You are on page 1of 60

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sebagai akibat dari perkembangan penduduk, wilayah pemukiman
dan fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia, timbul
berbagai masalah yang berhubungan dengan daya dukung lingkungan.
Salah satunya adalah masalah pengolahan sampah, maka kebutuhan
lokasi pembuangan sampah meningkat pula.
Kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa kondisi Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang ada sekarang ini di beberapa kota
besar belum lagi memenuhi kriteria sebagai tempat pembuangan sampah
yang aman terhadap lingkungan. Beberapa TPA sampah telah ditutup
karena letaknya yang dekat dengan pemukiman, sehingga pencemaran
udara akibat gas hasil pembusukan sampah dirasakan sangat
mengganggu penduduk.
Selain itu juga beberapa TPA sampah sudah mempengaruhi kualitas
air tanah daerah sekitarnya, demikian pula dengan jalan masuk (acces
road) menuju lokasi TPA kurang memadai bahkan terkadang lokasi TPA
berada pada suatu daerah yang rawan banjir, (Damanhuri, 1990).
Salah satu aspek penting dalam pengelolaan sampah padat
perkotaan adalah masalah lindi yang jika dalam pengelolaannya tidak baik
akan menyebabkan ancaman serius bagi lingkungan, karena produksi


2



lindi akan memasuki aliran air bawah tanah dan juga air permukaan. Lindi
adalah cairan yang mengalir atau 'larut' dari TPA, dengan komposisi yang
bervariasi tergantung dari usia TPA dan jenis limbah yang terkandung di
dalamnya. Lindi ini biasanya mengandung bakteri terlarut atau dan bakteri
yang tidak larut, ( Azhar, 2008).
Lokasi TPA sampah Tamangapa Antang memiliki luas sekitar 10 Ha
yang telah digunakan sejak 1995. Selain dari pada itu TPA Sampah
Tamangapa yang sedianya dirancang untuk kebutuhan selama 10 tahun,
namun kenyataannya bahwa hingga saat ini TPA tersebut masih
digunakan, yang berarti telah berumur hampir 20 tahun. Dengan melihat
kenyataan ini dapat diasumsikan bahwa di daerah TPA Sampah
Tamangapa Antang Kota Makassar telah terjadi pencemaran lingkungan
yang dapat menimbulkan efek terhadap sanitasi lingkungan di daerah ini,
(Imran, 2005).
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh TPA Sampah Tamangapa
Antang adalah terutama terhadap kualitas airtanah dangkal. Pencemaran
terhadap airtanah dangkal yang diakibatkan oleh perembesan limbah cair
dari TPA sampah, dan dapat pula mencemari sumur penduduk di
sekitarnya. Pencemaran ini telah dirasakan oleh penduduk sekitar TPA
tersebut terutama bagi yang memanfaatkan airtanah bebas sebagai
sumber air bersih. Disamping pencemaran airtanah juga polusi udara
dengan bau yang menyengat, (Fauzi, 2001).


3



Besarnya volume sampah di TPA Antang pada tahun 1999 sebanyak
3.352,1 M
3
/hari, sedangkan untuk tahun 2001 jumlah sampah meningkat
menjadi 3.900 M
3
/hari dan pada tahun 2010 diprediksi menjadi 9582
M
3
/hari. Volume sampah sebanyak ini akan mencemari lingkungan
utamanya terhadap airtanah disekitar TPA sampah. Kondisi seperti itu
menjadi permasalahan lingkungan yang harus diperhatikan sejak
sekarang, (Imran 2005).
Berdasarkan hal di atas maka masalah persampahan dewasa ini
merupakan masalah yang harus di tangani secara serius, disamping
masalah air minum, masalah air buangan dan masalah sanitasi lainnya.
B. Identifikasi Masalah
Lokasi TPA Sampah Tamangapa Antang, Kota Makassar merupakan
satu-satunya TPA yang masih beroperasi. Sistem open dumping sedianya
digunakan dalam awal pengoperasian pengelolaan sampah ditempat ini,
namun berangsur system tersebut sudah tidak terpakai lagi. Penutupan
harian sampah dengan material tanah sudah tidak ada lagi, sehingga
sampah yang ditumpuk sangat bebas bersentuhan dengan udara luar
dengan mudah tertimpah hujan. Penimbunan lindi pada dasar TPA
semakin meningkat dan tidak terkontrol lagi, disebabkan air hujan yang
tiba akan dengan leluasa turun ke dasar TPA.
Informasi tentang jenis dan sebaran lindi yang terdapat pada dasar
TPA sampah belum diketahui sehingga perlu adanya pemetaan arah


4



umum sebaran lindi di daerah ini. Demikian pula dengan jenis senyawa
yang dominan terdapat dalam lindi di TPA Tamangapa belum diketahui.
Adapun seberapa potensi lindi yang terdapat di daerah ini belum
diketahui.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana menganalisis arah sebaran lindi melalui peta yang
terdapat di daerah TPA Sampah Tamangapa, Antang.
2. Bagaimana menganalisis sebaran air tanah yang terdapat di daerah
TPA Sampah Tamangapa, Antang.
3. Bagaimana melakukan pemodelan sebaran lindi dan pengaruhnya
terhadap sistem air tanah daerah TPA Sampah Tamangapa, Antang.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian Model pergerakan lindi TPA Sampah terhadap
sistem air tanah, lokasi TPA Sampah adalah untuk :
1. Menganalisis arah sebaran Lindi yang terdapat di lokasi TPA
Sampah Tamangapa, Antang.
2. Menganalisis sebaran air tanah yang terdapat di sekitar lokasi TPA
Sampah Tamangapa, Antang.
3. Pemodelan arah sebaran lindi dan pengaruhnya terhadap sistem air
tanah di lokasi TPA sampah Tamangapa, Antang.


5



E. Lingkup Penelitian
Model pergerakan lindi TPA Sampah terhadapsistem air tanah,
mencakup seluruh wilayah lokasi TPA Sampah Tamangapa, Antang, Kota
Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.
F. Manfaat yang diharapkan
Dari penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai
berikut :
1. Penanganan lindi yang terdapat pada lokasi TPA Sampah
Tamangapa, Antang, dapat dilakukan guna mengatasi pencemaran
yang terjadi.
2. Pemanfaatan lindi yang terdapat di lokasi TPA Sampah Tamangapa,
Antang, untuk digunakan sebagai salah satu penanggulangan
sebaran lindi ke wilayah yang lebih luas.
3. Pencemaran lindi terhadap air tanah yang telah terjadi dapat diatasi
secara optimal.









6



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Tempat Pembuangan Akhir Sampah
Sistem tempat pembuangan akhir (TPA) sampah yang lazim
digunakan di Indonesia ada tiga cara (Damanhuri E., 1990), yaitu :
a. TPA dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping)
b. TPA dengan sistem lahan urug saniter (sanitary landfill)
c. TPA dengan sistem lahan urug landfill (controlled landfill)
Sistem pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan
sampah yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Sistem ini
memanfaatkan lahan yang tersedia baik merupakan cekungan (lembah)
atau bekas tambang atau daratan yang digunakan untuk menimbun
sampah secara terbuka tanpa pengelolaan lain. Sistem ini adalah sistem
paling murah dan termurah, tetapi merupakan sistem yang berbahaya
terhadap kelestarian lingkungan.

Gambar 1. Sistem Pembuangan terbuka


7



Sistem lahan urug saniter merupakan metode baru cara
pembuangan sampah yang sedang di uji di Indonesia. Sistem ini adalah
cara pembuangan sampah pada suatu daerah tertentu dengan
memadatkan sampah dan ditutup dengan tanah setiap harinya
sedemikian rupa, sehingga tidak membahayakan lingkungan. Sistem ini
biasanya dilengkapi pula dengan fasilitas pengolahan lindi untuk
mencegah pencemaran lingkungan oleh lindi. Sistem ini belum banyak
digunakan di negara-negara berkembang karena biaya konstruksi dan
oprsinya sangat mahal (Damanhuri E., 1990)

Gambar 2. Sistem Lahan Urug Saniter
Karena mahalnya sistem lahan urug saniter maka dikembangkan
sistem yang lebih sederhana, tetapi masih aman terhadap pencemaran
lingkungan dan biaya kostruksi dan oprasinya dapat dijangkau.
Sistem yang dikembangkan ini disebut dengan sistem lahan urug
terkendali.


8



B. Jenis Lokasi Lahan Urug
Berdasarkan kondisi lapangan yang ada, dalam literature amerika
serikat membagi landfilling menjadi 4 (empat) (Tchobanoglous, 1977),
yaitu :
a. Metoda area
b. Metoda ramp atau slope
c. Metoda parit (trench)
d. Metoda pit / canyon / quarry.
Metoda area, dapat di tempatkan pada suatu lapangan yang relatif datar,
dimana sampah yang membentuk sel-sel sampah saling dibatasi oleh
tanah penutup. Setelah pelaksanaan pengurungan akan membentuk
slope, maka penyebaran dan pemadatan sampah yang berlawanan
dengan kemiringan.






Gambar 3. Model Metode are


9



Metoda ramp atau slope, pertama-tama sebagian tanah harus digali
kemudian sampah diurug pada tanahyang telah digali. Sampah yang telah
diurug kemudian ditutup dengan tanah hasil galian sebelumnya. Setelah
lapisan pertama selesai, selanjutnya dilaksanakan seperti pada metoda
area.
Gambar 4. Metode Ramp atau Slope
Metoda parit (trench), lokasi yang telah disiapkan digali menyerupai parit,
sampah ditebarkan sepanjang galian selanjutnya ditutup setiap hari.
Metoda ini dapat dipakai jika air tanah cukup dangkal, sehingga zona non-
aerasi di bawah landfill cukup tinggi(1,5 meter)





Gambar 5. Metode Parit (Trench)


10



Metoda pit/ canyon/ quarry, memanfaatkan cekungan tanah yang ada
(misalnya bekas tambang). Pengurangan sampah dimulai dari dasar,
kemudian sampah tersebut disebarkan dan dipadatkan seperti metoda
area.







