibodi ini tidak diketahui.

Sel darah merah bisa mengalami trauma oksidatif. Oleh karena hemoglobin mengikat
oksigen maka bisa mengalami oksidasi dan mengalami kerusakan akibat zat oksidatif.
Eritrosit yang tua makin mudah mengalami trauma oksidatif. Tanda hemolisis karena proses
oksidasi adalah dengan ditemukannya methemoglobin, sulfhemoglobin,
dan Heinz bodies,blister cell, bites cell dan eccentrocytes. Contoh obat yang menyebabkan
hemolisis oksidatif ini adalah nitrofurantoin, phenazopyridin, aminosalicylic acid . Pasien
yang mendapat terapi sefalosporin biasanya tes coombs positif karena absorbsi non-
imunologis, immunoglobulin, komplemen, albumin, fibrinogen, dan plasma protein
lain pada membran eritrosit.



Gambaran klinis:
Adanya riwayat pemakaian obat tertentu. Pasien yang timbul hemolisis melalui mekanisme
hapten atau autoantibodi biasanya bermanifestasi sebagai hemolisis ringan sampai sedang.
Bila kompleks ternary yang berperan maka hemolisis akan terjadi secara berat,mendadak,
dan disertai gagal ginjal. Bila pasien sudah pernah terpapar obat tersebut, maka hemolisis
sudah dapat terjadi pada pemajanan dengan dosis tunggal.

Laboratorium:
Anemia, retikulositosis, MCV tinggi, tes coombs positif, leukopenia, trombositopenia,
hemoglobinemia, hemoglobinuria sering terjadi pada hemolisis yang diperantarai kompleks
ternary.

Terapi:
dengan menghentikan pemakaian obat yang menjadi pemicu, hemolisis dapat
dikurangi.Kortikosteroid dan tranfusi darah dapat diberikan pada kondisi berat.


3). Anemia Hemolitik Aloimun karena Transfusi
Hemolisis aloimun yang paling berat adalah reaksi transfusi akut yang disebabkan
karena ketidaksesuaian ABO eritrosit (sebagai contoh transfusi PRC golongan A pada
pasien golongan darah O yang memiliki antibodi IgM anti-A pada serum) yang akan
memicu aktivasi komplemen dan terjadi hemolisis intravaskular yang akan menimbulkan
DIC dan infark ginjal. Dalam beberapa menit pasien akan sesak nafas, demam, nyeri
pinggang, menggigil, mual, muntah, dansyok. Reaksi transfusi tipe lambat terjadi 3-10
hari setelah transfusi, biasanya disebabkan karenaadanya antibodi dalam kadar rendah
terhadap antigen minor eritrosit. Setelah terpapar dengansel-sel antigenik, antibodi
tersebut meningkat pesat kadarnya dan menyebabkan hemolisis ekstravaskular.

ETIOLOGI
5
Etiologi pasti dari penyakit hemolitik autoimun memang belum jelas kemungkinan terjadi
kerena gangguan central tolerance dan gangguan pada proses pembatasan limfosit
autoreaktif residual. Terkadang system kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan
menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagain bahan asing
(reaksi autoimun).

EPIDEMIOLOGI
6
Insidens dari AIHA tipe hangat sekitar 1 dari total 75-80.000 populasi di USA. AIHAtipe
hangat dapat muncul pada usia berapapun, tidak seperti AIHA tipe dingin yangseringkali
menyerang usia pertengahan dan lanjut, atau Paroxysmal Cold Hemoglobinuria(PCH) yang
melibatkan usia kanak.

PATOFISIOLOGI
6,7
Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibodi ini terjadi melalui aktivasi system
komplemen, aktivasi mekanisme selular, atau kombinasi keduanya. Aktivasi Sistem
Komplemen secara keseluruhan, aktivasi sistem komplemen akan menyebabkan hancurnya
membran sel eritrosit dan terjadilah hemolisis intravaskular yang ditandai dengan
hemoglobinemia dan hemoglobinuria. Sistem komplemen akan diaktifkan melalui jalur
klasik ataupun jalur alternatif. Antibodi-antibodi yang memiliki kemampuan mengaktifkan
jalur klasik adalah IgM, IgG1, IgG2, IgG3 disebut sebagai aglutinin tipe dingin, sebab
antibodi ini berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan sel darah merah pada
suhu di bawah suhu tubuh. Antibodi IgG disebut aglutinin hangat karena bereaksi dengan
antigen permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh.

