Professional Documents
Culture Documents
.
KATA PENGANTAR
.
Perkembangan teknologi multi media semakin canggih, tidak hanya melalui siaran televisi atau
surat kabar tetapi juga melalui internet berbagai macam kejadian di setiap tempat dapat kita ikuti
beritanya. Hal ini terjadi karena kebijakan politik pemerintah sangat mendukung perluasan
pemanfaatan media elektronika bagi dunia khususnya televisi kita. Telah dapat diperkirakan bahwa
lambat laun tidak terdapat batasan-batasan wilayah dalam komunikasi informasi. Oleh karena itu,
disadari bahwa arus informasi yang datang dari luar akan sulit dibendung, dan hal ini tentu akan
mempunyai pengaruh terhadap nilai-nilai budaya dunia pendidikan kita.
Dunia pendidikan mendapatkan tantangan baru dan serius, akan tetapi dunia pendidikan harus
dengan cerdas mengantisipasi dan memanfaatkan teknologi multimedia untuk kepentingan
mentransfer ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Untuk itu, pemanfaatan multi media bagi
pendidikan untuk semua merupakan satu keharusan. Memorandum pandangan ini membahas
bagaimana menyikapi pemanfaatan multi media untuk pendidikan masa depan dan bagaimana multi
media tersebut ditempatkan dalam proses pembelajaran.
Memorandum pandangan ini disusun berdasarkan atas pemikiran, pendapat, pandangan, dan saran
dari anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN) serta hasil pengkajian dan
penelaahan antara lain melalui pertemuan dengan instansi pemerintah, khususnya mengadakan
dialog dengan Bapak Mayjen TNI (Purn) A.A. Nasution, M.Sc., Direktur Utama PT Telkom; Bapak
Walden Bakara, Direktur Divisi Multimedia PT Telkom; Bapak Dr. Ir. Bambang Sutjiatmo, Dipl.
Eng., Rektor Universitas Terbuka; dan Bapak Dr. Afief S. Sadiman, M.Sc., Kepala Pusat Teknologi
Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan, baik pada kesempatan kunjungan ke daerah maupun pada
kesempatan lain, serta berdasarkan pada hasil pengamatan di lapangan.
Memorandum pandangan ini dirumuskan oleh suatu Kelompok Kerja dipimpin oleh Bapak Prof.
Dr. I Made Bandem, dan Ibu Dra. Mien Rachman Uno sebagai Sekretaris, sedangkan sebagai
anggota kelompok adalah: Bapak Prof. K.H. Ali Yafie; Bapak Dr. H. Fahmi D. Saifuddin, MPH; Ibu
Prof. Dr. Lily I. Rilantono; Bapak Pdt. Weinata Sairin, M.Th.; Bapak Drs. Soetjipto Wirosardjono,
M.Sc.; dan Bapak Dr. Ki Supriyoko, M.Pd.
Semoga pemikiran, pendapat, pandangan, saran dan usul BPPN yang tertuang dalam memorandum
pandangan ini dapat dimanfaatkan untuk merumuskan kebijakan pembangunan pendidikan.
.
Jakarta, Juli 1999
.
Awaloedin Djamin
Ketua Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional
.
BAB I: PENDAHULUAN
.
Berbagai kejadian di setiap tempat dan waktu sekalipun di ujung dunia kini Perkembangan ta
orangtua dan guru-guru menjadi kelabakan menjelaskan beragam pertanyaan anak-anak mereka,
atau murid-murid mereka di sekolah. Demikianlah realitas terbaru tentang kecanggihan media yang
menyangkut kehidupan, bahkan privasi seseorang, yang memiliki dampak multidimensi: politik,
sosial, ekonomi, dan budaya. Kehidupan pribadi, penyimpangan perilaku, politik, opini publik,
media massa, piranti multimedia, pendidikan dalam segala skala dan dimensinya telah saling
mengintervensi dan terintervensi.
Melalui internet pula berbagai layanan sistem manajemen modern telah digunakan secara meluas
untuk bidang keuangan dan perbankan, kesehatan, transaksi bisnis, bahkan pertahanan keamanan.