Gambar 6. Metoda Pit/Canyon/Quarry
Namun kenyataan dilapangan, cara-cara tersebut di atas di beberapa
tempat dilakukan tidak sesuai lagi, namun beberapa tempat lainnya cara
di atas dapat dikembangkan lebih jauh sesuai dengan kondisi yang ada.
Dilihat dari sudut penanganan sampah baik sebelum diurug maupun
setelah diurug, maka di Perancis dikenal beberapa jenis aplikasi lahan
urug (Tchobanoglus, 1977), yaitu :
Dilihat dari sudut prapengolahan sampah sebelum diurug :
a. Sampah dengan pemotongan
Biasanya sampah dipotong antara 50-80 mm, sampah menjadi
homogeny, lebih padat, dapat ditimbun lebih tebal (> 1,5 meter). Dapat
digunakan sebagai pengomposan in-situ : sel sel dengan ketinggian 50
cm. densitas dapat mencapai 0,8 1,0 ton/m
3
.


11



b. Sampah dibuat dalam balok-balok sampah (baling)
Sampah dipadatkan dengan mesin pemadat menjadi ukuran tertentu
(misalnya bervolume 1m
3
) dengan kepadatan mencapai 1,0 ton/m
3
.
Transportasi murah karena sampah lebih padat, dan berbentuk praktis,
pengurungan dilapangan lebih mudah cukup dengan fork-lift.
Pengurangan sel lebih mudah dan sistematis, misalnya setiap ketinggian
3 meter diaplikasikan tanah penutup 10 cm. Namun butuh investasi
alat/mesin dan biaya menjadi sangat mahal.
Dilihat dari sudut penanganan sampah di area pengurungan:
a. Secara tradisional
Sampah diletakkan lapis berlapis (0,5-0,6 m) sampai ketinggian 1,2
1,5 meter. Urungan sampah membentuk sel-sel dan membutuhkan
ketelitian operasi alat berat agar teratur ( Surya T D, 1992).
Kepadatan sampai dicapai dengan alat berat biasa dan mencapai
0,6 0,8 ton/m
3
, membutuhkan lapisan penutup 10-30 cm dalam 48 jam.
Bagian-bagian sampah yang besar diletakkan di bawah agar tidak terjadi
rongga, dimana tanah penutup harus cukup dalam kondisi homogeny agar
cukup permebel.
b. Dengan alat berat pemadat (compactor) kaki kambing"
Banyak digunakan untuk lahan urugyang besar dengan dozer
khusus yang bisa memadatkan sampah pada ketebalan 30-50cm, dan


12



dicapai densitas timbunan 0,8 1,0 ton/m
3
. Proses yang terjadi berupa
anaerob (Le Grand. A, 1989).
Keuntungan jika dibandingkan lahan urug tradisional : Tanah
penutup menjadi berkurang, truk mudah berlalu lalang, masa layanan
lebih lama, namun biaya oprasional meningkat.
C. Pertimbangan Dalam Penentuan Lokasi TPA Sampah
Salah satu kendala pembatas dalam penerapan metoda pengurugan
limbah dalam tanah, misalnya metoda lajan urug, adalah pemilihan lokasi
yang cocok baik dilihat dari sudut kelangsungan pengoperasian, maupun
dari sudut perlindungan terhadap lingkungan hidup. Limbah merupakan
kumpulan dari beberapa jenis buangan hasil samping dari kegiatan, yang
akhirnya harus diolah dan diurug dalam suatu lokasi yang sesuai (Ruslan
H. P, 1988).
Permasalahan yang timbul adalah bahwa sarana ini merupakan
sesuatu yang dijauhi oleh masyarakat, sehingga persyaratan teknis untuk
penempatan sarana ini perlu didampingi oleh masyarakat, sehingga
persyaratan teknis untuk penempatan sarana ini perlu didampingi oleh
persyaratan non teknis (Tri C.S, 1991).
Pada dasarnya pertimbangan utama dalam pemilihan lokasi lahan
urug didasarkan atas berbagai aspek, terutama (Damanhuri E., 1995) :
a. Kesehatan masyarakat
b. Lingkungan hidup


13



c. Biaya, dan
d. Sosio ekonomi.
e. Aspek biologi
Aspek kesehatan masyarakat berkaitan langsung dengan manusia,
terutama kenaikan mortalitas (kematian), mordibilitas, serta kecelakaan
karena operasi tersebut (Juli S. S, 1996).
Aspek lingkungan hidup terutama berkaitan dengan pengaruhnya
terhadap ekosistem akibat pengoperasian sarana tersebut, termasuk
akibat transportasi dan sebagainya (Juli S. S, 1996).
Aspek biaya berhubungan biaya spesifik antara satu lokasi dengan
lokasi lain, terutama dengan adanya biaya ekstra pembangunan,
pengoperasian, dan terhadap penduduk sekitar lokasi yang dipilih.
Aspek sosio ekonomi berhubungan dengan dampak sosial
ekonomi penduduk sekitar lahan yang dipilih. Termasuk disini adalah
keuntungan dab kerugian akibat nilai tambah yang dapat dinikmati
penduduk, ataupun penurunan nilai hak milik karena berdekatan dengan
sarana tersebut.
Aspek biologi berhubungan dengan dampak yang ditimbulkan oleh
pencemaran pada system air tanah oleh air lindi. Pada umumnya air lindi
banyak mengandung bakteri yang dapat mengganggu kesehatan
masyarakat. Kandungan bakteri dalam air lindi dapat berupa Coliform
maupun Coli tinja, yang jumlahnya bias melebihi ambang batas dari nilai
air yang dapat dikonsumsi sebagai air minum, (Larona S, 1982).


14



Selanjutnya dikatakan bahwa suatu TPA sampah MPN/100 ml
kandungan e-coli dapat mencapai 250 hingga 300 Coliform dan 75 hingga
130 Coli tinja. Hal ini akan sangat membahayakan jika mencemari sumur
dan dikonsumsi secara umum oleh masyarakat yang telah melebihi nilai
ambang batas yang diizinkan.
Proses pemilihan lokasi TPA sampah idealnya hendaknya melalui
suatu tahapan penyaringan. Pemilihan tahap awal akan
menyederhanakan alternative yang ada, karena lokasi yang tak layak
langsung disisihkan. Di samping itu memperhatikan beberapa parameter
yang harus digunakan (Damanhuri E., 1995).
Parameter dan kriteria pemilihan lokasi TPA sampah yang digunakan
diaplikasikan lebih spesifik, karena sejumlah faktor perlu dipertimbangkan
dalam pengembangan kriteria penentu lokasi. Selanjutnya Damanhuri E.,
(1995) menyebutkan beberapa hal yang harus dipertimbangkan adalah:
a. Dampak apakah yang berkaitan dengan faktor-faktor tersebut.
b. Dapatkah dampak tersebut dikurangi.
c. Bagaimana faktor-faktor tersebut dapat dikembangkan ke dalam
kriteria penentu lokasi.
Menurut Damanhuri E., (1995) beberapa alasan mengapa sebuah
parameter serta kriterianya penting untuk dipertimbangkan dalam
pemilihan sebuah calon lokasi yang diuraikan di bawah ini.
Parameter penyaring yang sering digunakan adalah:


15



1.Geologi
Fasilitas pembuangan sampah tidak dibenarkan berlokasi di atas
daerah yang mempunyai sifat geologi yang dapat merusak keutuhan
sarana tersebut nanti. Daerah yang dianggap tidak layak adalah daerah
dengan formasi batuan berupa batu pasir, batu gamping atau dolomite
berongga dan batuan berkekar lainnya. Hal ini disebabkan batuan yang
berpori akan dengan mudah meloloskan air, sehingga larutan yang
terbentuk dari penguraian sampah organic akan memasuki zona air tanah
bebas (Azikin S., 1980).
Biasanya batu lempung dan batuan kompak yang bersifat kedap
terhadap air (impermeable) lainnya dinilai layak untuk lokasi lahan urug
atau lokasi TPA sampah. Daerah geologi lainnya yang perlu dievaluasi
adalah daerah yang mempunyai potensi gempa, misalnya zona volkanik
yang aktif akan dapat menimbulkan bahaya pada penduduk di sekitar
lokasi serta daerah longsoran (Alzwar M., 1998).
2. Hidrogeologi
Dalam tinjauan geohidrologi akan diuraikan tentang air, pengaruh
topografi, dan pengaruh batuan penyusun kerak bumi.
Kandungan air dalam tanah berasal dari resapan sebagian air hujan ke
dalam celah dan rongga batuan dan selanjutnya beredar di dalamnya,
sehingga menjadi jenuh atau mengisi penuh seluruh rongga dan celah-
celah batuan (Allen J.R.L. 1984).


16



Air yang berada di dalam tanah ada yang diserap oleh mineral menjadi air
Kristal atau tetap tinggal di dalam tanah sebagai air tanah. Sebagian lagi
akan muncul dari dalam tanah atau batuan yang mempunyai
kemungkinan sebagai suatu sumber dan selanjutnya akan beredar
bersama air permukaan lainnya (David.G.H., 1984).
Topografi merupakan bentuk-bentuk roman muka bumi, dimana
kebanyakan bentuk topografi suatu daerah akan berpengaruh terhadap
keadaan air tanah yang terdapat di dalamnya. Resapan air hujan yang
masuk, banyak dipengaruhi oleh sudut lereng dan faktor vegetasi yang
menutup lahan tersebut (Chay A., 1995).
Secara sektoral maupun regional kenampakan topografi suatu daerah
akan memberikan gambaran tentang letak garis pemisah air (water
devide), serta cekungan hidrografi ke arah mana akumulasi air tanahnya.
Jika topografi menunjukkan ketidak-aturan, maka muka air tanah akan
terpengaruh (Verhoef, P.N.W, 1989).
Resapan air hujan kedalam air tanah akan dipengaruhi oleh jenis
batuan penyusun lapisan tanah tersebut. Sifat atau kemampuan porositas
dan permeabilitas tanah dikendalikan oleh granulometrik batuan
penyusunnya. Makin kasar butiran makin besar pula kemungkinan untuk
bersifat permeable. Daya serap antara batuan satu dengan lainnya juga
akan berbeda, hal ini tergantung dari jenis tekstur dan struktur dari
masing-masing batuan tersebut. Struktur batuan yang berpengaruh
terhadap resapan air serta akuifer adalah pada struktur batuan sedimen.


