You are on page 1of 12

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, atas segala limpahan Rahmat, karunia dan
Hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan
Sejarah Singkat Lawana, Datu Botto Tak lupa Shalawat kami kirimkan kepada
Nabi Muhammad SAW, Rasul pembawa petunjuk hidup kepada ummat manusia ,
sekaligus pembawa rahmat bagi alam semesta.
Dalam tulisan ini kami uraikan secara singkat asal usul dan bagaimana peran
dari Lawana, Datu Botto serta hubungannya dengan kerajaan-kerajaan di Sulawesi
selatan khususnya kerajaan Luwu, Soppeng, Sidenreng, Palanro, dan kerajaan
lainnya. Kami menyadari dalam tulisan ini masih banyak kekurangan , hal ini
disebabkan keterbatasan data, namun kami akan terus berusaha dan berupaya untuk
memperbaiki kekurangan itu,untuk itu masukan ataupun kritik sangat kami harapkan
demi kesempurnaan tulisan ini.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan yang setinggi-
tingginya kami haturkan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan tulisan ini, baik moril maupun materil. Semoga Tuhan Yang Maha
Esa memberikan balasan yang jauh melebihi dari apa yang telah diberikan pada kami.
A M I I N.

Penulis








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . i
DAFTAR ISI .. ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Penulisan . 2

BAB II SEJARAH SINGKAT LAWANA, DATU BOTTO
A. Asal usul Lawana, Datu Botto . 3
B. Masa pemerintahan Lawana, Datu Botto di Kerajaan Botto ( Soppeng ) 4
C. Masa Pemerintahan Lawana, Datu Botto di Batupute ( Soppeng Riaja ) 4

BAB III HUBUNGAN DENGAN KERAJAAN KERAJAAN SEKITARNYA
A. Luwu . 6
B. Soppeng . 6
C. Wajo .. 6
D. Batupute ( Soppeng Riaja ), Palanro dan Sidenreng . 7

BAB IV KESIMPULAN. 8

DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Telah lama kami berkeinginan menulis sejarah tentang La Wana, Datu Botto
yang lengkap dan menyeluruh. Keinginan timbul karena kami sadar bahwa masih
banyak sumber sumber sejarah khususnya sejarah lokal daerah Sulawesi Selatan
yang belum diselidiki serta diungkapkan oleh para ahli dan belum dirangkai dalam
kaitan sejarah secara kesatuan dan menyeluruh. Sejarah tentang La Wana, Datu Botto
kami coba ungkap secara wajar tanpa memutar balikkan fakta, walaupun secara
singkat kiranya dapat memberi mamfaat untuk pembinaan generasi kini dan generasi
yang akan datang, khususnya bagi keturunan Beliau yang tersebar di berbagai daerah
di Sulawesi Selatan bahkan diluar Sulawesi Selatan dan bagi masyarakat pada
umumnya. Sebab Sejarah adalah guru kehidupan, dari sejarah kita belajar memahami
perkembangan masyarakat dan kemanusiaan di masa lampau dengan segala
dinamikanya.
Penulisan sejarah pada umumnya dan khususnya sejarah lokal pada dasarnya
adalah bagian dari kesadaran sejarah kita. Dalam hubungan dengan pengertian ini,
kesadaran sejarah diartikan sebagai pandangan atau konsep tentang sejarah dan dunia,
sikap harga diri dan motivasi untuk menentukan arah dan perjalanan sejarah ke masa
depan. Kesadaran itu mendorong kegiatan untuk melakukan penelitian dan penulisan
sejarah karena muncul kesadaran untuk menempatkan diri terlibat dan turut
bertanggung jawab baik dalam pembuatan sejarah maupun dalam penulisan sejarah.
Rasa tanggung jawab itu mendorong bukan saja usaha untuk melakukan
penelitian dan penulisan saja tetapi juga keinginan untuk melakukan percakapan
dengan informasi kelampauan untuk menyimak makna yang dikandungnya. Tindakan
tersebut didasarkan pada kesadaran bahwa sejarah merupakan penuntun kita
mengatasi kabut kegelapan, menuntun kita untuk memahami kekinian, menuntun kita
mengenal dan mengerti diri sendiri dalam kerangka waktu, dan kesadaran bahwa
segala sesuatu yang terjadi dan yang tampak merupakan proses yang dialami dalam
perjalanan waktu. Hubungan dan percakapan yang dilakukan menghasilkan ulasan,
tafsiran, dan penjelasan mengenai masa lampau.

B. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk mengulas kembali peranan La Wana Datu Botto
sebagai bagian dari sejarah masa lampau, Dan diharapkan dapat memperkaya sejarah
Nasional. Dengan sendirinya tujuan penulisan ini adalah :
1. Menambah khasanah penulisan sejarah nasional khususnya sejarah daerah
Kabupaten Barru, Soppeng dan daerah lainnya di Sulawesi Selatan.
2. Menumbuhkan nilai-nilai kearifan lokal, khususnya mengangkat peranan La
Wana, Datu Botto sebagai bagian dari sejarah Kerajaan Botto Kabupaten
Soppeng dan pernah memegang tampuk pemerintahan di Batu Pute Kecamatan
Soppeng Riaja Kabupaten Barru.
3. Menumbuhkan kesadaran dikalangan birokrasi dan masyarakat pada umumnya
bahwa di Kabupaten Barru dan Kabupaten Soppeng pernah terbentuk suatu
Kerajaan dan merupakan kerajaan yang mempunyai hubungan Passiajingeng
(kekerabatan) dengan kerajaan-kerajaan bugis lainnya seperti Kerajaan Luwu,
Addatuang Sidenreng dan kerajaan-kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan.
4. Dapat menghasilkan karya-karya dalam bentuk ilmiah yang dapat dikenang
sepanjang masa khususnya dalam mengenal pelaku-pelaku sejarah yang sarat
system politik tradisional dan nilai nilai budaya.







BAB II
SEJARAH SINGKAT LA WANA DATU BOTTO

A. Asal Usul La Wana Datu Botto
La Wana, Datu Botto adalah cicit dari Tenri Leleang Pajung Luwu XXI / XXIII
dari perkawinannya dengan Mallarangeng, Datu Lompulle, Datu Marioriawa. Dari
perkawinan Tenri Leleang dengan Mallarangeng, mereka dikaruniai 7 (tujuh) orang
putra, antara lain :
1. Batari Toja Iwakkang Dg. Matanang, Datu Bakke. Yang kawin dengan La Tenri
Peppang Dg. Paliweng, Pajung Luwu XXIV.
2. Tenri Pada Dg. Maleleng kawin dengan Arung Jampue.
3. Patimang Menyara Asi Matinroe ri Segeri kawin dengan Karaeng Sumena.
4. I Penangngareng, Datu Marioriwawo kawin dengan La Sunra, Datu Lamuru.
5. La Tenri Sessu Opu Cenning, Arung Pancana menikahi I Pada Petta Punna Bolae,
Petta ri Silaja. Selain itu juga beristrikan Tenri Lawa Besse Peampo, Arung Bonto
Use.
6. La Manrulu To Kali ( Maggalatung To Kali ), Datu Lompulle menikahi Yabeng,
Datu Mario Attang Salo.
7. Maddusila, Karaeng Tanete menikahi I Saenong, Datu Citta.
Dari ke tujuh putra - putri Tenri Leleang tersebut di atas salah satunya adalah I
Penangngareng, Datu Marioriwawo yang kawin dengan La Sunra, Datu Lamuru yang
juga merupakan kakek dan nenek dari La Wana, Datu Botto. Dari perkawinannya I
Penangngareng, Datu Marioriwawo dengan La Sunra, Datu Lamuru dikaruniai
beberapa orang putra, diantaranya :
1. La Tenri, Datu Botto
2. Mappaware, Datu Lamuru
3. Mauraga Dg. Maliunga, Datu Marioriwawo
4. La Potto Bune Petta Janggo Pute, Datu Ri Bakke matinroe ri Anakketeng.
5. La Makkawaru, Arung Atakka.
La Tenri, Datu Botto menikahi Patimang Dg. Baji, Arung Batu Pute putri dari
La Wawo, Addatuang Sidenreng XIII dan lahirlah tiga orang putra diantaranya La
Wana, Datu Botto.

B. Masa Pemerintahan La Wana, Datu Botto di Kerajaan Botto, Soppeng
La Wana, Datu Botto memerintah di Kerajaan Botto, Soppeng yang diwariskan
oleh ayahandanya La Tenri, Datu Botto sekitar tahun 1825 M 1840 M. Dalam masa
pemerintahannya itu peperangan antara Bone dan Gowa masih berlangsung. Soppeng
pada masa itu adalah merupakan sekutu dari Kerajaan Bone sehingga mau tidak mau
kerajaan-kerajaan yang termasuk kerajaan lili atau bagian dari kerajaan Bone harus
ikut berperang melawan Kerajaan Gowa.
Pada saat itu La Wana, Datu Botto kurang setuju atau menentang peperangan
itu karena akibat dari peperangan tersebut rakyat yang tidak berdosa menjadi korban
dan hanya akan memberikan kerugian dikedua belah pihak.
Pada masa pemerintahannya di Kerajaan Botto, Soppeng, beliau menikahi I
Tungke, Datu Marioriwawo puteri dari Rumpang Mega,Datu Lamuru dengan
Isterinya Pancaitana, Arung Akkampeng dan dikaruniai beberapa putra diantaranya
Abdul Gani Baso Batu Pute, Datu Soppeng XXXIV, Walinono,Datu Botto dan Tenri
Leleang Besse Mario, Arung Akkampeng. Walinono menggantikan La Wana
memerintah di Kerajaan Botto dengan gelar Walinono, Datu Botto, dan selanjutnya
digantikan oleh putranya La Wawo, Datu Botto. La Wana, Datu Botto hijrah ke Batu
Pute (Soppeng Riaja Kabupaten Barru). Di tempat itu beliau melanjutkan
pemerintahan yang diwariskan oleh ibunda beliau Patimang Dg. Baji, Arung Batu
Pute.
Selain pernikahannya dengan I Tungke, Datu Mario Riwawo beliau juga
menikahi Mattingara, Arung Palanro, Arung Guru Sidenreng dan I Makkawaru.
Selain itu beliau masih memiliki istri yang lain dan memiliki putera dari
pernikahannya itu.