Itulah teknologi yang terus berkembang, sampai pada tahap multimedia dan cyberspace, yakni
sebuah ruang ilusif yang dibentuk melalui media digital berupa bite-bite informasi dalam database
komputer, yang menghasilkan pengalaman-pengalaman halusinasi. Demikianlah realitas yang
menyertai kehidupan kita dari hari ini, hingga hari-hari mendatang. Kehidupan yang ditandai
dengan perubahan yang ekstra cepat (revolusi) di segala sektor, khususnya informasi dan teknologi.
Kondisi itu memunculkan kepercayaan, bahwa masa depan akan dikuasai oleh siapapun yang dapat
menguasai teknologi dan informasi.
Kesemuanya itu menunjukkan tanda-tanda bahwa sedang terjadi perubahan yang radikal yang
menyangkut media. Artinya peran manusia sebagai subyek pelaku, mulai tergantikan oleh alat-alat
yang dipercaya lebih efektif dan efisien, baik dari segi waktu maupun jarak (telepon, e-mail,
internet).
Televisi dan teknologi video barangkali menjadi contoh konkrit dan sederhana untuk menjelaskan
berbagai fenomena itu. Persoalan informasi dan jarak peristiwa telah dijawab oleh televisi dengan
hadirnya perangkat itu di ruang-ruang keluarga, di ruang-ruang pribadi di mana pun. Bubarnya
sebuah negara, bencana alam, skandal politik hingga seks, sepak bola yang hiruk-pikuk, drama
manusia yang getir hingga opera sabun, semuanya merampas waktu siapa pun tanpa terasa (ketika
larut menonton televisi). Setiap penonton dengan “kekuasaan” yang penuh melalui piranti remote
control, dapat memuaskan seleranya, memindahkan dari satu channel ke channel yang lainnya.
Penemuan perangkat keras seperti mesin cetak, radio, televisi, remote control, video game, hingga
komputer, dan berbagai pengembangan perangkat lunak seperti opera sabun, komedi situasi, talk
show, dan lain-lain, tulis Garin Nugroho dalam pengantar bukunya “Kekuasaan dan Hiburan”
sesungguhnya adalah roman baru kekuasaan yang memberi wujud baru hubungan individu dengan
keluarga, individu dengan masyarakat dan individu dengan negara.
Dunia teknologi multimedia telah mengantarkan kita semua kepada dunia dan ruang cyber, yang
konsekuensinya akan mengubah perilaku penggunanya, baik dalam pola perilaku antarmanusia,
antarkelompok, antarkeluarga, maupun antarbangsa. Terdapat kecerdasan baru, sekaligus
memunculkan celah-celah kesenjangan yang lain. Itulah paradoks dari kecanggihan teknologi
multimedia.
Kenyataan seperti ini, tak terelakkan akan mempengaruhi kualitas manusia pemakainya. Dunia
pendidikan akan merasakan dampaknya, dalam segala dimensi secara langsung.
Kesemuanya itu memberikan kesadaran baru, bahwa di samping kebutuhan ekspresi dan nilai-nilai,
terdapat aspek lain yang tak dapat dihindari ialah peran teknologi dalam segala bentuknya.
Teknologi adalah sebuah realitas.
Deretan fakta dan peristiwa itu menunjukkan bahwa dunia pendidikan mendapatkan tantangan baru
yang serius. Dunia pendidikan harus dengan cerdas mengantisipasi dan memanfaatkan teknologi
multimedia untuk kepentingan mentransfer ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kebiasaan
“menonton yang cenderung konsumtif”, harus diupayakan menjadi “menonton dengan kritis”.
Untuk itu, pemanfaatan multimedia bagi pendidikan untuk semua merupakan satu keharusan.
Memorandum pandangan ini membahas bagaimana menyikapi pemanfaatan multimedia untuk
pendidikan masa depan dan bagaimana multimedia tersebut ditempatkan dalam proses
pembelajaran.
.
BAB II: PENDIDIKAN UNTUK SEMUA DAN MULTIMEDIA
.
A. PENDIDIKAN UNTUK SEMUA
.
Pada awal tahun 1987 UNESCO mencanangkan program Pendidikan Untuk Semua
(PUS) di kawasan Asia-Pasifik dengan program APPEAL (Asia-Pacific Programmes on
Education For All). Atas prakarsa UNESCO, UNICEF, UNFPA, UNDP dan Bank Dunia
pada tanggal 5-9 Maret 1990 diselenggarakan Konperensi Dunia tentang PUS di
Jomtien, Thailand, yang melahirkan Deklarasi Dunia Pendidikan Untuk Semua.