17



Dengan adanya struktur batuan akan mempengaruhi pola aliran muka air
tanah di samping topografi (Irham, 2006).
Keberadaan air tanah dalam akuifer dapat dibedakan menjadi dua macam
yakni : air tanah bebas dan air tanah tertekan. Ait tanah bebas terdapat
pada akuifer yang tidak dibatasi oleh lapisan yang akuiklud sehingga air
tanah masih berhubungan dengan udara yang mempunyai tekanan 1
atmosfer. Air tanah tertekan menempati akuifer yang tertutup oleh lapisan
yang kedap air, tidak berhubungan dengan udara sehingga tekanan lebih
besar dari 1 atmosfer (Srikandi F., 1992).
3. Topografi
Tempat pengurungan sampah tidak boleh terletak pada suatu bukit
dengan lereng yang tidak stabil. Suatu daerah dinilai lebih baik terletak di
daerah landai. Sebaliknya suatu daerah tifak layak bila terletak pada
daerah depresi yang berair, lembah-lembah yang rendah dan tempat-
tempat lain yang berdekatan dengan air permukaan dan kemiringan alami
lebih besar dari 20%. Topografi dapat menunjang secara positif maupun
negative pada pembangunan sarana ini. Lokasi yang tersembunyi di
belakang bukit atau lembah mempunyai dampak visual yang kurang,
disbanding tempat yang berlokasi di lapangan datar tanpa penghalang
pandangan. Di sisi lain, suatu lokasi di tempat berbukit mungkin lebih sulit
untuk dicapai karena adanya lereng-lereng yang curam dan mahalnya
pembangunan jalan pada daerah berbukit. Pada lokasi dengan relief yang
cukup untuk mengisolir atau menghalangi pemandangan dan member


18



perlindungan terhadap angin dan sekaligus mempunyai jalur yang mudah
untuk aktivitas operasional dianggap lebih bagus dari daerah-daerah yang
diurai sebelumnya (Hidartan dan Hadayana 1982).
Topografi dapat juga mempengaruhi biaya bila dikaitkan dengan kapasitas
tamping. Suatu lahan yang cekung dapat dimanfaatkan secara langsung
akan sangat disukai, disebabkan volume lahan untuk pengurungan
sampah sudah tersedia tanpa harus mengeluarkan biaya operasi untuk
penggalian yang mahal. Pada dasarnya, dalam masa layan 5 10 tahun
akan dapat bertahan.
4. Tanah
Tanah dibutuhkan baik dalam tahap pembangunan maupun dalam
tahap operasi sebagai lapisan dasar (liner), lapisan atas, penutup antara
dan harian atas untuk tanggul-tanggul dan jalan-jalan dengan jenis tanah
yang berbeda. Beberapa kegiatan memerlukan tanah berdeb atau tanah
liat, misalnya utuk liner dan tanah penutup final, sedangkan aktifitas
lainnya memerlukan tanah permiabel seperti pasir dan kerikil, misalnya
untuk ventilasi gas dan sistem pengumpulan lindi (Sukardi, 1990).
Selanjutnya menurut Surya T. D., (1992), kriteria negara industri, lahan
untuk landfill sampah kota termasuk kategori kelas 2, yaitu lahan semi-
permiabel dengan nilai kelulusan air antara 10
-5
10
-7
cm/dt. Untuk landfill
sampah kota di Indonesia perlu dipertimbangkan hal-hal seperti :


19



a. Lahan biasanya terletak di luar kota, dimana kadangkala berdekatan
dengan perumahan yang belum terjangkau oleh sistem PDAM yang
baik, sehingga masalah pencemaran lindi perlu dipertimbangkan.
b. Intensitas hujan di Indonesia yang cukup tinggi.
Pada dasarnya tanah mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi
dan mendegradasi pencemar, namun adanya lapisan liner tambahan akan
lebih menjamin hal tersebut di atas, (Chow, V.T., 1988). Walaupun tanah
dasar TPA sampah relatif baik jika dilihat dari sudut kelulusan, maka tetap
dibutuhkan penyiapan dasar TPA yang baik. Disarankan bahwa dasar
TPA sampah di Indonesia di lapisi 2 x 0,25 meter tanah yang relatif kedap.
Dan dipadatkan sampai densitas proctor 95%. Disarankan pula bahwa
kemiringan dasar TPA mengarah ke titik tertentu yaitu tempat lindi
terkumpul untuk ditangani lebih lanjut. Guna memperlancar aliran serta
menjaga agar liner tersebut tidak rusak, maka diperlukan karpet kerikil
setebal 20 40 cm. Lindi akan terkumpul dengan baik bila dasar TPA
tersebut dilengkapi dengan pipa pengumpul lindi.
5. Tata Guna Tanah
Tempat pegurugan sampah yang menerima sampah organik dapat
menarik kehadiran burung, sehingga tidak boleh diletakkan dalam jarak
300 meter dari landasan lapangan terbang yang digunakan oleh
penerbangan jenis piston.


20



Disamping itu lokasi yang tidak boleh terletak pada kawasan hutan
lindung atau taman nasional, jenis penggunaan tanah lainnya yang
biasanya dipertimbangkan kurang cocok untuk lokasi lahan urug adalah
wilayah konservasi lokal. Sedangkan daerah yang dianggap lebih baik
adalah pada daerah yang diperuntukkan untuk pertanian jika
dibandingkan dengan tanah untuk perumahan, (Soemarwoto O., 1996).
6. Lindi
Air tanah atau air permukaan yang berinfiltrasi kedalam timbunan
sampah akan menghasilkan lindi, larutan yang mengandung suspended
solid halus yang terlarut dan hasil buangan mikroba. Lindi dapat mengalir
keluar dari timbunan ke permukaan tanah sebagai mata air atau perlokasi
melalui tanah dan batu dibawah timbunan (Fred L., 1986).
Dalam keadaan normal lindi ditemukan pada dasar TPA, dimana
dari dasar TPA lindi dapat bergerak pada arah horizontal atau vertikal
tergantung dari krakteristik meterial penyusun tanah atau batuan
sekitarnya.
Permiabilitas tanah dipengaruhi oleh : ukuran partikel,
perbandingan ruang, derajat kejenuhan dan temperatur. Selama
pengaliran lindi di dalam air tanah, nilai
Keofisien permieabilitas tanah akan menurun sesuai dengan waktu,
karena reaksi yang memperkecil ukuran pori tergantung dari waktu,
(Eagleson P.S., 1970).


21



Secara umum mekanisme-mekanisme yang terjadi dalam
pembentukan lindi adalah : oksidasi biologi aerobik, dekomposisi
anaerobik, pelarutan, oksidasi dan reduksi, dan perombakan mineral
tanah, (Linsley, 1982).
7. Daerah Banjir
Sarana yang terletak didaerah banjir harus tidak membatasi aliran bnjir
serta tidak mengurangi kapasitas penyimpanan air sementara dari daerah
banjir, atau menyebabkan terbilasnya sampah tersebut, sehingga
menimbulkan bahaya terhadap kehidupan manusia, satwa liar tanah atau
sumber air yang terletak berbatasan dengan lokasi tersebut. Unutk
memenuhi kebutuhan ini, suatu serana yang berlokasi pada daerah banjir
memerlukan perlindungan yang lebih kuat dan lebih baik. Diperlukan
pemilihan periode ulang banjir yang sesuai dengan jenis sampah yang
akan datang (Dune. T & Leopold L.B., 1978).
D. Geologi Regional
Geologi regional daerah Kota Makassar pembahasannya meliputi :
geomorfologi, stratigrafi dan struktur geologi.
1. Geomorfologi
Kota Makassar dapat dibagi berdasarkan bentuk relief, topografi,
serta batuan penyusun atas beberapa satuan morfologi, yaitu : satuan
morfologi perbukitan bergelombang lemah, satuan geomorfologi


22



pedataran berlekuk genangan dan satuan geomorfologi pedataran dan
pesisir, (Imran, 2010).
Satuan geomorfologi perbukitan lemah menempati areal yang
tidak luas dibagian timur Kota Makassar, meliputi perbukitan kecil dengan
kesan umum sebagai suatu dataran tinggi. Elevasi berkisar antara 10 35
meter diatas permukaan laut, dengan kemiringan lereng kurang dari 10%,
berangsur melandai dengan gelombang halus dari arah perbukitan utara
ke selatan atau dari perbukitan selatan ke arah utara yang kemudian
bersatu di pusat cekungan sekitar sungai Tallo. Satuan ini menempati
daerah-daerah sekitar perumahan dosen Unhas Tamalenrea, Perumnas
Antang, Bukit Baruga dan perbukitan sekitar Kampus UVRI Antang.
Morfologi perbukitan bergelombang lemah ini dibentuk oleh endapan hasil
kegiatan gunungapi, dengan konsolidasi dan sedimentasi tingkat sedang,
walau di beberapa tempat telah dijumpai sebagian lapuk berupa pasir
lempungan, breksi tufa, dan perselingan tufa dengan pasir. Lembah-
lembah secara setempat-setempat dijumpai dengan ciri-ciri lebar dan
dangkal. Pola tata guna tanahnya beragam, mulai dari kebun,
persawahan, sampai berbagai sarana untuk perkotaan, kecuali di bagian
utara kota yang umumnya berupa perumahan dan sebagian kecil masih
merupakan tanah kosong, tegalan yang telah gundul.
Satuan geomorfologi pedataran berlekuk, di beberapa tempat
menunjukkan lereng yang hampir horizontal dan secara setempat
berlekuk genangan, merupakan ciri umum topografinya, antara lain


23



menempati daerah Borong, sebagian kawasan Antang bagian barat,
bagian timur Perumnas BTP dan bagian barat kampus Unhas
Tamalanrea. Elevasi rata-rata 5 10 meter di atas permukaan laut
dengan beda tinggi 1,5 meter, mempunyai tempat berupa lekuk atau tekuk
yang tampak kurang begitu jelas disaat kemarau, tetapi nampak sebagai
daerah genangan air di saat misim hujan. Batuan penyusun didominasi
oleh endapan aluvial yang merupakan interkalasi antara tufa, pasir, dan
pasir lempungan yang telah lapuk di bagian permukaan. Satuan ini
sebagian besar merupakan daerah persawahan dan rawa-rawa yang
sekelilingnya terdapat pemukiman dengan tingkat sedang sampai sangat
padat.
Satuan geomorfologi pedataran dan pesisir menempati areal
yang cukup luas di bagian barat Kota Makassar, sebagai pusat kota dalam
kesan umum sebagai daerah pesisir. Elevasi dapat terabaikan namun
dapat terlihat di saat musim penghujan dimana sebagian daerah ini
terendam air. Pedataran ini dibentuk oleh endapan aluvial yang
merupakan endapan sungai berupa sirtu (pasir batu) dan endapan pantai
yang merupakan hasil pekerjaan gelombang air laut. Sedimen yang
terendapkan ini berupa pasir dan sebagian kecil lempung dan lanauan,
telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan bangunan. Pola
tataguna tanahnya bervariasi namun umumnya telah dibangun berupa
sarana perkotaan dan perumahan, dan sebagian lagi dimanfaatkan
sebagai sarana pembangunan dalam Kawasan Industri (KIMA).