Gambar 5 : Jalur aktivasi komplemen
Sumber : http://www.scribd.com/doc/54306273/Anemia-Hemolitik








MANIFESTASI KLINIS
7
Anemia hemolitik aotuimun tipe hangat : Biasanya gejala anemia ini terjadi perlahan-
lahan, ikterik, demam, dan ada yang disertai nyeri abdomen, limpa biasanya membesar,
sehingga bagian perut atas sebelah kiri bisa terasa nyeri atau tidak nyaman dan juga bisa
dijumpai splenomegali pada anemia hemolitik autoimun tipe hangat. Urin berwarna
gelap karena terjadi hemoglobinuri. Pada AHA paling tebanyak terjadi yakni idiopatik
splenomegali tarjadi pada 50-60%, iketrik terjadi pada 40%, hepatomegali 30% pasien
dan limfadenopati pada 25% pasien. Hanya 25% pasien tidak disertai pembesaran organ
dan limfonodi.

Anemia hemolitik aotoimun tipe dingin: Pada tipe dingin ini sering terjadi aglutinasi
pada suhu dingin. Hemolisis berjalan kronik. Anemia ini biasanya ringan dengan Hb: 9-12 g/dl.
Sering juga terjadi akrosinosis dan splenomegali. Pada cuaca dingin akan
menimbulkan meningkatnya penghancuran sel darah merah, memperburuk nyeri sendi
dan bisamenyebabkan kelelahan dan sianosis (tampak kebiruan) pada tangan dan lengan
GEJALA
Gejala dari anemia hemolitik mirip dengan anemia yang lainnya.
Kadang-kadang hemolisis terjadi secara tiba-tiba dan berat, menyebabkan krisis
hemolitik, yang ditandai dengan:
demam
menggigil
nyeri punggung dan nyeri lambung
perasaan melayang
penurunan tekanan darah yang berarti.
sakit kuning (jaundice) dan air kemih yang berwarna gelap bisa terjadi karena bagian
dari sel darah merah yang hancur masuk ke dalam darah.
Limpa membesar karena menyaring sejumlah besar sel darah merah yang hancur,
kadang menyebabkan nyeri perut.
Hemolisis yang berkelanjutan bisa menyebabkan batu empedu yang berpigmen, dimana
batu empedu berwarna gelap yang berasal dari pecahan sel darah merah.
PENATALAKSANAAN
8,9
Anemia hemolitik autoimun tipe hangat: Setelah diagnosis di tegakkan ada beberapa
cara untuk mengobati penyakit ini, jika penyebab penyakit di ketahui yang pertama
harus dilakukan adalah menyingkirkan penyebab yang mendasari contohnya SLE .
Pemakaian obat seperti methyldopa dan fludarabin harus dihentikan. Apabila
penyebabnya belum diketahui, maka pengobatan pilihan selanjutnya adalah dengan
pemberian kortikosteroid terutama prednisolon awalnya secara intravena
selanjutnya secara oral dengan dosis 60-100 mg/hr. Dosis ini sebagai dosis awal untuk
orang dewasa dan selanjutnya harus dikurangi sedikit demi sedikit. Jika dijumpai ada
kelainan Hb maka dosis obat diteruskan selama 2 mingggu sampai Hb stabil. Steroid ini
mempunyai fungsi memblok magrofag dan menurunkan sitesis antibody.
Selain prednisolon dapat juga diberikan metilprednisolon pemberian dosis disesuaikan.
Pasien yang tidak berespon setelah pemberian prednisone atau gagal mempertahankan
kadar Hb dalam waktu 2-3 minggu, maka pengangkatan limfa (splenoktomi) dapat di
pertimbangkan. Splenoktomi ini bertujuan agar limfa berhenti menghancurkan sel darah
merah yang terbungkus oleh autoantibody. Pengangkatan limfa diketahui berhasil
mengendalikan pada sekitar 50% penderita. Jika pengobatan ini gagal, diberikan obat
yang menekan system kekebalan. Obat imunosupresif lain dapat digunakan
diantaranya: Azatioprin50-200 mg/hari, siklofosfamid 50-150 mg/hari (60 mg/m2),
klorambusil, dansiklosporin. Terapi lain yakni pemberian danazol 600-800 mg/hari,
biasanya danazol dipakai bersama-sama steroid. Jika ditemui anemia berat yang
mengancam fungsi jantung dapat dilakukan tranfusi. Transfusi darah dapat
menyebabkan masalah pada penderita karena bank darah mengalami kesulitan dalam
menemukan darah yang tidak bereaksi terhadap antibody.Transfusinya sendiri dapat
merangsang pembentukan lebih banyak lagi antibody.Maka, darah yang ditranfusi harus
tidak mengandung antigen yang sesuai dengan penderita. Kemudian pada keadaan
gawat dapat diberikan immunoglobulin dosis tinggi. Transfusi biasanya dilakukan
apabila Hb < 7 g/dl.