Program ini meliputi Pemberantasan Buta Aksara, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan
Berkelanjutan. Secara ringkas program ini berisi antara lain:
Pemenuhan kebutuhan belajar dasar dari setiap anak, remaja dan orang dewasa.
Kebutuhan tersebut meliputi kemampuan dasar utama untuk mendukung belajar (melek
huruf dan angka, kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah) serta materi dasar
belajar yang meliputi ilmu pengetahuan, keterampilan, norma/sistem nilai dan sikap
budi pekerti yang dibutuhkan untuk bertahan hidup, mengembangkan potensi diri dan
hidup secara pantas dengan meningkatkan kualitas hidup mereka
. Untuk mencapai pemenuhan kebutuhan belajar bagi setiap anak, remaja dan orang
dewasa, diperlukan komitmen untuk hal-hal berikut (a) Penyediaan akses layanan
pendidikan secara tak terbatas dan mendorong tercapainya pemerataan kesempatan
pendidikan; (b) Pemusatan pada hasil belajar. Perluasan kesempatan belajar harus
tercermin pada pengembangan yang nyata baik bagi individu dan masyarakat, bukan
semata-mata peningkatan angka partisipasi; (c) Perluasan sarana dan ruang lingkup
pendidikan dasar: (i) Belajar dimulai sejak usia dini. Pengaturannya melibatkan
keluarga, masyarakat dan institusi yang relevan. (ii) Sarana belajar untuk anak-anak
adalah sekolah dasar, untuk remaja dan orang dewasa bervariasi sehingga perlu
dipenuhi melalui berbagai pendekataan. (iii) Seluruh fasilitas dan jalur komunikasi yang
tersedia (perpustakaan, radio, televisi, dan media lain) harus dimanfaatkan dalam PUS.
Dalam kaitannya dengan pendidikan dasar, program PUS telah dilaksanakan yaitu
Sekolah Dasar, SDLB, SD Kecil, Madrasah Ibtidaiyah, dan Paket A; sedangkan tingkat
SLTP dilaksanakan melalui SLTP reguler, SLTP Kecil, SLTP/terpadu, SLTP LB, SLTP
Terbuka, Kejar Paket B setara SLTP, Ujian Persamaan SLTP, MTs, dan Pondok
Pesantren.
Program PUS yang kini sedang dilaksanakan dan dikembangkan setidaknya telah
melibatkan tidak kurang dari 16 lembaga baik departemen maupun non departemen.
Dari uraian di atas jelas tergambar bahwa betapa luasnya cakupan PUS tersebut yang
semuanya dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
warga masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup mereka.
Apapun jenis dan jenjang PUS tersebut dapat dipastikan tidak akan terlepas dari proses
pembelajaran. Proses pembelajaran adalah proses membuat orang belajar, membuat
perilaku seseorang berubah baik dalam hal kognitif, psikomotor, maupun afektif. Proses
pembelajaran terjadi akibat interaksi individu dengan sumber belajar yang ada
disekitarnya baik yang dirancang maupun yang dimanfaatkan sumber belajar insani
(guru/dosen/instruktur) maupun non insani. Salah satu sumber belajar yang bisa
membuat orang belajar adalah media. Media memiliki berbagai jenis dan beragam
fungsi kegunaannya mulai yang sederhana hingga yang canggih.
Sebagai sumber belajar, media tidak saja bisa melakukan sebagian fungsi
guru/dosen/instruktur dalam menyampaikan informasi tetapi juga mampu
menyampaikannya secara lebih jelas, lebih baik, dan lebih bervariasi. Oleh karena itu
proses pembelajaran yang baik biasanya memadukan guru/dosen/instruktur dengan
berbagai media yang sesuai untuk mencapai tujuan belajar. Apabila media yang
digunakan lebih dari satu maka di situlah masuk konsep multimedia.
B. MULTIMEDIA
.