24



2. Stratigrafi
Batuan penyusun Kota Makassar dapat dibedakan menjadi 3 (tiga)
satuan batuan yaitu : Formasi Camba, Formasi Baturape-Cindako dan
satuan Aluvial, menurut Sukamto, 1982 dalam (Bappeda, 1999).
Formasi Camba merupakan batuan sedimen laut yang berselingan
dengan batuan gunungapi, menyebar dari utara ke selatan bagian sebelah
timur Kota Makassar. Satuan batuan ini dapat dijumpai di daerah
Kawasan Industri Makassar (KIMA), lapangan golf Baddoka, Sudiang
(Polda), Daya, PLTU dan dekat kampus UMI Panaikang. Batuan vulkanik
Camba merupakan batuan yang terbentuk pada sekuens pengendapan
Tersier, yaitu berumur Miosen Akhir hingga Pliosen, terdiri dari tufa halus,
tufa pasir, dan berselingan dengan lapilli, di beberapa tempat dijumpai
breksi vulkanik. Breksi vulkanik terdiri dari pecahan batuan andesit
dengan ukuran komponen pasir sampai bongkah, dengan masa dasar tufa
halus hingga kasar, tersemen oleh oksida besi dan karbonat. Warna segar
kelabu warna apuk kecoklatan sampai kehitaman, di beberapa tempat
dijumpai fragmen batugamping.
Formasi Baturape-Cindako merupakan batuan hasil erupsi
gunungapi baik berupa efusif maupun eksplosif, menyebar dibagian
selatan Kota Makassar dan dapat dijumpai di sekitar Perumnas Antang,
Diklat Kesehatan dan bulit Nepo-Nepo.


25



Satuan ini merupakan satuan batuan gunungapi yang berumur
Kuarter (Plistosen), yang terdiri dari lelehan lava dan tersisip tufa halus
sampai kasar, breksi vulkanik dengan kedudukan lapisan batuan Timur
laut Barat-daya dengan kemiringan 12
o
14
o
ke arah tenggara. Aliran
lava basal tersingkap berwarna abu-abu gelap, kompak dan pada bagian
atasnya dijumpai lubang-lubang bekas pelepasan gas. Breksi vulkanik
berwarna coklat kehitaman, terkonsolidasikan, komponen terdiri dari
pecahan andesit sampai basal dan batuapung, yang sangat lulus air,
bagian permukaan bersifat lepas. Tufa berbutir kasar berwarna putih
kekuningan, tersusun dari fragmen batuan beku, dengan masa dasar
gelas, lunak, lulus air. Pelapukan dari batuan gunungapi Baturape-
Cindako tampak berupa bahan bersifat lepas, dan dan terkonsolidasi
sangat rendah.
Satuan Aluvial, terdiri dari campuran lempung, pasir, kerikil yang belum
terkonsolidasikan. Endapan aluvial ini meliputi endapan pantai sekarang,
endapan sungai dan endapan rawa. Sebaran dari satuan aluvial ini
terlampar di sepanjang pantai barat Kota Makassar.
3. Struktur Geologi
Struktur geologi yang menonjol secara regional di Kota Makassar
adalah struktur patahan dan struktur kekar. Struktur patahan dapat di
daerah Buttateanang yang memanjang dari baratlaut ke tenggara, berupa
patahan mendatar dengan arah sinistral. Patahan lainnya dapat dijumpai
di daerah Antang yang memanjang dari arah barat ke arah timur, berupa


26



patahan mendatar dengan atar dekstral. Struktur kekar berupa kekar
terbuka dan kekar tertutup, dan di beberapa tempat dijumpai pula kekar
tiang (collumnar jointing). Kekar terbuka terdapat pada batuan breksi
vulkanik (PLTU), sedang kekar tertutup terdapat pada tufa (Bulurokeng
Permai), sedang kekar tiang terdapat pada batuan beku basal sebagai
anggota batuan gunungapi Baturape-Cindako di daerah Lekopaccing,
(Kaharuddin, 2008).












Gambar 7. Peta Geologi Kota Makassar (Bappeda, 1999)
E. Air Tanah dan Akuifer
Formasi geologi (batuan) atau group formasi yang mengandung air
dan secara signifikan mampu/dapat mealirkan air melalui kondisi alami
5
O
O
5
O
O


27



dikategorikan sebagai akuifer (aquifer). Batasan lain yang digunakan
adalah reservior airtanah, lapisan pembawa air. Todd (1976) menyatakan
bahwa akuifer berasal dari Bahasa Latin yaitu aqui dari aqua yang berarti
air dan ferre yang berarti membawa, jadi akuifer adalah lapisan pembawa
air. Di bumi terdapat berbagai jeis air dan termasuklah di dalamnya
airtanah. Air dalam beberapa wujudnya di bumi ini selalu bergerak dalam
suatu peredaran alami, yang dikenal sebagai daur hidrologi, (Gambar.2).










Air tanah muncul ke permukaan karena budidaya manusia lewat
sumur bor dapat dilakukan dengan menembus seluruh tebal akuifer (fully
penetrated) atau hanya menembus sebagian tebal akuifer (partially
penetrated).
1. Keterdapatan Airtanah
Keterdapatan airtanah sangat erat kaitannya dengan sifat atau
karakteristik batuan terhadap air yang melewatinya. Berdasarkan
Gambar 8. Kenampakan Akuifer dibawah permukaan (Todd (1976)


28



kemampuan batuan/ tanah pelapukan untuk menyimpin dan mengalirkan
air terdapat empat jenis batuan, yaitu :
Akuifer (Aquifer) merupakan lapisan yang dapat menyimpan dan
mengalirkan air dalam jumlah yang ekonomis.
Akiklud (Aquiclud) merupakan lapisan yang mampu menyimpan air,
tetapi tidak dapat mengalirkan dalam jumlah yang berarti.
Akifug (Aquifug) merupakan lapisan batuan yang kedap air, tidak
dapat menyimpan air dan mengalirkan air.
Akitar (Aquitard) merupakan lapisan yang dapat menyimpan air dan
mengalirkan dalam jumlah yang terbatas.
2. Jenis jenis Akuifer
Berdasarkan litologinya, akuifer dapat dibedakan menjadi 4 macam
menurut (Fetter, 1994), yaitu:
Akuifer bebas atau akuifer tidak tertekan (Unconfined Aquifer)
Akuifer bebas atau akuifer tak tertekan adalah air tanah dalam
akuifer tertutup lapisan impermeable, dan merupakan akuifer yang
mempunyai muka air tanah. Unconfined Aquifer adalah akuifer jenuh air
(satured). Lapisan pembatasnya yang merupakan aquitard, hanya pada
bagian bawahnya dan tidak ada pembatas aquitard di lapisan atasnya,
batas di lapisan atas berupa muka air tanah. Permukaan air tanah di
sumur dan air tanah bebas adalah permukaan air bebas, jadi permukaan


29



air tanah bebas adalah batas antara zone yang jenuh dengan air tanah
dan zone yang aerosi (tak jenuh) di atas zone yang jenuh.
Akuifer tertekan (Confined Aquifer)
Akuifer tertekan dapat diartikan sebagai suatu akuifer dimana air tanah
terletak di bawah lapisan kedap air (impermeable) dan mempunyai
tekanan lebih besar daripada tekanan atmosfer. Air yang mengalir (no
flux) pada lapisan pembatasnya, karena confined aquifer merupakan
akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas dan bawahnya,
(Gambar. 3)
Akuifer bocor (Leakage Aquifer)
Akuifer bocor dapat didefinisikan sebagai suatu akuifer dimana air
tanah terkekang di bawah lapisan yang setengah kedap air sehingga
akuifer di sini terletak antara akuifer bebas dan akuifer terkekang,
(Gambar. 4).







Gambar 9. Keberadaan akuifer bebas dan akuifer tertekan (Fetter, 1994)


30




Downward cakage Upward leakage
Gambar 10. Sketsa proses terjadimya akuifer bocor (Fetter, 1994)
Akuifer melayang (Perched Aquifer)
Akuifer disebut akuifer melayang jika di dalam zone aerosi terbentuk
sebuah akuifer yang terbentuk di atas lapisan impermeable. Akuifer
melayang ini tidak dapat dijadikan sebagai suatu usaha pengembangan
air tanah, karena mempunyai variasi permukaan air dan volumenya yang
besar, (Gambar.5)
Gambar 11. Kenampakan akuifer melayang (Fetter, 1994)
F. Kualitas Air Tanah
Perpindahan polutan ke tanah dan airtanah terjadi melalui
pelepasan limbah, pembuangan limbah dari industri atau pelepasan


31



bahan kimia melalui kegiatan pertanian. Pelepasan yang tak terkendali
dari polutan akan mencemari tanah dan air tanah yang dapat
menimbulkan masalah kesehatan lingkungan dan manusia. Studi ini
tentang kerentanan tanah dan air tanah dalam kaitannya dengan kegiatan
pertanian dan pasokan air minum. Sebuah studi kasus pencemaran TPA
dianalisis untuk menggambarkan dampak dan kerentanan tanah dan
kualitas air tanah. Kunci aspek pengelolaan tanah dan air tanah dibahas
dengan melakukan pendekatan yang lebih baik dalam mengelola sumber
polusi diusulkan, (Mohamed, F.A, 2009)
Air tanah dan tanah memang merupakan sumber daya penting
yang belum dimanfaatkan pada skala yang lebih besar untuk memenuhi
permintaan yang semakin meningkat untuk air dan tanah dalam berbagai
keperluan. Sumber-sumber polusi banyak dan meningkat akibat
perkembangan pesat yang mengancam kualitas tanah. Hal ini penting
untuk mendapatkan sistem monitoring yang efisien di tempat dan sistem
manajemen yang menjamin kegiatan pembangunan akan mampu
mempertahankan air tanah yang baik dan kualitas tanah di pada sebuah
cekungan untuk mencapai praktek manajemen yang baik untuk
mengendalikan air tanah dan tanah membutuhkan kebijakan yang baik
dan strategi yang dibutuhkan. Oleh sebab itu diperlukan suatu kebijakan
dan penetapan strategi guna membantu melindungi kualitas dan
kesehatan tanah dan ekosistem cekungan air tanah. Pendekatan yang
terintegrasi dalam manajemen sumberdaya air pada cekungan sungai