C. Masa Pemerintahan La Wana,Datu Botto di Batu Pute Soppeng Riaja
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa alasan beliau meninggalkan
Kerajaan Botto dan hijrah ke Pabbiring (istilah Soppeng) artinya Pesisir pantai barat
ke Kerajaan Batu Pute yang sekarang dikenal dengan nama Desa Batu Pute
Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten Barru adalah :
1. Karena beliau tidak setuju dengan peperangan dan tidak sampai hati melibatkan
rakyatnya dalam peperangan tersebut.
2. Karena putra beliau Walinono, Datu Botto sudah cukup umur dan sudah pantas
meneruskan pemerintahan di Kerajaan Botto.
3. Beliau meneruskan pemerintahan di Kerajaan Batu Pute yang diwariskan oleh
Ibundanya Patimang Dg. Baji, Arung Batu Pute. Dalam masa pemerintahannya di
Kerajaan Batu Pute, beliau juga membantu istrinya Mattingara, Arung Guru
Sidenreng melaksanakan pemerintahan di Kerajaan Palanro dan Sidenreng.
Beliau memerintah di Kerajaan Batu Pute dari tahun 1840 M hingga akhir
hayatnya dengan aman dan damai.
Dari perkawinannya dengan Mattingara, Arung Guru Sidenreng, dikaruniai
tiga orang putra yaitu:
1. Parellei Petta Leppanae, Arung Palanro, Petta Manyoroe (Petta dengan pangkat
Mayor).
2. Ippung, Arung Guru Sidenreng.
3. Uneng.








BAB III
HUBUNGAN DENGAN KERAJAAN-KERAJAAN SEKITARNYA

A. Luwu
Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa La Wana, Datu Botto adalah cicit dari
Pajung Tenri Leleang, Pajung Luwu XXI / XXIII, jadi sudah jelas bahwa La Wana,
Datu Botto adalah keturunan langsung dari Pajung Luwu, darah yang mengalir di
tubuhnya adalah darah Luwu yang berasal dari nenek buyutnya.

B. Soppeng
Dari kakek buyutnya Mallarangeng, Datu Lompulle, Datu Marioriawa juga mengalir
darah Soppeng. Jadi hubungannya dengan kerajaan Soppeng sangat kental apalagi
beliau memerintah di Kerajaan Botto, Soppeng dan beliaupun mempunyai keturunan
di Kerajaan tersebut yang menjadi penerus pemerintahannya bahkan sampai sekarang
tidak bisa dipungkiri bahwa keturunan beliau banyak memegang jabatan penting di
daerah Soppeng.

C. Wajo
Dalam sejarah Wajo, salah satu cucu dari La Wana, Datu Botto yang terkenal ialah
La Tenri Odang, Datu Larompong, Arung Peniki yang dilantik menjadi Arung
Matoa Wajo pada tanggal 22 Desember 1926, beliau adalah putra Walinono, Datu
Botto dengan istrinya Imappanyiwi, Datu Watu, Patola Wajo. Beliau menata kota
Sengkang dan menata tatanan pemerintahan di daerah tersebut, beliau memangku
jabatan hingga akhir hayatnya, beliau wafat pada tanggal 14 Januari 1933.
Selanjutnya beliau digantikan oleh H. Andi Mangkona, Datu Marioriwawo, putra
Lawawo,datu Botto, yang juga putra Walinono,Datu Botto, dengan kata lain Beliau
adalah cicit dari La Wana, Datu Botto. Masa jabatan beliau sebagai Arung Matoa
Wajo sejak dilantik, tanggal 23 April 1933 dan berhenti dengan hormat dari
jabatannya pada tanggal 21 November 1949. Dari uraian tersebut jelaslah bahwa
hubungan La Wana, Datu Botto dengan Kerajaan Wajo begitu erat.
D. Batu Pute (Soppeng Riaja), Palanro dan Sidenreng