Multimedia dapat mempunyai sekurang-kurangnya dua pengertian, yaitu (1) Gabungan
dari berbagai media (bahan cetak/teks, audio, video, slide, siaran radio, siaran televisi)
yang masing-masing berdiri sendiri namun terprogram (various media). Multimedia ini
lebih cocok dimanfaatkan untuk pendidikan yang bersifat massal. Penerapan
multimedia dalam pengertian ini membutuhkan investasi yang besar pada sisi penyedia
program pendidikan, tetapi hanya membutuhkan investasi yang relatif kecil pada sisi
penerima; (2) Berbagai media yang terpadu (integrated multimedia) yang biasa
dikaitkan dengan komputer multimedia. Multimedia ini lebih cocok untuk program
pendidikan yang sifatnya individual/terbatas. Penerapan multimedia ini menuntut
investasi yang besar di sisi penyedia program pendidikan dan pada sisi penerima
program pendidikan harus ada peralatan yang menunjang.
Dengan demikian multimedia yang diharapkan untuk berkontribusi pada PUS adalah
multimedia dalam pengertian various media yang mempunyai sifat massal dan investasi
rendah sehingga menjangkau masyarakat yang seharusnya menjadi target program PUS.
Saat ini sedang disiapkan jenis layanan dalam bentuk paduan layanan edukasi dan
hiburan atau yang biasa disebut sebagai layanan Edutainment. Layanan Edutainment
pada tahap awal akan berisi layanan-layanan seperti: (a) Net Kuis, yang menawarkan
kesempatan mengasah ilmu sambil berjuang untuk mendapatkan point (hadiah); (b) Net
Tutor, yang memberikan kesempatan kepada pengguna untuk mendapat pengetahuan
pada bidang studi spesifik (bahasa Inggris, matematika, fisika, biologi, dan sebagainya);
(c) Net Try Out, yang memberikan kesempatan kepada pengguna untuk mengikuti Try-
out dari suatu program pengajaran yang diujikan (Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu
Pengetahuan Sosial, UMPTN).
Perlu dicatat bahwa pada akhir tahun 1971 mulai diadakan semacam percobaan atau
eksperimen siaran radio (belum televisi) pendidikan pada empat propinsi sekaligus
dengan tujuan yang berbeda. Di Jawa Tengah untuk peningkatan pengetahuan guru-guru
SD, di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bertujuan guna meningkatkan efektivitas
pelajaran SD dan SMP, di Irian Jaya dalam rangka memberi peluang atau kesempatan
bagi guru-guru SD untuk memperoleh ijazah SPG, dan di DKI Jakarta bertujuan untuk
membantu mengembangkan Proyek Pembaharuan Kurikulum dan Metode Mengajar.
Pada tanggal 7 September 1973 diterbitkan SKB antara Ketua Badan Pengembangan
Pendidikan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) dengan Direktorat Jenderal
Radio, Televisi, dan Film (Departemen Penerangan) mengenai kerja sama
penyelenggaraan siaran pendidikan (siaran sekolah).
Jasa teknologi komunikasi, di dalam hal ini modul dan program audio, dimanfaatkan
untuk mensukseskan SMPT. Siswa tidak perlu mengikuti pelajaran secara reguler akan
tetapi cukup memanfaatkan media yang ada. Pada akhir program siswa SMPT
diperkenankan mengikuti evaluasi atau ujian akhir bersama-sama dengan siswa-siswa
SMP reguler. Materi soal evaluasi akhir dan kriteria kelulusannya pun sama sehingga
“nilai” sertifikat SMPT tidak berbeda dengan sertifikat SMP reguler.
Salah satu hasil evaluasi terhadap program SMPT dinyatakan sebagai “tidak
mengecewakan”; adapun indikatornya antara lain pada tingkat kelulusan, kemandirian
serta kelanjutan studi para lulusan SMPT.
Berbeda dengan SMPT, UT secara konseptual didisain pada awalnya untuk menampung
“ledakan” lulusan SLTA, terutama SMU. Perguruan tinggi reguler, PTN, PTS dan PTK,
terbukti tidak mampu menampung lulusan SLTA secara keseluruhan; dan akhirnya UT
dijadikan pilihan.
Semula UT berhasil menampung sekitar 70.000 mahasiswa baru dalam sekali angkatan.
Pada saat ini belum ada satupun perguruan tinggi yang sanggup menampung mahasiswa
TPI yang didirikan 23 Januari 1991 bertujuan untuk menyajikan program-program yang
dapat menunjang pelaksanaan pendidikan di sekolah, SLTP, SMU dan pendidikan di
luar sekolah. Misi TPI membantu mewujudkan hak seluruh warga negara Indonesia
guna memperoleh pengajaran. Misi TPI ini lalu dideskripsi pada berbagai paket siaran
yang komposisinya: siaran berita 12,50%, pendidikan sekolah 16,60%, pendidikan luar
sekolah 16,60%, hiburan 31,90%, siaran niaga 20,00%, dan acara penunjang 2,40%.