32



memerlukan komitmen dari masing-masing tingkatan stakeholder. Di
samping itu, pemahaman mengenai karakteristik cekungan sungai, seperti
sifat fisik, ekonomi, social, sesuai dengan kerangka institusional tidak
boleh dilupakan, (Otutu,J, 2009).
Untuk mengevaluasi potensi air sebagai air minum, keperluan
domestik dan irigasi, karakteristik kimia airtanah pada maka diperlukan
contoh air yang diambil dari sumur pipa, sumur gali, dan kanal yang
kemudian dikumpulkan dan dianalisis nilai pH, konduktivitas listrik (EC),
jumlah zat padat terlarut (TDS), kandungan Na
+
, K
+
, Ca
2+
, Mg
2+
, HCO
3-
,
Cl
-
, and SO4
2-
. Untuk memahami kualitas air dan aspek utilitas airtanah,
indikasi kimia seperti persentase sodium, Sodium Adsorption Ratio (SAR),
diagram Wilcox diagram and diagram Salinitas dikalkulasi berdasarkan
hasil analitik yang diperoleh, (Khodapanah,L, 2009).
Manajemen optimal akuifer dengan problem polusi. Optimalisasi
manajemen akuifer terpolusi bukanlah hal yang mudah. Algoritma genetik
sebagai alat optimalisasi, sedangkan transportasi polutan advektif
disimulasikan dengan menggunakan teknik titik gerak. Pendekatan ini
diilustrasikan dengan menggunakan dua contoh aplikasi. Pertama-tama
kami mencari total nilai maksimum total air tawar pumping rate Qs. Dari
tiga sumur produksi, pada area terbatas dengan dua sumur yang terinjeksi
oleh air yang berperan sebagai polutan. Hasil yang didapatkan
memperlihatkan bahwa Qs sangat bergantung pada dimensi area
tersebut. Dalam contoh kedua, nilai aliran total sumur produksi ditentukan


33



dan jumlah minimum air yang dipompa juga ditentukan. Solusi yang
terbaik yang dihasilkan dari data tersebut diklasifikasikan ke dalam 3 pola
yang berbeda, yang dievaluasi secara komparatif. Hasil yang didapatkan
harus dievaluasi secara hati-hati, jika simplifikasi dalam model simulasi
aliran, perkiraan numerik (dengan kode titik) dan kesalahan kecil dalam
fungsi evaluasi dapat membimbing ke arah proses optimalisai yang salah,
(Mouti,K.L.M, 2009).
G. Teori Rembesan Air Dalam Tanah
Rembesan yang akan dibahas disini didasarkan pada analisis dua
dimensi. Bila tanah dianggap homogen dan isotropis, maka dalam bidang
x-z hukum darcy dapat dinyatakan sebagai berikut :
v
x
=ki
x
=-k
x
h


v
z
= ki
z
= -k
z
h


J aring Arus (Flow Net)
Sekelompok garis aliran dan garis ekipotensial disebut jaring arus
(flow net). Garis ekipotensial adalah garis-garis yang mempunyai tinggi
energi potensial yang sama (h konstan). Permeabilitas lapisan lolos air
dianggap isotropis ( k
x
= k
1
= k ).

.( 1 )
.( 2 )


34



Tekanan Rembesan
Air pada keadaan statis didalam tanah, akan mengakibatkan tekanan
hidrostatis yang arahnya keatas (uplift). Akan tetapi, jika air mengalir lewat
lapisan tanah, aliran air akan mendesak partikel tanah sebesar tekanan
rembesan hidrodinamis yang bekerja menurut arah alirannya. Besarnya
tekanan rembesan akan merupakan fungsi dari gradient hidrolik.
Pengaruh Tekanan Air Terhadap Stabilitas Tanah
Tekanan hidrodinamis mempunyai pengruh yang besar pada stabilitas
tanah. Tergantung pada arah aliran, tekanan hidrodinamis dapat
dipengaruhi oleh berat volume tanah.
Hukum Darcy
Hukum Darcy (1956) dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :
q = ki
dimana:
q = debit tertentu,
k = konduktivitas hidrolik, dan
i = gradien total head hidrolik.
Hukum Darcy awalnya diturunkan untuk tanah jenuh, tetapi
kemudian dalam penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa hal itu
dapat diterapkan pada aliran air melalui tanah jenuh (lihat Richards,
1931 dan Childs & Collins-George, 1950). Satu-satunya perbedaan
....( 3 )


35



k
x
+ k
y
+ Q =
adalah bahwa dalam kondisi aliran jenuh, konduktivitas hidrolik
tidak lagi konstan, tetapi bervariasi dengan perubahan kadar air dan
secara tidak langsung bervariasi dengan perubahan tekanan pori
air.
Hukum Darcy sering ditulis sebagai:
v = ki
dimana:
v = kecepatan Darcian
Selanjutnya dinyatakan bahwa kecepatan rata-rata yang
sebenarnya di mana air bergerak melalui tanah merupakan
kecepatan linier yang sama dengan kecepatan Darcian dibagi
dengan porositas tanah. Pada tanah jenuh, itu adalah sama dengan
kecepatan Darcian dibagi dengan kadar air volumetrik tanah. Dalam
program bantu komputer SEEP/W (Geo-Office) menghitung dan
menyajikan hanya kecepatan Darcian.
Persamaan diferensial parsial aliran air
Pengaturan umum persamaan diferensial untuk rembesan dua
dimensi dapat dinyatakan sebagai:
Persamaan diferensial :
H H
x x y y t
Dimana:
..( 4 )
..( 5 )


36



k
x
+ k
y
+ Q = 0
H = head total
k
x
= konduktivitas hidrolik dalam arah x
k
y
= konduktivitas hidrolik dalam arah y
Q = fluks batas diterapkan
= kadar air volumetrik, dan
t = waktu
Persamaan ini menyatakan bahwa perbedaan antara aliran
(fluks) memasuki dan meninggalkan volume unsur pada suatu titik
dalam waktu adalah sama dengan perubahan dalam penyimpanan
dari sistem tanah. Lebih mendasar, ini menyatakan bahwa jumlah
tingkat perubahan arus dalam arah x dan y plus fluks diterapkan
eksternal adalah sama dengan laju perubahan kadar air vol umetrik
terhadap waktu.
Dalam kondisi steady-state, fluks memasuki dan
meninggalkan volume unsur adalah sama setiap saat. Sisi kanan
dari persamaan berakibat hilang dan persamaan tereduksi menjadi :
H H
x x y y
Perubahan kadar air volumetrik tergantung pada perubahan
keadaan tegangan dan sifat-sifat tanah. Kedua kondisi jenuh dan
tak jenuh dapat dijelaskan oleh dua variabel tegangan (lihat
Fredlund dan Morgenstern, 1976 dan Fredlund dan Morgenstern,
1977). Variabel kondisi tegangan ini ( - u
a
) dan (u
a
- u
w
) dimana
..( 6 )


37



H

= + y
adalah total tegang, u
a
adalah tekanan pori udara, dan u
w
adalah
tekanan pori air.
Kondisi total tegangan konstan; yaitu, jika tidak ada atau
pemindahan dari massa tanah. Selanjutnya dapat juga diasumsikan
bahwa tekanan pori udara tetap konstan pada tekanan atmosfer
selama proses transien. Ini berarti ( - u
a
) tetap konstan dan tidak
berpengaruh pada perubahan kadar air volumetrik. Perubahan
kadar air volumetrik akibatnya hanya tergantung pada (u
a
- u
w
)
variabel tegang, dan dengan uap tetap konstan, perubahan kadar
air volumetrik hanya merupakan fungsi dari perubahan tekanan pori
air. Akibatnya, perubahan kadar air volumetrik dapat ia
berhubungan dengan perubahan tekanan pori air dengan
persamaan sebagai berikut:
= m
w
u
w

Dimana:
mw = kemiringan kurva penyimpanan.
Total head hidrolik, H didefinisikan sebagai:
Uw
w
Dimana:
u
w
= tekanan pori air
.....( 7 )
.....( 8 )


38



k
x
+ k
y
+ Q = m
w

w
= unit bobot air, dan
y = elevasi
Persamaan ( 8 ) dapat diatur sebagai :
u
w
=
w
(H - y)
Mengganti persamaan ( 8 ) menjadi Persamaan ( 7 ) memberikan
persamaan berikut:
= m
w

w
(H - y)

yang kini bisa disubstitusikan ke Persamaan ( 5 ), mengarah ke
ekspresi berikut:
H H H
x x y y t

Karena elevasi adalah konstan, turunan dari y terhadap waktu akan
hilang.
Persamaan elemen aliran air
Menerapkan metode Galerkin dari ditimbang sisa untuk
persamaan diferensial yang mengatur, elemen hingga untuk
persamaan rembesan dua dimensi dapat diturunkan sebagai:

A
([B]
T
[C] [B]) dA {H} +
A
( <N>
T
<N>) dA {H}, t = q
L
(<N>
T
) dL
.....( 9 )
........( 10 )
......( 11 )
( 12 )


39



Dimana:
[B] = matriks gradien,
[C] = elemen hidrolik konduktivitas matriks,
{H} = vektor nodal kepala,
<N> = vektor interpolasi fungsi,
Q = unit fluks di tepi elemen
= ketebalan elemen,
t = waktu,
= panjang penyimpanan untuk rembesan transien
sama dengan mww,
A = sebutan untuk penjumlahan atas wilayah elemen, dan
L = sebutan untuk penjumlahan di tepi elemen
Dalam analisis axisymmetric, ketebalan elemen yang
ekuivalen adalah jarak keliling pada radius yang berbeda, R pada
sumbu simetris. Jarak circumiferential lengkap 2 radian kali R,
karena SEEP/W diformulasikan diformulasikan untuk satu radian,
ketebalan setara adalah R. Oleh karena itu, persamaan elemen
hingga untuk kasus axisymmetric :