Anemia hemolitik autoimun tipe dingin: Dan terapi pada anemia hemolitik autoimun
tipe dingin yakni dengan menghindari udara dingin , mengobati penyakit dasar,
kadang-kadang diperlukan splenektomi. Bisa juga dengan memberi kortikosteroid tetapi
kortikosteroid ini tidak efektif. Pemberian khlorambusil dapat memberikan hasil pada
beberapa kasus. Dan juga bisa diberikan prednisone dan splenektomi tetapi
pemberian obat ini tidak efektif atau tidak banyak membantu penyembuhan pada
penyakit ini. Dan bisa juga dengan pemberian klorambusil 2-4 mg/hari,
plasmaferesis untuk mengurangi antibody IgM secara teoritis bisa mengurangi
hemolisis, namunsecara praktik hal ini sukar dilakukan

KOMPLIKASI
9,10
Deep vein thrombosis (DVT)
adalah bekuan darah yang terbentuk di vena dalam, biasanya di tungkai bawah. Kondisi ini
cukup serius, karena terkadang bekuan tersebut bisa pecah dan mengalir melalui peredaran
darah ke organ-organ vital seperti emboli paru atau menyumbat arteri pada limpa sehingga
terjadi iskemi dan bisa menyebabkan gangguan jantung hingga kematian.
Gagal ginjal akut
Terjadi Hemogloblinuria oleh karena terjadi penghancuran eritrosit dalam sirkulasi, maka
Hb dalam plasma akan meningkat dan jika konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma maka Hb akan berdifusi dalam glomerulus ginjal. Selain itu juga terjadi
mikrioangiopati pada pembuluh darah ginjal sehingga merusak tubuli ginjal menyebabkan
oligouria dan gangguan berat fungsi ginjal.
Komplikasi splenektomi
Komplikasi sewaktu operasi
A. Trauma pada usus. Karena flexura splenika letaknya tertutup dan dekat dengan
usus pada lubang bagian bawah dari limpa, ini memungkinkan usus terluka saat
melakukan operasi.
B. Perlukaan vasklular adalah komplikasi yang paling sering pada saat melakukan
operasi. Dapat terjadi sewaktu melakukan hilar diseksi atau penjepitan capsular
pada saat dilakukan retraksi limpa.
C. Bukti penelitian dari trauma pancreas terjadi pada 1%-3% dari splenektomi
dengan melihat tigkat enzim amylase. Gejala yang paling sering muncul adalah
hiperamilase ringan, tetapi tidak berkembang menjadi pankreatitis fistula
pankeas, dan pengumpulan cairan dipankreas.
D. Trauma pada diafragma. Telah digambarkan selama melakukan pada lubang
superior tidak menimbulkan kesan langsung jika diperbaiki. Pada laparoskopi
splenektomi, mungkin lebih sulit untuk melihat luka yang ada di
pneomoperitoneum. Ruang pleura meruapakan hal utama dan harus berada dalam
tekanan ventilasi positf untuk mengurangi terjadinya pneumotoraks.
Komplikasi yang terjadi segera setelah operasi
A. Koplikasi pulmonal hampir terjadi pada 10% pasien setelah dilakukan open
splenektomi, termasuk didalamnya atelektasis, pneumonia dan efusi pleura.
B. Abses subprenika terjadi pada 2-3% pasien setelah dilakukan open splenektomi.
Tetapi ini sangat jarang terjadi pada laparoskopi splenektomi (0,7%). Terapi
biasanya dengan memasang drain di bawak kulit dan pemkaian antibiotic
intravena.
C. Akibat luka seperti hematoma, seroma dan infeksi pada luka yang sering terjadi
setelah dilakukan open splenektomi adanya gangguan darah pada 4-5% pasien.
Komplikasi akibat luka pada laparoskpoi splenektomi biasanya lebih sedikit
(1,5% pasien)
D. Komplikasi tromsbositosis dan dan trombotik. Dapat terjadi setelah dilakukan
laparoskopt splenektomi.
E. Ileus dapat terjadi setelah dilakukan open splenektomi, juga pada berbagai jenis
operas intra-abdominal lainnya.
Komplikasi yang lambat terjadi setelah opeasi
A. Infeksi pasca splenektomi (Overwhelming Post Splenektomy Infection) adalah
komplikasi yang lambat terjadi pada pasien splenektomi dan bisa terjadi kapan
saja selama hidupnya. Pasien akan merasakan flu ringan yang tidak spesifik, dan
sangat cepat berubah menjadi sepsis yang mengancam, koagulopati konsumtif,
bekateremia, dan pada akhirnya dapat meninggal pada 12-48 jam pada individu
yang tak mempunyai limpa lagi atau limpanya sudah kecil. Kasus ini sering
ditemukan pada waktu 2 tahun setelah splenektomi.
B. Splenosis, terlihat adanya jaringan limpa dalam abdomen yang biasanya terjadi
pada setelah trauma limpa.
C. Pancreatitis dan atelectasis.
Beberapa yang menjadi faktor resiko terjadinya komplikasi akibat spelenektomi
Obesitas
Merokok
Gizi yang buruk
Penyakit kronik
Diabetes
Lanjut Usia
Penyakit jantung dan paru yang telah ada sebelumnya.