Program yang tadinya dirancang oleh TPI sebaiknya disiarkan saja pada TVRI regional
sehingga masing-masing “daerah” bisa menyesuaikan waktu (WIT, WITA, WIB) dan
“local content” (pendidikan yang paling relevan untuk daerah itu). Bantuan keuangan
semakin diperbesar untuk provinsi. Bisa juga tiap sekolah diberi paket video pendidikan
mata pelajaran inti yang distandardisasikan misalnya matematika, budipekerti, bahasa
(Indonesia, Cina, Inggris).
5. Perhatian utama dalam pembelajaran diberikan pada isi dan pedagogi yang tersalur
lewat teknologi, bukan perangkat kerasnya. Penyediaan dan pemanfaatan perangkat
lunak merupakan tantangan yang utama.
10. Mengingat kondisi masyarakat yang sangat heterogen dilihat dari budaya dan sosial
ekonomi masyarakat, maka dalam upaya menyerap dan memanfaatkan multimedia patut
dijaga keseimbangannya dan dipilih yang paling tepat serta adanya lembaga masyarakat
yang dapat mengawasinya. Jangan sampai kehadiran teknologi multimedia khususnya
di dalam proses pembelajaran menyebabkan sebagian diantara mereka tercabut dari akar
budayanya, dan modernitas tidak berhasil dicapai sebagaimana yang diharapkan.
11. Peluang mendayagunakan multimedia bagi pendidikan untuk semua sangat terbuka
luas bagi semua pihak, tergantung pada pilihan untuk mengambil langkah konkret yang
positif ataukah tetap membiarkannya sebagai bukan prioritas.
12. Pada abad ke-21 yang akan datang, dunia multimedia akan mewarnai dan
mempengaruhi interaksi dalam kehidupan masyarakat, baik antar individu, antar
kelompok, antar masyarakat dalam suatu bangsa maupun antar bangsa dalam
masyarakat global.
14. Dalam mengantisipasi era kompetisi dalam globalisasi dunia maka masyarakat
Indonesia harus disiapkan untuk memasuki dunia multimedia dalam bentuk masyarakat
informasi Indonesia yang tahan menghadapi kompetisi global.
16. Dalam menciptakan masyarakat informasi Indonesia, salah satu jalan terbaik adalah
dengan meningkatkan kerja sama dan kebersamaan dari dunia usaha, perguruan tinggi,
dan semua elemen bangsa sehingga mampu mendorong untuk menciptakan kekuatan
daya saing bangsa Indonesia dalam dunia global.
17. Anak didik yang menggunakan media belajar elektronik diberi penghargaan yang
lebih tinggi daripada yang mengambil dari buku-buku cetak sebagai stimulan. 18.
Pendidikan kejuruan akan lebih siap dijalankan dengan metode instruksi melalui video
sebab pendidikan kejuruan dimana pun diselenggarakan baik di negara maju maupun
negara berkembang akan sama seperti pendidikan teknik: teknik kayu, elektronik,
mesin, beton. Oleh karena itu salah satu alternatif yang cukup ekonomis adalah dengan
membeli video instruksional yang sudah jadi.
B. SARAN
.
1. Perlu adanya kemauan politik (political will) yang lebih tegas dari pemerintah dalam
memanfaatkan multimedia bagi pendidikan untuk semua. Tidak ada pilihan lain bagi
bangsa Indonesia dalam memasuki abad teknologi informasi selain meningkatkan
sumber daya manusia yang berkualitas melalui proses pendidikan yang bermutu. Proses
pendidikan tersebut harus memanfaatkan multimedia yang tepat sebagai sumber belajar
selain guru sebagai sumber belajar utama. Untuk itu, pemerintah dianjurkan untuk
membuat pilot project pada tingkat SLTP dan SM.
4. Perlu menjalin kerja sama dengan berbagai pihak terkait dalam pemanfaatan
multimedia bagi pendidikan untuk semua antara lain sektor swasta, perguruan tinggi,
dan pemerintah serta luar negeri.