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa beliau adalah putra dari Arung Batu Pute,
Patimang Dg. Baji sehingga dia berhak meneruskan pemerintahan di Batu Pute.
Selain itu karena beliau menikahi Mattingara, Arung Palanro sekaligus Arung Guru
Sidenreng maka beliau turut membantu istrinya melaksanakan pemerintahan di
Kerajaan tersebut. Dan kemudian diwariskan kepada putra-putra beliau yakni ;
Parellei Petta Leppanae, Arung Palanro, Petta Manyoroe mewarisi Kerajaan Palanro
dan memerintah di kerajaan tersebut; Ippung, Arung Guru Sidenreng, sesuai dengan
gelarnya melanjutkan pemerintahan di Kerajaan Sidenreng. Ketika beliau mangkat,
mendapat gelar Anumerta La Wana, Datu Botto Matinroe ri Sogae. Sogae adalah
sebuah perbukitan di sebelah timur dusun Batu Pute sekarang, di tempat itulah beliau
dimakamkan. Konon sejak itu, nama Soppeng Riaja / Soppeng Orai yang berarti
Soppeng Bagian Barat mulai dikenal.















BAB IV
KESIMPULAN

1. La Wana, Datu Botto adalah cicit dari Tenri Leleang, Pajung Luwu XXI / XXIII,
hasil perkawinannya dengan Mallarangeng, Datu Lampulle, Datu Marioriawa.
2. La Wana, Datu Botto hijrah ke Batu Pute untuk menghindari peperangan yang
hanya menjadikan rakyatnya menjadi korban. Selain itu beliau hijrah untuk
melanjutkan pemerintahan di Kerajaan Batu Pute yang diwariskan oleh
Ibundanya Patimang Dg. Baji, Arung Batu Pute.
3. Kerajaan Botto yang ditinggalkan beliau diwariskan kepada putranya Walinono,
Datu Botto, Selain itu masih ada putra beliau yang memegang tampuk
pemerintahan di Soppeng yaitu, Abdul Gani Baso Batu Pute, Datu Soppeng
XXXIV dan Tenrileleang Besse Mario,Arung Akkampeng.
4. Beliau memerintah di Kerajaan Batu Pute dan juga membantu istrinya
Mattingara, Arung Palanro, Arung Guru Sidenreng di Kerajaan Palanro dan
Sidenreng dengan aman dan damai sepanjang kekuasaannya.
5. Nama Soppeng Riaja mulai dikenal semasa pemerintahan beliau di Kerajaan Batu
Pute.
6. Beliau dikaruniai beberapa putra dari perkawinannya dengan beberapa orang istri
dan dari putra beliau beberapa diantaranya mewarisi pemerintahan di Kerajaan
Botto ( Soppeng ), Palanro dan Sidenreng. Dan hingga kini keturunan Beliau
banyak memegang jabatan penting di berbagai daerah khususnya, di Sulawesi
Selatan.
7. Beliau mangkat di Batu Pute dan dimakamkan di Sogae yang merupakan daerah
perbukitan sebelah timur Dusun Batu Pute, Desa Batu Pute sekarang dan beliau
mendapat gelar Anumerta La Wana, Datu Botto Matinroe ri Sogae. Di
Kompleks Makam tersebut juga dimakamkan keluarga serta pengikut ( Joa )
beliau.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Arsip Silsilah A. Pabeangi (Datu Marioriwawo) / A.Nurul Maramat
M.D, Sagimun, Sultan Hasanuddin Ayam Jantan Dari Timur, Jakarta : Balai Pustaka.
Pusat Kajian Multikultural dan Pengembangan Regional Universitas Hasanuddin,
Dinas Komunikasi Informasi Kebudayaan Pariwisata Kabupaten Barru. 2009.
Ringkasan Hasil Penelitian Kerajaan Nepo di Sulawesi Selatan : Sebuah
Kearifan Lokal dalam Sistem Politik Tradisional di Tanah Bugis.
Palisuri,H. Udhin, 2003. Menyulam Benang Sejarah Tanah Wajo Kutai
Kertanegara.Wajo: Kantor Pariwisata Kabupaten Wajo

Narasumber
1. Andi Naki dan Tassakka (Cucu dan Menantu La Wana Datu Botto)
2. Andi Munaham Hamid (Cicit La Wana Datu Botto)
3. Mahmud Andi Naki (Mantan Penilik Kebudayaan Kecamatan Mallusetasi Cicit
La Wana Datu Botto)
4. Keturunan La Wana Datu Botto yang tersebar di berbagai daerah di Sulawesi
Selatan.


Di kutip dari tulisan MUHAMMAD ASDAR

You might also like