PENCEGAHAN
11
Belum ada obat-obatan yang dapat mencegah anemia hemolttik autoimun
Sebaiknya konseling genetik sebelum memiliki anak, jika salah satu pasangan
memiliki riwayat anemia hemolitik
Menghindari cuaca dingin bisa mengendalikan bentuk yang kronik pada anemia
hemolitik autoimun tipe dingin
Hindari transfusi darah yang tidak perlu

PROGNOSIS
Prognosis jangka panjang pada pasien penyakit ini adalah baik. Splenektomi sering kali
dapat mengontrol penyakit ini atau paling tidak memperbaikinya.
KESIMPULAN
Anemia hemolitik autoimun ialah penyakit yang tibul karena terbentuknyaanutoantibodi
terhadap eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi(hemolisis) eritrosit.Tetapi
sebagian besar juga ada yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik). Dan terkadang
system kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri
karena keliru mengenalinyasebagai bahan asing (reaksi autoimun).Anemia hemolitik
autoimun mempunyai dua tipe/klasifikasi yakni AHA tipe dingin dan AHA tipe hangat.
Yang mana hangat suhu tubuh diatas/ >37
0
C. begitu juga dengan HA tipe ingin suhu <37
o
C.
Pada AHA tipe hangat menunjukan IgG atau kombinasi IgG dan komlemen dan juga
melibatkan hemolisis ekstravaskuler. Dan pada tipe dingin menunjukan IgM dan juga
melibatkan hemolisis intravaskuler. Penanganan atau penataklasanaan tergantung pada
penegakan diagnosis, tergantung dari tipe Anemia Hemolitik Autoimun tersebut dan juga
seberapa berat penyakit tersebut begitu juga dengan pemberian obat/terapi. Dan
prognosis penyakit ini tergantung kecepatan pasien membawa dirinya untuk berobat ke
Rumah Sakit dan kondisi saat pasien dibawa ke Rumah Sakit.Cepat, tepat, dan benar
seorang dokter dalam menangani pasien, terutama pasien yang sudah berat,ini juga menjadi
prioritas penting dalam menentukan prognsis pada penyakit anemia hemolitik autoimun ini.

DAFTAR PUSTAKA
1. Gleadle J. At a Glance Anamnesis dan pemeriksaan fisik. . Jakarta: Penerbit
Erlangga. 2005. Hal 365-66
2. Bakta,I Made,2000,Catatan Kuliah Hematologi Klinik (lecture Notes on Clinical
Hematology),FK Unud.RS Sanglah: Denpasar. Hal 59
3. Anemia Hemolitik, 11 Agustus 2008, diunduh dari :
http://www.scribd.com/doc/69691421/Anemia-Hemolitik-Autoimun, 13 April 2012
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi ke- 5.Jilid 3.Jakarta: Internal Publishing;2009. Hal 1993-2008
5. Prince S.A,Wilson L.M,2006,Patofisiologi:konsep klinis Proses-Proses Penyakit,
penerbit Buku Kedokteran :EGC,Jakarta. Hal 1333-8.
6. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W, Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi ke-3.Jilid 1.Jakarta:Media Aesculapius;2008. Hal 550-2.
7. Anemia Hemolitik, 11 Agustus 2008, diunduh dari :
http://www.scribd.com/doc/41384272/Anemia-Hemolitik-Autoimun, 13 April 2012
8. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R, Penuntun Patologi Klinik
Hematologi.Jakarta :Biro publikasi fakultas kedokteran Ukrida.2009. Hal 119-20
9. Way, Lawrence . W. Current Surgical Diagnosis and Treatment, 11th Edition.
McGraww Hill and Lange. 2003.
10. Jhon, Anemia hemolitik, 24 february 2011, diunduh dari:
http://jhon-asuhan-keperawatan.com/2010/09/anemia-hemolitik, 12 April 2012
11. Anemia Hemolitik, 11 Agustus 2008, diunduh dari :
http://www.scribd.com/doc/54306273/Anemia-Hemolitik, 14 April 2012

You might also like