A
([B]
T
[C] [B] R) dA {H} +
A
( <N>
T
<N>R) dA {H}, t= q
L
(<N>
T
R) dL
Catatan bahwa jarak radial jika bukan konstan dalam sebuah
elemen seperti dalam kasus ketebalan di dalam analisis dua
dimensi : akibatnya, R adalah variabel dalam yang terpisahkan.
( 13 )


40



Dalam bentuk singkatan, persamaan rembesan elemen hingga
dapat dinyatakan sebagai :
[K] {H} + [M] {H}, t = {Q}
Dimana :
[K] = karakteristik elemen matriks
[M] = massa matriks elemen
{Q} = elemen diterapkan vektor fluks
Persamaan ( 13 ) adalah persamaan elemen umum untuk analisis
rembesan transien. Untuk analisis kondisi mapan, bagian utama
bukan fungsi waktu dan akibatnya, istilah {H}, t hilang, akan
mengurangi persamaan elemen hingga untuk :
[K] {H} = {Q}
yang merupakan bentuk elemen hingga disingkat dari persamaan
rembesan mendasar, Hukum Darcy.
Integrasi numerik
Program aplikasi komputer (SEEP/W) menggunakan integrasi
numerik Gaussian untuk mengevaluasi karakteristik elemen matriks
[K] dan matriks massa [M].
Integral tersebut dievaluasi dengan sampling sifat elemen
pada titik yang didefinisikan secara spesifik dan kemudian
dijumlahkan bersama untuk seluruh elemen.
.( 14 )
...( 15 )


41



n
j=1
Menggunakan matriks karakteristik [K] sebagai contoh, integral
berikut (dari Persamaan 12 ) :
[K] =
A
([B]
T
[C] [B]) dA
Bisa digantikan oleh :
[K] = [B
j
]
T
[C
j
] det | J
j
| W
1j
W
2j

Dimana:
j = titik integrasi,
n = alamat jumlah titik integrasi,
[C
j
] = yang elemenit hidrolik konduktivitas matriks pada
titik integrasi,
[B
j
] = elemen matriks pada titik integrasi,
det | J
j
| = d eterminan dari matriks Jacobian, dan
W
1j
W
2j
= faktor bobot
Jumlah sampel (integrasi) poin yang dibutuhkan dalam
sebuah elemen tergantung pada jumlah node dan bentuk elemen.
Jumlah titik integrasi dilambangkan sebagai urutan integrasi. Urutan
integrasi yang tepat adalah fungsi dari keberadaan node sekunder.
Ketika node sekunder yang hadir. fungsi interpolasi yang nonlinier
diperlukan urutan integrasi yang lebih tinggi .

..( 16 )
..( 17 )


42



H. Peneliti Terdahulu Terkait Air Tanah
Tabel 1. Literatur Terkait Penelitian
No Nama Peneliti Judul
Nama
Jurnal/Proseding/
Publisher lainnya
Tahun
Publikasi
1
Wilai
Chiemchaisri
Effects of Leachate
Irrigation on Landfill
Vegetation and Cover
Soil Qualities
As. J. Energy
Env.
2005
2
James Mayer
Spatial and Temporal
Variation of
Groundwater Chemestry
In Pettyjohns Cave,
Notrhwest Georgia,
USA
Journal of Cave
and Karst Studies
2007
3
Jin-Yong Lee
Groundwater chemistry
and ionic ratios in a
western coastal aquifer
of Buan, Korea:
implication for seawater
intrusion
Geosciences
Journal Vol. 11,
No. 3, p. 259
270
2007
4
Hailong Li
Tide-induced seawater
groundwater
circulationin shallow
beach aquifers
Journal of
Hydrology
2008
5 Krishna R.
Reddy
Physical and Chemical
Groundwater
Remediation
Technologies
Springer
Science+Busines
s Media B.V.
2008
6 Priscilla
Alexander
Evaluation of ground
water quality of Mubi
town in Adamawa State,
Nigeria
African Journal of
biotechnology
Vol. 7 (11), pp.
1712-1715
2008
7 K.L.
Katsifarakis
Optimization of
Grounwater Resources
Management In Polluted
Aquifers
Global NEST
Journal, Vol 11,
No 3, pp 283-290
2009



43




No Nama Peneliti Judul
Nama
Jurnal/Proseding/
Publisher lainnya
Tahun
Publikasi
8
Oseji, Julius
Otutu
Investigation of
groundwater resources
in part of Ukwuani local
government area of
Delta State, Nigeria
International
Journal of
Physical Sciences
Vol. 4 (10), pp.
607-614
2009
9 L.
Khodapanah
Groundwater Quality
Assessment for
Different Purposes in
Eshtehard District,
Tehran, Iran
European Journal
of Scientific
Research ISSN
1450-216X Vol.36
No.4
2009
10
Rizwan
Reza1 and
Gurdeep
Singh2
Physico-Chemical
Analysis of Ground
Water in Angul-Talcher
Region of Orissa, India
Journal of
American Science
;5(5):53-58
2009
11
S.Karnchana
wong and P.
Yongpisalpop
Leachate Generation
from Landfill Lysimeter
using Different Types of
Soil Cover
International
Journal of Civil
and
Environmental
Engineering 1:3
2009
12

N.C. Beka,
M.Sc
Chemical Quality of
Groundwater from
Hand-Dug Wells in Jos
Metropolis and
Environs, North-Central
Nigeria.
The Pacific
Journal of
Science and
Technology
2009
13
H. Benfetta
Study of the
Fluctuations of Subsoil
Waters of the Plain of
Ghriss Mascara
Algeria
European Journal
of Scientific
Research ISSN
1450-216X Vol.34
No.2
2009
14 Kouam kan
Jean
Implication of
Hydrogeologic Modeling
in the Estimate of
Pollutants Transfer Time
Towards Groundwater
of Abidjan District: Case
of Toxic Waste
European Journal
of Scientific
Research ISSN
1450-216X Vol.32
No.1
2009


44




No Nama Peneliti Judul
Nama
Jurnal/Proseding/
Publisher lainnya
Tahun
Publikasi
15
C. Madera
Landfill leachate
treatment: one of the
bigger and
underestimated
problems of the urban
water management in
developing countries
Author
manuscript,
published in "9th
World Wide
Workshop for
Young
Environmental
Scientists WWW-
YES-Brazil
2009
16
Talebi Amir
Optimization of
Coagulation Process for
Landfill Leachate Pre-
Treatment Using
Response Surface
Methodology (RSM)
Journal Of
Sustainable
Development, Vol
2, No. 2
2009
17
Kouassi
Kouam
Auguste
Conceptual Model of
Ivorian Sedimentary
Costal Basin: Case of
Abidjan Continental
Terminal Aquifer
European Journal
of Scientific
Research ISSN
1450-216X Vol.44
No.3
2010
18
Aik Heng
Lee, Hamid
Nikraz, Yung
Tse Hung
Influence of Waste Age
on Landfill Leachate
Quality
International
Journal of
Environmental
Science and
Development,
Vol. 1, No. 4
2010
19 Mohamed
Djidel
The Minerality Impact of
Deep Groundwater, in
Desert Regions, on
Human and the
Environment. Southeast
Algeria
European Journal
of Scientific
Research ISSN
1450-216X Vol.45
No.4
2010
20 Weikun Song,
Jianbing L
Prediction of Landfill
Leachate Treatment
using Artificial Neural
Network Model
International
Conference on
Biology,
Environment and
Chemistry
IPCBEE vol.1
2011


45




No Nama Peneliti Judul
Nama
Jurnal/Proseding/
Publisher lainnya
Tahun
Publikasi
21
Wei Zhang
Bacterial community
composition and
abundance in leachate
of semi-aerobic and
anaerobic landfills
Journal of
Environmental
Sciences, 23(11)
17701777
2011
22
Mahmud. K,
Hossain. M.D
Ahmed. S
Advanced landfill
leachate treatment with
least sludge production
using modified Fenton
process
International
Journal Of
Environmental
Sciences Volume
2, No 1
2011
23
Nwankwoala
H.O. and
Udom G.J.
Hydrochemical Facies
and Ionic Ratios of
Groundwater in Port
Harcourt, Southern
Nigeria
Research Journal
of Chemical
Sciences Vol.
1(3)
2011
24
Khalid
Hameed
Lateef
Evaluation of
Groundwater Quality for
Drinking Purpose for
Tikrit and Samarra
Cities using Water
Quality Index
European Journal
of Scientific
Research ISSN
1450-216X Vol.58
No.4
Khalid
Hameed
Lateef
25
Kanade S. B.
and Gaikwad
V. B.
A Multivariate Statistical
Analysis of Bore Well
Chemistry Data - Nashik
and Niphad Taluka of
Maharashtra, India
Universal Journal
of Environmental
Research and
Technology All
Rights Reserved
Euresian
Publications
2011
26 M. Normah
Awang
Study on the Effect of
Leachates from Old
Dumping Site on Water
Quality of Sungai Batu
in Taman Wahyu II,
Selayang, Selangor
Global Journal of
Environmental
Research 6 (1):
22-29
2012





46



BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam pelaksanaan penelitian ini metode yang digunakan adalah
penelitian eksperimental dengan melakukan pengujian terhadap batuan,
air tanah serta analis kimia lindi. Analisis numerikakan dilakukan dengan
menggunakan program aplikasi komputer (SEEP/W).
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada lokasi Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) sampah di Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, Kota
Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Analisis laboratorium akan
dilaksanakan di Laboratorium Batuan Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin. Pengambilan data lapangan akan dimulai pada bulan Juli
2013. Analisis laboratorium pada bulan September 2013 dan pada bulan
Oktober 2013 akan dilakukan analisis numerik dengan menggunakan
Program Aplikasi Komputer (SEEP/W).
Tabel 2. Jadwal Rencana Pelaksanaan Penelitian
Pengujian
Waktu Pelaksanaan
Juli Agus Sep Oktob Nop Des
Persiapan Alat dan Bahan
Pemetaan geologi & Air Tanah
Pengujian Laboratorium (batuan
dan kimia lindi

Analisis numerik (SEEP/W)



47



B. Kerangka Alir Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini dibuat langkah-langkah
pelaksanaan alur kegiatan penelitian, agar proses pelaksanaan dapat
berjalan secara sistematis dan tepat sesuai dengan tujuan penelitian.
Langkah pertama yang dilakukan adalah studi pendahuluan yang
selanjutnya diteruskan dengan kajian pustaka dan berbagai teori dasar.
Untuk mendalami al tersebut diatas maka dibuat alir penelitian seperti
bagian dibawah inI.
C. Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengukuran dan sampling
beberapa parameter, yaitu debit air, data geologi dan hidrologi, data lindi,
dan luas areal lokasi TPA sampah. Sedangkan data sekunder diperoleh
dari kantor Bappeda Makassar, Kantor Walikota (Dinas kebersihan), Dinas
Tata Kota Makassar, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sulawesi
Selatan, serta Badan Meteorologi dan Geofisika Makassar.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang diambil adalah pengambilan
sampel secara sengaja (Purposive sampling), dilakukan pada daerah
pusat TPA (10 sampel) dan sumur-sumur penduduk sekitar TPA maupun
rembesan air yang keluar dari timbunan sampah (20 sampel).
Pengambilan sampel air didasarkan pada asumsi pergerakan lindi yang
disesuaikan dengan geomorfologi, topografi serta perkiraan aliran air
tanah setempat.


48



Pemodelan Sebaran Lindi Dan
Pengaruhnya Terhadap Air Tanah
Makassar























Gambar 12. Kerangka Alir Penelitian

PENCEMARAN LIMBAH TPA
SAMPAH ANTANG
POLUTAN AIR TANAH
Sebaran
Lindi
Arah Aliran
Air Tanah
Jenis
Lindi
Kedalaman
Air Tanah
Pengukuran
dan Geolistrik
Sampling
Lindi
Sumur Penduduk /
Bor Sampling Air
Pengukuran Topografi
dan Sampling batuan
- Analisis Kimia Lindi
- Analisis Kimia Air Tanah
- Pembuatan Peta Lokasi TPA
- Pembuatan Peta Geologi
- Pembuatan Peta Hidrologi
Peta Sebaran Lindi
ANALISIS DATA


49



E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan disesuaikan dengan
data ang diperlukan, meliputi :
a) Pengukuran parameter
Teknik ini dilakukan untuk mengukur parameter air tanah (pH, Cl
-
,
COD, DHL, PO
4
, NH
4
dan jumlah zat organik) pada sumur penduduk
serta air rembesan TPA sampah, topografi (ketinggian, slope, dan
jarak) serta luas areal masing-masing peruntukan lahan.
b) Pengamatan langsung (observasi)
Teknik ini digunakan untuk mendiskripsikan secara cermat dan
terperinci data geologi, hidrologi, sifat tanah, penggunaan lahan
berdasar pola tata ruang, air permukaan dan bahaya lingkungan
sebagaimana keadaan lapangan.
F. Analisis Data
Data yang telah diperoleh selanjutnya diolah sesuai dengan jenis data
yang ada. Data yang bersifat kualitatif dianalisis secara deskritif untuk
memberikan gambaran holistik tentang keadaan TPA sampah, terutama
fisik, kimia, dan biologi. Data yang bersifat kuantitatif diolah secara
tabulasi dan selanjutnya dianalisis Numerik.
Analisis Numerik
Ada dua jenis mendasar dari analisis elemen air rembesan
terbatas, yaitu keadaan stabil dan sementara. Dalam penelitian in hanya
digunakan Metode Finite Element.


50



Keadaan Stabil (Steady state), menggambarkan sebuah situasi dimana
keadaan dari model tersebut adalah stabil dan tidak berubah. Dalam
analisis rembesan misalnya, keadaan disini berarti tekanan air dan laju
aliran air. Jika keadaan telah mencapai nilai yang stabil, itu berarti bahwa
kondisi ini berada dalam keadaan itu selamanya. Dalam banyak kasus
dimana masalah geoteknik alam terbuka dengan kondisi siklusnya, ini
memungkinkan bahwa keadaan stabil akan tercapai. Arus di bawah
dinding akan berjalan pintas dan dapat mendekati keadaan stabil jika
kondisi hulu hampir konstan sepanjang waktu. Infiltrasi jaringan
permukaan dan penguapan, model tidak akan mungkin realitas stabil,
hanya diketahui bagaimana parameter masukan awal berubah sebagai
respons terhadap kondisi batas yang diterapkan selama jangka waktu
yang dimodelkan. Jika kita membuat asumsi bahwa kondisi batas konstan
dari waktu ke waktu, maka model dapat menghitung kondisi tanah jangka
panjang dalam menanggapi asumsi kita.
Jenis analisis ini tidak mempertimbangkan berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai kondisi stabil dan itu adalah sesuatu yang
harus kita mengerti. Model ini akan mencapai sebuah kumpulan tekanan
yang dipecahkan dan kondisi aliran untuk kumpulan batas kondisi unik
yang diterapkan untuk suatu tingkat analisis.
Oleh karena analisis kondisi stabil mengambil komponen "waktu"
dari masalah itu dapat dipecahkan dengan menyederhanakan
persamaan. Namun, pada saat yang sama akan menyulitkan untuk


51



mencapai konvergensi, tergantung pada tingkat non-linearitas fungsi
properti tanah kita. Persamaan air dalam kondisi stabil rembesan akan
mengeluarkan "waktu" sebagai variabel sebenarnya dan menghilangkan
seluruh fungsi kadar air volumetrik. Tidak diperlukan waktu dalam larutan.
Kandungan air volumetrik digunakan untuk mengatakan berapa banyak air
yang diperoleh atau hilang dalam tanah jika ada perubahan tekanan.
Dalam analisis kondisi stabil, tidak ada tekanan awal, dan jadi tidak ada
perubahan dalam tekanan untuk dikhawatirkan. Ingat, ini hanya mencari
tahu apa tekanan akan seluruhnya masalah geometri, mengingat fakta
Anda tahu apa mereka berada di beberapa lokasi yang diketahui dan
untuk semua titik dalam waktu.
Jenis kondisi batas dalam keadaan stabil, dalam analisis keadaan
stabil ada dua pilihan kondisi batas: tekanan konstan (atau head) dan
tingkat fluks konstan. Untuk kenyamanan tingkat fluks dapat ditetapkan
sebagai total nodal fluks atau fluks unit yang diterapkan ke tepi elemen,
tetapi hasil akhirnya diterapkan pada persamaan identik. Ini adalah
tekanan yang dikenal pada titik atau aliran kontinyu atau aliran air.
Beberapa fitur kondisi batas lainnya telah ditambahkan ke analisis untuk
membantu model yang berbeda skenario kehidupan nyata seperti wajah
air rembesan, tetapi ini hanya cara yang berbeda untuk mengatakan
model bagaimana untuk datang dengan nilai batas H atau Q untuk
dimasukkan ke dalam persamaan solver. Sebuah diskusi yang lebih rinci


52



dari pilihan kondisi batas diberikan bab khusus didedikasikan untuk
Kondisi Batas.
Kondisi Sementara (Transient), sebuah analisis sementara menurut
definisi berarti satu yang selalu berubah. Perubahan itu karena
menganggap berapa lama waktu diperlukan tanah untuk merespon,
dengan pengguna kondisi batas. Contoh analisis sementara termasuk
memprediksi waktu yang dibutuhkan inti dari bendungan untuk "basah"
ketika reservoir diisi dengan cepat, atau memprediksi dimana air
rembesan akan keluar dari tubuh bendungan jika hujan deras
diaplikasikan di atas permukaan tanah.
Dalam rangka untuk bergerak maju dalam waktu selama analisis
sementara, Anda harus memberitahu solver apa kondisi tekanan tanah
pada awal periode waktu tersebut. Dengan kata lain, Anda harus
memberikan kondisi awal serta kondisi batas saat ini atau masa depan.
Kondisi Awal, dalam analisis sementara, perlu untuk diketahui bahwa
kondisi awal untuk analisis sementara dapat memiliki dampak yang
signifikan pada solusi. Kondisi awal realistis akan mengarah pada solusi
realistis yang mungkin sulit untuk ditafsirkan, terutama pada tahap awal
analisis sementara.
Persamaan yang digunakan dalam mengevaluasi sebaran lindi,
menggunakan persamaan Differensial Parsial Aliran Air dengan
menggunakan persamaan . .......( 5 )


53



Di dalam mengevaluasi digunakan Program Komputer yaitu SEEP/W
(Geo Office).
G. Parameter dan Definisi Operasional
Untuk mengarahkan peneliti dalam melakukan pengambilan data
serta untuk menyamakan persepsi penelitian, maka ditetapkan defenisi
sebagai berikut :
Air permukaan adalah air yang berasal dari hujan atau dari sumber
yang berdifusi di permukaan tanah tampa mengikuti aliran atau
saluran tertentu, yang dibedakan dari air dalam arus alami, danau
atau kolam, dan tidak membentuk atau terkumpul ke dalam badan air
yang lebih pasti bentuknya dibandingkan kolam atau rawa.
Air tanah adalah air yang terdapat didalam tanah yang hanya dapat
dijumpai jika dilakukan penggalian ( sumur ). Ketinggian air
permukaan sangat dipengaruhi oleh keadaan water table / batas muka
air di dalam, dan hal ini tergantung pula dari kerapatan curah hujan.
Lindi adalah air yang keluar dari timbunan sampah yang telah terkena
air hujan, dimana air tersebut telah mengandung zat-zat organik yang
merupakan penguraian dari sisa material organik yang terdapat dalam
sampah.
pH dapat didefenisikan sebagai berikut : pH = -log (H
+
) , skala harga
pH antara 0 14. pH 7 berarti keadaan netral. pH lebih kecil dari 7
berarti asam dan lebih besar dari 7 berarti basa.


54



COD adalah kebutuhan kimia akan oksigen (KKO). Oksidasi senyawa
organik secara kimia dengan menggunakan bikromat pada pendidihan
selama 2 jam dalam suasana asam pekat.
Akuifer adalah suatu formasi batuan yang mengandung air dan secara
signifikan dapat mengalirkan air dalam kondisi alami.
Stratigrafi dalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan,
hubungan dan kejadian (genesa) macam-macam batuan di alam
dalam ruang dan waktu sedangkan dalam arti sempitnya ialah ilmu
pemerian lapisan-lapisan batuan.
Geomorfologi adalah bentuk topografi dari roman muka bumi.











55















Lokasi Penelitian

Gambar 13. Peta Wilayah Kota Makassar








56



DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Fariz Mohamed, 2009., Groundwater and Soil Vulnerability in the
Langat Basin Malaysia, Institute for Environment and Development
(LESTARI) Universiti Kebangsaan Malaysia. http://www.Euro
journals.com/ejsr_27_4_15.pdf.
Aik Heng Lee, Hamid Nikraz, Yung Tse Hung., 2010.
Allen,J.R.L., 1984, Sedimentary Structure : Their Character And Physical
Basics. Development In Sedimentology Elsevier Publishing,
Amsterdam.
Alzwar. M., 1988, Pengantar Ilmu Gunungapi. Nova, Bandung.
Azikin, S., 1980, Dasar-Dasar Geologi Struktur. Departemen Teknik
Geologi, Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah., 1999, Laporan Tahunan
Revisi Umum Tata Ruang Wilayah Kota Makassar, Pemerintahan
Kota Makassar, Makassar.
Chay A. C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Child, E.C and Collins-George,N., 1950. The Permeability of Porous
Materials Proceedings of the Royal Society,pp. 392-405.
Chow, V. T., 1988. Aplied Hydrology. McGraw Hill, New York.
C. Madera., 2009. Landfill leachate treatment: one of the bigger and
underestimated problems of the urban water management in
developing countries. Author manuscript, published in "9th World
Wide Workshop for Young Environmental Scientists WWW-YES-
Brazil.
Damanhuri, E., 1990. Penelitian Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Sampah Tepat Guna. Bandung.
Damanhuri, E., 1995. Teknik Pembuangan Akhir (TPA) Sampah, ITB
Bandung.
Davis, G. H., 1984. Structural Geology Of Rocks And Region. Printed In
United State Of America.
Dune, T & Leopold, L.B., 1978. Water and Environment Planning. W.H.
Freeman ND Co, San Farnsisco, U.S.A.
Eagleson, P.S., 1970. Dynamic Hydrology. McGraw-Hill. New York.
Fauzi Arifin, M., 2001. Tinjauan Geohidrologi Sebagai Salah Satu
Pertimbangan Dalam Pemilihan Lokasi TPA Sampah. Universitas
Hasanuddin, Makassar.


57



Fauzi Arifin, M., 2010. Analisis Lingkungan Pengendapan Batuan
Sedimen Daerah Dutungan Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi
Selatan. Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin. Inji.arifin@gmail.com.
Fetter, C.W., 1994, Applied Hydrology. New York, Macmillan College
Publishing.
Fred, L.G., 1990. Sanitary Landfill Leachate Recycle Bio-Cycle. Journal
Watercycling. Bandung.
Fredlund, D.G., and Morgenstern, N.R., 1976. Constitutive Relations for
Volume Change in Unsaturated Soils. Canadian Geotechnical
Journal, Vol. 13,pp 261-276.
Fredlund, D.G., and Morgenstern, N.R., 1977. Stress State Variables for
Unsaturated Soils. ASCE, Vol. 103,pp 447-464.
Hailong Li., 2008. Tide-induced seawatergroundwater circulationin
shallow beach aquifers. Journal of Hydrology.
H. Benfetta., 2009. Study of the Fluctuations of Subsoil Waters of the
Plain of Ghriss Mascara Algeria. European Journal of Scientific
Research ISSN 1450-216X Vol.34 No.2. http://www.eurojournals.
com/ejsr_34_2_04.pdf
Imran, A.M., 2005. Perkembangan Polutan Dalam Air Tanah Pada
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Antang, Kota Makassar,
Provinsi Sulawesi Selatan.
Imran, A.M.,2010. Studi Hidrogeologi Cekungan Airtanah Kota Makassar
Propinsi Sulawesi Selatan.
Irham. M, 2006., Pemetaan Sebaran Air Tanah Asin Pada Akuifer Dalam
di Wilayah Semarang Bawah. http://eprints.undip.ac.id /2139/1/.pdf
James Mayer., 2007. Spatial and Temporal Variation of Groundwater
Chemestry In Pettyjohns Cave, Notrhwest Georgia, USA. Journal
of Cave and Karst Studies. http://www.caves.org/pub/journal
/PDF/V61/v61n3-Mayer.pdf
Jin-Yong Lee., 2007. Groundwater chemistry and ionic ratios in a western
coastal aquifer of Buan, Korea: implication for seawater intrusion.
Geosciences Journal Vol. 11, No. 3, p. 259 270
Juli, S. S., 1996. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Kanade S. B. and Gaikwad V. B., 2011. A Multivariate Statistical Analysis
of Bore Well Chemistry Data - Nashik and Niphad Taluka of
Maharashtra, India. Universal Journal of Environmental Research
and Technology All Rights Reserved Euresian Publications. http://


58



www.who.int/water_sanitation_health/resourcesquality/en/groundwa
ter14.pdf
Khalid Hameed Lateef., 2011. Evaluation of Groundwater Quality for
Drinking Purpose for Tikrit and Samarra Cities using Water Quality
Index. European Journal of Scientific Research ISSN 1450-216X
Vol.58 No.4. http://www.eurojournals.com/EJSR_58_4_04.pdf
Kouam kan Jean., 2009. Implication of Hydrogeologic Modeling in the
Estimate of Pollutants Transfer Time Towards Groundwater of
Abidjan District: Case of Toxic Waste. European Journal of
Scientific Research ISSN 1450-216X Vol.32 No.1.
Kouassi Kouam Auguste., 2010. Conceptual Model of Ivorian
Sedimentary Costal Basin: Case of Abidjan Continental Terminal
Aquife. European Journal of Scientific Research ISSN 1450-216X
Vol.44 No.3. http://www.eurojournals.com/ejsr_44_3_03.pdf
Krishna R. Reddy., 2008. Physical and Chemical Groundwater
Remediation Technologies. Department of Civil and Materials
Engineering, University of Illinois at Chicago, 842 West Taylor
Street, Chicago, IL 60607, U.S.A. http://www.uic.edu/classes/
cemm/cemmlab/NATO-Chapter12.pdf
Kwarsa Hexagon., 1987. Geotechnical Evaluation of Sanitary Landfill
Sites. BUDP. Bandung.
K.L. Katsifarakis, M. Mouti., 2009., Optimization of groundwater
resources management in polluted aquifers. Global NEST Journal,
Printed in Greece. http://www.eurojournals.com/EJSR_58_4_04.pdf
Larona. S., 1987. Desain of Sanitary Landfill For The Cities of Surabaya
and Jakarta. Dirgen of Cipta Karya. Jakarta.
Linsley., 1982. Applied Hydrology. McGraw Hill Publ. Co. Ltd, New Delhi.
L. Khodapanah, 2009., Groundwater Quality Assessment for Different
Purposes in Eshtehard District, Tehran, Iran. http: //www.
eurojournals.com/ ejsr 38_4_02.pdf
Mahmud. K, Hossain. M.D Ahmed. S., 2011. Advanced landfill leachate
treatment with least sludge production using modified Fenton
process. International Journal Of Environmental Sciences Volume
2, No 1
Mohamed Djidel., 2010. The Minerality Impact of Deep Groundwater, in
Desert Regions, on Human and the Environment. Southeast
Algeria. European Journal of Scientific Research ISSN 1450-216X
Vol.45 No.4. http://www.eurojournals.com/ejsr_45_4_03.pdf
M. Normah Awang., 2012. Study on the Effect of Leachates from Old
Dumping Site on Water Quality of Sungai Batu in Taman Wahyu II,


59



Selayang, Selangor. Global Journal of Environmental Research 6
(1): 22-29.
Nwankwoala H.O. and Udom G.J., 2011. Hydrochemical Facies and
Ionic Ratios of Groundwater in Port Harcourt, Southern Nigeria.
Research Journal of Chemical Sciences Vol. 1(3).
http://www.isca.in/rjcs/Archives/vol1/I3/12.pdf
N.C. Beka,. 2009, Chemical Quality of Groundwater from Hand-Dug Wells
in Jos Metropolis and Environs, North-Central Nigeria. The Pacific
Journal of Science and Technology. http://www.akamaiuniversity.
us/PJST10_2_626.pdf
Oseji, Julius Otutu, 2009., Investigation of groundwater resources in part
of Ukwuani local government area of Delta State, Nigeria.
Department of Physics, Delta State University, Abraka, Delta State,
Nigeria. http://www.eurojournals.com/EJSR%2013%201.pdf
Priscilla Alexander., 2008. Evaluation of ground water quality of Mubi
town in Adamawa State, Nigeria. African Journal of biotechnology
Vol. 7 (11), pp. 1712-1715. http://www.academicjournals.org/ajb/
PDF/pdf2008/3Jun/Alexander.pdf
Richards,L.A., 1931. Capilary Conduction of Liquids Through Porous
Mediums. Physics, Vol.1.
Rizwan Reza and Gurdeep Singh., 2009. Physico-Chemical Analysis of
Ground Water in Angul-Talcher Region of Orissa, India. Journal of
American Science ;5(5):53-58. http://www.jofamericanscience.
org/journals/am-sci/0505/07_0872_ ASSESSMENT_am0505.pdf
Soemarwoto, O., 1996. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Srikandi, F., 1992. Polusi Air dan Udara. IPB, Bogor.
S.Karnchanawong and P. Yongpisalpop., 2009. Leachate Generation
from Landfill Lysimeter using Different Types of Soil Cover.
International Journal of Civil and Environmental Engineering 1:3
Talebi Amir., 2009. Optimization of Coagulation Process for Landfill
Leachate Pre-Treatment Using Response Surface Methodology
(RSM). Journal Of Sustainable Development, Vol 2, No. 2
Todd, David.Keith, 1976, Groundwater Hydrology.2
nd
Edition. New
York: Jhon Wiley & Sons)
Verhoef, P.N.W., 1989. Geologi untuk Teknik Sipil. Erlangga, Jakarta.
Weikun Song, Jianbing L., 2011. Prediction of Landfill Leachate
Treatment using Artificial Neural Network Model. International
Conference on Biology. Environment and Chemistry IPCBEE vol.1.


60



Wei Zhang., 2011. Bacterial community composition and abundance in
leachate of semi-aerobic and anaerobic landfills. Journal of
Environmental Sciences. 23(11) 17701777.
Wilai Chiemchaisri., 2005. Effects of Leachate Irrigation on Landfill
vegetation and Cover Soil Qualities. As. J. Energy Env.

You might also like